Senin, 26 Agustus 2013

BRIVI JUNI 2012



Tegal, 24 Juni 2012                                                                                                 
No : 58, Tahun Keenam
 

Penasehat                    :    Ketua Yayasan Metta Jaya
Penanggung Jawab     :    Ketua Dayakasabha Metta Vihara Tegal
Pimpinan Redaksi       :    Ibu Tjutisari
Redaksi Pelaksana      :    1.     Ibu Pranoto                 4.     Liliyani
                                                        2.     Suriya Dhammo           5.     Metta Kurniyawati
                                                        3.     Ade Kristanto             
Alamat Redaksi           :    Metta Vihara
                                                        Jl. Udang No. 8 Tegal Telp. (0283) 323570
BCA No Rek : 0479073688  an. YUNINGSIH ASTUTI - TUSITA WIJAYA


DHAMMAPADA ATTAKHATA
Bab I - Syair 7 dan 8
Sebagian besar orang tidak mengetahui bahwa Seseorang yang hidupnya hanya ditujukan pada hal-hal yang menyenangkan, yang inderanya tidak terkendali, yang makannya tidak mengenal batas, malas serta tidak bersemangat; maka Mara (Penggoda) akan menguasai dirinya, bagaikan angin menumbangkan pohon yang lapuk.
Seseorang yang hidupnya tidak ditujukan pada hal-hal yang menyenangkan, yang inderanya terkendali, sederhana dalam makanan, penuh keyakinan serta bersemangat, maka Mara (Penggoda) tidak dapat menguasai dirinya bagaikan angin yang tidak dapat menumbangkan gunung karang.
     
Kisah Mahakala Thera

Mahakala dan Culakala adalah dua saudagar bersaudara kota Setabya. Suatu ketika dalam perjalanan membawa barang-barang dagangannya mereka berkesempatan untuk mendengarkan khotbah Dhamma yang diberikan oleh Sang Buddha. Setelah mendengarkan khotbah tersebut Mahakala memohon kepada Sang Buddha untuk diterima sebagai salah satu anggota pasamuan bhikkhu. Culakala juga ikut bergabung dalam anggota Sangha tetapi dengan tujuan
berkenalan de­ngan para bhikkhu dan menjaga saudaranya.
Mahakala bersungguh-sungguh dalam latihan pertapaannya di kuburan (Sosanika Dhutanga), dan tekun bermeditasi dengan objek kelapukan dan ketidak-kekalan. Akhirnya ia memperoleh 'Pandangan Terang' dan mencapai tingkat kesucian arahat.
Di dalam perjalanan-Nya, Sang Buddha bersama murid-murid-Nya, termasuk Mahakala dan Culakala, singgah di hutan Simsapa, dekat Setabya. Ketika berdiam di sana, bekas istri-istri Culakala mengundang Sang Buddha beserta murid-murid Beliau ke rumah mereka untuk menerima dana ma­kanan. Culakala sendiri terlebih dulu pulang untuk mempersiapkan tempat duduk bagi Sang Buddha dan murid-murid-Nya.
Kesempatan itu dipergunakan sebaik-baiknya oleh bekas isteri-isteri Culakala untuk merayunya, agar ia mau kembali sekarang. Tentu selama ini kakanda sangat menderita. Mari, adinda bersedia memijit kakanda untuk menghilangkan lelah, seperti dahulu kala. O, kakanda, marilah kita bergembira seperti dahulu lagi."
Pada dasarnya Culakala memang tidak tekun dan bersungguh-sungguh dalam melaksanakan kewajibannya sebagai bhikkhu. Mendengar berbagai rayuan dan rangsangan, batinnya tidak kuat. Nafsunya tergugah, tanpa pikir panjang lagi dilemparkannya jubahnya dan kembalilah ia kepada kehidupan duniawi, sebagai perumah tangga.
Melihat para isteri Culakala berhasil mendapatkan suaminya kembali, para isteri Mahakala pun tidak mau kalah. Pada hari berikutnya, bekas istri-istri Mahakala mengundang Sang Buddha bersama murid-murid-Nya ke rumah mereka, dengan harapan mereka dapat melakukan hal yang sama terhadap Mahakala.

Setelah berdana makanan, mereka meminta kepada Sang Buddha untuk membiarkan Mahakala tinggal sendirian untuk melakukan pelimpahan jasa (anumodana). Sang Buddha mengabulkan. Bersama murid-murid lain Beliau meninggalkan tempat tersebut.
Sewaktu tiba di pintu gerbang dusun, para bhikkhu mengungkapkan kekhawatiran dan keprihatinan mereka. Mereka merasa khawatir karena Mahakala telah diijinkan untuk tinggal sendiri. Mereka merasa takut kalau terjadi sesuatu, seperti Culakala saudaranya, sehingga Mahakala juga akan memutuskan untuk meninggalkan pasamuan bhikkhu, kembali hidup bersama bekas istri-istrinya.
Terhadap hal ini, Sang Buddha menjelaskan bahwa kedua saudara itu tidak sama. Culakala masih menuruti kesenangan nafsu keinginan, malas, dan lemah; dia seperti pohon lapuk. Mahakala sebaliknya. Tekun, mantap, dan kuat dalam keyakinannya terhadap Buddha, Dhamma dan Sangha; dia seperti gunung karang.
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 7 dan 8 berikut ini:
Seseorang yang hidupnya hanya ditujukan pada hal-hal yang menyenangkan, yang inderanya tidak terkendali, yang makannya tidak mengenal batas, malas serta tidak bersemangat; maka Mara (Penggoda) akan menguasai dirinya, bagaikan angin menumbangkan pohon yang lapuk.
Seseorang yang hidupnya tidak ditujukan pada hal-hal yang menyenangkan, yang inderanya terkendali, sederhana dalam makanan, penuh keyakinan serta bersemangat, maka Mara (Peng­goda) tidak dapat menguasai dirinya bagaikan angin yang tidak dapat menumbangkan gunung karang.
Saat itu bekas istri-istri Mahakala mengelilinginya dan berusaha merayu agar Mahakala melepaskan jubah kuningnya. Mahakala mengetahui upaya mereka, maka ia tetap ber­diam diri saja. Tetapi, isteri-isterinya berusaha lebih keras lagi. Melihat itu, Mahakala merasa tak ada gunanya lagi berdiam di situ. la berdiri, dengan kemampuan batin luar biasa ia melesat ke angkasa melewati atap rumah. la tiba tepat di bawah kaki Sang Buddha saat Beliau tengah mengakhiri pembabaran dua syair di atas.

