Senin, 26 Agustus 2013

BRIVI DESEMBER 2012

Tegal, 24 Desember 2012                                                                                       
No : 64, Tahun Keenam

Penasehat                 : Ketua Yayasan Metta Jaya                          : Loe Lian Phang
Penanggung Jawab : Ketua Dayakasabha Metta Vihara Tegal   : Lie Ing Beng
Pimpinan Redaksi     : Ibu Tjutisari
Redaksi Pelaksana   : 1.   Ibu Pranoto               4.   Liliyani                                                              
                                      2.   Suriya Dhammo        5.   Sumedha Amaravathi
                                      3.   Ade Kristanto
Alamat Redaksi        : Metta Vihara
                                      Jl. Udang No. 8 Tegal Telp. (0283) 323570
BCA No Rek : 0479073688  an. YUNINGSIH ASTUTI - TUSITA WIJAYA


DHAMMAPADA ATTAKHATA
Bab I - Syair 17
Di dunia ini ia menderita, di dunia sana ia menderita; pelaku kejahatan menderita di ke-dua dunia itu. la meratap ketika berpikir, "Aku telah berbuat jahat, " dan ia akan lebih menderita lagi ketika berada di alam sengsara.

Kisah Devadatta

Suatu saat Devadatta menetap bersama Sang Buddha di Kosambi. Selama tinggal di sana ia menyadari bahwa Sang Buddha menerima banyak perhatian dan penghormatan maupun pemberian. Dia merasa iri hati terhadap Sang Buddha dan bercita-cita untuk memimpin Sangha yang terdiri dari bhikkhu-bhikkhu.
Suatu hari, ketika Sang Buddha sedang memberikan khotbah di Vihara Veluvana di dekat Rajagaha, dia mendekati Sang Buddha dan dengan alasan bahwa Sang Buddha sudah semakin tua, dia sangat berharap Sangha akan dipercayakan kepada pengawasannya.
Sang Buddha menolak usulnya serta menegur, bahwa dia telah menelan air ludah orang lain. Sang Buddha kemudian meminta Sangha melaksanakan rencana melakukan pengumuman (pakasaniya kamma) sehubungan dengan kelakuan Devadatta.

Devadatta merasa tersinggung serta bersumpah membalas dendam dan menantang Sang Buddha. Tiga kali, dia mencoba untuk membunuh Sang Buddha.
Pertama, dengan menggunakan beberapa pemanah sewaan. Kedua, dengan memanjat ke atas bukit Gijjhakuta dan menjatuhkan sebuah batu besar kepada Sang Buddha; dan ketiga, dengan memabukkan Gajah Nalagiri untuk menyerang Sang Buddha.
Pemanah sewaan kembali setelah mencapai tingkat kesucian sotapatti, tanpa menyakiti Sang Buddha.
Batu besar yang didorong jatuh oleh Devadatta melukai sedikit ibu jari kaki Sang Buddha, dan ketika gajah Nalagiri lari menuju Sang Buddha, ia dibuat jinak oleh Sang Buddha.
Dengan demikian Devadatta gagal untuk membunuh Sang Buddha. Dia mencoba siasat lainnya, mencoba memecah belah Sangha dengan cara membawa pergi bebera­pa bhikkhu baru, menyingkir bersamanya ke Gayasisa.
Bagaimanapun juga, banyak diantara mereka telah dibawa pulang kembali oleh Sariputta Thera dan Maha Moggallana Thera.
Kemudian, Devadatta jatuh sakit. Setelah menderita sakit selama sembilan bulan, dia meminta murid-muridnya un­tuk membawanya menghadap Sang Buddha di Vihara Jetavana.
Mendengar kabar bahwa Devadatta akan tiba, Sang Bud­dha berkata kepada murid-muridNya bahwa Devadatta tidak akan pernah mendapat kesempatan untuk menemui-Nya.
Ketika Devadatta dan rombongannya mencapai kolam di dekat Vihara Jetavana, para pengangkutnya meletakkan tandu tempat berbaringnya di tepi kolam, dan mereka pergi mandi. Devadatta bangun dari tempat berbaringnya, dan menaruhkan kedua kakinya di tanah.
Pada saat itu juga kakinya masuk ke dalam bumi, dan sedikit demi sedikit dia ditelan bumi. Devadatta tidak memiliki kesempatan untuk melihat Sang Buddha karena perbuatan jahat yang telah dia lakukan terhadap Sang Buddha. Se­telah kematiannya, dia terlahir di Neraka Avici (Avici Niraya), tempat yang penuh dengan penyiksaan terus menerus.
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair berikut:

Di dunia ini ia menderita, di dunia sana ia menderita; pelaku kejahatan menderita di ke-dua dunia itu. la meratap ketika berpikir, "Aku telah berbuat jahat, " dan ia akan lebih menderita lagi ketika berada di alam sengsara.

--- oOo ---






SEKAPUR SIRIH


Waktu terus berlari, sementara itu kita terus berkutat dengan berbagai kesibukan yang kita lakukan, menjaga pikiran agar senantiasa berpikir yang baik maka ucapan yang keluar dari mulut kita adalah ucapan yang lembut penuh dengan senyuman. Terbiasa dengan ucapan yang lembut dan ramah maka tindak-tanduk kita juga akan menjadi baik. Tindak-tanduk yang baik, membawa diri kita dihormati banyak orang, mendapat penghormatan juga akan menambah kepercayaan orang banyak. Dengan kepercayaan orang banyak maka kita akan menjadi orang yang sukses dan bahagia. Jangan menunda untuk terus berbuat kebajikan, dengan kebajikan kita akan menjadi bijaksana.
Hiruk pikuk Kathina berlalu disertai dengan berbagai aktivitas. Pindapatta, bakti sosial, donor darah, dan persembahan jubah disertai dengan 4 kebutuhan pokok Bhikkhu merupakan kesempatan yang hanya dapat dilaksanakan setahun sekali, bagi umat Buddha merupakan hari yang membahagiakan.
Buletin Brivi tetap menampilkan karya B. Uttamo “Melangkah di Keheningnan” dengan tanya jawab seputar pribadi beliau. Ajahn Brahm dalam Cinta dan Komitmen dengan judul “Membuka Pintu Hati”.
Organisasi tanpa dukungan dari anggotanya tidak akan bisa beraktifitas, dengan dukungan aktifitas dapat dilakukan. Berbagai aktifitas membutuhkan dana yang tidak sedikit, karena itu redaksi mengajak Bapak/Ibu/Saudara untuk ikut serta dalam menunjang aktifitas di Metta Vihara, untuk menjadi donatur bulanan agar aktifitas, diskusi, latihan menyanyi, baca Paritta Pali Vacana dapat berjalan dengan baik.
Semoga kebajikan yang Bapak / Ibu / Saudara lakukan berbuah dalam bentuk panjang usia, kesehatan yang prima, dan bahagia dalam waktu yang lama.
Semoga tulisan dalam buletin ini dapat membawa manfaat dan membawa kemajuan bagi banyak orang.
Semoga semua makhluk hidup berbahagia.
Sadhu, Sadhu, Sadhu.

Metta Cittena
Redaksi
--- oOo ---



Dengan memasang foto leluhur dan sanak keluarga yang telah meninggal dunia di Ruang Penghormatan Leluhur Adiguna Sarana, Anda mempunyai kesempatan melimpahkan jasa kebajikan dengan berdana Rp 20.000,- (dua puluh ribu rupiah) setiap bulan. Terbuka kesempatan berbuat kebajikan dan melimpahkan jasa kepada para leluhur dengan harapan mereka dapat merasakan kebahagiaan yang kita limpahkan. Setiap ce it dan cap go diadakan puja bakti Uposatha. Semoga semua makhluk hidup berbahgia.
Bagi Bapak / Ibu / Saudara yang ingin memberi dana untuk Metta Vihara dapat menghubungi :
1.    Metta Vihara                                        Jl. Udang No. 8 Tegal                   (0283) 323570
2.    Bpk/Ibu Lukman Susilo (Apt. Nasional)       Jl. P. Diponegoro 119 Tegal           081802855355
3.    Bpk. Lie Ing Beng (Tk. Mira)                     Jl. HOS Cokroaminoto 69 Tegal       081326979788
4.    Ibu Pranoto                                         Jl. Cendrawasih No. 17 Tegal          (0283) 351238
5.    Ibu Tusita Wijaya (Tk. Gema Jadi)              Jl. Salak No. 123 Tegal                  (0283) 356017
6.    Ibu Ang Siu Lan                                     Jl. Udang No. 7 Tegal                   081548134633
7.    Ibu Tjutisari                                         Jl. Gurami No. 53 Tegal                 08174939382
8.    Bpk. Suriyadhammo                               Jl. KH Nakhrawi No. 10 Tegal          085727489261
Dana Anda dapat ditransfer ke rekening BCA 0479073688
a.n. YUNINGSIH ASTUTI - TUSITA WIJAYA
Semoga kebajikan yang dilakukan Bapak / Ibu / Saudara berbuah dalam bentuk umur panjang, sehat walafiat, sukses dan berbahagia bersama keluarga.
Semoga semua makhluk hidup berbahagia.
                                                                                 Metta Cittena,
                                                                     Dayakasabha Metta Vihara Tegal
                                                                      ttd                                 ttd
                                                                Lie Ing Beng                   Suriyadhammo
                                                                     Ketua                          Sekretaris
DANA

Telah kami terima dana :
1.    Ibu Sri Sejati                                     Rp       500.000,-
2.    Sdr. Adang Laksono                          Rp         25.000,-
3.    Bp. H. Saidi (GMT) Gresik                   Rp       300.000,-
4.    Kel. Mendiang Bp. Tan Thiam Hok     Rp       500.000,-
5.    Yayasan Tri Dharma Tegal                 Rp       500.000,-
6.    Kel. Mendiang Bp. Gunawan              Rp       800.000,-
7.    PMI                                                   Rp       324.000,-
8.    Ibu Lie Lian Sing                               Rp         20.000,-
9.    Kel. Ibu Oey Tjioe Kiang                    Rp    1.000.000,-
10. Kel. Bp. Tjendra Susantio                  Rp       600.000,-
11. Alm. Andri Susanto                            Rp      2.500.00,-

Dana Konsumsi
  1. Ibu Lay Siu Fen
  2. Bapak/Ibu Tan Tjoe Sin
  3. Ibu Oey Gwat In
  4. Ibu Tan Mey Loan
  5. Ibu Elly Wondo
  6. Ibu Tjutisari
  7. Ibu Oey Bin Nio
  8. NN

Semoga kebajikan yang telah Bapak/Ibu/Saudara lakukan mendapat berkah keselamatan, kesehatan dan bahagia.
ANEKA PERISTIWA METTA VIHARA TEGAL


Kathina adalah salah satu hari raya agama Buddha, merupakan kesempatan bagi umat mempersembahkan jubah dan empat kebutuhan pokok Bhikkhu, sebagai ungkapan terima kasih atas bimbingan para Bhikkhu. Sebelumnya selama 3 bulan saat musim penghujan yaitu purnama bulan Juli sampai purnama bulan Oktober, Bhikkhu-Bhikkhu menetap di suatu vihara untuk mengembangkan batin dan tetap membina umat atau biasa disebut masa vassa.
Di Metta Vihara Tegal tidak ada Bhikkhu yang menjalani Vassa, karena jumlah Bhikkhu yang relatif lebih sedikit dari jumlah vihara di seluruh Indonesia. Tetapi umat Buddha Metta Vihara Tegal tetap mempunyai kesempatan melaksanakan upacara Sangha Dana di bulan Kathina, yang dalam setahun hanya bisa dilaksanakan sekali dengan tempo satu bulan, sehingga semua vihara berkesempatan menyelenggarakan sangha dana di bulan Kathina.
Di saat bulan Kathina umat Buddha berbondong-bondong datang untuk mempersembahkan dana yang merupakan satu kesempatan berdana dengan buah karma baik yang besar, maka banyak umat mempersembahkan jubah dan 4 kebutuhan pokok Bhikkhu, yaitu :
·       sandang = jubah
·       papan = vihara, tempat tinggal para Bhikkhu di vihara. Untuk menjaga kenyamanan dan keindahan vihara dibutuhkan dana untuk pemeliharaan.
·       pangan = makanan. Bhikkhu dalam keseharian hanya makan 2 kali, pagi dan siang, setelah lewat tengah hari Bhikkhu tidak diperkenankan makan, tetapi masih diperkenankan minum sampai esok hari.
·       Dan yang terakhir adalah obat-obatan.
Metta vihara Tegal telah menyelenggarakan upacara Sangha Dana di bulan Kathina pada tanggal 17 November 2012 dengan dihadiri oleh 4 orang Bhikkhu yang merupakan syarat untuk bisa mewakili Sangha, harus dihadiri 4 Bhikkhu. Upacara berlangsung dengan baik penuh dengan nuansa ritual dan kesederhanaan.
Pada pagi hari sebelumnya yaitu 17 dan 18 pagi, diselenggarakan Pindapatta yaitu Bhikkhu memberi kesempatan kepada umat untuk memberikan dana makanan. Pukul 06.30 WIB Bhikkhu keluar dari vihara menuju ke Jl. Teri dengan membawa Bowl (Patta / mangkok) di mana banyak umat dengan sabar telah menunggu para Bhikkhu lewat, dengan beranjali umat memasukkan makanan yang telah dipersiapkan untuk didanakan dalam mangkok yang dibawa Bhikkhu. Sementara umat yang mendampingi Bhikkhu memindahkan ke kantong yang telah dipersiapkan. Acara Pindapatta berlangsung 2 hari dengan sukses. Karena ada umat yang belum tahu mereka berdana dalam bentuk amplop, untuk tidak mengecewakan niat baik umat tersebut amplop diterimakan oleh pendamping Bhikkhu karena Bhikkhu di dalam vihaya (peraturan Bhikkhu) tidak diperkenankan memegang uang. Selanjutnya dana dalam bentuk amplop akan dipergunakan untuk memenuhi 4 kebutuhan pokok Bhikkhu.
Pada tanggal 18 November 2012 jam 14.00 s/d 15.30 WIB, satu bus rombongan forum ibu-ibu Buddhis Bali yang terdiri dari ibu-ibu didampingi bapak-bapak berjumlah sekitar 40 peserta berkunjung ke Metta Vihara. Sungguh mengesankan semangat para ibu-ibu dari Bali, mendorong semangat untuk terus mengembangkan Buddha Dhamma dan menerapkan Dhamma dalam kehidupan sehari-hari akan membawa manfaat bagi diri sendiri dan orang banyak.
Dhamma Indah pada awalnya, Indah di tengah dan Indah di akhirnya, bukan hanya semboyan untuk dikagumi tetapi lebih dari itu bagaimana kita dapat menerapkan Dhamma dalam menjalani kehidupan keseharian untuk menggapai kebahagiaan dalam kehidupan sekarang juga kehidupan selanjutnya.
Pada hari Minggu tanggal 25 November 2012, di Metta Vihara Tegal diselenggarakan DONOR DARAH bekerja sama dengan umat Khong Hu Cu dan Kodim Tegal. Pada kesempatan itu Bapak dan Ibu Komandan Kodim ikut mendonorkan darah. Atas kerjasama dengan Kospin Jasa Tegal dan Bank CIMB NIAGA, kepada 50 pendonor pertama diberikan souvenir mug, payung, jam dinding dan kaos.
Pada tanggal 30 November 2012 umat Buddha Metta Vihara Tegal diminta berpartisipasi membaca Paritta di Klenteng Tek Hay Kiong Tegal.
Semoga dengan kekuatan Buddha, Dhamma dan Sangha, dengan karma baik yang telah kita lakukan, kita diberikan keselamatan, kesehatan dan kebahagiaan.
Semoga semua makhluk hidup berbahagia.

Tim Redaksi


Cerita Inspiratif

MENGALAH

Di sebuah jalan raya tinggal dua keluarga yaitu keluarga Li dan keluarga Chang. Bila kita melewati rumah keluarga Chang, sering terdengar suara ribut-ribut, jika bukan suara berkelahi, tentu suara orang memaki, menangis dan melempar barang.
Sedangkan di seberang jalan di rumah keluarga Li, sering terdengar orang berbicara dengan sopan, lemah lembut dan sering terdengar suara bercanda dan suara orang tertawa gembira.
Suatu hari Chang bertemu dengan Li, dengan heran dia bertanya kepada Li, "Sungguh heran, kenapa dirumah kalian sering terdengar suara tertawa gembira, tidak pernah terdengar suara pertengkaran? Bagaimana bisa begitu?"
Li berkata, "Setiap anggota keluarga kami selalu menganggap dirinya bersalah, sedangkan setiap anggota keluarga kamu selalu menganggap dirinya adalah orang yang benar."
"Kenapa bisa begitu, orang aneh, di dunia ini mana ada orang yang mengatakan dirinya sendiri orang yang bersalah?"
Li melanjutkan perkataannya, "Pada suatu hari di tangga rumahmu ada sebuah gelas diletakkan di anak tangga, gelas itu diletakkan oleh AThe beberapa waktu yang lalu, ketika AChung melewati anak tangga tanpa sengaja menyenggol gelas tersebut sehingga pecah dan melukai kakinya, coba engkau terka apa yang dikatakannya? AChung segera membuka mulutnya memaki, "AThe, kenapa meletakkan gelas ini di sini, lihat gara-gara kamu kaki saya terluka..!" AThe segera membalas, "Semua ini kesalahan kamu sendiri, jalan tidak memakai mata..! Heeehh..! pantas saja terluka..!"
Kemudian apa yang terjadi......tentu saja mereka berdua berkelahi."
"Semua ini......khan hal yang normal?" Chang dengan tidak mengerti menjawab...
"Tidak...... jika orang di rumah saya, orang yang menyenggol gelas itu, akan berkata, "Aduh !
Saya sungguh tidak berhati-hati, sudah menyenggol pecah gelas ini, celaka, bagaimana jika nanti terpijak oleh orang lain"......kemudian dia menyingkirkan pecahan-pecahan gelas itu ke Tong Sampah, lalu orang yang meletakkan gelas datang meminta maaf, "Maaf..! Maaf..!, tadi saya akan membawa gelas ini ke lantai atas tetapi tiba-tiba ada telepon masuk ...... saya lupa membawanya... Maaf..!""
"......Lihat dengan demikian, bukankah hasilnya lebih bagus?" Chang sekarang langsung mengerti maksud Li.
Jikalau, setiap manusia ketika bergaul dengan orang lain dapat mengalah selangkah, bersikap sopan, penuh toleransi dengan orang lain, maka akan seperti keluarga Li ini.
Setiap orang tidak mengeluarkan kata-kata yang memaki, menggantikan memaki dengan meminta maaf, mengubah sifat pemarah menjadi penuh perhatian, bukankah dengan demikian semuanya akan berjalan dengan baik?
Tidak saja bisa merubah sebuah pertengkaran yang tidak seharusnya terjadi, mengurangi dosa (berbuat Karma Buruk) karena memaki-maki, malah bisa mempererat hubungan satu sama lain.
Li berkata bahwa semua anggota keluarganya berpikir untuk mencari kesalahan kepada diri sendiri saat menemui konflik.
Apabila di dunia ini semua orang menganggap dirinya selalu benar, begitu menemui masalah lalu menyalahkan keluar (= orang lain), mereka tidak dapat mengintrospeksi diri sendiri terhadap kejadian yang terjadi di lingkungannya, sebaliknya, jika seseorang selalu menganggap diri sendiri orang bersalah, selalu karena tidak berhati- hati membuat kesalahan, Lalu berupaya untuk tidak menyusahkan orang lain, dia akan senantiasa menjaga sikapnya, akan selalu introspeksi diri, bukankah demikian?
Semoga Anda juga selalu memperhatikan orang di sekitar Anda, membuat masalah BESAR menjadi masalah KECIL, masalah kecil menjadi tidak ada. BUKAN sebaliknya, membesar-besarkan masalah yang kecil dan yang seharusnya tidak masalah malah dipermasalahkan. Mundur selangkah demi orang lain, Anda akan menyadari hubungan antara manusia sebenarnya tidak serumit yang Anda bayangkan.

