Kamis, 03 Oktober 2013

KATHINA 2557/2013 METTA VIHARA TEGAL

“ … Gemar berdana dan memiliki moral yang baik, dapat menahan nafsu dan memiliki pengendalian diri, adalah timbunan ‘harta’ yang terbaik bagi seorang pria maupun wanita. ‘Harta’ tersebut dapat diperoleh dengan berbuat kebajikan kepada Cetiya atau Sangha, kepada orang lain atau tamu, kepada ibu dan ayah, atau kepada orang yang lebih tua. Inilah harta yang paling sempurna tidak mungkin hilang, tidak mungkin ditinggalkan, walaupun suatu saat akan meninggal, ia akan tetap membawanya … “
(Nidhikhanda Sutta- Kotbah tentang Penimbunan Harta Sejati)

BRIVI SEPTEMBER 2013

         
Tegal, 24 September 2013                                                                                   
No : 73, Tahun Ketujuh

Penasehat                 : Ketua Yayasan Metta Jaya                          ( Loe Lian Phang )
Penanggung Jawab   : Ketua Dayakasabha Metta Vihara Tegal      ( Lie Ing Beng )
Pimpinan Redaksi      : Ibu Tjutisari
Redaksi Pelaksana     : 1.   Ibu Pranoto              4.   Liliyani                                                           
                                    2.   Suriya Dhammo        5.   Sumedha Amaravathi
                                    3.   Ade Kristanto            6.   Lie Thiam Lan
Alamat Redaksi         : Metta Vihara
                                    Jl. Udang No. 8 Tegal Telp. (0283) 323570
BCA No Rek : 0479073688  an. YUNINGSIH ASTUTI - TUSITA WIJAYA


DHAMMAPADA ATTHAKHATA
Bab II - Syair 30
Dengan menyempurnakan kewaspadaan Dewa Sakka dapat mencapai tingkat pemimpin di antara para dewa. Sesungguhnya, kewaspadaan itu akan selalu dipuji dan kelengahan akan selalu dicela.

BAB II – Syair 30
II. (7) Kisah Magha

Suatu waktu, seorang Pangeran Licchavi, bernama Mahali, datang untuk mendengarkan khotbah Dhamma yang disampaikan oleh Sang Buddha. Khotbah yang dibabarkan adalah Sakkapanha Suttanta. Sang Buddha menceritakan tentang Sakka yang selalu bersemangat. Mahali kemudian berpikir bahwa Sang Buddha pasti pernah berjumpa dengan Sakka secara langsung. Untuk menyakinkan hal tersebut, dia bertanya kepada Sang Buddha.
Sang Buddha menjawab, "Mahali, Aku mengenal Sak­ka; Aku juga mengetahui apa yang menyebabkan dia menjadi Sakka." Kemudian Beliau bercerita kepada Mahali bahwa Sakka, raja para dewa, pada kehidupannya yang lampau adalah seorang pemuda yang bernama Magha, tinggal di desa Macala.
Pemuda Magha dan tiga puluh dua temannya pergi un­tuk membangun jalan dan tempat tinggal. Magha juga bertekad untuk melakukan tujuh kewajiban.        
Tujuh kewajiban tersebut adalah:
(1) dia akan merawat kedua orang tuanya;
(2) dia akan menghormati orang yang lebih tua;
(3) dia akan berkata sopan;
(4) dia akan menghindari membicarakan orang lain;
(5) dia tidak akan menjadi orang kikir, dia akan menjadi orang yang murah hati;
(6) dia akan berkata jujur; dan
(7) dia akan menjaga dirinya untuk tidak mudah marah.
Karena kelakuannya yang baik dan tingkah lakunya yang benar pada kehidupannya yang lampau Magha dilahirkan kembali sebagai Sakka, raja para Dewa.
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 30 berikut:
Dengan menyempurnakan kewaspadaan Dewa Sakka dapat mencapai tingkat pemimpin di antara para dewa. Sesungguhnya, kewaspadaan itu akan selalu dipuji dan kelengahan akan selalu dicela.
Sumber :   1.  Dhammpada Atthakhata. Penerbit : Vidyasena
            2.  Kitab suci Dhammapada. Penerbit : Bahusutta Society

--- oOo ---


SEKAPUR SIRIH

Kewaspadaan selalu dipuji dan membawa manfaat yang sangat besar bagi diri sendiri dan orang banyak. Sebaliknya kelengahan selalu dicela dan membawa akibat yang merugikan. Lengkapnya dapat diikuti dalam Dhammapada Atthakhata Bab II Syair ke 30 “Kisah Magha”.
Sang Buddha menguraikan bagaimana menghadapi caci maki dalam cerita inspiratif yang akan membawa manfaat dalam kehidupan sehari-hari.
Artikel kali ini YM. Bhikkhu Uttamo Mahathera menulis “Hidup Selalu Berorganisasi”. Dalam kehidupan masyarakat, organisasi mutlak sangat diperlukan, dengan berorganisasi tentu perlu ditunjang komunikasi sehingga pembagian tugas dapat berjalan dengan baik.
Ajahn Brahm dalam buku Membuka Pintu Hati memasuki tema Takut Sakit, karena rasa takut akan menimbulkan rasa sakit menjadi lebih menyakitkan, untuk mengatasinya dengan cara enyahkan rasa takut.
Segenggam Daun Bodhi, kumpulan tulisan Bhikkhu Dhammavudho Mahathera menguraikan kebenaran mulia ke empat jalan. Ada jalan yang disebut jalan mulia berunsur delapan yang menuntun pada penghentian Dukkha, ini adalah kebenaran mulia keempat yang dinyatakan oleh Buddha.
Kitab suci agama Buddha bagian dari Khudaka Nikaya, Sutta Pitaka Dana Arca Buddha apa perlu ditulis nama? 2. Paritta apa yang dibaca pada saat memberi penghormatan ke orang meninggal? 3. Apakah karena jiong tidak boleh melayat ke orang meninggal? YM. Bhikkhu Uttamo memberi jawaban menurut pandangan agama Buddha.
Setitik Cahaya di Balik Kabut, kenapa hidup ini selalu menderita? Pangeran Sidharta telah menemukan jawabannya.
Redaksi sudah berusaha sesuai kemampuan yang dimiliki, namun sadar tidak mungkin bisa memberi kepuasan kepada pembaca semua, saran dan kritik yang membangun sangat dibutuhkan untuk menyempurnakan buletin Brivi Metta Vihara. Dukungan moril maupun materiil akan sangat bermanfaat bagi redaksi agar buletin kesayangan kita ini dapat terbit dengan lebih baik dan menambah pengetahuan Dhamma.
Anumodana dan terima kasih kami ucapkan atas perhatian dan dukungan anda.
Semoga semua makhluk hidup berbahagia.

Metta Cittena,
Redaksi

--- oOo ---