--- oOo ---

SEKAPUR SIRIH

Buletin Brivi dalam edisi Juni 2012, Dhammapada Attakhata syair 7 dan 8 memuat kisah Mahakala Thera : barang siapa dapat mengendalikan diri dari kesenangan duniawi maka dirinya akan menjadi kokoh dan kuat, para penggoda tak akan mampu menaklukkan dirinya.
Ajahn Brahm dalam bukunya Membuka Pintu Hati dengan judul  cerita "Taman Kuil" akan semakin menarik untuk dibaca.
Segenggam Daun Bodhi, kumpulan tulisan Bhikkhu Dhammavudho Mahatera, bisa kita baca dalam edisi kali ini.
Melangkah di Keheningan, Mengenal Lebih Dekat Bhikkhu Uttamo dan Ajaran Agama Buddha, juga Tanya Jawab dengan Bhikkhu Uttamo, melengkapi edisi ini.
Redaksi memberi kesempatan kepada Bapak / Ibu / Saudara yang akan menulis naskah sebagai media komunikasi umat Metta Vihara Tegal.
Semoga tulisan ini bermanfaat bagi kita semua.
Semoga semua makhluk hidup berbahagia.

Redaksi

--- oOo ---

Telah kami terima dana Waisak
1.    Bpk/Ibu Liem Piet Hauw                           Rp     100.000,-
2.    Bpk/Ibu Gan Sin Gwan                              Rp       50.000,-
3.    Bpk/Ibu Lie Sem Kim                                Rp       50.000,-
4.    Ibu Wina Stania Jotya                              Rp     300.000,-
5.    Bpk Suryanto W Surya - Jakarta               Rp     200.000,-
6.    Bpk Frans Susanto                                    Rp     300.000,-
7.    Sdr. Sovenseti                                          Rp     100.000,-
8.    Sdr. Sura Jotya Kitti                                  Rp     400.000,-
9.    dr. Inka Abimayu - Jakarta                        Rp     300.000,-
10.  Kel. Tan Tjay Kwan                                   Rp     200.000,-
11.  Bpk. Adang Laksana                                 Rp       20.000,-
12.  Bpk/Ibu Tjia Chandra Gunawan                Rp     500.000,-
13.  dr. Nandavati Kurnia - Jakarta                   Rp    200.000,-
14.  PT. Gresik Mustika Timur                          Rp     200.000,-
15.  Bpk/Ibu Tjendra Susantio                         Rp     300.000,-
16.  Ibu Agus Sukamto                                    Rp       50.000,-
17.  Budi (Toko Pilar Jaya)                               Rp     100.000,-

Telah kami terima dana
1.    Alm. Bapak Tan Tjwan Kiem                      Rp     500.000,-
2.    Bpk/Ibu Liem Peng Liat                            Rp     100.000,-
3.    Bpk/IbuLoe Lian Phang                            Rp     100.000,-
4.    Wina Stania Jutya                                     Rp     200.000,-
5.    Suryanto Wangsah / R. Surya Jakarta       Rp     300.000,-
6.    Frans Susanto                                          Rp     100.000,-
7.    Surajotya Kitti                                          Rp     400.000,-
8.    Inka Abimanyu                                         Rp     300.000,-
9.    Adinoto / Tan Tjay Kwan                          Rp     200.000,-

Semoga kebajikan yang telah dilakukan berbuah umur panjang, sehat dan bahagia bersama keluarga.






Sabbe Sankhara Anicca

Kehidupan adalah tidak kekal adanya dan tidak pasti,
yang pasti adalah kematian. Semua makhluk
yang terlahir pasti mengalami kematian.


Mendiang Bapak LIE KWEE SIONG
Ayahanda dari Bapak LIE ING BENG (BENNY GOZALIE)

12 Juni 2012


Semoga terlahir di alam yang penuh kebahagiaan,
sesuai dengan kebajikan yang pernah dilakukan.

Sadhu, Sadhu, Sadhu.