--- oOo ---


CINTA DAN KOMITMEN

Membuka Pintu Hati

AJAHN BRAHM
 
 


Beberapa abad yang silam, tujuh orang bhikkhu tinggal di sebuah gua di sebuah rimba di suatu tempat di Asia, melakukan meditasi cinta kasih tanpa syarat yang saya ceritakan dalam cerita sebelumnya. Ada seorang bhikkhu kepala, saudara laki-lakinya, dan sahabat karibnya. Yang keempat adalah musuh bhikkhu kepala, mereka tidak pernah bisa akur. Bhikkhu kelima adalah seorang bhikkhu yang sangat tua, begitu rentanya sampai-sampai sewaktu-waktu bisa meninggalkan dunia. Yang keenam sakit berat juga bisa meninggal kapan saja. Yang terakhir, ketujuh, adalah bhikkhu yang tak berguna. Dia mendengkur saat dia seharusnya bermeditasi, tidak bisa mengingat paritta, dan kalau pun kebetulan ingat, dia menguncarkannya dengan nada sumbang. Dia juga tidak bisa mengenakan jubahnya dengan pantas. Namun bhikkhu yang lain membiarkannya saja dan berterima kasih kepadanya karena telah mengajarkan mereka untuk bersabar.
Suatu hari, segerombolan bandit menemukan gua tersebut. Gua itu sangat terpencil, sangat tersembunyi, sehingga mereka ingin mengambil alih gua itu untuk dijadikan markas. Jadi mereka berniat untuk membunuh semua bhikkhu tersebut Akan tetapi, untunglah, bhikkhu kepala sangat lihai berbicara untuk membujuk orang. Dia berhasil jangan tanya saya caranya membujuk gerombolan bandit itu untuk membiarkan bhikkhu-bhikkhu itu pergi, kecuali satu orang, yang akan dibunuh sebagai peringatan kepada bhikkhu-bhikkhu yang lain untuk tidak mengatakan lokasi gua itu kepada siapa pun. Hanya itulah yang .terbaik yang bisa dilakukan sang bhikkhu kepala.
Bhikkhu kepala dibiarkan sendirian selama beberapa saat untuk " membuat keputusan yang menyedihkan mengenai siapa yang akan dikorbankan, sehingga yang lainnya bisa pergi bebas.
Tatkala saya menceritakan kisah ini di depan publik, saya berhenti sebentar untuk bertanya kepada hadirin, "Baiklah, menurut Anda, siapakah yang akan dipilih oleh bhikkhu kepala?" Pertanyaan ini biasanya bisa menyegarkan hadirin yang terkantuk-kantuk dalam ceramah saya dan membangunkan mereka yang sudah tertidur. Saya mengingatkan mereka bahwa ada bhikkhu kepala, saudara laki-lakinya, sahabatnya, musuhnya, bhikkhu tua dan bhikkhu yang sakit (dua-duanya sudah mau mati), serta bhikkhu yang tak berguna. Menurut Anda, siapa yang akan dipilihnya?
Sebagian menyarankan si musuh saja. "Bukan," kata saya. "Saudaranya?" "Salah."
Bhikkhu yang tak berguna selalu saja disebutkan tega nian kita! Setelah cukup menikmati jawaban-jawaban itu, saya beberkan jawabnya : bhikkhu kepala tidak mampu memilih.
Cinta kasihnya kepada saudaranya persis sebesar, tidak lebih dan tidak kurang, cinta kasihnya kepada sahabatnya, dan juga persis dengan cinta kasihnya kepada musuhnya, kepada bhikkhu tua, bhikkhu yang sakit bahkan kepada bhikkhu yang tak berguna itu. Dia telah menyempurnakan arti kata-kata itu: pintu hatiku akan selalu terbuka untukmu, apa pun yang kamu lakukan, siapa pun kamu.
Pintu hati bhikkhu kepala terbuka lebar untuk semua, tanpa syarat, tanpa pandang bulu, cinta kasih yang mengalir bebas. Dan yang paling penting, cinta kasihnya kepada orang lain sama besarnya dengan cinta kasihnya kepada dirinya sendiri. Pintu hatinya juga terbuka untuk dirinya sendiri. Itulah mengapa dia tidak mampu memilih antara dirinya sendiri dan yang lain-lain.
Saya mengingatkan orang Yahudi-Kristiani di antara hadirin saya bahwa kitab mereka mengajarkan untuk "cintai tetanggamu seperti dirimu sendiri". Tidak lebih dari dirimu sendiri dan tidak kurang dari dirimu sendiri, namun setara dengan dirimu sendiri. Itu berarti memperlakukan orang lain seperti halnya kita memperlakukan diri sendiri dan memperlakukan diri sendiri seperti halnya kita memperlakukan orang lain.
Mengapa kebanyakan hadirin berpikir bahwa bhikkhu kepala akan mengorbankan dirinya sendiri untuk dibunuh? Mengapa, dalam budaya kita, kita selalu mengorbankan diri sendiri untuk orang lain dan menganggap hal ini sebagai kebaikan? Mengapa kita lebih menuntut, lebih kritis, dan menghukum diri sendiri lebih dari siapa pun? Alasannya cuma satu: kita belum belajar bagaimana mencintai diri sendiri. Jika Anda merasa sulit untuk berkata kepada orang lain: "pintu hatiku terbuka untukmu, apa, pun yang kau lakukan," akan jauh lebih sulit untuk mengatakannya kepada diri sendiri, "Aku. Orang yang begitu dekat, kalau nggak salah ingat. Diriku. Pintu hatiku juga akan selalu terbuka untuk diriku sendiri. Aku ini, tak peduli apa pun yang telah kulakukan. Ayo masuk."
Itulah yang saya maksudkan dengan mencintai diri kita sendiri: ini dinamakan pemaafan. Melangkah keluar dari penjara rasa bersalah; berdamai dengan diri sendiri. Dan jika Anda punya nyali untuk mengatakan kata-kata itu kepada diri Anda sendiri, dengan sejujurnya, dari relung hati yang terdalam, maka Anda akan menyongsong ke depan, bukannya mundur, untuk menemukan cinta kasih yang luhur. Suatu hari, kita semua harus mengatakan kata-kata itu, atau yang semacamnya, kepada diri kita sendiri, dengan sejujurnya, bukan hanya main-main. Saat kita melakukannya, itu seakan-akan seperti memanggil pulang bagian dari diri kita yang telah lama terusir, hidup membeku di luar sana. Kita merasa tersatukan, utuh, dan lepas untuk berbahagia. Hanya ketika kita bisa mencintai diri sendiri dengan cara begitu, barulah kita benar-benar mengerti bagaimana mencintai orang lain, tidak lebih dan tidak kurang.
Dan harap diingat, Anda tidak perlu menjadi sempurna terlebih dahulu, tanpa kesalahan, untuk memberikan cinta Anda kepada diri sendiri. Jika Anda harus menunggu kesempurnaan, itu tidak akan tiba. Kita harus membuka pintu hati kita kepada diri kita sendiri, apa pun yang telah kita lakukan. Begitu kita berada di dalamnya, sempurnalah kita.
Orang sering bertanya kepada saya, apa yang terjadi dengan ketujuh bhikkhu tersebut sewaktu bhikkhu kepala mengatakan kepada para bandit bahwa dia tidak mampu memilih.
Kisah ini, seperti yang saya dengar beberapa tahun silam, tidak mengisahkan kelanjutannya: ceritanya berhenti sampai di situ. Namun saya tahu apa yang terjadi kemudian; saya mereka-reka apa yang seharusnya terjadi. Ketika bhikkhu kepala menjelaskan kepada para bandit kenapa dia tidak mampu memilih antara dirinya sendiri dan yang lain, dan menjelaskan arti cinta kasih dan pemaafan seperti yang saya jelaskan kepada Anda tadi, maka semua bandit menjadi sangat terkesan dan terinspirasi sehingga tidak hanya mereka melepaskan semua bhikkhu itu, namun mereka juga bertobat dan menjadi bhikkhu!

--- oOo ---


SEGENGGAM DAUN BODHI
KUMPULAN TULISAN
BHIKKHU DHAMMAVUDDHO MAHA THERA

Message of The Buddha

PESAN BUDDHA

Namo Tassa Bhagavato Arahato Samma Sambuddhassa
Pendahuluan
Buddha muncul di dunia sekali dalam kurun waktu yang sangat lama, pada saat dunia terjerumus ke dalam gelapnya ketidaktahuan akan realitas atau eksistensi Kebenaran. Pencerahan diri oleh usaha mereka sendiri yang tekun, mereka membawa cahaya pengetahuan ke dunia. Buddha adalah 'Yang Sadar" atau "Yang Tercerahkan" terhadap Kebenaran yang berhubungan dengan alam semesta
Meskipun terlahir sebagai seorang manusia, setelah pencerahan-Nya, Buddha tidak bisa dianggap sebagai seorang manusia, makhluk alam surga, atau jenis makhluk apapun. Ini dikarenakan Beliau telah sepenuhnya melepaskan ego atau diri/pribadi yang dilekati oleh semua makhluk.
Keberadaan-Nya melampaui semua makhluk di semesta ini.
Semua Buddha membabarkan pesan yang sama : “Hindari kejahatan, lakukan kebajikan, sucikan pikiran". Ini juga dikenal sebagai Tiga bagian pelatihan untuk mendapatkan berkah/pahala kebajikan. Ajaran-Nya sering dikenal sebagai Dhamma, sementara Sangha merujuk pada bhikkhu/bhikkhuni, idealnya mereka yang Mulia (Ariya).

HINDARI KEJAHATAN
Ini berarti tidak merugikan diri sendiri maupun orang lain. Kriteria baik dan-buruk dalam Buddhadhamma adalah apa yang bermanfaat dan merugikan, baik terhadap diri sendiri maupun orang lain. Menghindari kejahatan berarti melatih kemoralan (sila) yakni menjalankan sila.

Lima Sila (Pancasila)
Terdapat lima dasar kemoralan dimana setiap orang didorong untuk menjalankannya demi kesejahteraan mereka sendiri karena pelanggaran terhadapnya dapat membawa pada akibat yang sangat menyedihkan. Lima sila terdiri dari :
(i) Menghindari pembunuhan. Seseorang tidak seharusnya secara sengaja menghilangkan nyawa makhluk hidup manapun. Kehidupan adalah hal yang paling berharga bagi setiap makhluk hidup. Ketakutan terbesar dirasakan oleh setiap makhluk hidup ketika hidupnya dalam bahaya/terancam. Sebagai contoh, berburu binatang untuk olahraga adalah sangat tercela. Bentuk ketidakpedulian terhadap kesejahteraan makhluk lain inilah yang membawa kepada kerugian terbesar kita. Tidak termasuk pelanggaran jika tidak ada kehendak/niat untuk membunuh.
Memang benar bila terkadang sangatlah sulit untuk melatih sila ini, misalnya sehubungan dengan tikus, kecoa dan semut di rumah. Bagaimanapun, kebijaksanaan harus dilatih untuk sampai pada solusi terbaik, seperti mencegah peluang masuk mereka terhadap makanan dan memastikan kalau sisa-sisa makanan.
Akan tetapi, Buddha secara bijaksana mengijinkan konsumsi daging dengan tiga kondisi : orang tidak melihat, mendengar, atau mencurigai (bahwa binatang tersebut secara khusus dibunuh untuk seseorang). Jadi seseorang diijinkan, sebagai contohnya, membeli daging mentah dari pasar, tetapi tidak diijinkan memesan seekor ayam yang masih hidup untuk disembelih.
Menyebabkan atau merekomendasikan euthanasia (pembunuhan karena  belas kasih), menggugurkan kandungan, dan penggunaan jenis kontrasepsi  setelah terjadinya pembuahan, secara umum juga tidak diperbolehkan.
(ii) Menghindari pengambilan sesuatu yang tidak diberikan. Seseorang disebut melanggar sila ini jika barang yang dicuri adalah milik orang lain dan seseorang mengetahui hal ini dan mempunyai niat untuk mencuri.  Seseorang  bahkan  tidak seharusnya  mengambil  sesuatu yang telah ditinggali oleh orang lain jika ada kemungkinan bahwa orang tersebut akan kembali mencarinya, kecuali untuk menyimpannya secara aman, dengan tujuan mengembalikan barang tersebut kepada pemiliknya.
(iii) Menghindari perbuatan asusila. Perbuatan asusila berarti melakukan, hubungan seksual dengan pasangan atau tunangan seseorang, seseorang yang dibawah umur, dilarang oleh hukum/norma susila (seperti anggota keluarga dekat, bhikkhu atau bhikkhuni). Nafsu yang berlebihan adalah penyebab kelahiran kembali di alam binatang.
(iv) Menghindari perkataan bohong. Perasaan malu dan takut akan kesalahan adalah dua penjaga dunia, menurut Buddha. Buddha berkata bahwa jika seseorang dapat berbohong secara sengaja, maka tidak ada sesuatu lainnya yang dapat membuatnya merasa malu, untuk berbuat. Seseorang dinilai dari ucapannya.
Selain berbohong, ucapan tak bajik yang harus dihindari adalah berbagai Jenis ucapan dengki (yang menyebabkan ketidakharmonisan), ucapan kasar, dan gosip tak bermanfaat.
(v) Menghindari minuman keras. Seseorang seharusnya tidak meneguk minuman keras dan menggunakan obat bius karena ini melemahkan kemampuan indera yang berakibat kepada hilangnya ingatan kurang waspada, tidak bersemangat dan lamban, dan secara umum menjadi lebih bodoh. Hal ini juga membawa pada kegagalan dalam memenuhi tanggung jawab seseorang, habisnya kekayaan, pertengkaran dan bahkan perkelahian, serta ketidaknyamanan umum dan gangguan pada orang lain.
--- oOo ---
SEGENGGAM DAUN BODHI
Penerjemah :
Rety Chang Ekavatti, S. Kom, BBA
Yuliana Lie Pannasiri, MBA
Penyunting :
Nana Suriya Johnny, SE
Andromeda Nauli, Ph.D




Setitik Cahaya di Balik Kabut 2

Latihan Sila

Pandita R. Surya Widya
Monday, October 11, 2010 at 10:27 pm

Pancasila agama Buddha itu bukan larangan, namun latihan yang harus dilakukan terus menerus dengan kesadaran penuh.
Kalau hari ini melanggar sila bukan berarti harus segera masuk neraka, pelanggaran itu harus disadari, diakui secara jujur, sangat menyesal, lalu bertekad untuk tidak melanggar lagi. Itu namanya latihan.
Akan tetapi apabila pelanggaran itu dilakukan terus menerus dengan sadar, tanpa ada penyesalan, maka setelah meninggal dunia sudah dipastikan akan menjadi penghuni alam neraka. Yang masuk neraka adalah yang melakukan pelanggaran, tidak dapat menyalahkan orang lain. Oleh karena itu lawan yang terbesar adalah ketidaktahuan atau kebodohan, yang diikuti dengan nafsu serakah yang luar biasa dan rasa benci yang berlebihan.
Yang bekerja adalah hukum alam, yaitu hukum karma. Kalau tidak mau menderita janganlah membuat makhluk lain menderita. Sangat simple. Kalau kelak mau menjadi raja dengan banyak pengikut, atau jadi dewa yang memiliki istana yang megah dengan pelayan ribuan, maka sejak hari ini harus banyak melayani orang lain atau makhluk lain dengan tulus dan rela.
Orang yang memiliki sila pasti akan hidup lebih tenang dan lebih nyaman, kalau tidak percaya boleh dicoba sendiri.
--- oOo ---


UCAPAN SELAMAT TAHUN BARU IMLEK


Dalam edisi Januari 2013 buletin Brivi akan memuat ucapan Selamat Tahun Baru Imlek yang tepatnya tanggal 10 Februari 2013.

1 halaman Rp 300.000,-
½ halaman Rp 150.000,-
¼ halaman Rp 100.000,-
Kolom bersama Rp 50.000,-

Bagi Bapak / Ibu / Saudara yang akan mengisi ucapan selamat paling lambat tanggal 20 Januari 2013 harus sudah masuk ke redaksi menghubungi :
1.    Metta Vihara                                        Jl. Udang No. 8 Tegal                   (0283) 323570
2.    Bpk/Ibu Lukman Susilo (Apt. Nasional)       Jl. P. Diponegoro 119 Tegal           081802855355
3.    Bpk. Lie Ing Beng (Tk. Mira)                     Jl. HOS Cokroaminoto 69 Tegal       081326979788
4.    Ibu Pranoto                                         Jl. Cendrawasih No. 17 Tegal          (0283) 351238
5.    Ibu Tusita Wijaya (Tk. Gema Jadi)              Jl. Salak No. 123 Tegal                  (0283) 356017
6.    Ibu Ang Siu Lan                                     Jl. Udang No. 7 Tegal                   081548134633
7.    Ibu Tjutisari                                         Jl. Gurami No. 53 Tegal                 08174939382
8.    Bpk. Suriyadhammo                               Jl. KH Nakhrawi No. 10 Tegal          085727489261
Dana Anda dapat ditransfer ke rekening BCA 0479073688
a.n. YUNINGSIH ASTUTI - TUSITA WIJAYA

Semoga kebajikan yang dilakukan Bapak / Ibu / Saudara berbuah dalam bentuk umur panjang, sehat walafiat, sukses dan berbahagia bersama keluarga.
Semoga semua makhluk hidup berbahagia.

                                                                                 Metta Cittena,
                                                                     Dayakasabha Metta Vihara Tegal
                                                                      ttd                                 ttd
                                                                Lie Ing Beng                   Suriyadhammo
                                                                     Ketua                          Sekretaris

Melangkah di Keheningan
Mengenal lebih dekat Bhikkhu Uttamo
dan ajaran Agama Buddha



Tanya:
Begini Bhante, saya melihat ada berbagai cara seseorang mati. Ada yang kecelakaan atau gimana gitu. Bisakah kita mengkondisikan agar kita nanti meninggal dalam keadaan bahagia?

Jawab:
Sebenarnya seseorang bisa saja mengkondisikan kematian agar berlangsung dalam kondisi bahagia seperti yang ia harapkan. Namun, kondisi itu perlu diperjuangkan. Kondisi utama yang diperlukan untuk itu adalah mempunyai kamma baik yang mencukupi. Selanjutnya, setiap malam sebelum tidur, ia hendaknya mengucapkan tekad dalam hati : "Semoga dengan kebaikan yang telah saya lakukan sampai saat ini akan mengkondisikan saya meninggal dengan tenang dan bahagia, lahir kembali sebagai manusia yang mengenal Dhamma." Umat Buddha memang lebih mementingkan kelahiran kembali di alam manusia daripada di surga. Sikap ini dilakukan karena terlahir di surga sebenarnya lebih mudah daripada terlahir di alam manusia. Terdapat 26 alam surga menurut Dhamma, sedangkan alam manusia hanya satu saja. Surga yang sedemikian banyak diperlukan karena adanya berbagai tingkat kebajikan yang dimiliki oleh setiap makhluk. Mereka yang mempunyai kamma baik lebih banyak tentu akan terlahir di alam surga yang lebih baik pula. Namun, bahkan hanya dengan memiliki keyakinan pada Buddha Dhamma saja seseorang dapat terlahir di alam surga. Salah satu contoh yang sangat terkenal tentang hal ini adalah kisah Matakundali. Pada jaman Sang Buddha hiduplah seorang anak kecil bernama Matakundali. la terlahir di keluarga yang kaya raya. Sayangnya, ayah Matakundali;   bersifat sangat kikir. Ketika Matakundali sedang sakit parah, ayahnya justru meletakan Matakundali di depan pintu rumah, di teras. Ia kuatir apabila teman-teman Matakundali datang menjenguk, mereka akan melihat dan menyiarkan tentang rumah mewahnya. Pada suatu pagi, Sang Buddha dengan kekuatan batinNya melihat dengan jelas bahwa apabila hari ini Matakundali meninggal dalam keadaan menderita, ia akan terlahir di alam menderita pula. Sang Buddha kemudian berusaha menolong Matakundali. Sang Buddha melangkah di depan rumah Matakundali. Melihat Sang Buddha melangkah dengan agung dan anggun, Matakundali sangat terkesan. Batinnya sangat berbahagia, la kemudian sambil merangkapkan kedua tangan di depan dada, sambil terbaring lemah, ia mengucapkan dalam batin: "Aku berlindung pada Buddha. Aku berlindung pada Dhamma. Aku berlindung pada Sangha." Tidak lama setelah Sang Buddha lewat, Matakundali meninggal dunia. Bapaknya sangat sedih. la menangis tanpa henti. Bahkan, setelah jasad Matakundali dikremasikan, dibakar, bapaknya masih terus menangis sedih. Pada saat itulah, muncul seorang pemuda tampan di sampingnya. la menangis lebih keras sehingga membingungkan bapak yang masih bersedih ini. Ia berpikir : "Siapakah dia? Kenapa anak ini menangis lebih keras daripada saya?" la kemudian menanyakan hal ini langsung kepada anak tersebut. Jawabnya : "Saya ingin mendapatkan sepasang roda kereta mainan". Mendengar keinginan yang sangat sederhana namun ditangisi dengan keras ini, bapak tersebut menyanggupi untuk mencarikan sepasang roda mainan yang dimaksud. Sang pemuda menjelaskan bahwa sepasang roda keretanya adalah matahari dan bulan. Dengan sangat terkejut, bapak itu menegaskan bahwa tidak mungkin matahari dan bulan menjadi roda kereta mainan. Jadi, anak itu disarankan untuk tidak menangis lagi. Namun, pemuda itu memberikan jawaban:"Lebih baik saya menangisi matahari dan bulan yang ada dan nampak di langit daripada seorang ayah yang menangisi anaknya yang sudah tidak ada." Dengan rasa ingin tahu bapak tersebut bertanya, siapa sebenarnya anak itu. Dan, sang pemuda menjawab bahwa dirinya adalah Matakundali yang karena keyakinannya kepada Sang Buddha sebelum ia meninggal dunia, ia sekarang sudah terlahir di alam surga. Ketika ia melihat bapaknya selalu menangis, ia kemudian berusaha menyadarkannya agar tidak terlalu bersedih atas kematiannya. Kisah singkat inilah yang menjadi salah satu dasar pemikiran bahwa terlahir di alam surga tidaklah sulit, cukup dengan memiliki keyakinan kepada Sang Buddha, Dhamma serta Sangha. Justru terlahir sebagai manusia itulah yang sulit. Dalam Dhammapada hal itu juga telah disebutkan. Kesempatan terlahir sebagai manusia akan memberikan kondisi seseorang mungkin mencapai kesucian dalam kehidupannya. Kondisi ini dapat dicapai ketika seseorang mampu melihat dengan jelas adanya perubahan, suka-duka, untung-rugi, sehat-sakit dsb. Dengan melihat perubahan inilah, seseorang hendaknya mampu merenungkan dan mengembangkan kebijaksanaan agar lenyap kemelekatan dari batinnya dan ia pun mencapai kesucian atau Nibbana.
Selain bertekad terlahir sebagai manusia, seseorang hendaknya-juga bertekad untuk mengenal Dhamma pada kehidupan yang selanjutnya. Karena, walaupun ia terlahir sebagai manusia, jika ia tidak mengenal Dhamma, maka kesempatan untuk mencapai kesucian menjadi berkurang. Oleh karena itu, rumusan tekad yang bisa diucapkan adalah : "Semoga dengan kebajikan yang telah dilakukan sampai saat ini akan memberikan kondisi kematian saya berlangsung dengan tenang dan saya akan terlahir kembali sebagai manusia serta mengenal Dhamma". Namun, jika seseorang masih ingin terlahir di alam surga, maka ia dapat selalu mengucapkan tekad dalam batin: "Semoga dengan kebajikan yang telah dilakukan sampai saat ini akan memberikan kondisi kematian saya berlangsung dengan tenang dan saya akan terlahir kembali di alam surga." Dengan selalu mengulang tekad yang sama, maka pada saat seseorang meninggal dunia, apabila ia mempunyai kamma baik yang mendukung, bisa saja tekad yang selalu diucapkan itu akan menjadi kenyataan. Semoga demikianlah adanya.
--- oOo ---






Setitik Cahaya di Balik Kabut 2

Berterima Kasih dan Revolusi

Pandita R. Surya Widya
Saturday, January 29, 2011 at 3:11 pm
Setelah mencapai Pencerahan Agung, Buddha Gotama menatap tanpa berkedip selama 7 hari 7 malam ke arah pohon Bodhi yang telah memberi keteduhan dan tempat untuk bermeditasi kepada Beliau sebagai ungkapan rasa terima kasih yang sangat dalam. Perbuatan ini perlu diteladani, yaitu berterima kasih kepada apa saja yang berjasa kepada kita.
Manusia terlalu angkuh untuk berterima kasih kepada bumi ini, kepada alam ini, kepada sumber daya alam ini. Oleh karena keserakahan yang sangat luar biasa, manusia yang merasa menguasai kemajuan teknologi telah membuat bumi ini lebih cepat rusak dan aus. Padahal untuk menghirup udara tidak perlu bayar, dan untuk kebutuhan yang lain harus bayar kepada penguasa atau kepada pedagang, bukan kepada bumi!
Penggunaan bahan-bahan kimia perusak ozon yang berlebih-lebihan membuat sinar matahari bisa langsung menembus ke permukaan bumi, ditambah penebangan pohon yang tidak terkendali, penambangan yang sembarangan, dan lain-lain, mengakibatkan terjadinya efek rumah kaca yang membuat iklim jadi kacau balau, yang susah ya manusia juga.
Penggunaan bahan plastik/styrofoam, pestisida (dll) yang berlebihan juga membuat rusak ekosistim di sekitar kita, membuat hewan-hewan sangat menderita, akhirnya manusia juga ikut lebih menderita.
Kalau kita semua mau berterima kasih kepada alam ini, mau memelihara bumi ini dengan sebaik baiknya, tidak dikendalikan oleh keserakahan yang berlebihan, mungkin bumi ini akan lebih nyaman ditempati oleh manusia untuk waktu yang lebih lama. Siapa mau ?
Untuk itu perlu revolusi dalam berpikir dan bertindak. Revolusi untuk mengubah hidup boros menjadi hidup hemat, bukan melarat.

--- oOo ---


Setitik Cahaya di Balik Kabut 2

Bahagia tetapi masih menderita

Pandita R. Surya Widya
Saturday, October 31,2009 at 8:39am
Banyak orang yang hidupnya mapan, semuanya punya, bahagia menurut ukuran umum, tetapi batin toh masih menderita. Kalau tidak percaya boleh tanya.
Tujuan hidup umat Buddha yang tertinggi bukanlah hidup bahagia, namun terhentinya dukkha.
Setiap orang punya definisi yang berbeda-beda tentang kebahagiaan, tergantung dari visinya masing-masing mengenai bahagia. Namun semua orang pasti mempunyai konsep yang sama mengenai dukkha.
Siapa yang tidak tahu perasaan sebel karena berkumpul dengan yang dibenci, siapa yang tidak tahu rasanya perut melilit karena mau buang air besar, siapa yang tidak tahu rasa sakit gigi yang senut-senut karena berlubang, siapa yang tidak tahu perasaan takut di saat ada gempa bumi dll. Masih banyak sekali kondisi yang menggambarkan hal-hal yang tidak menyenangkan, yang tidak memuaskan, yang memusingkan, yang kita rasakan bersama.
Yang penting adalah menerima apa yang datang dengan hati lapang, setelah berlangsung beberapa saat badai pasti akan berlalu. Jangan biarkan batin menjadi kacau dan melakukan perbuatan yang keliru.
Perasaan nyaman dan bahagia yang kita alami suatu saat pasti berakhir, itu juga bagian dari dukkha. Pikiran yang bergerak kian kemari, perasaan yang datang dan pergi, semuanya adalah dukkha.
Dukkha akan terhenti dengan patahnya belenggu.

--- oOo ---


TANYA JAWAB DENGAN BHIKKHU UTTAMO

Dari : Soetrisno, Yogyakarta.
Bhante, bagaimana cara latihan berdana yang baik.
1. Misalkan di perempatan jalan banyak orang minta-minta / ngamen, kita tak tahu apakah mereka betul-betul orang tak mampu / profesi.
2. Berdana kepada Sangha adalah yang tertinggi.
Bagaimana kaitannya dengan lingkungan di sekitar daerah yang sangat miskin yang untuk menghidupi diri / keluarganya saja masih susah.
Mohon dijelaskan.
Terimakasih.

Jawaban:
Berdana atau kerelaan dalam pengertian Buddhis tidak harus memberikan benda atau materi. Kalaupun orang melakukan kerelaan dengan memberikan materi, maka bentuk dan besar materi yang diberikan juga tidak ditentukan dalam kitab suci Tipitaka. Dengan demikian, semua bentuk kerelaan itu haruslah disesuaikan dengan kemampuan yang dimiliki setiap orang.
Apabila ada orang yang masih mengalami kesulitan untuk menghidupi keluarganya sendiri namun ia ingin melakukan kerelaan, maka ia mempunyai beberapa pilihan.
Pertama, ia dapat memberikan sedikit uang kepada pengemis atau pengamen yang ditemuinya. Pada saat memberikan uang kepada pengemis, hendaknya ia tidak lagi berpikir tentang kondisi pengemis yang tidak mampu atau hanya merupakan profesi.
Pikiran ini akan mengurangi nilai kebajikan yang sedang dilakukan. Lebih baik, ia memutuskan secara tegas untuk memberi kepada pengemis itu atau ia tidak akan memberinya tanpa harus memperhatikan latar belakang si pengemis tersebut.
Apabila ia masih mengalami kesulitan untuk memberikan sedikit uang kepada pengemis itu, maka ia dapat pula memberikan sebagian makanan yang ada di rumahnya.
Namun, bila pemberian makanan ini pun juga memberatkannya, ia boleh juga untuk tidak memberi apapun kepada pengemis itu. Tidak memberikan dana seperti dalam kasus ini, dipandang secara Dhamma bukanlah karma buruk melainkan ia telah HILANG KESEMPATAN BERBUAT BAIK.
Kedua, apabila ia ingin memberikan dana kepada Sangha, maka ia dapat mempersembahkan kebutuhan pokok sangha yaitu pakaian, tempat tinggal, makanan serta obat-obatan. Persembahan ini hendaknya juga disesuaikan dengan kemampuannya. la boleh saja memberikan sebatang jarum untuk menjahit jubah. la boleh juga meminjamkan ruangan di rumahnya untuk anggota sangha beristirahat sejenak di tengah perjalanan membabarkan Dhamma ke berbagai tempat. Ia bahkan boleh juga membantu memijat badan anggota sangha yang sedang sakit.
Dengan demikian, cukup banyak kesempatan yang dapat dilakukannya dalam memberikan persembahan kepada sangha. Semua persembahan ini tidak tergantung pada materi yang dimiliki, melainkan dari kemauan yang ada dalam dirinya. Sesungguhnya latihan berdana atau kerelaan yang bersifat materi ini adalah merupakan latihan awal. Ada lagi latihan berdana yang lebih tinggi yaitu 'berdana keakuan'. Dana keakuan ini bisa berbentuk kemauan seseorang untuk dapat memaafkan orang yang telah bersalah kepadanya. Dengan demikian, walaupun seseorang dapat berdana materi dalam jumlah yang cukup besar, selama ia masih belum dapat memaafkan musuh atau orang yang dibencinya, maka dana yang dipersembahkannya adalah dana yang masih bersifat materi serta masih merupakan dana tingkat awal. Meskipun demikian, ia dapat terus membiasakan diri untuk memberikan dana materi sebagai langkah awal memberikan keakuannya. Semoga dengan penjelasan tadi akan dapat dimengerti tentang makna dana yang bersifat materi maupun dana yang bersifat bukan materi.
Semoga bahagia.




Kitab Suci Agama Buddha bagian dari
Khuddaka Nikaya, Sutta Pitaka

Judul asli : The Sutta-Nipata
Translated from The Pali by H. Saddatissa

3.  KHAGGAVISANA SUTTA
Cula Unicorn

Kemelekatan indera dan hubungan dengan orang lain harus dihindari
19 Bagaikan gajah agung bertubuh besar, yang berciri putih, yang berkelana di hutan sepuas hatinya, yang meninggalkan kelompoknya .....................................................................  (53)
20 'Bahkan pembebasan sementara pun tidak mungkin dicapai oleh orang yang senang pada masyarakat.' Karena memperhatikan kata-kata Adiccabandhu   ini ............................................  (54)
21 'Saya telah melenyapkan pandangan salah, memperoleh Jalan yang benar dan benar-benar telah sampai di tujuan. Kebijaksanaan telah lahir di dalam diriku dan saya telah memahami dengan usahaku sendiri.' Hendaknya    (55)
22 Setelah terbebas dari keserakahan dan ketidakjujuran, tanpa nafsu keinginan dan iri hati, setelah melenyapkan ketidaktahuan, tidak lagi memiliki nafsu untuk apa pun di seluruh dunia ini  (56)
23 Kawan yang sinis, yang memanjakan diri dalam tipu muslihat, yang melekat pada pandangan salah, harus dihindari. Kawan yang tidak bertanggung jawab seperti ini harus tidak didekati .......  (57)
24 Orang harus bergaul dengan kawan yang terpelajar, yang mengetahui Ajaran, yang berkembang dan memiliki pengetahuan. Setelah mengetahui arti dari segala sesuatu dan keraguannya hilang             (58)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar