Sabtu, 14 Desember 2013

BRIVI NOVEMBER 2013

Edisi KATHINA
Tegal, 24 November 2013                                                                                      
No : 75, Tahun Ketujuh

Penasehat                 : Ketua Yayasan Metta Jaya                          ( Loe Lian Phang )
Penanggung Jawab : Ketua Dayakasabha Metta Vihara Tegal   ( Lie Ing Beng )
Pimpinan Redaksi     : Ibu Tjutisari
Redaksi Pelaksana   : 1.   Ibu Pranoto               4.   Liliyani                                                              
                                      2.   Suriya Dhammo        5.   Sumedha Amaravathi
                                      3.   Ade Kristanto           6.   Lie Thiam Lan
Alamat Redaksi        : Metta Vihara
                                      Jl. Udang No. 8 Tegal Telp. (0283) 323570
BCA No Rek : 0479073688  an. YUNINGSIH ASTUTI - TUSITA WIJAYA


DHAMMAPADA ATTHAKHATA
Bab II - Syair 32
Seorang bhikkhu yang bergembira dalam kewaspadaan dan melihat bahaya dalam kelengahan tak akan terperosok lagi, ia sudah berada di ambang pintu nibbana.

BRIVI NOVEMBER 2013

Edisi KATHINA
Tegal, 24 November 2013                                                                                      
No : 75, Tahun Ketujuh

Penasehat                 : Ketua Yayasan Metta Jaya                          ( Loe Lian Phang )
Penanggung Jawab : Ketua Dayakasabha Metta Vihara Tegal   ( Lie Ing Beng )
Pimpinan Redaksi     : Ibu Tjutisari
Redaksi Pelaksana   : 1.   Ibu Pranoto               4.   Liliyani                                                              
                                      2.   Suriya Dhammo        5.   Sumedha Amaravathi
                                      3.   Ade Kristanto           6.   Lie Thiam Lan
Alamat Redaksi        : Metta Vihara
                                      Jl. Udang No. 8 Tegal Telp. (0283) 323570
BCA No Rek : 0479073688  an. YUNINGSIH ASTUTI - TUSITA WIJAYA


DHAMMAPADA ATTHAKHATA
Bab II - Syair 32
Seorang bhikkhu yang bergembira dalam kewaspadaan dan melihat bahaya dalam kelengahan tak akan terperosok lagi, ia sudah berada di ambang pintu nibbana.

BRIVI NOVEMBER 2013

Edisi KATHINA
Tegal, 24 November 2013                                                                                      
No : 75, Tahun Ketujuh

Penasehat                 : Ketua Yayasan Metta Jaya                          ( Loe Lian Phang )
Penanggung Jawab : Ketua Dayakasabha Metta Vihara Tegal   ( Lie Ing Beng )
Pimpinan Redaksi     : Ibu Tjutisari
Redaksi Pelaksana   : 1.   Ibu Pranoto               4.   Liliyani                                                              
                                      2.   Suriya Dhammo        5.   Sumedha Amaravathi
                                      3.   Ade Kristanto           6.   Lie Thiam Lan
Alamat Redaksi        : Metta Vihara
                                      Jl. Udang No. 8 Tegal Telp. (0283) 323570
BCA No Rek : 0479073688  an. YUNINGSIH ASTUTI - TUSITA WIJAYA


DHAMMAPADA ATTHAKHATA
Bab II - Syair 32
Seorang bhikkhu yang bergembira dalam kewaspadaan dan melihat bahaya dalam kelengahan tak akan terperosok lagi, ia sudah berada di ambang pintu nibbana.

Jumat, 15 November 2013

Kegiatan rutin baru di Metta Vihara Tegal: Latihan Meditasi, setiap hari Rabu, Pukul 19.30
bagi yang berminat silahkan datang dan mengikuti.