 

KELUARGA BESAR
METTA VIHARA
Jl. Udang No. 8 ( (0283) 323570
Tegal - Jawa Tengah


Membuka Pintu Hati

TAMAN KUIL

Kuil-kuil Buddhis di Jepang terkenal akan taman-tamannya. Beberapa tahun yang lampau, terdapatlah sebuah kuil yang membanggakan tamannya sebagai yang tercantik di antara semuanya. Para pelancong berdatangan dari pelbagai penjuru negeri hanya untuk mengagumi penataannya yang elok, yang begitu indah dalam kesederhanaannya.
Suatu kali seorang bhikkhu tua datang berkunjung. Dia tiba pagi-pagi sekali, persis setelah fajar. Dia ingin menyelidiki mengapa taman itu dianggap sebagai yang paling mengilhami; jadi dia menyembunyikan dirinya di balik sebuah semak yang besar, dengan sudut pandang yang bagus ke arah taman.
Dia melihat seorang bhikkhu muda muncul dari kuil dengan membawa dua buah keranjang anyaman untuk berkebun. Selama tiga jam berikutnya, dia memperhatikan bhikkhu muda itu dengan hati-hati memungut setiap daun dan ranting yang berjatuhan dari pohon persik yang tersebar di tengah-tengah taman itu. Setiap kali memungut daun dan ranting, bhikkhu muda itu menaruhnya di atas tangannya yang lembut, memeriksanya, mempertimbangkan, dan jika daun dan ranting itu disukainya, dia akan meletakkannya ke dalam salah satu keranjang. Jika dia merasa daun atau ranting itu tak berguna baginya, dia akan membuangnya ke dalam keranjang kedua, keranjang sampah. Setelah mengumpulkan dan mencermati setiap daun dan ranting, ia mengosongkan keranjang sampah di atas gundukan di belakang kuil, dia berhenti sejenak untuk minum teh dan menata pikiran untuk tahap penting berikutnya.
Bhikkhu muda itu melewatkan waktu tiga jam lagi, dengan penuh perhatian, dengan hati-hati, dengan penuh keterampilan, meletakkan setiap daun dan ranting pada tempat yang semestinya di taman itu. Jika dia merasa tak puas dengan posisi sebuah ranting, dia akan menggeser atau memindahkannya sedikit, dan sembari tersenyum puas dia akan berpindah ke daun berikutnya, memilih bentuk dan warna yang tepat untuk ditaruh di taman. Perhatiannya terhadap hal-hal rinci sungguh tak tertandingi. Penguasaannya atas seni menyusun bentuk dan warna sangat luar biasa. Pemahamannya akan keindahan alam demikian tinggi. Saat dia menyelesaikan pekerjaannya, taman itu terlihat apik sekali.
Kemudian sang bhikkhu tua melangkah masuk ke taman. Dari balik senyum gigi ompongnya, dia memberi ucapan selamat kepada si bhikkhu muda. "Pekerjaan bagus! Pekerjaan sangat bagus, Yang Mulia! Saya telah mengintip Anda sepanjang pagi. Ketekunan Anda layak dipuji setinggi langit. Dan taman Anda...
Yah! Taman Anda nyaris sempurna."
Wajah bhikkhu muda itu berubah pucat. Tubuhnya jadi kaku serasa disengat kalajengking. Senyum kepuasannya tergelincir dari wajahnya dan jatuh terguling ke jurang besar kehampaan. Di Jepang, Anda tak akan pernah bisa yakin dengan seringai seorang bhikkhu tua.
"Ma... mak... maksud Anda apa?" dia tergagap ketakutan. "Ap... apa yang Anda maksud 'nyaris sempurna'?" dan dia menjatuhkan dirinya di kaki si bhikkhu tua."0h, Tuan! Oh, Guru! Kasihanilah saya. Anda pasti telah dikirim oleh Buddha untuk menunjukkan kepada saya bagaimana membuat taman saya benar-benar sempurna. Ajarkan saya, oh, Sang Bijak! Tunjukkanlah jalannya!"
"Anda benar-benar ingin saya tunjukkan?" tanya sang bhikkhu tua dengan mimik purbanya mengerut usil.
"Oh, ya. Mohon. Tolong Guru!"
Lalu sang bhikkhu tua melangkah ke tengah-tengah taman. Dia merangkulkan lengan-lengannya yang tua namun masih kuat itu ke batang pohon persik yang rimbun itu. Lantas diiringi dengan gelak membahana seorang suci, dia mengguncang-guncangkan pohon yang malang itu! Dedaunan, ranting, dan kulit pohon berserakan di mana-mana, dan masih saja bhikkhu tua itu mengguncang-guncangkan pohon itu. Ketika tak ada lagi dedaunan yang jatuh, barulah dia berhenti.
Si bhikkhu muda sangat terperanjat. Tamannya menjadi kacau balau. Kerja kerasnya sepagian sia-sia belaka. Rasanya dia ingin membunuh bhikkhu tua itu, namun sang bhikkhu tua hanya melihat sekeliling untuk mengagumi hasil karyanya. Lalu, dengan sebuah senyum yang meluruhkan amarah, dia berkata lembut kepada si bhikkhu muda, "Sekarang taman Anda baru benar-benar sempurna."





YANG SUDAH SELESAI, YA SUDAH SELESAI

Musim hujan di Thailand berlangsung dari bulan Juli sampai Oktober. Selama periode tersebut, para bhikkhu berhenti bepergian, menghentikan semua pekerjaan proyek, dan mencurahkan diri sepenuhnya untuk belajar dan bermeditasi. Periode tersebut disebut "Vassa" atau "Penyunyian Musim Hujan".
Beberapa tahun yang lalu di Thailand Selatan, seorang kepala vihara terkenal membangun sebuah aula baru di vihara hutannya. Saat Vassa tiba, dia menghentikan seluruh pekerjaan proyek dan memulangkan tukang-tukangnya. Ini adalah saat untuk hening di viharanya.
Beberapa hari berikutnya seorang pengunjung datang, menyaksikan bangunan yang setengah jadi, dia bertanya kepada kepala vihara kapan aulanya akan selesai. Tanpa ragu-ragu, sang bhikkhu tua berkata, "Aulanya sudah jadi."
"Apa maksud Anda dengan 'aulanya sudah jadi'?" tanya balik si pengunjung. "Itu belum ada atapnya, tak ada pintu atau jendela, banyak potongan kayu dan kantong semen berserakan. Apakah Anda akan membiarkan begitu saja? Apa yang Anda maksud 'aulanya sudah jadi'?"
Kepala vihara. tersenyum dan menjawab lirih, "Yang sudah selesai, ya sudah selesai," dan dia pun beranjak pergi untuk bermeditasi.
Itulah satu-satunya cara untuk melaksanakan penyunyian atau untuk rehat. Jika tidak demikian, pekerjaan kita tak akan pernah selesai.








SEGENGGAM DAUN BODHI
KUMPULAN TULISAN
BHIKKHU DHAMMAVUDDHO MAHA THERA

CARA KERJA KAMMA

Dalam sebuah Sutta (S.N. 36.21), Buddha berkata bahwasanya tidak semua penderitaan berasal dari kamma. Di samping kamma, ada faktor-faktor  lainnya yang dapat membawakan penderitaan bagi kita. Penderitaan dapat disebabkan oleh pergerakan angin yang tidak seimbang atau cairan empedu atau dahak. Atau mungkin bisa juga karena cuaca. Di Kuching, sebagai contohnya, indeks polusi udara tiba-tiba meningkat sampai sekitar 1,000 (pada tahun 1997), dan menyebabkan penderitaan yang cukup besar. Alasan lainnya bisa saja karena kecerobohan kita sendiri. Kemungkinan alasan yang lain adalah kecelakaan.
Tetapi, banyak kejadian yang timbul karena kamma. Pertimbangkan kasus dari seseorang yang terlibat dalam sebuah kecelakaan, dan meninggal dunia. Jika kematiannya disebabkan karena kecerobohan, atau kejadian yang kebetulan saja, maka itu berarti kamma dia sebagai manusia belum habis. Dia kemungkinan akan dilahirkan kembali sebagai manusia. Tetapi jika kematiannya disebabkan kamma dia sebagai manusia telah habis, maka dia tidak akan dilahirkan kembali sebagai manusia. Dia akan dilahirkan kembali di alam keberadaan yang lain. Oleh karenanya, tidak semua hal disebabkan oleh kamma.
Terdapat lima jenis perbuatan pelanggaran berat yang disebutkan dalam sutta sebagai yang paling serius: (1) dengan kehendak jahat menyebabkan Buddha meneteskan darah, (2) membunuh seorang Arahat, (3) membunuh ibu kandung sendiri, (4) membunuh ayah kandung sendiri, (5) menyebabkan pertikaian di antara komunitas bhikkhu yang harmonis sehingga menjadi terpecah belah. Kelima pelanggaran ini akan menyebabkan seseorang jatuh di neraka dalam kelahiran mendatang, dan membuat orang tersebut berada di sana untuk jangka waktu yang sangat lama.
Cara kerja kamma vipaka sangat rumit. Buddha berkata di sebuah sutta (A.N. 4.77) bahwa ada empat hal yang tidak boleh terlalu dipikirkan. Jika anda berpikir terlalu jauh tentang empat hal ini, anda akan menjadi gila. Yang pertama adalah kekuatan seorang Buddha; yang kedua adalah kedalaman, dan kekuatan jhana (meditasi penyerapan); yang ketiga adalah kamma vipaka; dan yang keempat adalah spekulasi tentang dunia.

Mengapa kita tidak seharusnya berpikiran terlalu jauh tentang kamma vipaka? Itu dikarenakan kamma vipaka sangat rumit. Bekerjanya kamma vipaka bergantungan bukan hanya pada kehidupan sekarang ini saja tetapi juga pada banyak kehidupan atas kamma masa lampau yang belum terselesaikan. Di samping itu, juga tergantung pada keadaan mental kita pada saat itu. Lebih jauh lagi, keadaan mental dari makhluk hidup lain pada saat kita melakukan kamma juga mempengaruhi vipaka. Sebagai contohnya, ketika anda melakukan persembahan kepada seorang pembunuh, atau seorang kriminal, atau kepada orang jahat, pahalanya sedikit, tetapi jika anda melakukan persembahan kepada orang suci, maka pahala atau berkahnya melimpah. Sebaliknya jika anda membunuh orang suci, maka kamma buruk anda sangat besar. Jika anda membunuh seekor nyamuk, kamma-nya tidak berat, tetapi masih saja anda tidak dianjurkan untuk membunuhnya. Bekerjanya kamma vipaka sangat rumit, dan kita mungkin saja mengalami kesulitan untuk memahaminya.
Kadang-kadang kita lihat orang tertentu yang kita rasa jahat, kasar, kikir, dan tidak sopan, tetapi mereka memiliki kehidupan yang baik dan mewah. Ini dapat dikarenakan kamma baik masa lampau yang mendukung mereka. Tetapi sekarang ini, mereka sedang menciptakan banyak kamma buruk yang belum matang. Ini sehubungan dengan kenyataan bahwa orang dapat berubah. Sebagai contohnya, ketika orang tersebut miskin, dia rendah hati, rajin, setia pada istrinya, sederhana, dan lain sebagainya. Ketika dia menjadi kaya setelah beberapa tahun, dia mungkin menjadi sombong, tinggi hati, mencari wanita penghibur, mabuk, berjudi, dan lain sebagainya. karakter yang sepenuhnya berbeda. Sama halnya, seorang yang baik di kehidupan yang lampau, ketika terlahir dalam keadaan yang menyenangkan, mungkin menjadi lupa diri oleh keberuntungannya.
Karena inilah, kita mungkin mengalami kesulitan melihat keadilan di dunia ini. Kadang-kadang kita melihat bahwa orang yang berbahagia bukanlah .orang baik, tetapi banyak orang jahat yang berbahagia. Bekerjanya kamma vipaka sangat sulit dilihat kecuali kita memiliki kekuatan supranormal melihat ke dalam masa lampau.

--- oOo ---
SEGENGGAM DAUN BODHI
Penerjemah :
Yuliana Lie Pannasiri, MBA
Andromeda Nauli, Ph.D
Penyunting :
Nana Suriya Johnny, SE
Melangkah di Keheningan

Mengenal lebih dekat Bhikkhu Uttamo
dan ajaran Agama Buddha


Filosofi :
Jangan karena marah dan benci, mengharap orang lain celaka (3)

Kata-kata yang diambil dari salah satu bait Karaniyametta Sutta dalam Paritta Suci ini telah menjadi sumber inspirasi hidup seorang Bhikkhu Uttamo.

Banyak hal dalam kenyataan yang sering berbeda dengan harapan atau keinginan seseorang. Namun, seseorang tidak akan pernah mampu mengubah kenyataan. Seseorang hanya mampu mengubah pola pikir agar ia dapat menyesuaikan diri dengan kenyataan yang ada. Semakin seseorang mampu menyesuaikan keinginan dengan kenyataan, semakin berbahagia dan tenang pula kehidupannya. Berangkat dari pengertian inilah maka beliau mempunyai pengertian bahwa apabila seseorang telah menjengkelkan diri kita, maka hal yang terpenting adalah berusaha menerima kenyataan bahwa orang tersebut memang mempunyai perilaku demikian. Dengan mampu mengubah pola pikir agar dapat menerima kenyataan sepahit apapun juga, maka seseorang akan mampu menghindari kebencian. Pemikiran inilah yang lebih memperkuat semboyan hidup beliau, 'Jangan karena marah dan benci mengharap orang lain celaka". Harapan yang buruk kepada pihak lain sesungguhnya timbul karena ketidaksiapan seseorang menghadapi kenyataan yang berbeda dengan keinginan. Sesuaikanlah keinginan, kendalikan pikiran, maka kenyataan akan dapat diterima dengan balk. Sama halnya dengan jam terbalik yang akhirnya dapat bermanfaat tanpa harus berusaha mengubah kenyataan atau mengubah arah jarum jam agar sesuai dengan keinginan sendiri.
Selain jam terbalik, sesungguhnya masih sangat banyak makna yang tersirat di berbagai relung dan relief Panti Semedi Balerejo. Namun, relief yang layak diangkat dalam kesempatan ini adalah relief Delapan Kemenangan Sang Buddha yang dapat dibaca dalam Jaya Manggala Gatha yang terdapat pada buku Paritta Suci. Relief yang cukup besar ukurannya ini terletak di depan Gedung Semangat atau dapur Panti Semedi Balerejo. Relief ini menjadi salah satu inspirasi kehidupan seorang Bhikkhu Uttamo. Salah satu hasil perenungan yang dapat diperoleh ketika mengamati relief tersebut adalah kekuatan menghadapi segala rintangan dan kesulitan. Seperti halnya Sang Buddha yang telah mencapai kesucian, Beliau masih saja mempunyai musuh akibat rasa iri hati, dengki, marah, serta berbagai hal negatif lainnya yang dimiliki oleh lingkunganNya. Namun, dengan penuh kebijaksanaan, Sang Buddha berhasil mengalahkan semua musuhNya tanpa mempergunakan kekerasan. Bahkan, Sang Buddha mengalahkan satu persatu musuhnya dengan cara yang berbeda satu dengan lainnya. Hal ini juga menjadi inspirasi hidup Bhikkhu Uttamo bahwa seseorang harus berani berjuang mengatasi segala kesulitan dengan berbagai cara. Salah satu dari delapan kemenangan Sang Buddha yang cukup mengesankan beliau adalah kemenangan Sang Buddha atas Naga Nandopananda. Padahal, dikisahkan bahwa kemenangan atas naga ini bukan oleh Sang Buddha sendiri namun oleh murid Sang Buddha yaitu Yang Mulia Bhante Moggalana. Bhikkhu Uttamo justru melihat hal ini dari sudut pandang yang berbeda. Beliau beranggapan bahwa kemenangan oleh murid Sang Buddha inilah yang sangat mengesankan. Beliau berpendapat bahwa dalam mengatasi berbagai kesulitan, walaupun seseorang mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan sendiri, ia boleh saja memberikan kesempatan tersebut kepada pihak lain agar membantu menyelesaikannya. Hal ini sering disebut sebagai pendelegasian wewenang. Dengan adanya pendelegasian wewenang, maka seorang pemimpin tidak akan pernah kekurangan kader pengganti. Dengan demikian, pemimpin dapat mengurangi keakuan sekaligus ia mampu membangkitkan semangat bawahan untuk lebih maju. Lebih lanjut lagi, jika terjadi kegagalan, pemimpin yang telah mendelegasikan wewenang masih dapat membantu membangkitkan semangat kader penerus tersebut untuk siap menghadapi kegagalan. Inilah salah satu manajemen kehidupan yang sangat berharga.
Dari inspirasi ini pula maka Bhikkhu Uttamo dalam kesehariannya menjadi orang yang mudah memberikan kepercayaan kepada bhikkhu yang lebih muda atau bahkan umat awam untuk mengelola berbagai urusan. Dengan demikian, beliau selalu berusaha memberikan kepercayaan kepada generasi penerus sekaligus sebagai latihan agar mereka lebih percaya diri untuk menjadi pemimpin di masa depan. Kondisi ini beliau persiapkan karena tidak mungkin manajemen semua vihara tergantung kepadanya. Beliau menyadari kehidupan tidak kekal. Kehidupan akan berujung pada kematian. Apabila manajemen vihara tergantung kepadanya, beliau kuatir di masa depan, ketika beliau sudah terlahir di alam lain, vihara-vihara yang telah susah payah dikelola selama ini akan mengalami kemunduran. Dengan memberikan kesempatan kepada generasi penerus, maka siapapun pemimpin vihara yang ada pada saat itu, manajemen pengelolaan vihara akan tetap sama. Hal inilah yang beliau pikir dapat mempertahankan bahkan meningkatkan kualitas pembinaan umat di vihara-vihara yang telah dikelolanya selama ini.
Dengan bertambahnya waktu, timbulah tekad dalam diri Bhikkhu Uttamo untuk membangun bukit setinggi 550 m dari permukaan laut itu menjadi sebuah tempat meditasi. Beliau menyadari bahwa ketika jaman semakin maju, tingkat ketegangan pikiran atau stress seseorang juga akan semakin bertambah. Adanya tempat latihan meditasi akan memberikan kelegaan dan ketenangan bagi mereka yang sudah mengalami kelelahan mental. Gagasan itu timbul karena lokasi bukit tersebut yang cukup tinggi dan sunyi, jarang ada kendaraan yang lewat, udaranya pun juga cukup sejuk.
Niat beliau kemudian diwujudkan pada tahun 1990 dengan mulai menata tanah, membuat goa meditasi yang layak, membangun Dhammasala terbuka satu-satunya di Indonesia, Dhammasala tertutup, ruang serba guna, kuti-kuti meditasi dan juga kuti-kuti untuk para bhikkhu. Selain itu juga dibangun turap di sekeliling bukit agar dapat menghindari longsornya tanah. Tempat yang indah dan cocok untuk berlatih meditasi itu kemudian diberi nama Panti Semedi Balarejo. Nama ini dipilih karena memang tempat indah ini terletak di desa Balerejo, Kecamatan Wlingi, Kabupaten Blitar, Jawa Timur.
Pembangunan Panti Semedi Balerejo terus berkembang dan saat ini telah dilengkapi dengan adanya tiga goa meditasi dengan obyek konsentrasi yang berbeda, Gedung Kesempurnaan, Pendapa dua lantai, Gerbang Kebebasan, Tempat Penyimpan Abu Jenasah dan juga di masa depan akan dibangun Vihara Hutan dengan Candi Bubrah penuh makna di atas tanah seluas lebih dari 20.000 m2 yang telah dibebaskan baru-baru ini. Tidak lupa, untuk memberikan manfaat kepada penduduk di sekitar, Panti Semedi Balerejo juga akan dilengkapi dengan klinik murah untuk membantu meningkatkan kesehatan masyarakat.
Saat seseorang memandang dari lembah seberang, kemegahan Panti Semedi Balerejo di atas bukit dengan latar belakang siluet pegunungan yang dikenal sebagai Putri Tidur di satu sisi dan Gunung Kelud di sisi lainnya memberi pesona alam nan indah. Dan dengan dikelilingi pagar-pagar batu yang kokoh yang mengitari tiap tingkatan bangunan, Panti Semedi Balerejo telah mencatat nilai sejarahnya sendiri.
Adanya Panti Semedi Balerejo ini diharapkan akan memberi banyak manfaat bagi para umat serta simpatisan Buddhis dalam melaksanakan Ajaran Sang Buddha. Manfaat utama yang dapat dicapai seseorang ketika berlatih meditasi adalah mampu merasakan kebahagiaan dan ketenangan dalam hidupnya. Oleh karena itu, agar tujuan tersebut dapat tercapai, kepada para peserta latihan meditasi Bhikkhu Uttamo selalu menekankan adanya tiga syarat utama yaitu : Disiplin, Semangat dan Ulet. Ketiga faktor penting inilah yang akan menjadi tonggak penyangga kemampuan seseorang dalam meningkatkan kualitas lahir dan batin melalui latihan meditasi bersama dengan beliau.
Meskipun tujuan pembangunan tempat ini lebih diarahkan sebagai sarana berlatih meditasi untuk para umat serta simpatisan Buddhis dari manapun mereka berasal, Panti Semedi Balerejo juga menjadi tempat untuk menyelenggarakan berbagai peringatan Hari Raya Agama Buddha seperti Magha Puja, Waisaka Puja, Asadha Puja, dan juga Kathina Puja. Tempat yang sejuk dan indah ini juga telah dipergunakan untuk pertemuan-pertemuan organisasi Buddhis tingkat daerah maupun pusat, termasuk pertemuan para anggota Sangha Theravada Indonesia. Selain itu, Panti Semedi Balerejo juga menjadi tempat anak-anak Buddhis dari daerah sekitar belajar Dhamma dalam Sekolah Minggu. Tidak jarang pula banyak orang dan berbagai daerah menyempatkan diri singgah sebagai turis atau sebagai pengenalan tempat sebelum mereka memutuskan berlatih meditasi di sana. Sebagai salah satu bentuk pengabdian Panti Semedi Balerejo kepada masyarakat sekitar, setiap tahun secara rutin diadakan bakti sosial untuk masyarakat setempat seperti pembagian sembako maupun pengobatan gratis.
Tegas dan disiplin itulah karakter pembinaan lahir dan batin Bhikkhu Uttamo. Meskipun demikian, beliau juga seorang humoris. Sifat ini menjadikan beliau sebagai salah satu pembicara Dhamma di Indonesia yang handal dan disukai berbagai kalangan karena wawasan pengetahuannya yang luas. penyampaian yang sederhana, lugas, mudah dimengerti serta penuh humor. Gaya yang khas dengan contoh-contoh sederhana yang mudah diketemukan dalam kehidupan sehari-hari itulah yang membuat banyak pendengar maupun peserta seminar beliau cepat memahami serta menyerap Dhamma yang diberikan. Tentu saja diharapkan bahwa setelah seseorang selesai mengikuti ceramah atau seminar beliau, ia akan terdorong untuk melaksanakan Buddha Dhamma secara tekun dan terus menerus dalam kehidupan sehari-hari. Dalam berbagai seminar beliau kerap berpasangan dengan para pembicara handal lainnya seperti: Bp. Rhenald Kasali Ph.D (seorang pakar ekonomi), Bp. Jaya Suprana (seorang pengusaha sukses), Dr. Boyke Dian Nugraha (seorang seksolog), Bp. Kang Hong Kian (pakar Feng Shui), Dra. Indayati Oetomo (pendiri John Robert Powers, sekolah kepribadian), Bp. Andrie Wongso (motivator no;1 Indonesia), Bp. Adi W. Gunawan (pendidik dan ahli hipnosis) serta masih banyak yang lain yang tidak dapat disebut satu persatu di sini.
Bhikkhu Uttamo selain selalu berusaha dan terus berjuang melaksanakan Dhamma untuk dirinya, beliau juga tidak pernah bosan mendorong mereka yang berada di lingkungannya untuk lebih giat melaksanakan Buddha Dhamma. Salah satu pedoman usaha keras yang beliau miliki adalah "Apabila seseorang tidak memulai berusaha sekarang juga, maka kapan ia akan dapat mencapai tujuan akhir dalam Ajaran Sang Buddha? Bukankah perjalanan satu kilometer dimulai dengan selangkah? Jika seseorang sudah melangkah sekalipun hanya satu langkah saja, maka perjalanan jauh itupun berkurang jaraknya. Bertambah dekat satu langkah. Jika selangkah demi selangkah dilakukan, maka suatu saat perjalanan satu kilometer akan dapat ditempuh seluruhnya. Berjuanglah selagi nafas dan tenaga masih ada bersama badan. Apabila terlambat, segala upaya apapun juga akan menjadi sia-sia. Pergunakanlah saat-saat kehidupan yang sedemikian berharga untuk melakukan kebajikan melalui badan, ucapan serta pikiran agar dapat mewujudkan perilaku yang bermanfaat sesuai dengan Buddha Dhamma."
"Sesungguhnya, apabila seseorang mau berusaha melaksanakan Buddha Dhamma, maka ia akan mampu merasakan kebahagiaan dan keindahan Dhamma. Pelaksanaan Dhamma dimulai dengan mengembangkan kerelaan, kemoralan serta konsentrasi. Kerelaan adalah kemauan seseorang untuk berbagi kepada pihak lain dalam bentuk materi maupun bukan materi seperti kasih sayang, cinta maupun perhatian. Kemoralan adalah upaya untuk mengendalikan diri dari perilaku buruk agar seseorang dapat terbebas, minimal, dari pembunuhan, pencurian, pelanggaran kesusilaan, kebohongan serta mabuk-mabukan. Dan, konsentrasi adalah upaya seseorang untuk mengembangkan kesadaran setiap saat pada waktu ia sedang bertindak dengan badan, ucapan maupun pikiran. Pelaksanaan kerelaan, kemoralan serta konsentrasi inilah yang menjadi dasar seseorang mencapai kebahagiaan dalam kehidupan ini maupun kebahagiaan setelah kehidupan ini dalam bentuk terlahir di berbagai tingkat alam surga. Bahkan dengan melatih kesadaran setiap saat, seseorang akan mencapai kebahagiaan sejati yaitu kebebasan dari kelahiran kembali. la mencapai kesucian atau Nibbana, Inilah pencapaian tertinggi sebagai tujuan akhir seorang umat Buddha," Demikian uraian Bhikkhu Uttamo untuk mendorong semua orang agar setiap saat berusaha melaksanakan Ajaran Sang Buddha tanpa kenal putus asa.
Semoga perkenalan dengan pribadi Bhikkhu Uttamo ini akan dapat memberikan inspirasi kepada semua pihak agar dapat meneladani nilai-nilai kebajikan yang telah ditunjukkan. Selain itu tentu juga diharapkan agar sekelumit riwayat hidup Bhikkhu Uttamo ini menjadi pendorong semangat para umat dan simpatisan Buddhis untuk lebih giat melaksanakan Buddha Dhamma di setiap segi kehidupan masing-masing. Semoga demikianlah adanya.
Semoga semua makhluk yang tampak maupun tidak tampak akan selalu hidup berbahagia.



TANYA JAWAB DENGAN BHIKKHU UTTAMO

Dari: Kiki, Surabaya
Namo Buddhaya Bhante,
Menyalakan radio atau pada saat istirahat ada yang menyalakan TV.
Apakah kalau kita menonton TV atau mendengarkan musik secara tidak sengaja tersebut dianggap melanggar sila?
Terima kasih Bhante atas jawabannya.

Jawaban:
Adalah kebiasaan yang baik untuk para umat Buddha melaksanakan Delapan Latihan Kemoralan atau Atthasila dalam kehidupan sehari-hari. Meskipun demikian, hendaknya disadari bahwa latihan Delapan Kemoralan ini adalah untuk mengendalikan DIRI SENDIRI, bukan untuk mengendalikan orang lain. Oleh karena itu, apabila rekan sekerja mendengarkan musik maupun menonton TV, maka hendaknya orang yang sedang melatih Delapan Kemoralan dapat mempergunakan kesempatan baik ini untuk melihat kondisi batinnya sendiri. Apabila ia tidak tertarik untuk menikmati musik maupun siaran TV yang sedang berlangsung, maka hal ini menunjukkan bahwa batinnya telah cukup maju. Namun, apabila ia masih tertarik untuk ikut menyanyi dan menonton TV, selain menyadari bahwa hal ini adalah pelanggaran salah satu sila, ia hendaknya juga menyadari bahwa sesungguhnya ia harus lebih banyak lagi berlatih dan berjuang agar dapat mengatasi kemelekatannya Dengan demikian, musik dan TV yang didengarkan oleh teman bukanlah menjadi musuh untuk mereka yang melaksanakan latihan Delapan Kemoralan, melainkan justru menjadi sarana yang baik untuk mengukur kekuatan batinnya sendiri.
Adapun penggunaan sedikit wewangian sejauh karena memang diperlukan sebagai tuntutan profesi dan bukan karena perwujudan dari kesenangan pribadi, maka pelaku latihan Delapan Sila masih dapat mempergunakannya, Dengan jawaban ini hendaknya dapat dijadikan pelaksanaan Delapan Latihan Kemoralan di tengah kesibukan sebagai anggota masyarakat
Semoga selalu bahagia.


JADWAL KEGIATAN RUTIN
METTA VIHARA TEGAL
JADWAL PUJA BAKTI
Puja Bakti Umum Minggu Pagi                   :   Pk. 07.30 WIB - 09.00 WIB
Puja Bakti Sekolah Minggu                       :    Pk. 09.30 WIB - 11.00 WIB
Puja Bakti Remaja Hari Sabtu                    :    Pk. 18.30 WIB - 19.30 WIB
Puja Bakti Uposatha                              :   Setiap tanggal 1, 15, Penanggalan Lunar
                                                      Jam 19.30 WIB - 21.00 WIB
Kitab Suci Agama Buddha bagian dari
Khuddaka Nikaya, Sutta Pitaka
Judul asli : The Sutta-Nipata
Translated from The Pali by H. Saddatissa
2.  URAGA SUTTA
Dhaniya Penggembala
Suatu dialog antara Dhaniya dan Sang Buddha. Yang satu bersuka cita dalam kenyamanan duniawi, sedangkan yang lain dalam kebebasan spiritual
Dhaniya adalah seorang penggembala yang bertemu dengan Sang Buddha ketika Beliau bersemayam di Savatthi. Saat itu menjelang musim hujan, tepat sebelum datangnya hujan. Dhaniya telah membangun tempat perlindungan yang kuat bagi dirinya, keluarganya, serta ternaknya di tepi Sungai Mahi. Tetapi Sang Buddha menyadari bahwa keluarga ini berada dalam bahaya dilanda banjir, maka Beliau muncul di tempat tinggal penjaga ternak itu tepat ketika dia sedang bersuka cita dalam kenyamanan dan keamanannya:
1     Dhaniya : Aku telah memasak nasiku dan memerah sapiku. Aku berdiam dengan orang-orangku di dekat tepi Sungai Mahi. Rumahku beratap rumbia, api telah menyala. Oleh karena itu, hujanlah,        o awan, jika kau mau. ................................................................. (18)
2     Sang Buddha : Aku telah terbebas dari kemarahan, terbebas dari nafsu. Di malam hari aku berdiam di dekat tepi Sungai Mahi. Rumahku [tubuhku] tidak tertutup, api nafsu telah padam. Oleh karena itu, hujanlah, o awan, jika kau mau! ......................................................... (19)
3     Dhaniya : Lalat dan nyamuk tidak diketemukan. Padang rumputku hijau karena rumputnya subur di tanah berpaya. Ternakku dapat bertahan jika hujan datang. Oleh karena itu, hujanlah, o awan, jika kau mau! .............................................................................. (20)
4     Sang Buddha : Olehku sebuah rakit yang kuat [Sang Jalan] telah dibuat. Aku telah menyeberangi banjir menuju Nibbana. Tak ada lagi gunanya rakit itu. Oleh karena itu, hujanlah, o awan, jika kau mau! .................................................................................. (21)
5     Dhaniya : Gopi, istriku, bukanlah orang sembarangan dan dia patuh padaku. Sudah lama dia tinggal bersamaku dengan bahagia. Mengenai dirinya, aku tidak mendengar apa pun yang jahat. .................................................................................................... (22)
6     Sang Buddha : Pikiranku patuh dan terbebas dari nafsu. Amat lama sudah pikiran ini terlatih dan terkuasai dengan baik. Maka kejahatan tidak ditemukan di dalam diriku. ..................................................................................................................... (23)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar