Tegal, 24 Juni 2012
No : 58, Tahun Keenam
Penasehat
: Ketua Yayasan Metta Jaya
Penanggung
Jawab : Ketua Dayakasabha Metta Vihara Tegal
Pimpinan
Redaksi : Ibu Tjutisari
Redaksi
Pelaksana : 1. Ibu Pranoto 4. Liliyani
2.
Suriya Dhammo 5. Metta Kurniyawati
3.
Ade Kristanto
Alamat
Redaksi : Metta
Vihara
Jl.
Udang No. 8 Tegal Telp. (0283) 323570
BCA No Rek : 0479073688 an. YUNINGSIH ASTUTI - TUSITA WIJAYA
DHAMMAPADA ATTAKHATA
Bab I -
Syair 7 dan 8
Sebagian besar orang
tidak mengetahui bahwa Seseorang yang hidupnya hanya ditujukan pada hal-hal
yang menyenangkan, yang inderanya tidak terkendali, yang makannya tidak
mengenal batas, malas serta tidak bersemangat; maka Mara (Penggoda) akan
menguasai dirinya, bagaikan angin menumbangkan pohon yang lapuk.
Seseorang yang
hidupnya tidak ditujukan pada hal-hal yang menyenangkan, yang inderanya
terkendali, sederhana dalam makanan, penuh keyakinan serta bersemangat, maka
Mara (Penggoda) tidak dapat menguasai dirinya bagaikan angin yang tidak dapat
menumbangkan gunung karang.
Kisah Mahakala Thera
Mahakala dan Culakala adalah dua saudagar bersaudara kota Setabya. Suatu ketika
dalam perjalanan membawa barang-barang dagangannya mereka berkesempatan untuk
mendengarkan khotbah Dhamma yang diberikan oleh Sang Buddha. Setelah
mendengarkan khotbah tersebut Mahakala memohon kepada Sang Buddha untuk
diterima sebagai salah satu anggota pasamuan bhikkhu. Culakala juga ikut
bergabung dalam anggota Sangha tetapi dengan tujuan
berkenalan dengan para
bhikkhu dan menjaga saudaranya.
Mahakala bersungguh-sungguh dalam latihan pertapaannya di kuburan
(Sosanika Dhutanga), dan tekun bermeditasi dengan objek kelapukan dan
ketidak-kekalan. Akhirnya ia memperoleh 'Pandangan Terang' dan mencapai tingkat
kesucian arahat.
Di dalam perjalanan-Nya, Sang Buddha bersama murid-murid-Nya,
termasuk Mahakala dan Culakala, singgah di hutan Simsapa, dekat Setabya. Ketika
berdiam di sana ,
bekas istri-istri Culakala mengundang Sang Buddha beserta murid-murid Beliau ke
rumah mereka untuk menerima dana makanan. Culakala sendiri terlebih dulu
pulang untuk mempersiapkan tempat duduk bagi Sang Buddha dan murid-murid-Nya.
Kesempatan itu dipergunakan sebaik-baiknya oleh bekas
isteri-isteri Culakala untuk merayunya, agar ia mau kembali sekarang. Tentu
selama ini kakanda sangat menderita. Mari, adinda bersedia memijit kakanda
untuk menghilangkan lelah, seperti dahulu kala. O, kakanda, marilah kita
bergembira seperti dahulu lagi."
Pada dasarnya Culakala memang tidak tekun dan bersungguh-sungguh
dalam melaksanakan kewajibannya sebagai bhikkhu. Mendengar berbagai rayuan dan
rangsangan, batinnya tidak kuat. Nafsunya tergugah, tanpa pikir panjang lagi
dilemparkannya jubahnya dan kembalilah ia kepada kehidupan duniawi, sebagai
perumah tangga.
Melihat para isteri Culakala berhasil mendapatkan suaminya
kembali, para isteri Mahakala pun tidak mau kalah. Pada hari berikutnya, bekas
istri-istri Mahakala mengundang Sang Buddha bersama murid-murid-Nya ke rumah
mereka, dengan harapan mereka dapat melakukan hal yang sama terhadap Mahakala.
Setelah berdana makanan, mereka meminta kepada Sang Buddha untuk
membiarkan Mahakala tinggal sendirian untuk melakukan pelimpahan jasa
(anumodana). Sang Buddha mengabulkan. Bersama murid-murid lain Beliau
meninggalkan tempat tersebut.
Sewaktu tiba di pintu gerbang dusun, para bhikkhu mengungkapkan
kekhawatiran dan keprihatinan mereka. Mereka merasa khawatir karena Mahakala
telah diijinkan untuk tinggal sendiri. Mereka merasa takut kalau terjadi
sesuatu, seperti Culakala saudaranya, sehingga Mahakala juga akan memutuskan
untuk meninggalkan pasamuan bhikkhu, kembali hidup bersama bekas
istri-istrinya.
Terhadap hal ini, Sang Buddha menjelaskan bahwa kedua saudara itu
tidak sama. Culakala masih menuruti kesenangan nafsu keinginan, malas, dan
lemah; dia seperti pohon lapuk. Mahakala sebaliknya. Tekun, mantap, dan kuat
dalam keyakinannya terhadap Buddha, Dhamma dan Sangha; dia seperti gunung
karang.
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 7 dan 8 berikut ini:
Seseorang yang hidupnya hanya ditujukan pada hal-hal yang
menyenangkan, yang inderanya tidak terkendali, yang makannya tidak mengenal
batas, malas serta tidak bersemangat; maka Mara (Penggoda) akan menguasai
dirinya, bagaikan angin menumbangkan pohon yang lapuk.
