Senin, 26 Agustus 2013

BRIVI DESEMBER 2012

Tegal, 24 Desember 2012                                                                                       
No : 64, Tahun Keenam

Penasehat                 : Ketua Yayasan Metta Jaya                          : Loe Lian Phang
Penanggung Jawab : Ketua Dayakasabha Metta Vihara Tegal   : Lie Ing Beng
Pimpinan Redaksi     : Ibu Tjutisari
Redaksi Pelaksana   : 1.   Ibu Pranoto               4.   Liliyani                                                              
                                      2.   Suriya Dhammo        5.   Sumedha Amaravathi
                                      3.   Ade Kristanto
Alamat Redaksi        : Metta Vihara
                                      Jl. Udang No. 8 Tegal Telp. (0283) 323570
BCA No Rek : 0479073688  an. YUNINGSIH ASTUTI - TUSITA WIJAYA


DHAMMAPADA ATTAKHATA
Bab I - Syair 17
Di dunia ini ia menderita, di dunia sana ia menderita; pelaku kejahatan menderita di ke-dua dunia itu. la meratap ketika berpikir, "Aku telah berbuat jahat, " dan ia akan lebih menderita lagi ketika berada di alam sengsara.

Kisah Devadatta

Suatu saat Devadatta menetap bersama Sang Buddha di Kosambi. Selama tinggal di sana ia menyadari bahwa Sang Buddha menerima banyak perhatian dan penghormatan maupun pemberian. Dia merasa iri hati terhadap Sang Buddha dan bercita-cita untuk memimpin Sangha yang terdiri dari bhikkhu-bhikkhu.
Suatu hari, ketika Sang Buddha sedang memberikan khotbah di Vihara Veluvana di dekat Rajagaha, dia mendekati Sang Buddha dan dengan alasan bahwa Sang Buddha sudah semakin tua, dia sangat berharap Sangha akan dipercayakan kepada pengawasannya.
Sang Buddha menolak usulnya serta menegur, bahwa dia telah menelan air ludah orang lain. Sang Buddha kemudian meminta Sangha melaksanakan rencana melakukan pengumuman (pakasaniya kamma) sehubungan dengan kelakuan Devadatta.

RIVI NOVEMBER 2012

Tegal, 24 November 2012                                                                                      
No : 63, Tahun Keenam

Penasehat                    :    Ketua Yayasan Metta Jaya
Penanggung Jawab     :    Ketua Dayakasabha Metta Vihara Tegal
Pimpinan Redaksi       :    Ibu Tjutisari
Redaksi Pelaksana      :    1.     Ibu Pranoto                 4.     Liliyani                                                
                                                        2.     Suriya Dhammo           5.     Sumedha Amaravathi
                                                        3.     Ade Kristanto
Alamat Redaksi           :    Metta Vihara
                                                        Jl. Udang No. 8 Tegal Telp. (0283) 323570
BCA No Rek : 0479073688  an. YUNINGSIH ASTUTI - TUSITA WIJAYA


DHAMMAPADA ATTAKHATA
Bab I - Syair 16
Di dunia ini ia bergembira, di dunia sana ia bergembira; pelaku kebajikan bergembira di kedua dunia itu. la bergembira dan bersuka cita karena melihat perbuatannya sendiri yang bersih.


Kisah Upasaka Dhammika

Di Savatthi ada seseorang yang bernama Dhammika. la seorang umat yang berbudi luhur dan sangat gemar memberikan dana. Selain sering memberikan dana makanan serta kebutuhan lain kepada para bhikkhu secara tetap, juga sering berdana pada waktu-waktu yang istimewa. Pada kenyataannya, ia merupakan pemimpin dari lima ratus umat Buddha yang berbudi luhur dan tinggal di dekat Savatthi.
Dhammika mempunyai tujuh orang putra dan tujuh orang putri. Sama seperti ayahnya, mereka semuanya ber­budi luhur dan tekun berdana. Ketika Dhammika jatuh sakit. dan berbaring di tempat tidurnya ia membuat permohonan kepada Sangha untuk datang kepadanya, untuk membacakan paritta-paritta suci di samping pembaringannya.
Ketika para bhikkhu membacakan "Mahasatipatthana Sutta", enam kereta berkuda yang penuh hiasan dari enam alam surga datang mengundangnya pergi ke masing-masing alam. Dhammika berkata kepada mereka untuk menunggu sebentar, takut kalau mengganggu pembacaan sutta. Bhikkhu-bhikkhu itu berpikir bahwa mereka di suruh untuk berhenti, maka mereka berhenti dan kemudian meninggalkan tempat itu.
Sesaat kemudian, Dhammika memberitahu anak-anaknya tentang enam kereta kuda yang penuh hiasan sedang menunggunya. la memutuskan untuk memilih kereta kuda dari surga Tusita dan menyuruh salah satu dari anaknya memasukkan karangan bunga pada kereta kuda tersebut. Kemudian ia meninggal dunia, dan terlahir kembali di surga Tusita.

BRIVI OKTOBER 2012

 


Tegal, 24 Oktober 2012                                                                                          
No : 62, Tahun Keenam

Penasehat                    :    Ketua Yayasan Metta Jaya
Penanggung Jawab     :    Ketua Dayakasabha Metta Vihara Tegal
Pimpinan Redaksi       :    Ibu Tjutisari
Redaksi Pelaksana      :    1.     Ibu Pranoto                 4.     Liliyani                                                
                                                        2.     Suriya Dhammo           5.     Sumedha Amaravathi
                                                        3.     Ade Kristanto
Alamat Redaksi           :    Metta Vihara
                                                        Jl. Udang No. 8 Tegal Telp. (0283) 323570
BCA No Rek : 0479073688  an. YUNINGSIH ASTUTI - TUSITA WIJAYA


DHAMMAPADA ATTAKHATA
Bab I - Syair 15
Di dunia ini ia bersedih hati, di dunia sana ia bersedih hati; pelaku kejahatan akan bersedih hati di kedua dunia itu. la bersedih hati dan meratap karena melihat perbuatannya sendiri yang tidak bersih.

     


Kisah Cundasukarika

Pada suatu dusun tidak jauh dari Vihara Veluvana, hidup seorang penjagal babi yang sangat kejam dan keras hati, bernama Cunda. la adalah penjagal babi yang sudah berusia lebih dari lima puluh tahun; selama hidupnya dia belum pernah melakukan suatu perbuatan yang bermanfaat. Sebelum dia meninggal. dia sakit parah dan mengalami penderitaan yang berat. Dia mendengkur, berteriak-teriak, dan terus menggerakkan tangan dan lututnya untuk merangkak seperti babi selama tujuh hari. Sebelum meninggal dunia, dia mengalami penderitaan seperti kalau dia berada di neraka (niraya). Pada hari ketujuh, penjagal babi itu meninggal dunia, dan dilahirkan kembali di Neraka Avici (Avici Niraya).
Beberapa bhikkhu yang dalam beberapa hari berturut-turut mendengar teriakan-teriakan dan kegaduhan dari rumah Cunda berpikir, pastilah Cunda sedang sibuk membunuhi lebih banyak babi. Mereka berpendapat bahwa Cunda adalah seorang yang sangat kejam dan keji. Yang tidak mempunyai cinta kasih dan belas kasihan sedikitpun.
Mendengar pergunjingan para bhikkhu tadi, Sang Bud­dha berkata, "Para bhikkhu, Cunda tidak sedang membunuhi lebih banyak babi. Perbuatan jahatnya yang lampau telah berbuah. Karena rasa sakit yang sangat akibat penyakit yang dideritanya, ia melakukan hal-hal yang tidak normal. Sekarang ia telah meninggal dan terlahir di alam neraka. Oleh karena itu, seseorang yang melakukan perbuatan jahat akan selalu menderita akibat dari perbuatan jahat

BRIVI SEPTEMBER 2012

 


Tegal, 24 September 2012                                                                                     
No : 61, Tahun Keenam

Penasehat                    :    Ketua Yayasan Metta Jaya
Penanggung Jawab     :    Ketua Dayakasabha Metta Vihara Tegal
Pimpinan Redaksi       :    Ibu Tjutisari
Redaksi Pelaksana      :    1.     Ibu Pranoto                 4.     Liliyani                                                
                                                        2.     Suriya Dhammo           5.     Sumedha Amaravathi
                                                        3.     Ade Kristanto
Alamat Redaksi           :    Metta Vihara
                                                        Jl. Udang No. 8 Tegal Telp. (0283) 323570
BCA No Rek : 0479073688  an. YUNINGSIH ASTUTI - TUSITA WIJAYA


DHAMMAPADA ATTAKHATA
Bab I - Syair 13 dan 14
Bagaikan hujan yang dapat menembus rumah beratap tiris, demikian pula nafsu akan dapat menembus pikiran yang tidak dikembangkan dengan baik.
Bagaikan hujan yang tidak dapat menembus rumah beratap baik, demikian pula nafsu tidak dapat menembus pikiran yang telah dikembangkan dengan baik.

     
Kisah Nanda Thera
Suatu ketika Sang Buddha menetap di Vihara Veluvana, Rajagaha. Waktu itu ayah-Nya, Raja Suddhodana berulangkali mengirim utusan kepada Sang Buddha, meminta Beliau mengunjungi kota Kapilavatthu. Memenuhi permintaan ayah-Nya, Sang Buddha mengadakan perjalanan dengan diikuti oleh sejumlah besar arahat.
Saat tiba di Kapilavatthu Sang Buddha bercerita tentang Vessantara Jataka di hadapan pertemuan saudara-saudaranya. Pada hari kedua, Sang Buddha memasuki kota, dengan mengucapkan syair berawal "Uttitthe Nappamajjeyya ..." (ar

BRIVI AGUSTUS 2012

Tegal, 24 Agustus 2012                                                                                          
No : 60, Tahun Keenam

Penasehat                    :    Ketua Yayasan Metta Jaya
Penanggung Jawab     :    Ketua Dayakasabha Metta Vihara Tegal
Pimpinan Redaksi       :    Ibu Tjutisari
Redaksi Pelaksana      :    1.     Ibu Pranoto                 4.     Liliyani                                                
                                                        2.     Suriya Dhammo           5.     Sumedha Amaravathi
                                                        3.     Ade Kristanto
Alamat Redaksi           :    Metta Vihara
                                                        Jl. Udang No. 8 Tegal Telp. (0283) 323570
BCA No Rek : 0479073688  an. YUNINGSIH ASTUTI - TUSITA WIJAYA


DHAMMAPADA ATTAKHATA
Bab I - Syair 11 dan 12
Mereka yang menganggap ketidak-benaran sebagai kebenaran, dan kebenaran sebagai ketidak-benaran, maka mereka yang mempunyai pikiran keliru seperti itu, tak akan pernah dapat menyelami kebenaran.
Mereka yang mengetahui kebenaran sebagai kebenaran dan ketidak-benaran sebagai ketidak-benaran, maka mereka yang mempunyai pikiran benar seperti itu, akan dapat menyelami kebenaran.
     
Kisah Sariputta Thera
Upatissa dan Kolita adalah dua orang pemuda dari dusun Upatissa dan dusun Kolita, dua dusun di dekat Rajagaha. Ketika melihat suatu pertunjukkan, mereka menyadari ketanpa-intian dari segala sesuatu. Lama mereka berdua mendiskusikan hal itu, tetapi hasilnya tidak memuaskan. Akhirnya mereka bersama-sama memutuskan untuk mencari jalan keluarnya.
Pertama-tama, mereka berguru kepada Sanjaya, petapa pengembara di Rajagaha. Tetapi mereka merasa tidak puas dengan apa yang ia ajarkan. Karena itu, mereka pergi mengembara ke seluruh daerah Jambudipa untuk mencari guru lain yang dapat memuaskan mereka.
Lelah melakukan pencarian, akhirnya mereka kembali ke daerah asal mereka, karena tidak menemukan Dhamma yang sebenarnya. Pada saat itu mereka berdua saling berjanji, akan terus mencari. Jika di antara mereka ada yang lebih dahulu menemui kebenaran Dhamma harus memberitahu yang lainnya.
Suatu hari, Upatissa bertemu dengan Assaji Thera dan belajar darinya tentang hakekat Dhamma. Sang Thera mengucapkan syair awal, "Ye Dhamma hetuppabhava", yang berarti "Segala sesuatu yang terjadi berasal dari suatu sebab".
Mendengar syair tersebut mata batin Upatissa terbuka. la langsung mencapai tingkat kesucian sotapatti magga dan phala.
Sesual janji bersamanya, ia pergi menemui temannya Kolita, menjelaskan padanya bahwa ia, Upatissa, telah men­capai tahap keadaan tanpa kematian, dan mengulangi syair tersebut di hadapan temannya. Kolita juga berhasil mencapai tingkat kesucian sotapatti pada saat akhir syair itu diucap.
Mereka berdua teringat pada bekas guru mereka. San­jaya, dan berharap ia mau mengikuti jejak mereka. Setelah bertemu, mereka berdua berkata kepadanya, "Kami telah menemukan seseorang yang dapat menunjukkan jalan dari keadaan tanpa kematian; Sang Buddha telah muncul di dunia ini, Dhamma telah muncul; Sangha telah muncul..... mari kita pergi kepada Sang Guru".
Mereka berharap bahwa bekas guru mereka akan pergi bersama mereka menemui Sang Buddha, dan berkenan mendengarkan ajaran-Nya juga, sehingga akan mencapai tingkat pencapaian magga dan phala. Tetapi Sanjaya menolak.
Oleh karena itu, Upatissa dan Kolita, dengan dua ratus lima puluh pengikutnya pergi menghadap Sang Buddha di Veluvana.
Di sana mereka ditahbiskan dan bergabung dalam pasamuan para bhikkhu. Upatissa sebagai anak laki-laki dari Rupasari menjadi lebih dikenal sebagai Sariputta. Kolita sebagai anak laki-laki dari Moggalli lebih dikenal sebagai Moggallana. Dalam tujuh hari setelah menjadi anggota Sangha, Moggallana mencapai tingkat kesucian arahat. Sariputta men­capai tingkat yang sama dua minggu setelah menjadi ang­gota Sangha.
Kemudian, Sang Buddha menjadikan mereka berdua se­bagai dua murid utama-Nya (agga-savaka).
Kedua murid utama itu kemudian menceritakan kepada Sang Buddha bagaimana mereka pergi ke festival Giragga, pertemuan dengan Assaji Thera, dan pencapaian tingkat ke­sucian sotapatti. Mereka juga bercerita kepada Sang Bud­dha tentang bekas guru mereka, Sanjaya, yang menolak ajakan mereka.
Sanjaya pernah berkata, "Telah menjadi Guru dari sekian banyak murid, bagiku untuk menjadi murid-Nya adalah sulit, seperti kendi yang berubah menjadi gelas minuman. Di-samping hal itu, hanya sedikit orang yang bijaksana dan sebagian besar adalah bodoh. Biarkan yang bijaksana pergi ke­pada Sang Gotama yang bijaksana, sedangkan yang bodoh akan tetap datang kepadaku. Pergilah sesuai kehendakmu, murid-muridku".
Sang Buddha menjelaskan bahwa kesalahan Sanjaya adalah keangkuhannya, yang menghalanginya untuk melihat kebenaran sebagai kebenaran; ia telah melihat ketidak-benaran sebagai kebenaran dan tidak akan pernah mencapai pada kebenaran yang sesungguhnya.
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 11 dan 12 berikut :
Mereka yang menganggap ketidak-benaran sebagai kebenaran, dan kebenaran sebagai ketidak-benaran, maka mereka yang mempunyai pikiran keliru seperti itu, tak akan pernah dapat menyelami kebenaran.
Mereka yang mengetahui kebenaran sebagai kebenaran dan ketidak-benaran sebagai ketidak-benaran, maka mereka yang mempunyai pikiran benar seperti itu, akan dapat menyelami kebenaran.
Banyak bhikkhu berhasil mencapai tingkat kesucian so­tapatti, setelah khotbah Dhamma itu berakhir.

--- oOo ---

SEKAPUR SIRIH

Buletin Brivi merupakan media komunikasi dan persaudaraan umat Buddha khususnya umat Metta Vihara. Dengan harapan umat Buddha dapat melaksanakan per

BRIVI JULI 2012


Tegal, 24 Juli 2012                                                                                                  
No : 59, Tahun Keenam

Penasehat                    :    Ketua Yayasan Metta Jaya
Penanggung Jawab     :    Ketua Dayakasabha Metta Vihara Tegal
Pimpinan Redaksi       :    Ibu Tjutisari
Redaksi Pelaksana      :    1.     Ibu Pranoto                 4.     Liliyani                                                
                                                        2.     Suriya Dhammo           5.     Sumedha Amaravathi
                                                        3.     Ade Kristanto
Alamat Redaksi           :    Metta Vihara
                                                        Jl. Udang No. 8 Tegal Telp. (0283) 323570
BCA No Rek : 0479073688  an. YUNINGSIH ASTUTI - TUSITA WIJAYA


DHAMMAPADA ATTAKHATA
Bab I - Syair 9 dan 10
Barangsiapa belum bebas dari kekotoran-kekotoran batin, yang tidak memiliki pengendalian diri serta tidak mengerti kebenaran, sesungguhnya tidak patut ia mengenakan jubah kuning.
Tetapi, ia yang telah dapat membuang kekotoran-kekotoran batin, teguh dalam kesusilaan, memiliki pengendalian diri serta mengerti kebe­naran, maka sesungguhnya ia patut mengenakan jubah kuning.
     


Kisah Devadatta
Suatu ketika kedua murid utama Sang Buddha: Yang Ariya Sariputta dan Yang Ariya Maha Moggallana, pergi dari Savatthi menuju Rajagaha. Di sana, orang-orang Rajagaha mengundang mereka, bersama seribu pengikut mereka, untuk menerima makan pagi.
Pada kesempatan itu seseorang menyerahkan selembar kain, seharga seratus ribu, kepada penyelenggara upacara untuk didanakan. Dia mengharapkan mereka mengatur dan menggunakan pemberiannya untuk upacara itu. Kalau masih terdapat kelebihan, diberikan kepada siapa saja dari para bhikkhu yang dianggap layak. Hal itu juga terjadi jika tidak terdapat kekurangan maka kain tersebut akan diberikan pada salah satu dari para Thera. Karena kedua murid utama mengunjungi Rajagaha hanya pada saat-saat tertentu, maka kain itu akan diberikan pada Devadatta, yang tinggal menetap di Rajagaha.
Devadatta segera membuat kain itu menjadi jubah-jubah dan dengan bangga ia memakainya. Kemudian seorang bhikkhu yang dapat dipercaya dari Rajagaha datang ke Savatthi memberi hormat kepada Sang Buddha, dan menceritakan kepada-Nya tentang Devadatta dan jubah yang terbuat dari kain seharga seratus ribu.
Sang Buddha berkata bahwa kejadian itu bukan yang pertama kali, Devadatta telah memakai jubah-jubah yang tidak patut diterimanya. Sang Buddha kemudian

BRIVI JUNI 2012



Tegal, 24 Juni 2012                                                                                                 
No : 58, Tahun Keenam
 

Penasehat                    :    Ketua Yayasan Metta Jaya
Penanggung Jawab     :    Ketua Dayakasabha Metta Vihara Tegal
Pimpinan Redaksi       :    Ibu Tjutisari
Redaksi Pelaksana      :    1.     Ibu Pranoto                 4.     Liliyani
                                                        2.     Suriya Dhammo           5.     Metta Kurniyawati
                                                        3.     Ade Kristanto             
Alamat Redaksi           :    Metta Vihara
                                                        Jl. Udang No. 8 Tegal Telp. (0283) 323570
BCA No Rek : 0479073688  an. YUNINGSIH ASTUTI - TUSITA WIJAYA


DHAMMAPADA ATTAKHATA
Bab I - Syair 7 dan 8
Sebagian besar orang tidak mengetahui bahwa Seseorang yang hidupnya hanya ditujukan pada hal-hal yang menyenangkan, yang inderanya tidak terkendali, yang makannya tidak mengenal batas, malas serta tidak bersemangat; maka Mara (Penggoda) akan menguasai dirinya, bagaikan angin menumbangkan pohon yang lapuk.
Seseorang yang hidupnya tidak ditujukan pada hal-hal yang menyenangkan, yang inderanya terkendali, sederhana dalam makanan, penuh keyakinan serta bersemangat, maka Mara (Penggoda) tidak dapat menguasai dirinya bagaikan angin yang tidak dapat menumbangkan gunung karang.
     
Kisah Mahakala Thera

Mahakala dan Culakala adalah dua saudagar bersaudara kota Setabya. Suatu ketika dalam perjalanan membawa barang-barang dagangannya mereka berkesempatan untuk mendengarkan khotbah Dhamma yang diberikan oleh Sang Buddha. Setelah mendengarkan khotbah tersebut Mahakala memohon kepada Sang Buddha untuk diterima sebagai salah satu anggota pasamuan bhikkhu. Culakala juga ikut bergabung dalam anggota Sangha tetapi dengan tujuan

Sabtu, 24 Agustus 2013

BRIVI MEI 2012

           
Tegal, 24 Mei 2012                                                                                                  
No : 57, Tahun Keenam
 

Penasehat                    :    Ketua Yayasan Metta Jaya
Penanggung Jawab     :    Ketua Dayakasabha Metta Vihara Tegal
Pimpinan Redaksi       :    Ibu Tjutisari
Redaksi Pelaksana      :    1.     Ibu Pranoto                 4.     Liliyani
                                                        2.     Suriya Dhammo           5.     Metta Kurniyawati
                                                        3.     Ade Kristanto             
Alamat Redaksi           :    Metta Vihara
                                                        Jl. Udang No. 8 Tegal Telp. (0283) 323570
BCA No Rek : 0479073688  an. YUNINGSIH ASTUTI - TUSITA WIJAYA


DHAMMAPADA ATTAKHATA
Bab I - Syair 6
Sebagian besar orang tidak mengetahui bahwa dalam pertengkaran mereka akan binasa; teta­pi mereka yang dapat menyadari kebenaran ini segera mengakhiri semua pertengkaran.
     
Kisah Pertengkaran di Kosambi
Suatu waktu, bhikkhu-bhikkhu Kosambi terbentuk menjadi dua kelompok. Kelompok yang satu pengikut guru ahli vinaya, sedang kelompok lain pengikut guru ahli Dhamma. Mereka sering berselisih paham sehingga menyebabkan pertengkaran. Mereka juga tak pernah mengacuhkan nasehat Sang Buddha. Berkali-kali Sang Buddha menasehati mereka, tetapi tak pernah berhasil, walaupun Sang Buddha juga mengetahui bahwa pada akhirnya mereka akan menyadari kesalahannya.
Maka Sang Buddha meninggalkan mereka dan menghabiskan masa vassa-Nya sendirian di hutan Rakkhita dekat Palileyyaka. Di sana Sang Buddha dibantu oleh gajah Palileyyaka.
Umat di Kosambi kecewa dengan kepergian Sang Bud­dha. Mendengar alasan kepergian Sang Buddha, mereka menolak memberikan kebutuhan hidup para bhikkhu di Ko­sambi.
Karena hampir tak ada umat yang menyokong kebu­tuhan para bhikkhu, mereka hidup menderita. Akhirnya mere­ka menyadari kesalahan mereka, dan menjadi rukun kembali seperti sebelumnya.

BRIVI APRIL 2012

 


Tegal, 24 April 2012                                                                                                
No : 56, Tahun Keenam
 


Penasehat                    :    Ketua Yayasan Metta Jaya
Penanggung Jawab     :    Ketua Dayakasabha Metta Vihara Tegal
Pimpinan Redaksi       :    Ibu Tjutisari
Redaksi Pelaksana      :    1.     Ibu Pranoto                 4.     Liliyani
                                                        2.     Suriya Dhammo           5.     Metta Kurniyawati
                                                        3.     Ade Kristanto             
Alamat Redaksi           :    Metta Vihara
                                                        Jl. Udang No. 8 Tegal Telp. (0283) 323570
BCA
No Rekening : 0479073688
an. YUNINGSIH ASTUTI - TUSITA WIJAYA

DHAMMAPADA ATTAKHATA
Bab I - Syair 5
"Kebencian tak akan pernah berakhir apabila dibalas dengan kebencian. Tetapi, kebencian akan berakhir bila dibalas dengan tidak membenci. Inilah satu hukum abadi."
     
Kisah Kalayakkhini
Ada seorang laki-laki perumah tangga mempunyai istri yang mandul. Karena merasa mandul dan takut diceraikan oleh suaminya, ia menganjurkan suaminya untuk menikah lagi dengan wanita lain yang dipilih olehnya sendiri. Suaminya menyetujui dan tak berapa lama kemudian isteri muda itu mengandung.
Ketika isteri mandul Itu mengetahui bahwa madunya hamil, ia menjadi tidak senang. Dikirimkannya makanan yang telah diberi racun, sehingga isteri muda itu keguguran. Demikian pula pada kehamilan yang kedua. Pada kehamilannya yang ketiga. isteri muda itu tidak memberi tahu kepada isteri tua. Karena kondisi fisiknya kehamilan itu diketahui juga oleh isteri tua. Berbagai cara dicoba oleh isteri tua itu agar kandungan madunya itu gugur lagi, yang akhirnya menyebabkan isteri muda itu meninggal pada saat persalinan. Sebelum meninggal, wanita malang itu dengan hati yang dipenuhi ke­bencian bersumpah untuk membalas dendam kepada isteri tua.
Maka permusuhan itu pun dimulai.

Jumat, 23 Agustus 2013

BRIVI MARET 2012

 


Tegal, 24 Maret 2012                                                                                              
No : 55, Tahun Keenam
 


Penasehat                    :    Ketua Yayasan Metta Jaya
Penanggung Jawab     :    Ketua Dayakasabha Metta Vihara Tegal
Pimpinan Redaksi       :    Ibu Tjutisari
Redaksi Pelaksana      :    1.     Ibu Pranoto                 4.     Liliyani
                                                        2.     Suriya Dhammo           5.     Metta Kurniyawati
                                                        3.     Ade Kristanto             
Alamat Redaksi           :    Metta Vihara
                                                        Jl. Udang No. 8 Tegal Telp. (0283) 323570
BCA
No Rekening : 0479073688
an. YUNINGSIH ASTUTI - TUSITA WIJAYA

DHAMMAPADA ATTAKHATA
Bab I - Syair 3 dan 4
"Ia menghina saya, ia memukul saya, ia mengalahkan saya, la merampas milik saya." Selama seseorang masih menyimpan pikiran-pikiran seperti itu, maka kebencian tak akan pernah berakhir.
"la menghina saya, ia memukul saya, ia mengalahkan saya, ia merampas milik saya." Jika seseorang sudah tidak lagi menyimpan pikiran-pikiran seperti itu, maka kebencian akan berakhir.
     
Kisah Tissa Thera
Tissa adalah putera kakak perempuan dari ayah Pangeran Siddhattha. la menjadi bhikkhu pada usia yang telah lanjut, dan suatu saat tinggal bersama-sama Sang Buddha. Walau baru beberapa tahun menjalani kebhikkhuannya, ia bertingkah laku seperti bhikkhu senior dan senang mendapat penghormatan serta pelayanan dari bhikkhu-bhikkhu yang berkunju

BRIVI FEBRUARI 2012

BRIVI JANUARI 2012

Tegal, 24 Januari 2012                                                                                           
No : 53 Tahun Keenam



Penasehat                   :   Ketua Yayasan Metta Jaya
Penanggung Jawab       :   Ketua Dayakasabha Metta Vihara Tegal
Pimpinan Redaksi         :   Ibu Tjutisari
Redaksi Pelaksana       :   1.   Ibu Pranoto               4.   Liliyani
                                      2.   Suriya Dhammo         5.   Metta Kurniyawati
                                      3.   Ade Kristanto             6.   Wasino
Alamat Redaksi            :   Metta Vihara
                                      Jl. Udang No. 8 Tegal Telp. (0283) 323570


DHAMMAPADA ATTAKHATA
Bab I - Syair-Syair Kembar
Pikiran adalah pelopor dari segala sesuatu, pikiran adalah pemimpin, pikiran adalah pembentuk. Bila seseorang berbicara atau berbuat dengan pikiran jahat, maka penderitaan akan mengikutinya bagaikan roda pedati mengikuti langkah kaki lembu yang menariknya.
     
Kisah Cakhupala Thera

Suatu hari, Cakkhupala Thera berkunjung ke Vihara Jetavana untuk melakukan penghormatan kepada Sang Buddha. Malamnya, saat melakukan meditasi jalan kaki, sang thera tanpa sengaja menginjak banyak serangga sehingga mati. Keesokan harinya, pagi-pagi sekali serombongan bhikkhu yang mendengar kedatangan sang thera bermaksud mengunjunginya. Di tengah jalan, di dekat tempat sang thera menginap mereka melihat banyak serangga yang mati.
"liih, mengapa banyak serangga yang mati di sini?" seru seorang bhikkhu. "Aah, jangan jangan ...", celetuk yang lain. "Jangan-jangan apa?" sergah beberapa bhikkhu. "Jangan-jangan ini perbuatan sang thera!" jawabnya. "Kok bisa begitu?" tanya yang lain lagi. "Begini, sebelum sang thera ber-diam disini, tak ada kejadian seperti ini. Mungkin sang thera terganggu oleh serangga-serangga itu. Karena jengkelnya ia membunuhinya."