BRIVI OKTOBER 2013

Tegal, 24 Oktober 2013                                                                                          
No : 74, Tahun Ketujuh

Penasehat                 : Ketua Yayasan Metta Jaya                          ( Loe Lian Phang )
Penanggung Jawab : Ketua Dayakasabha Metta Vihara Tegal   ( Lie Ing Beng )
Pimpinan Redaksi     : Ibu Tjutisari
Redaksi Pelaksana   : 1.   Ibu Pranoto               4.   Liliyani                                                              
                                      2.   Suriya Dhammo        5.   Sumedha Amaravathi
                                      3.   Ade Kristanto           6.   Lie Thiam Lan
Alamat Redaksi        : Metta Vihara
                                      Jl. Udang No. 8 Tegal Telp. (0283) 323570
BCA No Rek : 0479073688  an. YUNINGSIH ASTUTI - TUSITA WIJAYA


DHAMMAPADA ATTHAKHATA
Bab II - Syair 31
Seorang bhikkhu yang bergembira dalam kewaspadaan dan melihat bahaya dalam kelengahan akan maju terus, membakar semua rintangan batin, bagaikan api membakar kayu baik yang besar maupun yang kecil.


BAB II – Syair 31
 Kisah Seorang Bhikkhu

Seorang bhikkhu, setelah memperoleh pelajaran meditasi dari Sang Buddha, pergi ke hutan untuk bermeditasi. Meskipun dia berlatih dengan sungguh-sungguh dia hanya memperoleh kemajuan yang sangat kecil. Akibatnya;, ia menjadi frustasi. Dengan berpikir akan memperoleh petunjuk  dari Sang Buddha, dia meninggalkan hutan menuju Vihara Jetavana.
Dalam perjalanannya, dia melewati nyala api yang sangat besar. Dia berlari menuju puncak gunung dan mencari dari mana api tersebut datang. Melihat api yang membakar itu, ia termenung. Pikirnya, seperti api yang membakar habis semuanya, begitu juga pandangan terang akan membakar semua belenggu kehidupan, besar dan kecil.

Kamis, 03 Oktober 2013

KATHINA 2557/2013 METTA VIHARA TEGAL

“ … Gemar berdana dan memiliki moral yang baik, dapat menahan nafsu dan memiliki pengendalian diri, adalah timbunan ‘harta’ yang terbaik bagi seorang pria maupun wanita. ‘Harta’ tersebut dapat diperoleh dengan berbuat kebajikan kepada Cetiya atau Sangha, kepada orang lain atau tamu, kepada ibu dan ayah, atau kepada orang yang lebih tua. Inilah harta yang paling sempurna tidak mungkin hilang, tidak mungkin ditinggalkan, walaupun suatu saat akan meninggal, ia akan tetap membawanya … “
(Nidhikhanda Sutta- Kotbah tentang Penimbunan Harta Sejati)

BRIVI SEPTEMBER 2013

         
Tegal, 24 September 2013                                                                                   
No : 73, Tahun Ketujuh

Penasehat                 : Ketua Yayasan Metta Jaya                          ( Loe Lian Phang )
Penanggung Jawab   : Ketua Dayakasabha Metta Vihara Tegal      ( Lie Ing Beng )
Pimpinan Redaksi      : Ibu Tjutisari
Redaksi Pelaksana     : 1.   Ibu Pranoto              4.   Liliyani                                                           
                                    2.   Suriya Dhammo        5.   Sumedha Amaravathi
                                    3.   Ade Kristanto            6.   Lie Thiam Lan
Alamat Redaksi         : Metta Vihara
                                    Jl. Udang No. 8 Tegal Telp. (0283) 323570
BCA No Rek : 0479073688  an. YUNINGSIH ASTUTI - TUSITA WIJAYA


DHAMMAPADA ATTHAKHATA
Bab II - Syair 30
Dengan menyempurnakan kewaspadaan Dewa Sakka dapat mencapai tingkat pemimpin di antara para dewa. Sesungguhnya, kewaspadaan itu akan selalu dipuji dan kelengahan akan selalu dicela.

BAB II – Syair 30
II. (7) Kisah Magha

Suatu waktu, seorang Pangeran Licchavi, bernama Mahali, datang untuk mendengarkan khotbah Dhamma yang disampaikan oleh Sang Buddha. Khotbah yang dibabarkan adalah Sakkapanha Suttanta. Sang Buddha menceritakan tentang Sakka yang selalu bersemangat. Mahali kemudian berpikir bahwa Sang Buddha pasti pernah berjumpa dengan Sakka secara langsung. Untuk menyakinkan hal tersebut, dia bertanya kepada Sang Buddha.
Sang Buddha menjawab, "Mahali, Aku mengenal Sak­ka; Aku juga mengetahui apa yang menyebabkan dia menjadi Sakka." Kemudian Beliau bercerita kepada Mahali bahwa Sakka, raja para dewa, pada kehidupannya yang lampau adalah seorang pemuda yang bernama Magha, tinggal di desa Macala.
Pemuda Magha dan tiga puluh dua temannya pergi un­tuk membangun jalan dan tempat tinggal. Magha juga bertekad untuk melakukan tujuh kewajiban.        
Tujuh kewajiban tersebut adalah:
(1) dia akan merawat kedua orang tuanya;
(2) dia akan menghormati orang yang lebih tua;
(3) dia akan berkata sopan;
(4) dia akan menghindari membicarakan orang lain;
(5) dia tidak akan menjadi orang kikir, dia akan menjadi orang yang murah hati;
(6) dia akan berkata jujur; dan
(7) dia akan menjaga dirinya untuk tidak mudah marah.
Karena kelakuannya yang baik dan tingkah lakunya yang benar pada kehidupannya yang lampau Magha dilahirkan kembali sebagai Sakka, raja para Dewa.
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 30 berikut:
Dengan menyempurnakan kewaspadaan Dewa Sakka dapat mencapai tingkat pemimpin di antara para dewa. Sesungguhnya, kewaspadaan itu akan selalu dipuji dan kelengahan akan selalu dicela.
Sumber :   1.  Dhammpada Atthakhata. Penerbit : Vidyasena
            2.  Kitab suci Dhammapada. Penerbit : Bahusutta Society

--- oOo ---


SEKAPUR SIRIH

Kewaspadaan selalu dipuji dan membawa manfaat yang sangat besar bagi diri sendiri dan orang banyak. Sebaliknya kelengahan selalu dicela dan membawa akibat yang merugikan. Lengkapnya dapat diikuti dalam Dhammapada Atthakhata Bab II Syair ke 30 “Kisah Magha”.
Sang Buddha menguraikan bagaimana menghadapi caci maki dalam cerita inspiratif yang akan membawa manfaat dalam kehidupan sehari-hari.
Artikel kali ini YM. Bhikkhu Uttamo Mahathera menulis “Hidup Selalu Berorganisasi”. Dalam kehidupan masyarakat, organisasi mutlak sangat diperlukan, dengan berorganisasi tentu perlu ditunjang komunikasi sehingga pembagian tugas dapat berjalan dengan baik.
Ajahn Brahm dalam buku Membuka Pintu Hati memasuki tema Takut Sakit, karena rasa takut akan menimbulkan rasa sakit menjadi lebih menyakitkan, untuk mengatasinya dengan cara enyahkan rasa takut.
Segenggam Daun Bodhi, kumpulan tulisan Bhikkhu Dhammavudho Mahathera menguraikan kebenaran mulia ke empat jalan. Ada jalan yang disebut jalan mulia berunsur delapan yang menuntun pada penghentian Dukkha, ini adalah kebenaran mulia keempat yang dinyatakan oleh Buddha.
Kitab suci agama Buddha bagian dari Khudaka Nikaya, Sutta Pitaka Dana Arca Buddha apa perlu ditulis nama? 2. Paritta apa yang dibaca pada saat memberi penghormatan ke orang meninggal? 3. Apakah karena jiong tidak boleh melayat ke orang meninggal? YM. Bhikkhu Uttamo memberi jawaban menurut pandangan agama Buddha.
Setitik Cahaya di Balik Kabut, kenapa hidup ini selalu menderita? Pangeran Sidharta telah menemukan jawabannya.
Redaksi sudah berusaha sesuai kemampuan yang dimiliki, namun sadar tidak mungkin bisa memberi kepuasan kepada pembaca semua, saran dan kritik yang membangun sangat dibutuhkan untuk menyempurnakan buletin Brivi Metta Vihara. Dukungan moril maupun materiil akan sangat bermanfaat bagi redaksi agar buletin kesayangan kita ini dapat terbit dengan lebih baik dan menambah pengetahuan Dhamma.
Anumodana dan terima kasih kami ucapkan atas perhatian dan dukungan anda.
Semoga semua makhluk hidup berbahagia.

Metta Cittena,
Redaksi

--- oOo ---


 

Senin, 23 September 2013

Metta Vihara Tegal.  WANDANI PC Kota Tegal akan merayakan Ulang Tahun Ke-1 pada Selasa, 24 September 2013, di Metta Vihara.

Selasa, 17 September 2013


BRIVI AGUSTUS 2013


           

Tegal, 24 Agustus 2013                                                                                          
No : 72, Tahun Ketujuh


 
Penasehat                 : Ketua Yayasan Metta Jaya                          ( Loe Lian Phang )
Penanggung Jawab : Ketua Dayakasabha Metta Vihara Tegal   ( Lie Ing Beng )
Pimpinan Redaksi     : Ibu Tjutisari
Redaksi Pelaksana   : 1.   Ibu Pranoto               4.   Liliyani                                                              
                                      2.   Suriya Dhammo        5.   Sumedha Amaravathi
                                      3.   Ade Kristanto           6.   Lie Thiam Lan
Alamat Redaksi        : Metta Vihara
                                      Jl. Udang No. 8 Tegal Telp. (0283) 323570
BCA No Rek : 0479073688  an. YUNINGSIH ASTUTI - TUSITA WIJAYA


DHAMMAPADA ATTHAKHATA
Bab II - Syair 29
Waspada di antara yang lengah, berjaga di antara yang tertidur; orang bijaksana akan maju terus, bagaikan seekor kuda yang tangkas berlari meninggalkan kuda yang lemah di belakangnya.

BAB II – Syair 29
II. (6) Kisah Dua Bhikkhu yang Bersahabat

Dua orang bhikkhu, setelah memperoleh suatu objek meditasi dari Sang Buddha, pergi ke vihara yang letaknya di dalam hutan.
Salah satu dari mereka lengah, dia menghabiskan waktunya untuk menghangatkan tubuh dengan api dan berbicara pada waktu malam pertama, dan ini menghabiskan waktunya.
Bhikkhu yang lain dengan rajin mengerjakan tugasnya sebagai bhikkhu. Dia berjalan sambil bermeditasi selama waktu malam pertama, beristirahat selama waktu-malam kedua dan bermeditasi lagi pada waktu malam terakhir sepanjang malam. Kemudian, karena rajin dan selalu waspada, bhikkhu kedua ini mencapai tingkat kesucian arahat dalam waktu singkat.
Pada akhir masa vassa keduanya pergi untuk menghormat Sang Buddha, dan Beliau menanyakan bagaimana mere­ka menghabiskan waktu selama bervassa.
Bhikkhu pemalas dan lengah menjawab bahwa bhikkhu yang lain hanya menghabiskan waktunya dengan berbaring dan tidur. Sang Buddha kemudian bertanya, "Bagai­mana dengan kamu sendiri?" Jawabannya bahwa dia se­lalu duduk menghangatkan tubuh dengan api pada waktu-malam pertama dan kemudian duduk tanpa tidur.
Tetapi Sang Buddha mengetahui dengan baik bagaimana kedua bhikkhu tersebut telah menghabiskan waktu, maka Beliau berkata kepada bhikkhu yang malas, "Meskipun kamu malas dan lengah kamu mengatakan bahwa kamu rajin dan selalu waspada; tetapi kamu telah mengatakan bahwa bhikkhu yang lain kelihatan malas dan lengah meskipun dia rajin dan selalu waspada. Kamu seperti seekor kuda yang lemah dan lamban dibandingkan dengan anak-Ku yang se­perti kuda yang kuat dan tangkas. "
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 29 berikut ini:
Waspada di antara yang lengah, berjaga di antara yang tertidur; orang bijaksana akan maju terus, bagaikan seekor kuda yang tangkas berlari meninggalkan kuda yang lemah di belakangnya.
Sumber :     1.  Dhammpada Atthakhata. Penerbit : Vidyasena
              2. Kitab suci Dhammapada. Penerbit : Bahusutta Society

--- oOo ---
SEKAPUR SIRIH

Purnama sidhi di bulan Asadha adalah merupakan hari raya Asadha 2557. Tahun ini jatuh tepat pada 22 Juli 2013. “Asadha - Hari Memutar Roda Dhamma”. Hari Asadha merupakan awal memasuki masa vasa yaitu : Bhikkhu-bhikkhu menetap di suatu tempat selama 3 bulan.
Buletin Brivi edisi ke 72 menyajikan Dhammapada Atthakhata “Kisah Dua Bhikkhu yang Bersahabat” mengisahkan dengan waspada tidak lengah berjaga diantara yang tidur maka akan memperoleh kemajuan batin, untuk mencapai kesucian.
Cerita inspiratif “Batu Penghalang Jalan” merupakan cerita yang dapat membawa kita menjadi lebih bijaksana. Artikel “Mulutmu Adalah Harimaumu” bagus untuk menjadi pedoman kita dalam kehidupan sehari-hari.
Rasa Takut dan Rasa Sakit tulisan B. Ajahn Brahm dengan judul “Takut Berbicara di Depan Umum”. Segenggam Daun Bodhi tulisan Bhikkhu Dhammavudho Mahathera menginjak kebenaran mulia ketiga : “Penghentian”. Guru Agung Buddha Gautama menguraikan bahwa “Ada sebuah kondisi dari berakhirnya Dukkha yang disebut Nibbana” inilah kebenaran mulia ketiga “Penghentian”.
Kitab suci Khuddaka Nikaya, Sutta Pitaka No. 9 Hemavata Sutta yaitu Percakapan Dua Makhluk Raksasa mengenai sifat-sifat Sang Buddha.
100 Tanya Jawab dengan Bhikkhu Uttamo Mahathera menjelaskan mengenai cara mengatasi kesulitan dan hubungan Klenteng dan Vihara.
Pandita R. Surya Widya menulis dalam buku Setitik Cahaya di Balik Kabut 2 mengenai 4 keberuntungan.
Semoga kehadiran buletin Brivi bisa menambah pengetahuan Dhamma dan menjalin persaudaraan umat Metta Vihara Tegal.
Redaksi telah berusaha dengan maksimal agar buletin Brivi dapat terus menampilkan tulisan-tulisan yang dapat membawa manfaat bagi kita semua, namun kami sadar keterbatasan kami ini, maka dukungan Bapak / Ibu / Saudara sangat kami butuhkan untuk kelangsungan buletin kesayangan kita semua. Redaksi berharap masukan dan saran-saran yang positif untuk meningkatkan kualitas dari buletin Brivi.
Semoga Tiratana, Buddha Dhamma dan Sangha melindungi kita semua agar selalu dalam keadaan sehat, damai, sejahtera dan bahagia sehingga kita dapat maju dalam Buddha Dhamma.
Semoga semua makhluk hidup berbahagia.

Metta Cittena,
Redaksi

BRIVI JULI 2013



Tegal, 24 Juli 2013                                                                                                  
No : 71, Tahun Ketujuh


 
Penasehat                 : Ketua Yayasan Metta Jaya                          ( Loe Lian Phang )
Penanggung Jawab : Ketua Dayakasabha Metta Vihara Tegal   ( Lie Ing Beng )
Pimpinan Redaksi     : Ibu Tjutisari
Redaksi Pelaksana   : 1.   Ibu Pranoto               4.   Liliyani                                                              
                                      2.   Suriya Dhammo        5.   Sumedha Amaravathi
                                      3.   Ade Kristanto           6.   Lie Thiam Lan
Alamat Redaksi        : Metta Vihara
                                      Jl. Udang No. 8 Tegal Telp. (0283) 323570
BCA No Rek : 0479073688  an. YUNINGSIH ASTUTI - TUSITA WIJAYA


DHAMMAPADA ATTHAKHATA
Bab II - Syair 28
Bilamana orang bijaksana telah mengatasi kelengahan dengan kewaspadaan, maka ia akan bebas dari kesedihan, seakan memanjat menara kebijaksanaan dan memandang orang-orang yang menderita di sekelilingnya, seperti seseorang yang berdiri di atas gunung memandang mereka yang berada di bawah.


 






BAB II – Syair 28
Kisah Mahakassapa Thera

Suatu waktu ketika Mahakassapa Thera tinggal di gua Pipphali, beliau menghabiskan waktunya untuk mengembangkan kesadaran batin aloka kasina dan mencoba un­tuk memperoleh kemampuan batin mata dewa, menge­tahui siapa yang waspada dan siapa yang lengah, juga siapa yang mati dan akan dilahirkan.
Sang Buddha, dari vihara, mengetahui melalui kemam­puan batin mata dewa Beliau, apa yang dikerjakan oleh Mahakassapa Thera dan ingin mengingatkan bahwa apa yang dia lakukan hanyalah menghabiskan waktu. Maka Beliau menampakkan diri di depan thera tersebut dan berkata, "Anakku Kassapa, jumlah kelahiran dan kematian makhluk hidup tak terhitung dan tak dapat dihitung. Hal ini bukan tugasmu, hal ini adalah tugas para Buddha."
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 28 berikut ini :
Bilamana orang bijaksana telah mengatasi kelengahan dengan kewaspadaan, maka ia akan bebas dari kesedihan, seakan memanjat menara kebijaksanaan dan memandang orang-orang yang menderita di sekelilingnya, seperti seseorang yang berdiri di atas gunung memandang mereka yang berada di bawah.

--- oOo ---




SEKAPUR SIRIH

Purnama bulan ketujuh penanggalan lunar atau sering disebut penanggalan imlek yaitu Cit Gwee Cap Go menurut tradisi adalah sembahyang rebutan, umat Buddha sering menggunakan saat itu sebagai upacara Pattidana atau pelimpahan jasa kepada leluhur yang telah mendahului kita.
Sejarah Pattidana dapat diikuti dalam tulisan :
1.  Tirokhuda Sutta
2.  Abhayadana karya dr. Dharma K. Widya
3.  100 Tanya Jawab B. Uttamo Mahathera.
Sajian buletin kesayangan kita Brivi Metta Vihara edisi Juli 2013 hadir dengan artikel Dhamma tulisan YM. Sri Panyavaro Mahathera dengan judul Tantangan Iman Era Teknologi menarik untuk disimak.
Ajahn Brahm guru si cacing dan kotoran kesayangannya menulis : “Apakah Rasa Takut Itu”. Segenggam Daun Bodhi tulisan Bhikkhu Dhammavudho Mahathera memasuki kebenaran mulia kedua yaitu : PENYEBAB. Dapat anda ikuti Kitab Suci Khuddaka Nikaya, Sutta Nipata dengan judul “Metta Sutta”.
Cerita inspiratif tentang Buddha di rumah sebuah uraian yang sangat baik dalam kehidupan sehari-hari.
Setitik Cahaya di Balik Kabut karya Pandita Dr. R. Surya Widya, Sp.KJ. Cara hidup yang benar dari tempat gelap pergi ke tempat terang, dari tempat terang pergi ke tempat yang lebih terang. Sebuah uraian yang sangat bagus untuk membawa batin kita berubah menjadi lebih baik dan menjadi lebih bijaksana asal kita mau berusaha untuk mempraktekkan dalam kehidupan sehari-hari.
Semoga sajian Brivi Metta Vihara dapat membawa manfaat bagi kita sebua.
Semoga dengan kekuatan TIRATANA, Buddha Dhamma dan Sangha, dengan kekuatan karma baik kita, kehidupan kita semakin baik, sehat dan bahagia.
Semoga semua makhluk hidup berbahagia.
Metta Cittena,
Redaksi

BRIVI JUNI 2013

BRIVI MEI 2013

SEKAPUR SIRIH

Edisi Brivi ke 69 adalah Edisi Waisak. Metta Vihara Tegal mengadakan sebulan Pendalaman Dhamma dengan diadakan Dhamma Class dari 24 April 2013 sampai 24 Mei 2013. Dengan harapan dapat meningkatkan pengetahuan Dhamma dan menerapkan dalam kehidupan sehari-hari sehingga dapat membawa kemajuan batin kita.
Dhammapada Atthakhata Bab II Syair 25 menguraikan semangat yang tinggi dalam pengendalian diri akan membuat diri kita menjadi terlindung dengan aman.
Aneka peristiwa di Metta Vihara Tegal mewartakan seputar sebulan Pendalaman Dhamma.
Garam dan Telaga adalah suatu kisah yang dapat menjadi inspirasi dalam kehidupan kita. Artikel kali ini dengan judul “Sikap Seorang Umat” tulisan YM. Bhikkhu Sri Pannavaro Mahathera sangat menarik untuk disimak.
Ajahn Brahm memasuki tema : Rasa Takut dan Rasa Sakit, dengan judul “Meramal Masa Depan”. Segenggam Daun Bodhi kumpulan tulisan Bhikkhu Dhammavudho Mahathera dengan judul “Melepas Keduniawian”. PP. Magabudhi menyelenggarakan Upgrading Pandita di Pusdiklat Buddhis Sikkhadama Santibhumi pada tanggal 23 – 25 Desember 2012. Belajar melepas keakuan dengan rendah diri sangat baik untuk membantu kita dalam menggapai kebahagiaan. Jangan lewatkan “Mengapa Saya Bahagia dengan Belajar Agama Buddha”. Ada juga talk show bersama Bhikkhu Uttamo Mahathera dan Master Erwin Yap.
Redaksi Brivi mengucapkan Selamat Hari Raya Tri Suci Waisak 2557, 25 Mei 2013. Semoga kehadiran buletin kesayangan kita ini dapat menambah pengertian Dhamma yang dapat kita terapkan dalam keseharian yang akan membawa kebahagiaan bagi kita semua.
Demi kelangsungan buletin Brivi, redaksi berharap saran dan kritik yang membangun sebagai masukan yang akan menjadi bahan untuk meningkatkan kualitas Brivi.
Semoga dengan kekuatan Tiratana, Buddha, Dhamma dan Sangha kita makin maju dalam Dhamma. Senantiasa dalam keadaan sehat dan bahagia.
Semoga semua makhluk hidup berbahagia.

Redaksi


SEPUTAR SPD

Dalam menyambut peringatan detik-detik Waisak 2557 yang tepatnya pada hari Sabtu 25 Mei 2013 jam 11.24, keluarga besar Metta Vihara menyelenggarakan Sebulan Pendalaman Dhamma yang dimulai hari Rabu 24 April 2013 dengan Puja Bhakti di Ruang Penghormatan Leluhur. Jam 19.00 WIB dilanjutkan dengan Pradaksina dan Meditasi jam 19.30 WIB hingga jam 21.00 WIB upacara berlangsung lancar dan sakral.
Kamis, 25 April 2013 hari kedua SPD dengan acara Dhamma Class bersama Bhikkhu Hemadhammo dengan tema : mengapa manusia dilahirkan dengan kondisi yang berbeda-beda.
Manusia dilahirkan ada yang cantik rupawan, ada yang buruk muka, ada yang kaya, ada yang miskin. Semua itu disebabkan karena karma yang pernah dilakukan di masa lalu.
Aku adalah pemilik perbuatanku sendiri, terwarisi oleh perbuatanku sendiri, lahir dari perbuatanku sendiri, berkerabat dengan perbuatanku sendiri. Tergantung pada perbuatanku sendiri. Perbuatan apapun yang akan kulakkan baik atau buruk. Perbuatan itulah yang akan kuwarisi.
Demikian uraian yang disampaikan Bhante Hemadhammo dalam Dhamma Class di hari pertama.
Di hari kedua B. Hemadhammo menguraikan kewajiban orang tua te

Kamis, 05 September 2013

BRIVI APRIL 2013

Tegal, 24 April 2013                                                                                                
No : 68, Tahun Ketujuh

Penasehat                 : Ketua Yayasan Metta Jaya                          ( Loe Lian Phang )
Penanggung Jawab : Ketua Dayakasabha Metta Vihara Tegal   ( Lie Ing Beng )
Pimpinan Redaksi     : Ibu Tjutisari
Redaksi Pelaksana   : 1.   Ibu Pranoto               4.   Liliyani                                                              
                                      2.   Suriya Dhammo        5.   Sumedha Amaravathi
                                      3.   Ade Kristanto           6.   Lie Thiam Lan
Alamat Redaksi        : Metta Vihara
                                      Jl. Udang No. 8 Tegal Telp. (0283) 323570
BCA No Rek : 0479073688  an. YUNINGSIH ASTUTI - TUSITA WIJAYA



DHAMMAPADA ATTHAKHATA
Bab II - Syair 24
Orang yang penuh semangat, selalu sadar, murni dalam perbuatan, memiliki pengendalian diri, hidup sesuai dengan Dhamma dan selalu waspada, maka kebahagiaannya akan bertambah.




Kisah Kumbhaghosaka, Seorang Bankir

Suatu ketika ada suatu wabah penyakit menular menyerang kota Rajagaha. Di rumah bendahara kerajaan, para pelayan banyak yang meninggal akibat wabah tersebut. Bendahara dan istrinya juga terkena wabah tersebut. Ketika mereka berdua merasa akan mendekati ajal, mereka memerintahkan anaknya Kumbhaghosaka untuk pergi meninggalkan mereka, pergi dari rumah dan kembali lagi pada waktu yang lama., agar tidak ketularan. Mereka juga mengatakan kepada Kumbhaghosaka bahwa mereka telah mengubur harta sebesar 40 crore. Kumbaghosaka pergi meninggalkan kota dan tinggal di hutan selama 12 tahun dan kemudian kembali lagi ke kota asalnya.
Seiring dengan waktu, Kumbhaghosaka tumbuh menjadi seorang pemuda dan tidak seorang pun di kota yang mengenalinya. Dia pergi ke tempat dimana harta karun tersebut disembunyikan dan menemukannya masih dalam keadaan utuh. Tetapi dia menyadari bahwa tidak ada se­orang pun yang dapat mengenalinya lagi. Jika dia menggali harta tersebut dan menggunakannya, masyarakat mungkin berpikir seorang lelaki miskin secara tidak sengaja telah menemukan harta karun dan mereka mungkin akan melaporkannya kepada Raja. Dalam kasus ini, hartanya akan disita dan dia sendiri mungkin akan ditangkap. Maka dia memutuskan untuk sementara waktu ini tidak menggali harta terse­but dan untuk sementara dia harus mencari pekerjaan un­tuk membiayai penghidupannya.
Dengan mengenakan pakaian tua Kumbhaghosaka mencari pekerjaan. Dia mendapatkan pekerjaan untuk membangunkan orang. Bangun awal di pagi hari dan berkeliling memberitahukan bahwa saat itu adalah saat untuk menyediakan makanan, untuk menyiapkan kereta, atau pun saat untuk menyiapkan kerbau dan lain-lain.
Suatu pagi Raja Bimbisara mendengar suara orang membangunkannya. Raja berkomentar, "Ini adalah suara dari se­orang laki-laki sehat."
Seorang pelayan, mendengar komentar raja, la mengirimkan seorang penyelidik untuk menyelidikinya. Dia melaporkan bahwa pemuda itu hanya orang sewaan. Menanggapi laporan ini raja kembali berkomentar sama selama dua hari berturut-turut. Sekali lagi, pelayan raja menyuruh orang lain menyelidikinya dan hasilnya tetap sama. Pelayan berpikir bahwa ini adalah hal yang aneh, maka dia meminta pada raja agar memberikan izin kepadanya untuk pergi dan menyelidikinya sendiri.
Dengan menyamar sebagai orang desa, pelayan dan, putrinya pergi ke tempat tinggal para buruh. Mereka me­ngatakan bahwa mereka adalah pengelana, dan membutuhkan tempat untuk bermalam. Mereka mendapat tem­pat bermalam di rumah Kumbhaghosaka untuk satu malam. Tetapi mereka merencanakan memperpanjang tinggal di sana. Selama periode tersebut, dua kali Raja telah mengumumkan bahwa akan diadakan suatu upacara di tempat tinggal para buruh, dan setiap kepala rumah tangga harus memberikan sumbangan. Kumbhaghosaka tidak mempunyai uang untuk menyumbang. Maka dia berusaha untuk mendapatkan beberapa koin (Kahapana) dari harta simpanannya.