Seseorang yang hidupnya tidak ditujukan pada hal-hal yang
menyenangkan, yang inderanya terkendali, sederhana dalam makanan, penuh
keyakinan serta bersemangat, maka Mara (Penggoda) tidak dapat menguasai
dirinya bagaikan angin yang tidak dapat menumbangkan gunung karang.
Saat itu bekas istri-istri Mahakala mengelilinginya dan berusaha
merayu agar Mahakala melepaskan jubah kuningnya. Mahakala mengetahui upaya
mereka, maka ia tetap berdiam diri saja. Tetapi, isteri-isterinya berusaha
lebih keras lagi. Melihat itu, Mahakala merasa tak ada gunanya lagi berdiam di situ.
la berdiri, dengan kemampuan batin luar biasa ia melesat ke angkasa melewati
atap rumah. la tiba tepat di bawah kaki Sang Buddha saat Beliau tengah
mengakhiri pembabaran dua syair di atas.
--- oOo ---
SEKAPUR SIRIH
Buletin Brivi dalam edisi Juni
2012, Dhammapada Attakhata syair 7 dan 8 memuat kisah Mahakala Thera : barang
siapa dapat mengendalikan diri dari kesenangan duniawi maka dirinya akan
menjadi kokoh dan kuat, para penggoda tak akan mampu menaklukkan dirinya.
Ajahn Brahm dalam bukunya
Membuka Pintu Hati dengan judul cerita
"Taman Kuil" akan semakin menarik untuk dibaca.
Segenggam Daun Bodhi, kumpulan
tulisan Bhikkhu Dhammavudho Mahatera, bisa kita baca dalam edisi kali ini.
Melangkah di Keheningan, Mengenal
Lebih Dekat Bhikkhu Uttamo dan Ajaran Agama Buddha, juga Tanya Jawab dengan
Bhikkhu Uttamo, melengkapi edisi ini.
Redaksi memberi kesempatan
kepada Bapak / Ibu / Saudara yang akan menulis naskah sebagai media komunikasi
umat Metta Vihara Tegal.
Semoga tulisan ini bermanfaat
bagi kita semua.
Semoga semua makhluk hidup berbahagia.
Redaksi
--- oOo ---
Telah
kami terima dana Waisak
1.
Bpk/Ibu Liem Piet Hauw Rp
100.000,-
2.
Bpk/Ibu Gan Sin Gwan Rp
50.000,-
3.
Bpk/Ibu Lie Sem Kim Rp
50.000,-
4.
Ibu Wina Stania Jotya Rp
300.000,-
5.
Bpk Suryanto W Surya - Jakarta
Rp 200.000,-
6.
Bpk Frans Susanto Rp
300.000,-
7.
Sdr. Sovenseti Rp
100.000,-
8.
Sdr. Sura Jotya Kitti Rp
400.000,-
9.
dr. Inka Abimayu - Jakarta
Rp 300.000,-
10.
Kel. Tan Tjay Kwan Rp
200.000,-
11.
Bpk. Adang Laksana Rp
20.000,-
12.
Bpk/Ibu Tjia Chandra Gunawan Rp
500.000,-
13.
dr. Nandavati Kurnia - Jakarta
Rp 200.000,-
14.
PT. Gresik Mustika Timur Rp
200.000,-
15.
Bpk/Ibu Tjendra Susantio Rp 300.000,-
16.
Ibu Agus Sukamto Rp 50.000,-
17.
Budi (Toko Pilar Jaya) Rp 100.000,-
Telah
kami terima dana
1.
Alm. Bapak Tan Tjwan Kiem Rp
500.000,-
2.
Bpk/Ibu Liem Peng Liat Rp
100.000,-
3.
Bpk/IbuLoe Lian Phang Rp
100.000,-
4.
Wina Stania Jutya Rp 200.000,-
5.
Suryanto Wangsah / R. Surya Jakarta Rp 300.000,-
6.
Frans Susanto Rp 100.000,-
7.
Surajotya Kitti Rp 400.000,-
8.
Inka Abimanyu Rp 300.000,-
9.
Adinoto / Tan Tjay Kwan Rp 200.000,-
Semoga
kebajikan yang telah dilakukan berbuah umur panjang, sehat dan bahagia bersama
keluarga.
Sabbe Sankhara
Anicca
Kehidupan adalah tidak kekal adanya dan tidak pasti,
yang pasti adalah kematian. Semua makhluk
yang terlahir pasti mengalami kematian.
Mendiang
Bapak LIE KWEE SIONG
Ayahanda dari Bapak LIE ING BENG (BENNY GOZALIE)
12 Juni 2012
Semoga terlahir di alam yang penuh kebahagiaan,
sesuai dengan kebajikan yang pernah dilakukan.
Sadhu, Sadhu, Sadhu.
KELUARGA BESAR
METTA VIHARA
Jl. Udang No. 8 ( (0283)
323570
Tegal - Jawa Tengah
Membuka Pintu Hati
Kuil-kuil
Buddhis di Jepang terkenal akan taman-tamannya. Beberapa tahun yang lampau,
terdapatlah sebuah kuil yang membanggakan tamannya sebagai yang tercantik di
antara semuanya. Para pelancong berdatangan
dari pelbagai penjuru negeri hanya untuk mengagumi penataannya yang elok, yang begitu
indah dalam kesederhanaannya.
Suatu
kali seorang bhikkhu tua datang berkunjung. Dia tiba pagi-pagi sekali, persis setelah
fajar. Dia ingin menyelidiki mengapa taman itu dianggap sebagai yang paling
mengilhami; jadi dia menyembunyikan dirinya di balik sebuah semak yang besar,
dengan sudut pandang yang bagus ke arah taman.
Dia
melihat seorang bhikkhu muda muncul dari kuil dengan membawa dua buah keranjang
anyaman untuk berkebun. Selama tiga jam berikutnya, dia memperhatikan bhikkhu
muda itu dengan hati-hati memungut setiap daun dan ranting yang berjatuhan dari
pohon persik yang tersebar di tengah-tengah taman itu. Setiap kali memungut
daun dan ranting, bhikkhu muda itu menaruhnya di atas tangannya yang lembut,
memeriksanya, mempertimbangkan, dan jika daun dan ranting itu disukainya, dia
akan meletakkannya ke dalam salah satu keranjang. Jika dia merasa daun atau
ranting itu tak berguna baginya, dia akan membuangnya ke dalam keranjang kedua,
keranjang sampah. Setelah mengumpulkan dan mencermati setiap daun dan ranting,
ia mengosongkan keranjang sampah di atas gundukan di belakang kuil, dia
berhenti sejenak untuk minum teh dan menata pikiran untuk tahap penting
berikutnya.
Bhikkhu
muda itu melewatkan waktu tiga jam lagi, dengan penuh perhatian, dengan hati-hati,
dengan penuh keterampilan, meletakkan setiap daun dan ranting pada tempat yang
semestinya di taman itu. Jika dia merasa tak puas dengan posisi sebuah ranting,
dia akan menggeser atau memindahkannya sedikit, dan sembari tersenyum puas dia
akan berpindah ke daun berikutnya, memilih bentuk dan warna yang tepat untuk
ditaruh di taman. Perhatiannya terhadap hal-hal rinci sungguh tak tertandingi.
Penguasaannya atas seni menyusun bentuk dan warna sangat luar biasa.
Pemahamannya akan keindahan alam demikian tinggi. Saat dia menyelesaikan
pekerjaannya, taman itu terlihat apik sekali.
Kemudian
sang bhikkhu tua melangkah masuk ke taman. Dari balik senyum gigi ompongnya,
dia memberi ucapan selamat kepada si bhikkhu muda. "Pekerjaan bagus!
Pekerjaan sangat bagus, Yang Mulia! Saya telah mengintip Anda sepanjang pagi.
Ketekunan Anda layak dipuji setinggi langit. Dan taman Anda...
Yah! Taman Anda nyaris
sempurna."
Wajah
bhikkhu muda itu berubah pucat. Tubuhnya jadi kaku serasa disengat kalajengking.
Senyum kepuasannya tergelincir dari wajahnya dan jatuh terguling ke jurang
besar kehampaan. Di Jepang, Anda tak akan pernah bisa yakin dengan seringai
seorang bhikkhu tua.
"Ma...
mak... maksud Anda apa?" dia tergagap ketakutan. "Ap... apa yang Anda
maksud 'nyaris sempurna'?" dan dia menjatuhkan dirinya di kaki si bhikkhu
tua."0h, Tuan! Oh, Guru! Kasihanilah saya. Anda pasti telah dikirim oleh
Buddha untuk menunjukkan kepada saya bagaimana membuat taman saya benar-benar
sempurna. Ajarkan saya, oh, Sang Bijak! Tunjukkanlah jalannya!"
"Anda
benar-benar ingin saya tunjukkan?" tanya sang bhikkhu tua dengan mimik
purbanya mengerut usil.
"Oh,
ya. Mohon. Tolong Guru!"
Lalu
sang bhikkhu tua melangkah ke tengah-tengah taman. Dia merangkulkan
lengan-lengannya yang tua namun masih kuat itu ke batang pohon persik yang
rimbun itu. Lantas diiringi dengan gelak membahana seorang suci, dia
mengguncang-guncangkan pohon yang malang
itu! Dedaunan, ranting, dan kulit pohon berserakan di mana-mana, dan masih saja
bhikkhu tua itu mengguncang-guncangkan pohon itu. Ketika tak ada lagi dedaunan
yang jatuh, barulah dia berhenti.
Si
bhikkhu muda sangat terperanjat. Tamannya menjadi kacau balau. Kerja kerasnya
sepagian sia-sia belaka. Rasanya dia ingin membunuh bhikkhu tua itu, namun sang
bhikkhu tua hanya melihat sekeliling untuk mengagumi hasil karyanya. Lalu,
dengan sebuah senyum yang meluruhkan amarah, dia berkata lembut kepada si
bhikkhu muda, "Sekarang taman Anda baru benar-benar sempurna."
YANG SUDAH SELESAI, YA
SUDAH SELESAI
Musim hujan di Thailand
berlangsung dari bulan Juli sampai Oktober. Selama periode tersebut, para
bhikkhu berhenti bepergian, menghentikan semua pekerjaan proyek, dan
mencurahkan diri sepenuhnya untuk belajar dan bermeditasi. Periode tersebut
disebut "Vassa" atau "Penyunyian Musim Hujan".
Beberapa tahun yang lalu di Thailand Selatan, seorang kepala
vihara terkenal membangun sebuah aula baru di vihara hutannya. Saat Vassa tiba,
dia menghentikan seluruh pekerjaan proyek dan memulangkan tukang-tukangnya. Ini
adalah saat untuk hening di viharanya.
Beberapa hari berikutnya seorang pengunjung datang, menyaksikan
bangunan yang setengah jadi, dia bertanya kepada kepala vihara kapan aulanya
akan selesai. Tanpa ragu-ragu, sang bhikkhu tua berkata, "Aulanya sudah
jadi."
"Apa maksud Anda dengan 'aulanya sudah jadi'?" tanya
balik si pengunjung. "Itu belum ada atapnya, tak ada pintu atau jendela,
banyak potongan kayu dan kantong semen berserakan. Apakah Anda akan membiarkan
begitu saja? Apa yang Anda maksud 'aulanya sudah jadi'?"
Kepala vihara. tersenyum dan menjawab lirih, "Yang sudah
selesai, ya sudah selesai," dan dia pun beranjak pergi untuk bermeditasi.
Itulah satu-satunya cara untuk melaksanakan penyunyian atau untuk
rehat. Jika tidak demikian, pekerjaan kita tak akan pernah selesai.
SEGENGGAM DAUN BODHI
KUMPULAN TULISAN
BHIKKHU DHAMMAVUDDHO MAHA THERA
CARA KERJA KAMMA
Dalam
sebuah Sutta (S.N. 36.21), Buddha berkata bahwasanya tidak semua
penderitaan berasal dari kamma. Di samping kamma, ada
faktor-faktor lainnya yang dapat membawakan
penderitaan bagi kita. Penderitaan dapat disebabkan oleh pergerakan angin yang
tidak seimbang atau cairan empedu atau dahak. Atau mungkin bisa juga karena
cuaca. Di Kuching, sebagai contohnya, indeks polusi udara tiba-tiba meningkat
sampai sekitar 1,000 (pada tahun 1997), dan menyebabkan penderitaan yang cukup
besar. Alasan lainnya bisa saja karena kecerobohan kita sendiri. Kemungkinan
alasan yang lain adalah kecelakaan.
Tetapi,
banyak kejadian yang timbul karena kamma. Pertimbangkan kasus dari seseorang
yang terlibat dalam sebuah kecelakaan, dan meninggal dunia. Jika kematiannya
disebabkan karena kecerobohan, atau kejadian yang kebetulan saja, maka itu
berarti kamma dia sebagai manusia belum habis. Dia kemungkinan akan
dilahirkan kembali sebagai manusia. Tetapi jika kematiannya disebabkan kamma
dia sebagai manusia telah habis, maka dia tidak akan dilahirkan kembali
sebagai manusia. Dia akan dilahirkan kembali di alam keberadaan yang lain. Oleh
karenanya, tidak semua hal disebabkan oleh kamma.
Terdapat
lima jenis
perbuatan pelanggaran berat yang disebutkan dalam sutta sebagai yang paling serius: (1) dengan kehendak jahat
menyebabkan Buddha meneteskan darah, (2) membunuh seorang Arahat, (3)
membunuh ibu kandung sendiri, (4) membunuh ayah kandung sendiri, (5)
menyebabkan pertikaian di antara komunitas bhikkhu yang harmonis
sehingga menjadi terpecah belah. Kelima pelanggaran ini akan menyebabkan
seseorang jatuh di neraka dalam kelahiran mendatang, dan membuat orang tersebut
berada di sana
untuk jangka waktu yang sangat lama.
Cara
kerja kamma vipaka sangat rumit. Buddha berkata di sebuah sutta
(A.N. 4.77) bahwa ada empat hal yang tidak boleh terlalu dipikirkan. Jika
anda berpikir terlalu jauh tentang empat hal ini, anda akan menjadi gila. Yang
pertama adalah kekuatan seorang Buddha; yang kedua adalah kedalaman, dan
kekuatan jhana (meditasi penyerapan); yang ketiga adalah kamma
vipaka; dan yang keempat adalah spekulasi tentang dunia.
Mengapa
kita tidak seharusnya berpikiran terlalu jauh tentang kamma vipaka? Itu
dikarenakan kamma vipaka sangat rumit. Bekerjanya kamma vipaka bergantungan
bukan hanya pada kehidupan sekarang ini saja tetapi juga pada banyak kehidupan
atas kamma masa lampau yang belum terselesaikan. Di samping itu, juga
tergantung pada keadaan mental kita pada saat itu. Lebih jauh lagi, keadaan
mental dari makhluk hidup lain pada saat kita melakukan kamma juga
mempengaruhi vipaka. Sebagai contohnya, ketika anda melakukan
persembahan kepada seorang pembunuh, atau seorang kriminal, atau kepada orang
jahat, pahalanya sedikit, tetapi jika anda melakukan persembahan kepada orang
suci, maka pahala atau berkahnya melimpah. Sebaliknya jika anda membunuh orang
suci, maka kamma buruk anda sangat besar. Jika anda membunuh seekor
nyamuk, kamma-nya tidak berat, tetapi masih saja anda tidak dianjurkan untuk
membunuhnya. Bekerjanya kamma vipaka sangat rumit, dan kita mungkin saja
mengalami kesulitan untuk memahaminya.
Kadang-kadang
kita lihat orang tertentu yang kita rasa jahat, kasar, kikir, dan tidak sopan,
tetapi mereka memiliki kehidupan yang baik dan mewah. Ini dapat dikarenakan kamma
baik masa lampau yang mendukung mereka. Tetapi sekarang ini, mereka sedang
menciptakan banyak kamma buruk yang belum matang. Ini sehubungan dengan
kenyataan bahwa orang dapat berubah. Sebagai contohnya, ketika orang tersebut
miskin, dia rendah hati, rajin, setia pada istrinya, sederhana, dan lain
sebagainya. Ketika dia menjadi kaya setelah beberapa tahun, dia mungkin menjadi
sombong, tinggi hati, mencari wanita penghibur, mabuk, berjudi, dan lain
sebagainya. karakter yang sepenuhnya berbeda. Sama halnya, seorang yang baik di
kehidupan yang lampau, ketika terlahir dalam keadaan yang menyenangkan, mungkin
menjadi lupa diri oleh keberuntungannya.
Karena
inilah, kita mungkin mengalami kesulitan melihat keadilan di dunia ini.
Kadang-kadang kita melihat bahwa orang yang berbahagia bukanlah .orang baik,
tetapi banyak orang jahat yang berbahagia. Bekerjanya kamma vipaka sangat
sulit dilihat kecuali kita memiliki kekuatan supranormal melihat ke dalam masa
lampau.
--- oOo ---
SEGENGGAM DAUN BODHI
Penerjemah :
Yuliana Lie Pannasiri,
MBA
Andromeda Nauli, Ph.D
Penyunting :
Nana Suriya Johnny, SE
Melangkah
di Keheningan
Mengenal
lebih dekat Bhikkhu Uttamo
dan
ajaran Agama Buddha
Filosofi :
Jangan
karena marah dan benci, mengharap orang lain celaka (3)
Kata-kata yang diambil dari salah satu bait
Karaniyametta Sutta dalam Paritta Suci ini telah menjadi sumber inspirasi hidup
seorang Bhikkhu Uttamo.
Banyak hal dalam kenyataan yang sering berbeda dengan harapan atau
keinginan seseorang. Namun, seseorang tidak akan pernah mampu mengubah
kenyataan. Seseorang hanya mampu mengubah pola pikir agar ia dapat menyesuaikan
diri dengan kenyataan yang ada. Semakin seseorang mampu menyesuaikan keinginan
dengan kenyataan, semakin berbahagia dan tenang pula kehidupannya. Berangkat
dari pengertian inilah maka beliau mempunyai pengertian bahwa apabila seseorang
telah menjengkelkan diri kita, maka hal yang terpenting adalah berusaha
menerima kenyataan bahwa orang tersebut memang mempunyai perilaku demikian.
Dengan mampu mengubah pola pikir agar dapat menerima kenyataan sepahit apapun
juga, maka seseorang akan mampu menghindari kebencian. Pemikiran inilah yang
lebih memperkuat semboyan hidup beliau, 'Jangan karena marah dan benci
mengharap orang lain celaka". Harapan yang buruk kepada pihak lain
sesungguhnya timbul karena ketidaksiapan seseorang menghadapi kenyataan yang
berbeda dengan keinginan. Sesuaikanlah keinginan, kendalikan pikiran, maka
kenyataan akan dapat diterima dengan balk. Sama halnya dengan jam terbalik yang
akhirnya dapat bermanfaat tanpa harus berusaha mengubah kenyataan atau mengubah
arah jarum jam agar sesuai dengan keinginan sendiri.
Selain jam terbalik, sesungguhnya masih sangat banyak makna yang
tersirat di berbagai relung dan relief Panti Semedi Balerejo. Namun, relief
yang layak diangkat dalam kesempatan ini adalah relief Delapan Kemenangan Sang
Buddha yang dapat dibaca dalam Jaya Manggala Gatha yang terdapat pada buku
Paritta Suci. Relief yang cukup besar ukurannya ini terletak di depan Gedung
Semangat atau dapur Panti Semedi Balerejo. Relief ini menjadi salah satu
inspirasi kehidupan seorang Bhikkhu Uttamo. Salah satu hasil perenungan yang
dapat diperoleh ketika mengamati relief tersebut adalah kekuatan menghadapi
segala rintangan dan kesulitan. Seperti halnya Sang Buddha yang telah mencapai
kesucian, Beliau masih saja mempunyai musuh akibat rasa iri hati, dengki,
marah, serta berbagai hal negatif lainnya yang dimiliki oleh lingkunganNya. Namun,
dengan penuh kebijaksanaan, Sang Buddha berhasil mengalahkan semua musuhNya
tanpa mempergunakan kekerasan. Bahkan, Sang Buddha mengalahkan satu persatu
musuhnya dengan cara yang berbeda satu dengan lainnya. Hal ini juga menjadi
inspirasi hidup Bhikkhu Uttamo bahwa seseorang harus berani berjuang mengatasi
segala kesulitan dengan berbagai cara. Salah satu dari delapan kemenangan Sang
Buddha yang cukup mengesankan beliau adalah kemenangan Sang Buddha atas Naga
Nandopananda. Padahal, dikisahkan bahwa kemenangan atas naga ini bukan oleh
Sang Buddha sendiri namun oleh murid Sang Buddha yaitu Yang Mulia Bhante
Moggalana. Bhikkhu Uttamo justru melihat hal ini dari sudut pandang yang
berbeda. Beliau beranggapan bahwa kemenangan oleh murid Sang Buddha inilah yang
sangat mengesankan. Beliau berpendapat bahwa dalam mengatasi berbagai
kesulitan, walaupun seseorang mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan sendiri,
ia boleh saja memberikan kesempatan tersebut kepada pihak lain agar membantu
menyelesaikannya. Hal ini sering disebut sebagai pendelegasian wewenang. Dengan
adanya pendelegasian wewenang, maka seorang pemimpin tidak akan pernah
kekurangan kader pengganti. Dengan demikian, pemimpin dapat mengurangi keakuan
sekaligus ia mampu membangkitkan semangat bawahan untuk lebih maju. Lebih
lanjut lagi, jika terjadi kegagalan, pemimpin yang telah mendelegasikan
wewenang masih dapat membantu membangkitkan semangat kader penerus tersebut
untuk siap menghadapi kegagalan. Inilah salah satu manajemen kehidupan yang
sangat berharga.
Dari inspirasi ini pula maka Bhikkhu Uttamo dalam kesehariannya
menjadi orang yang mudah memberikan kepercayaan kepada bhikkhu yang lebih muda
atau bahkan umat awam untuk mengelola berbagai urusan. Dengan demikian, beliau
selalu berusaha memberikan kepercayaan kepada generasi penerus sekaligus
sebagai latihan agar mereka lebih percaya diri untuk menjadi pemimpin di masa
depan. Kondisi ini beliau persiapkan karena tidak mungkin manajemen semua
vihara tergantung kepadanya. Beliau menyadari kehidupan tidak kekal. Kehidupan
akan berujung pada kematian. Apabila manajemen vihara tergantung kepadanya,
beliau kuatir di masa depan, ketika beliau sudah terlahir di alam lain,
vihara-vihara yang telah susah payah dikelola selama ini akan mengalami
kemunduran. Dengan memberikan kesempatan kepada generasi penerus, maka siapapun
pemimpin vihara yang ada pada saat itu, manajemen pengelolaan vihara akan tetap
sama. Hal inilah yang beliau pikir dapat mempertahankan bahkan meningkatkan
kualitas pembinaan umat di vihara-vihara yang telah dikelolanya selama ini.
Dengan bertambahnya waktu, timbulah tekad dalam diri Bhikkhu
Uttamo untuk membangun bukit setinggi 550 m dari permukaan laut itu menjadi
sebuah tempat meditasi. Beliau menyadari bahwa ketika jaman semakin maju, tingkat
ketegangan pikiran atau stress seseorang juga akan semakin bertambah. Adanya
tempat latihan meditasi akan memberikan kelegaan dan ketenangan bagi mereka
yang sudah mengalami kelelahan mental. Gagasan itu timbul karena lokasi bukit
tersebut yang cukup tinggi dan sunyi, jarang ada kendaraan yang lewat, udaranya
pun juga cukup sejuk.
Niat beliau kemudian diwujudkan pada tahun 1990 dengan mulai
menata tanah, membuat goa meditasi yang layak, membangun Dhammasala terbuka
satu-satunya di Indonesia, Dhammasala tertutup, ruang serba guna, kuti-kuti
meditasi dan juga kuti-kuti untuk para bhikkhu. Selain itu juga dibangun turap
di sekeliling bukit agar dapat menghindari longsornya tanah. Tempat yang indah
dan cocok untuk berlatih meditasi itu kemudian diberi nama Panti Semedi
Balarejo. Nama ini dipilih karena memang tempat indah ini terletak di desa
Balerejo, Kecamatan Wlingi, Kabupaten Blitar, Jawa Timur.
Pembangunan Panti Semedi Balerejo terus berkembang dan saat ini
telah dilengkapi dengan adanya tiga goa meditasi dengan obyek konsentrasi yang
berbeda, Gedung Kesempurnaan, Pendapa dua lantai, Gerbang Kebebasan, Tempat
Penyimpan Abu Jenasah dan juga di masa depan akan dibangun Vihara Hutan dengan
Candi Bubrah penuh makna di atas tanah seluas lebih dari 20.000 m2
yang telah dibebaskan baru-baru ini. Tidak lupa, untuk memberikan manfaat
kepada penduduk di sekitar, Panti Semedi Balerejo juga akan dilengkapi dengan
klinik murah untuk membantu meningkatkan kesehatan masyarakat.
Saat seseorang memandang dari lembah seberang, kemegahan Panti
Semedi Balerejo di atas bukit dengan latar belakang siluet pegunungan yang
dikenal sebagai Putri Tidur di satu sisi dan Gunung Kelud di sisi lainnya
memberi pesona alam nan indah. Dan dengan dikelilingi pagar-pagar batu yang
kokoh yang mengitari tiap tingkatan bangunan, Panti Semedi Balerejo telah
mencatat nilai sejarahnya sendiri.
Adanya Panti Semedi Balerejo ini diharapkan
akan memberi banyak manfaat bagi para umat serta simpatisan Buddhis dalam
melaksanakan Ajaran Sang Buddha. Manfaat utama yang dapat dicapai seseorang
ketika berlatih meditasi adalah mampu merasakan kebahagiaan dan ketenangan
dalam hidupnya. Oleh karena itu, agar tujuan tersebut dapat tercapai, kepada
para peserta latihan meditasi Bhikkhu Uttamo selalu menekankan adanya tiga
syarat utama yaitu : Disiplin, Semangat dan Ulet. Ketiga faktor penting inilah
yang akan menjadi tonggak penyangga kemampuan seseorang dalam meningkatkan
kualitas lahir dan batin melalui latihan meditasi bersama dengan beliau.
Meskipun tujuan pembangunan tempat ini lebih diarahkan sebagai
sarana berlatih meditasi untuk para umat serta simpatisan Buddhis dari manapun
mereka berasal, Panti Semedi Balerejo juga menjadi tempat untuk
menyelenggarakan berbagai peringatan Hari Raya Agama Buddha seperti Magha Puja,
Waisaka Puja, Asadha Puja, dan juga Kathina Puja. Tempat yang sejuk dan indah
ini juga telah dipergunakan untuk pertemuan-pertemuan organisasi Buddhis
tingkat daerah maupun pusat, termasuk pertemuan para anggota Sangha Theravada Indonesia .
Selain itu, Panti Semedi Balerejo juga menjadi tempat anak-anak Buddhis dari
daerah sekitar belajar Dhamma dalam Sekolah Minggu. Tidak jarang pula banyak
orang dan berbagai daerah menyempatkan diri singgah sebagai turis atau sebagai
pengenalan tempat sebelum mereka memutuskan berlatih meditasi di sana . Sebagai salah satu
bentuk pengabdian Panti Semedi Balerejo kepada masyarakat sekitar, setiap tahun
secara rutin diadakan bakti sosial untuk masyarakat setempat seperti pembagian
sembako maupun pengobatan gratis.
Tegas dan disiplin itulah karakter pembinaan lahir dan batin
Bhikkhu Uttamo. Meskipun demikian, beliau juga seorang humoris. Sifat ini
menjadikan beliau sebagai salah satu pembicara Dhamma di Indonesia yang handal
dan disukai berbagai kalangan karena wawasan pengetahuannya yang luas.
penyampaian yang sederhana, lugas, mudah dimengerti serta penuh humor. Gaya yang khas dengan
contoh-contoh sederhana yang mudah diketemukan dalam kehidupan sehari-hari
itulah yang membuat banyak pendengar maupun peserta seminar beliau cepat
memahami serta menyerap Dhamma yang diberikan. Tentu saja diharapkan bahwa
setelah seseorang selesai mengikuti ceramah atau seminar beliau, ia akan
terdorong untuk melaksanakan Buddha Dhamma secara tekun dan terus menerus dalam
kehidupan sehari-hari. Dalam berbagai seminar beliau kerap berpasangan dengan
para pembicara handal lainnya seperti: Bp. Rhenald Kasali Ph.D (seorang pakar
ekonomi), Bp. Jaya Suprana (seorang pengusaha sukses), Dr. Boyke Dian Nugraha
(seorang seksolog), Bp. Kang Hong Kian (pakar Feng Shui), Dra. Indayati Oetomo
(pendiri John Robert Powers, sekolah kepribadian), Bp. Andrie Wongso (motivator
no;1 Indonesia ),
Bp. Adi W. Gunawan (pendidik dan ahli hipnosis) serta masih banyak yang lain
yang tidak dapat disebut satu persatu di sini.
Bhikkhu Uttamo selain selalu berusaha dan terus berjuang
melaksanakan Dhamma untuk dirinya, beliau juga tidak pernah bosan mendorong
mereka yang berada di lingkungannya untuk lebih giat melaksanakan Buddha
Dhamma. Salah satu pedoman usaha keras yang beliau miliki adalah "Apabila
seseorang tidak memulai berusaha sekarang juga, maka kapan ia akan dapat
mencapai tujuan akhir dalam Ajaran Sang Buddha? Bukankah perjalanan satu
kilometer dimulai dengan selangkah? Jika seseorang sudah melangkah sekalipun
hanya satu langkah saja, maka perjalanan jauh itupun berkurang jaraknya.
Bertambah dekat satu langkah. Jika selangkah demi selangkah dilakukan, maka
suatu saat perjalanan satu kilometer akan dapat ditempuh seluruhnya.
Berjuanglah selagi nafas dan tenaga masih ada bersama badan. Apabila terlambat,
segala upaya apapun juga akan menjadi sia-sia. Pergunakanlah saat-saat
kehidupan yang sedemikian berharga untuk melakukan kebajikan melalui badan,
ucapan serta pikiran agar dapat mewujudkan perilaku yang bermanfaat sesuai
dengan Buddha Dhamma."
"Sesungguhnya, apabila seseorang mau berusaha melaksanakan
Buddha Dhamma, maka ia akan mampu merasakan kebahagiaan dan keindahan Dhamma.
Pelaksanaan Dhamma dimulai dengan mengembangkan kerelaan, kemoralan serta
konsentrasi. Kerelaan adalah kemauan seseorang untuk berbagi kepada pihak lain
dalam bentuk materi maupun bukan materi seperti kasih sayang, cinta maupun
perhatian. Kemoralan adalah upaya untuk mengendalikan diri dari perilaku buruk
agar seseorang dapat terbebas, minimal, dari pembunuhan, pencurian, pelanggaran
kesusilaan, kebohongan serta mabuk-mabukan. Dan, konsentrasi adalah upaya
seseorang untuk mengembangkan kesadaran setiap saat pada waktu ia sedang
bertindak dengan badan, ucapan maupun pikiran. Pelaksanaan kerelaan, kemoralan
serta konsentrasi inilah yang menjadi dasar seseorang mencapai kebahagiaan
dalam kehidupan ini maupun kebahagiaan setelah kehidupan ini dalam bentuk
terlahir di berbagai tingkat alam surga. Bahkan dengan melatih kesadaran setiap
saat, seseorang akan mencapai kebahagiaan sejati yaitu kebebasan dari kelahiran
kembali. la mencapai kesucian atau Nibbana, Inilah pencapaian tertinggi sebagai
tujuan akhir seorang umat Buddha," Demikian uraian Bhikkhu Uttamo untuk
mendorong semua orang agar setiap saat berusaha melaksanakan Ajaran Sang Buddha
tanpa kenal putus asa.
Semoga perkenalan dengan pribadi Bhikkhu Uttamo ini akan dapat
memberikan inspirasi kepada semua pihak agar dapat meneladani nilai-nilai
kebajikan yang telah ditunjukkan. Selain itu tentu juga diharapkan agar
sekelumit riwayat hidup Bhikkhu Uttamo ini menjadi pendorong semangat para umat
dan simpatisan Buddhis untuk lebih giat melaksanakan Buddha Dhamma di setiap
segi kehidupan masing-masing. Semoga demikianlah adanya.
Semoga semua makhluk yang tampak maupun tidak tampak akan selalu
hidup berbahagia.
TANYA JAWAB DENGAN
BHIKKHU UTTAMO
Dari: Kiki, Surabaya
Namo Buddhaya Bhante,
Menyalakan radio atau
pada saat istirahat ada yang menyalakan TV.
Apakah kalau kita
menonton TV atau mendengarkan musik secara tidak sengaja tersebut dianggap
melanggar sila?
Terima kasih Bhante atas
jawabannya.
Jawaban:
Adalah
kebiasaan yang baik untuk para umat Buddha melaksanakan Delapan Latihan
Kemoralan atau Atthasila dalam kehidupan sehari-hari. Meskipun demikian, hendaknya
disadari bahwa latihan Delapan Kemoralan ini adalah untuk mengendalikan DIRI SENDIRI,
bukan untuk mengendalikan orang lain. Oleh karena itu, apabila rekan sekerja
mendengarkan musik maupun menonton TV, maka hendaknya orang yang sedang melatih
Delapan Kemoralan dapat mempergunakan kesempatan baik ini untuk melihat kondisi
batinnya sendiri. Apabila ia tidak tertarik untuk menikmati musik maupun siaran
TV yang sedang berlangsung, maka hal ini menunjukkan bahwa batinnya telah cukup
maju. Namun, apabila ia masih tertarik untuk ikut menyanyi dan menonton TV,
selain menyadari bahwa hal ini adalah pelanggaran salah satu sila, ia hendaknya
juga menyadari bahwa sesungguhnya ia harus lebih banyak lagi berlatih dan
berjuang agar dapat mengatasi kemelekatannya Dengan demikian, musik dan TV yang
didengarkan oleh teman bukanlah menjadi musuh untuk mereka yang melaksanakan
latihan Delapan Kemoralan, melainkan justru menjadi sarana yang baik untuk
mengukur kekuatan batinnya sendiri.
Adapun
penggunaan sedikit wewangian sejauh karena memang diperlukan sebagai tuntutan
profesi dan bukan karena perwujudan dari kesenangan pribadi, maka pelaku
latihan Delapan Sila masih dapat mempergunakannya, Dengan jawaban ini hendaknya
dapat dijadikan pelaksanaan Delapan Latihan Kemoralan di tengah kesibukan
sebagai anggota masyarakat
Semoga
selalu bahagia.
JADWAL KEGIATAN RUTIN
METTA VIHARA TEGAL
JADWAL PUJA BAKTI
Puja Bakti Umum Minggu Pagi : Pk. 07.30
WIB - 09.00 WIB
Puja Bakti Sekolah Minggu : Pk.
09.30 WIB - 11.00 WIB
Puja Bakti Remaja Hari Sabtu : Pk.
18.30 WIB - 19.30 WIB
Puja Bakti Uposatha : Setiap tanggal 1, 15, Penanggalan Lunar
Jam
19.30 WIB - 21.00 WIB
Kitab Suci Agama Buddha bagian
dari
Khuddaka
Nikaya, Sutta Pitaka
Judul
asli : The Sutta-Nipata
Translated from The Pali by H. Saddatissa
2. URAGA SUTTA
Dhaniya
Penggembala
Suatu dialog antara Dhaniya dan Sang Buddha.
Yang satu bersuka cita dalam kenyamanan duniawi, sedangkan yang lain dalam
kebebasan spiritual
Dhaniya adalah seorang penggembala yang bertemu dengan Sang
Buddha ketika Beliau bersemayam di Savatthi. Saat itu menjelang musim hujan,
tepat sebelum datangnya hujan. Dhaniya telah membangun tempat perlindungan yang
kuat bagi dirinya, keluarganya, serta ternaknya di tepi Sungai Mahi. Tetapi
Sang Buddha menyadari bahwa keluarga ini berada dalam bahaya dilanda banjir,
maka Beliau muncul di tempat tinggal penjaga ternak itu tepat ketika dia sedang
bersuka cita dalam kenyamanan dan keamanannya:
1 Dhaniya
: Aku telah memasak nasiku dan memerah sapiku. Aku berdiam dengan orang-orangku
di dekat tepi Sungai Mahi. Rumahku beratap rumbia, api telah menyala. Oleh
karena itu, hujanlah, o awan, jika
kau mau. ................................................................. (18)
2 Sang
Buddha : Aku telah terbebas dari kemarahan, terbebas dari nafsu. Di malam hari
aku berdiam di dekat tepi Sungai Mahi. Rumahku [tubuhku] tidak tertutup, api
nafsu telah padam. Oleh karena itu, hujanlah, o awan, jika kau mau! ......................................................... (19)
3 Dhaniya
: Lalat dan nyamuk tidak diketemukan. Padang
rumputku hijau karena rumputnya subur di tanah berpaya. Ternakku dapat bertahan
jika hujan datang. Oleh karena itu, hujanlah, o awan, jika kau mau! .............................................................................. (20)
4 Sang
Buddha : Olehku sebuah rakit yang kuat [Sang Jalan] telah dibuat. Aku telah
menyeberangi banjir menuju Nibbana. Tak ada lagi gunanya rakit itu. Oleh karena
itu, hujanlah, o awan, jika kau mau! .................................................................................. (21)
5 Dhaniya
: Gopi, istriku, bukanlah orang sembarangan dan dia patuh padaku. Sudah lama
dia tinggal bersamaku dengan bahagia. Mengenai dirinya, aku tidak mendengar apa
pun yang jahat. .................................................................................................... (22)
6 Sang
Buddha : Pikiranku patuh dan terbebas dari nafsu. Amat lama sudah pikiran ini
terlatih dan terkuasai dengan baik. Maka kejahatan tidak ditemukan di dalam
diriku. ..................................................................................................................... (23)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar