Tegal, 24 Desember 2012
No
: 64, Tahun Keenam
Penasehat : Ketua Yayasan Metta Jaya : Loe Lian Phang
Penanggung Jawab : Ketua
Dayakasabha Metta Vihara Tegal : Lie
Ing Beng
Pimpinan Redaksi : Ibu Tjutisari
Redaksi
Pelaksana : 1. Ibu Pranoto 4. Liliyani
2. Suriya Dhammo 5.
Sumedha Amaravathi
3. Ade Kristanto
Alamat Redaksi : Metta Vihara
Jl. Udang
No. 8 Tegal Telp. (0283) 323570
BCA No Rek : 0479073688 an. YUNINGSIH ASTUTI - TUSITA WIJAYA
DHAMMAPADA
ATTAKHATA
Bab I - Syair 17
Di dunia ini ia menderita, di dunia
sana ia menderita; pelaku kejahatan menderita di ke-dua dunia itu. la meratap
ketika berpikir, "Aku telah berbuat jahat, " dan ia akan lebih
menderita lagi ketika berada di alam sengsara.
Kisah Devadatta
Suatu
saat Devadatta menetap bersama Sang Buddha di Kosambi. Selama tinggal di sana
ia menyadari bahwa Sang Buddha menerima banyak perhatian dan penghormatan
maupun pemberian. Dia merasa iri hati terhadap Sang Buddha dan bercita-cita
untuk memimpin Sangha yang terdiri dari bhikkhu-bhikkhu.
Suatu
hari, ketika Sang Buddha sedang memberikan khotbah di Vihara Veluvana di dekat
Rajagaha, dia mendekati Sang Buddha dan dengan alasan bahwa Sang Buddha sudah
semakin tua, dia sangat berharap Sangha akan dipercayakan kepada pengawasannya.
Sang
Buddha menolak usulnya serta menegur, bahwa dia telah menelan air ludah orang
lain. Sang Buddha kemudian meminta Sangha melaksanakan rencana melakukan
pengumuman (pakasaniya kamma) sehubungan dengan kelakuan Devadatta.
Devadatta
merasa tersinggung serta bersumpah membalas dendam dan menantang Sang Buddha.
Tiga kali, dia mencoba untuk membunuh Sang Buddha.
Pertama,
dengan menggunakan beberapa pemanah sewaan. Kedua, dengan memanjat ke atas
bukit Gijjhakuta dan menjatuhkan sebuah batu besar kepada Sang Buddha; dan
ketiga, dengan memabukkan Gajah Nalagiri untuk menyerang Sang Buddha.
Pemanah
sewaan kembali setelah mencapai tingkat kesucian sotapatti, tanpa menyakiti
Sang Buddha.
Batu
besar yang didorong jatuh oleh Devadatta melukai sedikit ibu jari kaki Sang
Buddha, dan ketika gajah Nalagiri lari menuju Sang Buddha, ia dibuat jinak oleh
Sang Buddha.
Dengan
demikian Devadatta gagal untuk membunuh Sang Buddha. Dia mencoba siasat
lainnya, mencoba memecah belah Sangha dengan cara membawa pergi beberapa bhikkhu
baru, menyingkir bersamanya ke Gayasisa.
Bagaimanapun
juga, banyak diantara mereka telah dibawa pulang kembali oleh Sariputta Thera
dan Maha Moggallana Thera.
Kemudian,
Devadatta jatuh sakit. Setelah menderita sakit selama sembilan bulan, dia meminta
murid-muridnya untuk membawanya menghadap Sang Buddha di Vihara Jetavana.
Mendengar
kabar bahwa Devadatta akan tiba, Sang Buddha berkata kepada murid-muridNya
bahwa Devadatta tidak akan pernah mendapat kesempatan untuk menemui-Nya.
Ketika
Devadatta dan rombongannya mencapai kolam di dekat Vihara Jetavana, para
pengangkutnya meletakkan tandu tempat berbaringnya di tepi kolam, dan mereka
pergi mandi. Devadatta bangun dari tempat berbaringnya, dan menaruhkan kedua
kakinya di tanah.
Pada
saat itu juga kakinya masuk ke dalam bumi, dan sedikit demi sedikit dia ditelan
bumi. Devadatta tidak memiliki kesempatan untuk melihat Sang Buddha karena
perbuatan jahat yang telah dia lakukan terhadap Sang Buddha. Setelah
kematiannya, dia terlahir di Neraka Avici (Avici Niraya), tempat yang penuh
dengan penyiksaan terus menerus.
Kemudian
Sang Buddha membabarkan syair berikut:
Di dunia ini ia menderita, di dunia sana ia menderita;
pelaku kejahatan menderita di ke-dua dunia itu. la meratap ketika berpikir,
"Aku telah berbuat jahat, " dan ia akan lebih menderita lagi ketika
berada di alam sengsara.
--- oOo ---
SEKAPUR SIRIH
Waktu
terus berlari, sementara itu kita terus berkutat dengan berbagai kesibukan yang
kita lakukan, menjaga pikiran agar senantiasa berpikir yang baik maka ucapan
yang keluar dari mulut kita adalah ucapan yang lembut penuh dengan senyuman. Terbiasa
dengan ucapan yang lembut dan ramah maka tindak-tanduk kita juga akan menjadi
baik. Tindak-tanduk yang baik, membawa diri kita dihormati banyak orang,
mendapat penghormatan juga akan menambah kepercayaan orang banyak. Dengan
kepercayaan orang banyak maka kita akan menjadi orang yang sukses dan bahagia.
Jangan menunda untuk terus berbuat kebajikan, dengan kebajikan kita akan
menjadi bijaksana.
Hiruk
pikuk Kathina berlalu disertai dengan berbagai aktivitas. Pindapatta, bakti
sosial, donor darah, dan persembahan jubah disertai dengan 4 kebutuhan pokok
Bhikkhu merupakan kesempatan yang hanya dapat dilaksanakan setahun sekali, bagi
umat Buddha merupakan hari yang membahagiakan.
Buletin
Brivi tetap menampilkan karya B. Uttamo “Melangkah di Keheningnan” dengan tanya
jawab seputar pribadi beliau. Ajahn Brahm dalam Cinta dan Komitmen dengan judul
“Membuka Pintu Hati”.
Organisasi
tanpa dukungan dari anggotanya tidak akan bisa beraktifitas, dengan dukungan
aktifitas dapat dilakukan. Berbagai aktifitas membutuhkan dana yang tidak
sedikit, karena itu redaksi mengajak Bapak/Ibu/Saudara untuk ikut serta dalam
menunjang aktifitas di Metta Vihara, untuk menjadi donatur bulanan agar
aktifitas, diskusi, latihan menyanyi, baca Paritta Pali Vacana dapat berjalan
dengan baik.
Semoga
kebajikan yang Bapak / Ibu / Saudara lakukan berbuah dalam bentuk panjang usia,
kesehatan yang prima, dan bahagia dalam waktu yang lama.
Semoga
tulisan dalam buletin ini dapat membawa manfaat dan membawa kemajuan bagi
banyak orang.
Semoga
semua makhluk hidup berbahagia.
Sadhu,
Sadhu, Sadhu.
Metta
Cittena
Redaksi
--- oOo ---
Dengan memasang foto leluhur dan sanak keluarga yang telah
meninggal dunia di Ruang Penghormatan Leluhur Adiguna Sarana, Anda mempunyai
kesempatan melimpahkan jasa kebajikan dengan berdana Rp 20.000,- (dua puluh
ribu rupiah) setiap bulan. Terbuka kesempatan berbuat kebajikan dan melimpahkan
jasa kepada para leluhur dengan harapan mereka dapat merasakan kebahagiaan yang
kita limpahkan. Setiap ce it dan cap go diadakan puja bakti Uposatha. Semoga
semua makhluk hidup berbahgia.
Bagi Bapak / Ibu / Saudara yang ingin memberi dana untuk
Metta Vihara dapat menghubungi :
1. Metta Vihara Jl.
Udang No. 8 Tegal (0283)
323570
2. Bpk/Ibu Lukman Susilo (Apt. Nasional) Jl. P. Diponegoro 119 Tegal 081802855355
3. Bpk. Lie Ing Beng (Tk. Mira) Jl. HOS Cokroaminoto 69 Tegal 081326979788
4. Ibu Pranoto Jl.
Cendrawasih No. 17 Tegal (0283)
351238
5. Ibu Tusita Wijaya (Tk. Gema Jadi) Jl. Salak No. 123 Tegal (0283)
356017
6. Ibu Ang Siu Lan Jl.
Udang No. 7 Tegal 081548134633
7. Ibu Tjutisari Jl.
Gurami No. 53 Tegal 08174939382
8. Bpk. Suriyadhammo Jl.
KH Nakhrawi No. 10 Tegal 085727489261
Dana Anda dapat
ditransfer ke rekening BCA 0479073688
a.n.
YUNINGSIH ASTUTI - TUSITA WIJAYA
Semoga kebajikan yang dilakukan Bapak / Ibu / Saudara
berbuah dalam bentuk umur panjang, sehat walafiat, sukses dan berbahagia
bersama keluarga.
Semoga semua
makhluk hidup berbahagia.
Metta
Cittena,
Dayakasabha
Metta Vihara Tegal
ttd
ttd
Lie
Ing Beng Suriyadhammo
Ketua
Sekretaris
DANA
Telah kami terima dana :
1. Ibu Sri Sejati Rp
500.000,-
2. Sdr. Adang Laksono Rp
25.000,-
3. Bp. H. Saidi (GMT) Gresik Rp
300.000,-
4. Kel. Mendiang Bp. Tan Thiam Hok Rp
500.000,-
5. Yayasan Tri Dharma Tegal Rp 500.000,-
6. Kel. Mendiang Bp. Gunawan Rp
800.000,-
7. PMI Rp
324.000,-
8. Ibu Lie Lian Sing Rp 20.000,-
9. Kel. Ibu Oey Tjioe Kiang Rp 1.000.000,-
10. Kel. Bp. Tjendra Susantio Rp 600.000,-
11. Alm. Andri Susanto Rp 2.500.00,-
Dana Konsumsi
- Ibu Lay Siu Fen
- Bapak/Ibu Tan Tjoe Sin
- Ibu Oey Gwat In
- Ibu Tan Mey Loan
- Ibu Elly Wondo
- Ibu Tjutisari
- Ibu Oey Bin Nio
- NN
Semoga
kebajikan yang telah Bapak/Ibu/Saudara lakukan mendapat berkah keselamatan,
kesehatan dan bahagia.
ANEKA PERISTIWA METTA VIHARA TEGAL
Kathina
adalah salah satu hari raya agama Buddha, merupakan kesempatan bagi umat
mempersembahkan jubah dan empat kebutuhan pokok Bhikkhu, sebagai ungkapan
terima kasih atas bimbingan para Bhikkhu. Sebelumnya selama 3 bulan saat musim
penghujan yaitu purnama bulan Juli sampai purnama bulan Oktober,
Bhikkhu-Bhikkhu menetap di suatu vihara untuk mengembangkan batin dan tetap
membina umat atau biasa disebut masa vassa.
Di Metta
Vihara Tegal tidak ada Bhikkhu yang menjalani Vassa, karena jumlah Bhikkhu yang
relatif lebih sedikit dari jumlah vihara di seluruh Indonesia. Tetapi umat
Buddha Metta Vihara Tegal tetap mempunyai kesempatan melaksanakan upacara
Sangha Dana di bulan Kathina, yang dalam setahun hanya bisa dilaksanakan sekali
dengan tempo satu bulan, sehingga semua vihara berkesempatan menyelenggarakan
sangha dana di bulan Kathina.
Di saat
bulan Kathina umat Buddha berbondong-bondong datang untuk mempersembahkan dana
yang merupakan satu kesempatan berdana dengan buah karma baik yang besar, maka
banyak umat mempersembahkan jubah dan 4 kebutuhan pokok Bhikkhu, yaitu :
·
sandang = jubah
·
papan = vihara, tempat tinggal para Bhikkhu di vihara. Untuk
menjaga kenyamanan dan keindahan vihara dibutuhkan dana untuk pemeliharaan.
·
pangan = makanan. Bhikkhu dalam keseharian hanya makan 2 kali,
pagi dan siang, setelah lewat tengah hari Bhikkhu tidak diperkenankan makan,
tetapi masih diperkenankan minum sampai esok hari.
·
Dan yang terakhir adalah obat-obatan.
Metta
vihara Tegal telah menyelenggarakan upacara Sangha Dana di bulan Kathina pada
tanggal 17 November 2012 dengan dihadiri oleh 4 orang Bhikkhu yang merupakan
syarat untuk bisa mewakili Sangha, harus dihadiri 4 Bhikkhu. Upacara
berlangsung dengan baik penuh dengan nuansa ritual dan kesederhanaan.
Pada
pagi hari sebelumnya yaitu 17 dan 18 pagi, diselenggarakan Pindapatta yaitu
Bhikkhu memberi kesempatan kepada umat untuk memberikan dana makanan. Pukul
06.30 WIB Bhikkhu keluar dari vihara menuju ke Jl. Teri dengan membawa Bowl
(Patta / mangkok) di mana banyak umat dengan sabar telah menunggu para Bhikkhu
lewat, dengan beranjali umat memasukkan makanan yang telah dipersiapkan untuk
didanakan dalam mangkok yang dibawa Bhikkhu. Sementara umat yang mendampingi
Bhikkhu memindahkan ke kantong yang telah dipersiapkan. Acara Pindapatta
berlangsung 2 hari dengan sukses. Karena ada umat yang belum tahu mereka
berdana dalam bentuk amplop, untuk tidak mengecewakan niat baik umat tersebut
amplop diterimakan oleh pendamping Bhikkhu karena Bhikkhu di dalam vihaya (peraturan
Bhikkhu) tidak diperkenankan memegang uang. Selanjutnya dana dalam bentuk
amplop akan dipergunakan untuk memenuhi 4 kebutuhan pokok Bhikkhu.
Pada
tanggal 18 November 2012 jam 14.00 s/d 15.30 WIB, satu bus rombongan forum
ibu-ibu Buddhis Bali yang terdiri dari ibu-ibu didampingi bapak-bapak berjumlah
sekitar 40 peserta berkunjung ke Metta Vihara. Sungguh mengesankan semangat
para ibu-ibu dari Bali, mendorong semangat untuk terus mengembangkan Buddha
Dhamma dan menerapkan Dhamma dalam kehidupan sehari-hari akan membawa manfaat
bagi diri sendiri dan orang banyak.
Dhamma
Indah pada awalnya, Indah di tengah dan Indah di akhirnya, bukan hanya semboyan
untuk dikagumi tetapi lebih dari itu bagaimana kita dapat menerapkan Dhamma
dalam menjalani kehidupan keseharian untuk menggapai kebahagiaan dalam
kehidupan sekarang juga kehidupan selanjutnya.
Pada
hari Minggu tanggal 25 November 2012, di Metta Vihara Tegal diselenggarakan
DONOR DARAH bekerja sama dengan umat Khong Hu Cu dan Kodim Tegal. Pada
kesempatan itu Bapak dan Ibu Komandan Kodim ikut mendonorkan darah. Atas
kerjasama dengan Kospin Jasa Tegal dan Bank CIMB NIAGA, kepada 50 pendonor
pertama diberikan souvenir mug, payung, jam dinding dan kaos.
Pada
tanggal 30 November 2012 umat Buddha Metta Vihara Tegal diminta berpartisipasi
membaca Paritta di Klenteng Tek Hay Kiong Tegal.
Semoga
dengan kekuatan Buddha, Dhamma dan Sangha, dengan karma baik yang telah kita
lakukan, kita diberikan keselamatan, kesehatan dan kebahagiaan.
Semoga
semua makhluk hidup berbahagia.
Tim Redaksi
Cerita Inspiratif
MENGALAH
Di
sebuah jalan raya tinggal dua keluarga yaitu keluarga Li dan keluarga Chang. Bila
kita melewati rumah keluarga Chang, sering terdengar suara ribut-ribut, jika
bukan suara berkelahi, tentu suara orang memaki, menangis dan melempar barang.
Sedangkan
di seberang jalan di rumah keluarga Li, sering terdengar orang berbicara dengan
sopan, lemah lembut dan sering terdengar suara bercanda dan suara orang tertawa
gembira.
Suatu
hari Chang bertemu dengan Li, dengan heran dia bertanya kepada Li,
"Sungguh heran, kenapa dirumah kalian sering terdengar suara tertawa
gembira, tidak pernah terdengar suara pertengkaran? Bagaimana bisa
begitu?"
Li
berkata, "Setiap anggota keluarga kami selalu menganggap dirinya bersalah,
sedangkan setiap anggota keluarga kamu selalu menganggap dirinya adalah orang
yang benar."
"Kenapa
bisa begitu, orang aneh, di dunia ini mana ada orang yang mengatakan dirinya
sendiri orang yang bersalah?"
Li
melanjutkan perkataannya, "Pada suatu hari di tangga rumahmu ada sebuah
gelas diletakkan di anak tangga, gelas itu diletakkan oleh AThe beberapa waktu
yang lalu, ketika AChung melewati anak tangga tanpa sengaja menyenggol gelas
tersebut sehingga pecah dan melukai kakinya, coba engkau terka apa yang dikatakannya?
AChung segera membuka mulutnya memaki, "AThe, kenapa meletakkan gelas ini
di sini, lihat gara-gara kamu kaki saya terluka..!" AThe segera membalas,
"Semua ini kesalahan kamu sendiri, jalan tidak memakai mata..! Heeehh..!
pantas saja terluka..!"
Kemudian apa yang
terjadi......tentu saja mereka berdua berkelahi."
"Semua
ini......khan hal yang normal?" Chang dengan tidak mengerti menjawab...
"Tidak......
jika orang di rumah saya, orang yang menyenggol gelas itu, akan berkata,
"Aduh !
Saya
sungguh tidak berhati-hati, sudah menyenggol pecah gelas ini, celaka, bagaimana
jika nanti terpijak oleh orang lain"......kemudian dia menyingkirkan
pecahan-pecahan gelas itu ke Tong Sampah, lalu orang yang meletakkan gelas
datang meminta maaf, "Maaf..! Maaf..!, tadi saya akan membawa gelas ini ke
lantai atas tetapi tiba-tiba ada telepon masuk ...... saya lupa membawanya... Maaf..!""
"......Lihat
dengan demikian, bukankah hasilnya lebih bagus?" Chang sekarang langsung
mengerti maksud Li.
Jikalau,
setiap manusia ketika bergaul dengan orang lain dapat mengalah selangkah,
bersikap sopan, penuh toleransi dengan orang lain, maka akan seperti keluarga
Li ini.
Setiap
orang tidak mengeluarkan kata-kata yang memaki, menggantikan memaki dengan
meminta maaf, mengubah sifat pemarah menjadi penuh perhatian, bukankah dengan
demikian semuanya akan berjalan dengan baik?
Tidak
saja bisa merubah sebuah pertengkaran yang tidak seharusnya terjadi, mengurangi
dosa (berbuat Karma Buruk) karena memaki-maki, malah bisa mempererat hubungan
satu sama lain.
Li
berkata bahwa semua anggota keluarganya berpikir untuk mencari kesalahan kepada
diri sendiri saat menemui konflik.
Apabila
di dunia ini semua orang menganggap dirinya selalu benar, begitu menemui
masalah lalu menyalahkan keluar (= orang lain), mereka tidak dapat mengintrospeksi
diri sendiri terhadap kejadian yang terjadi di lingkungannya, sebaliknya, jika
seseorang selalu menganggap diri sendiri orang bersalah, selalu karena tidak
berhati- hati membuat kesalahan, Lalu berupaya untuk tidak menyusahkan orang
lain, dia akan senantiasa menjaga sikapnya, akan selalu introspeksi diri,
bukankah demikian?
Semoga
Anda juga selalu memperhatikan orang di sekitar Anda, membuat masalah BESAR menjadi
masalah KECIL, masalah kecil menjadi tidak ada. BUKAN sebaliknya,
membesar-besarkan masalah yang kecil dan yang seharusnya tidak masalah malah
dipermasalahkan. Mundur selangkah demi orang lain, Anda akan menyadari hubungan
antara manusia sebenarnya tidak serumit yang Anda bayangkan.
--- oOo ---
CINTA DAN KOMITMEN
Membuka
Pintu Hati
|
Beberapa
abad yang silam, tujuh orang bhikkhu tinggal di sebuah gua di sebuah rimba di
suatu tempat di Asia, melakukan meditasi cinta kasih tanpa syarat yang saya
ceritakan dalam cerita sebelumnya. Ada seorang bhikkhu kepala, saudara
laki-lakinya, dan sahabat karibnya. Yang keempat adalah musuh bhikkhu kepala,
mereka tidak pernah bisa akur. Bhikkhu kelima adalah seorang bhikkhu yang
sangat tua, begitu rentanya sampai-sampai sewaktu-waktu bisa meninggalkan
dunia. Yang keenam sakit berat juga bisa meninggal kapan saja. Yang terakhir,
ketujuh, adalah bhikkhu yang tak berguna. Dia mendengkur saat dia seharusnya
bermeditasi, tidak bisa mengingat paritta, dan kalau pun kebetulan ingat, dia
menguncarkannya dengan nada sumbang. Dia juga tidak bisa mengenakan jubahnya
dengan pantas. Namun bhikkhu yang lain membiarkannya saja dan berterima kasih
kepadanya karena telah mengajarkan mereka untuk bersabar.
Suatu hari, segerombolan bandit menemukan gua tersebut. Gua itu
sangat terpencil, sangat tersembunyi, sehingga mereka ingin mengambil alih gua
itu untuk dijadikan markas. Jadi mereka berniat untuk membunuh semua bhikkhu
tersebut Akan tetapi, untunglah, bhikkhu kepala sangat lihai berbicara untuk
membujuk orang. Dia berhasil jangan tanya saya caranya membujuk gerombolan
bandit itu untuk membiarkan bhikkhu-bhikkhu itu pergi, kecuali satu orang, yang
akan dibunuh sebagai peringatan kepada bhikkhu-bhikkhu yang lain untuk tidak
mengatakan lokasi gua itu kepada siapa pun. Hanya itulah yang .terbaik yang
bisa dilakukan sang bhikkhu kepala.
Bhikkhu
kepala dibiarkan sendirian selama beberapa saat untuk " membuat keputusan
yang menyedihkan mengenai siapa yang akan dikorbankan, sehingga yang lainnya
bisa pergi bebas.
Tatkala
saya menceritakan kisah ini di depan publik, saya berhenti sebentar untuk
bertanya kepada hadirin, "Baiklah, menurut Anda, siapakah yang akan
dipilih oleh bhikkhu kepala?" Pertanyaan ini biasanya bisa menyegarkan
hadirin yang terkantuk-kantuk dalam ceramah saya dan membangunkan mereka yang
sudah tertidur. Saya mengingatkan mereka bahwa ada bhikkhu kepala, saudara
laki-lakinya, sahabatnya, musuhnya, bhikkhu tua dan bhikkhu yang sakit
(dua-duanya sudah mau mati), serta bhikkhu yang tak berguna. Menurut Anda,
siapa yang akan dipilihnya?
Sebagian
menyarankan si musuh saja. "Bukan," kata saya.
"Saudaranya?" "Salah."
Bhikkhu
yang tak berguna selalu saja disebutkan tega nian kita! Setelah cukup menikmati
jawaban-jawaban itu, saya beberkan jawabnya : bhikkhu kepala tidak mampu
memilih.
Cinta kasihnya kepada saudaranya persis sebesar, tidak lebih dan
tidak kurang, cinta kasihnya kepada sahabatnya, dan juga persis dengan cinta
kasihnya kepada musuhnya, kepada bhikkhu tua, bhikkhu yang sakit bahkan kepada
bhikkhu yang tak berguna itu. Dia telah menyempurnakan arti kata-kata itu:
pintu hatiku akan selalu terbuka untukmu, apa pun yang kamu lakukan, siapa pun
kamu.
Pintu
hati bhikkhu kepala terbuka lebar untuk semua, tanpa syarat, tanpa pandang
bulu, cinta kasih yang mengalir bebas. Dan yang paling penting, cinta kasihnya
kepada orang lain sama besarnya dengan cinta kasihnya kepada dirinya sendiri.
Pintu hatinya juga terbuka untuk dirinya sendiri. Itulah mengapa dia tidak
mampu memilih antara dirinya sendiri dan yang lain-lain.
Saya
mengingatkan orang Yahudi-Kristiani di antara hadirin saya bahwa kitab mereka
mengajarkan untuk "cintai tetanggamu seperti dirimu sendiri". Tidak
lebih dari dirimu sendiri dan tidak kurang dari dirimu sendiri, namun setara
dengan dirimu sendiri. Itu berarti memperlakukan orang lain seperti halnya kita
memperlakukan diri sendiri dan memperlakukan diri sendiri seperti halnya kita
memperlakukan orang lain.
Mengapa kebanyakan hadirin berpikir bahwa bhikkhu kepala akan
mengorbankan dirinya sendiri untuk dibunuh? Mengapa, dalam budaya kita, kita
selalu mengorbankan diri sendiri untuk orang lain dan menganggap hal ini
sebagai kebaikan? Mengapa kita lebih menuntut, lebih kritis, dan menghukum diri
sendiri lebih dari siapa pun? Alasannya cuma satu: kita belum belajar bagaimana
mencintai diri sendiri. Jika Anda merasa sulit untuk berkata kepada orang lain:
"pintu hatiku terbuka untukmu, apa, pun yang kau lakukan," akan jauh
lebih sulit untuk mengatakannya kepada diri sendiri, "Aku. Orang yang
begitu dekat, kalau nggak salah ingat. Diriku. Pintu hatiku juga akan selalu
terbuka untuk diriku sendiri. Aku ini, tak peduli apa pun yang telah kulakukan.
Ayo masuk."
Itulah
yang saya maksudkan dengan mencintai diri kita sendiri: ini dinamakan pemaafan.
Melangkah keluar dari penjara rasa bersalah; berdamai dengan diri sendiri. Dan
jika Anda punya nyali untuk mengatakan kata-kata itu kepada diri Anda sendiri,
dengan sejujurnya, dari relung hati yang terdalam, maka Anda akan menyongsong
ke depan, bukannya mundur, untuk menemukan cinta kasih yang luhur. Suatu hari,
kita semua harus mengatakan kata-kata itu, atau yang semacamnya, kepada diri
kita sendiri, dengan sejujurnya, bukan hanya main-main. Saat kita melakukannya,
itu seakan-akan seperti memanggil pulang bagian dari diri kita yang telah lama
terusir, hidup membeku di luar sana. Kita merasa tersatukan, utuh, dan lepas
untuk berbahagia. Hanya ketika kita bisa mencintai diri sendiri dengan cara
begitu, barulah kita benar-benar mengerti bagaimana mencintai orang lain, tidak
lebih dan tidak kurang.
Dan
harap diingat, Anda tidak perlu menjadi sempurna terlebih dahulu, tanpa
kesalahan, untuk memberikan cinta Anda kepada diri sendiri. Jika Anda harus
menunggu kesempurnaan, itu tidak akan tiba. Kita harus membuka pintu hati kita
kepada diri kita sendiri, apa pun yang telah kita lakukan. Begitu kita berada
di dalamnya, sempurnalah kita.
Orang sering bertanya kepada saya, apa yang terjadi dengan ketujuh
bhikkhu tersebut sewaktu bhikkhu kepala mengatakan kepada para bandit bahwa dia
tidak mampu memilih.
Kisah ini, seperti yang saya dengar beberapa tahun silam, tidak
mengisahkan kelanjutannya: ceritanya berhenti sampai di situ. Namun
saya tahu apa yang terjadi kemudian; saya mereka-reka apa yang seharusnya
terjadi. Ketika bhikkhu kepala menjelaskan kepada para bandit kenapa dia tidak
mampu memilih antara dirinya sendiri dan yang lain, dan menjelaskan arti cinta
kasih dan pemaafan seperti yang saya jelaskan kepada Anda tadi, maka semua
bandit menjadi sangat terkesan dan terinspirasi sehingga tidak hanya mereka
melepaskan semua bhikkhu itu, namun mereka juga bertobat dan menjadi bhikkhu!
--- oOo ---
SEGENGGAM DAUN BODHI
KUMPULAN
TULISAN
BHIKKHU
DHAMMAVUDDHO MAHA THERA
Message of The Buddha
PESAN BUDDHA
Namo Tassa Bhagavato Arahato
Samma Sambuddhassa
Pendahuluan
Buddha muncul
di dunia sekali dalam kurun waktu yang sangat lama, pada saat dunia terjerumus
ke dalam gelapnya ketidaktahuan akan realitas atau eksistensi Kebenaran.
Pencerahan diri oleh usaha mereka sendiri yang tekun, mereka membawa cahaya
pengetahuan ke dunia. Buddha adalah 'Yang Sadar" atau "Yang
Tercerahkan" terhadap Kebenaran yang berhubungan dengan alam semesta
Meskipun
terlahir sebagai seorang manusia, setelah pencerahan-Nya, Buddha tidak
bisa dianggap sebagai seorang manusia, makhluk alam surga, atau jenis makhluk
apapun. Ini dikarenakan Beliau telah sepenuhnya melepaskan ego atau
diri/pribadi yang dilekati oleh semua makhluk.
Keberadaan-Nya melampaui
semua makhluk di semesta ini.
Semua Buddha membabarkan pesan yang sama : “Hindari
kejahatan, lakukan kebajikan, sucikan pikiran". Ini juga dikenal
sebagai Tiga bagian pelatihan untuk mendapatkan berkah/pahala kebajikan.
Ajaran-Nya sering dikenal sebagai Dhamma, sementara Sangha merujuk
pada bhikkhu/bhikkhuni, idealnya mereka yang Mulia (Ariya).
HINDARI KEJAHATAN
Ini
berarti tidak merugikan diri sendiri maupun orang lain. Kriteria baik dan-buruk
dalam Buddhadhamma adalah apa yang bermanfaat dan merugikan, baik
terhadap diri sendiri maupun orang lain. Menghindari kejahatan berarti melatih
kemoralan (sila) yakni menjalankan sila.
Lima Sila (Pancasila)
Terdapat
lima dasar kemoralan dimana setiap orang didorong untuk menjalankannya demi
kesejahteraan mereka sendiri karena pelanggaran terhadapnya dapat membawa pada
akibat yang sangat menyedihkan. Lima sila terdiri dari :
(i) Menghindari pembunuhan. Seseorang
tidak seharusnya secara sengaja menghilangkan nyawa makhluk hidup manapun.
Kehidupan adalah hal yang paling berharga bagi setiap makhluk hidup. Ketakutan
terbesar dirasakan oleh setiap makhluk hidup ketika hidupnya dalam bahaya/terancam.
Sebagai contoh, berburu binatang untuk olahraga adalah sangat tercela. Bentuk
ketidakpedulian terhadap kesejahteraan makhluk lain inilah yang membawa kepada
kerugian terbesar kita. Tidak termasuk pelanggaran jika tidak ada kehendak/niat
untuk membunuh.
Memang
benar bila terkadang sangatlah sulit untuk melatih sila ini, misalnya
sehubungan dengan tikus, kecoa dan semut di rumah. Bagaimanapun, kebijaksanaan
harus dilatih untuk sampai pada solusi terbaik, seperti mencegah peluang masuk
mereka terhadap makanan dan memastikan kalau sisa-sisa makanan.
Akan tetapi,
Buddha secara bijaksana mengijinkan konsumsi daging dengan tiga kondisi :
orang tidak melihat, mendengar, atau mencurigai (bahwa binatang tersebut secara
khusus dibunuh untuk seseorang). Jadi seseorang diijinkan, sebagai contohnya,
membeli daging mentah dari pasar, tetapi tidak diijinkan memesan seekor ayam
yang masih hidup untuk disembelih.
Menyebabkan
atau merekomendasikan euthanasia (pembunuhan karena belas kasih), menggugurkan kandungan, dan
penggunaan jenis kontrasepsi setelah
terjadinya pembuahan, secara umum juga tidak diperbolehkan.
(ii) Menghindari pengambilan sesuatu yang
tidak diberikan. Seseorang disebut melanggar sila ini jika barang yang
dicuri adalah milik orang lain dan seseorang mengetahui hal ini dan mempunyai
niat untuk mencuri. Seseorang bahkan
tidak seharusnya mengambil sesuatu yang telah ditinggali oleh orang lain
jika ada kemungkinan bahwa orang tersebut akan kembali mencarinya, kecuali
untuk menyimpannya secara aman, dengan tujuan mengembalikan barang tersebut
kepada pemiliknya.
(iii) Menghindari perbuatan asusila.
Perbuatan asusila berarti melakukan, hubungan seksual dengan pasangan atau
tunangan seseorang, seseorang yang dibawah umur, dilarang oleh hukum/norma
susila (seperti anggota keluarga dekat, bhikkhu atau bhikkhuni). Nafsu
yang berlebihan adalah penyebab kelahiran kembali di alam binatang.
(iv) Menghindari perkataan bohong.
Perasaan malu dan takut akan kesalahan adalah dua penjaga dunia, menurut Buddha.
Buddha berkata bahwa jika seseorang dapat berbohong secara sengaja, maka
tidak ada sesuatu lainnya yang dapat membuatnya merasa malu, untuk berbuat.
Seseorang dinilai dari ucapannya.
Selain
berbohong, ucapan tak bajik yang harus dihindari adalah berbagai Jenis ucapan
dengki (yang menyebabkan ketidakharmonisan), ucapan kasar, dan gosip tak
bermanfaat.
(v) Menghindari minuman keras.
Seseorang seharusnya tidak meneguk minuman keras dan menggunakan obat bius
karena ini melemahkan kemampuan indera yang berakibat kepada hilangnya ingatan
kurang waspada, tidak bersemangat dan lamban, dan secara umum menjadi lebih
bodoh. Hal ini juga membawa pada kegagalan dalam memenuhi tanggung jawab
seseorang, habisnya kekayaan, pertengkaran dan bahkan perkelahian, serta
ketidaknyamanan umum dan gangguan pada orang lain.
--- oOo
---
SEGENGGAM
DAUN BODHI
Penerjemah
:
Rety
Chang Ekavatti, S. Kom, BBA
Yuliana
Lie Pannasiri, MBA
Penyunting
:
Nana
Suriya Johnny, SE
Andromeda
Nauli, Ph.D
Setitik Cahaya di Balik Kabut 2
Latihan Sila
Pandita R. Surya Widya
Monday, October 11, 2010 at 10:27 pm
Pancasila agama Buddha itu bukan larangan, namun latihan yang
harus dilakukan terus menerus dengan kesadaran penuh.
Kalau hari ini melanggar sila bukan berarti harus segera masuk
neraka, pelanggaran itu harus disadari, diakui secara jujur, sangat menyesal,
lalu bertekad untuk tidak melanggar lagi. Itu namanya latihan.
Akan tetapi apabila pelanggaran itu dilakukan terus menerus dengan
sadar, tanpa ada penyesalan, maka setelah meninggal dunia sudah dipastikan akan
menjadi penghuni alam neraka. Yang masuk neraka adalah yang melakukan
pelanggaran, tidak dapat menyalahkan orang lain. Oleh karena itu lawan yang
terbesar adalah ketidaktahuan atau kebodohan, yang diikuti dengan nafsu serakah
yang luar biasa dan rasa benci yang berlebihan.
Yang bekerja adalah hukum alam, yaitu hukum karma. Kalau tidak mau
menderita janganlah membuat makhluk lain menderita. Sangat simple. Kalau kelak
mau menjadi raja dengan banyak pengikut, atau jadi dewa yang memiliki istana
yang megah dengan pelayan ribuan, maka sejak hari ini harus banyak melayani
orang lain atau makhluk lain dengan tulus dan rela.
Orang yang memiliki sila pasti akan hidup lebih tenang dan lebih
nyaman, kalau tidak percaya boleh dicoba sendiri.
--- oOo ---
UCAPAN
SELAMAT TAHUN BARU IMLEK
Dalam edisi Januari 2013 buletin Brivi akan
memuat ucapan Selamat Tahun Baru Imlek yang tepatnya tanggal 10 Februari 2013.
1 halaman Rp 300.000,-
½ halaman Rp 150.000,-
¼ halaman Rp 100.000,-
Kolom bersama Rp 50.000,-
Bagi Bapak / Ibu / Saudara yang akan mengisi
ucapan selamat paling lambat tanggal 20 Januari 2013 harus sudah masuk ke
redaksi menghubungi :
1. Metta Vihara Jl.
Udang No. 8 Tegal (0283)
323570
2. Bpk/Ibu Lukman Susilo (Apt. Nasional) Jl. P. Diponegoro 119 Tegal 081802855355
3. Bpk. Lie Ing Beng (Tk. Mira) Jl. HOS Cokroaminoto 69 Tegal 081326979788
4. Ibu Pranoto Jl.
Cendrawasih No. 17 Tegal (0283)
351238
5. Ibu Tusita Wijaya (Tk. Gema Jadi) Jl. Salak No. 123 Tegal (0283)
356017
6. Ibu Ang Siu Lan Jl.
Udang No. 7 Tegal 081548134633
7. Ibu Tjutisari Jl.
Gurami No. 53 Tegal 08174939382
8. Bpk. Suriyadhammo Jl.
KH Nakhrawi No. 10 Tegal 085727489261
Dana Anda dapat ditransfer ke rekening BCA 0479073688
a.n. YUNINGSIH ASTUTI -
TUSITA WIJAYA
Semoga kebajikan yang dilakukan Bapak / Ibu /
Saudara berbuah dalam bentuk umur panjang, sehat walafiat, sukses dan
berbahagia bersama keluarga.
Semoga semua makhluk hidup berbahagia.
Metta
Cittena,
Dayakasabha
Metta Vihara Tegal
ttd
ttd
Lie
Ing Beng Suriyadhammo
Ketua
Sekretaris
Melangkah di Keheningan
Mengenal lebih dekat Bhikkhu Uttamo
dan ajaran Agama Buddha
Tanya:
Begini
Bhante, saya melihat ada berbagai cara seseorang mati. Ada yang kecelakaan atau
gimana gitu. Bisakah kita mengkondisikan agar kita nanti meninggal dalam
keadaan bahagia?
Jawab:
Sebenarnya
seseorang bisa saja mengkondisikan kematian agar berlangsung dalam kondisi
bahagia seperti yang ia harapkan. Namun, kondisi itu perlu diperjuangkan.
Kondisi utama yang diperlukan untuk itu adalah mempunyai kamma baik yang
mencukupi. Selanjutnya, setiap malam sebelum tidur, ia hendaknya mengucapkan
tekad dalam hati : "Semoga dengan kebaikan yang telah saya lakukan sampai
saat ini akan mengkondisikan saya meninggal dengan tenang dan bahagia, lahir kembali
sebagai manusia yang mengenal Dhamma." Umat Buddha memang lebih
mementingkan kelahiran kembali di alam manusia daripada di surga. Sikap ini
dilakukan karena terlahir di surga sebenarnya lebih mudah daripada terlahir di
alam manusia. Terdapat 26 alam surga menurut Dhamma, sedangkan alam manusia hanya satu saja. Surga yang
sedemikian banyak diperlukan karena adanya berbagai tingkat kebajikan yang
dimiliki oleh setiap makhluk. Mereka yang mempunyai kamma baik lebih banyak
tentu akan terlahir di alam surga yang lebih baik pula. Namun, bahkan hanya
dengan memiliki keyakinan pada Buddha Dhamma saja seseorang dapat terlahir di
alam surga. Salah satu contoh yang sangat terkenal tentang hal ini adalah kisah
Matakundali. Pada jaman Sang Buddha hiduplah seorang anak kecil bernama
Matakundali. la terlahir di keluarga yang kaya raya. Sayangnya, ayah
Matakundali; bersifat sangat kikir.
Ketika Matakundali sedang sakit parah, ayahnya justru meletakan Matakundali di depan pintu rumah, di teras. Ia kuatir
apabila teman-teman Matakundali datang menjenguk, mereka akan melihat dan
menyiarkan tentang rumah mewahnya. Pada suatu pagi, Sang Buddha dengan kekuatan
batinNya melihat dengan jelas bahwa apabila hari ini Matakundali meninggal
dalam keadaan menderita, ia akan terlahir di alam menderita pula. Sang Buddha
kemudian berusaha menolong Matakundali. Sang Buddha melangkah di depan rumah
Matakundali. Melihat Sang Buddha melangkah dengan agung dan anggun, Matakundali
sangat terkesan. Batinnya sangat berbahagia, la kemudian sambil merangkapkan
kedua tangan di depan dada, sambil terbaring lemah, ia mengucapkan dalam batin:
"Aku berlindung pada Buddha. Aku berlindung pada Dhamma. Aku berlindung
pada Sangha." Tidak lama setelah Sang Buddha lewat, Matakundali meninggal dunia.
Bapaknya sangat sedih. la menangis tanpa henti. Bahkan, setelah jasad
Matakundali dikremasikan, dibakar, bapaknya masih terus menangis sedih. Pada
saat itulah, muncul seorang pemuda tampan di sampingnya. la menangis lebih
keras sehingga membingungkan bapak yang masih bersedih ini. Ia berpikir :
"Siapakah dia? Kenapa anak ini menangis lebih keras daripada saya?"
la kemudian menanyakan hal ini langsung kepada anak tersebut. Jawabnya :
"Saya ingin mendapatkan sepasang roda kereta mainan". Mendengar
keinginan yang sangat sederhana namun ditangisi dengan keras ini, bapak
tersebut menyanggupi untuk mencarikan sepasang roda mainan yang dimaksud. Sang
pemuda menjelaskan bahwa sepasang roda keretanya adalah matahari dan bulan.
Dengan sangat terkejut, bapak itu menegaskan bahwa tidak mungkin matahari dan
bulan menjadi roda kereta mainan. Jadi, anak itu disarankan untuk tidak
menangis lagi. Namun, pemuda itu memberikan jawaban:"Lebih baik saya
menangisi matahari dan bulan yang ada dan nampak di langit daripada seorang
ayah yang menangisi anaknya yang sudah tidak ada." Dengan rasa ingin tahu
bapak tersebut bertanya, siapa sebenarnya anak itu. Dan, sang pemuda menjawab
bahwa dirinya adalah Matakundali yang karena keyakinannya kepada Sang Buddha
sebelum ia meninggal dunia, ia sekarang sudah terlahir di alam surga. Ketika ia
melihat bapaknya selalu menangis, ia kemudian berusaha menyadarkannya agar
tidak terlalu bersedih atas kematiannya. Kisah singkat inilah yang menjadi
salah satu dasar pemikiran bahwa terlahir di alam surga tidaklah sulit, cukup
dengan memiliki keyakinan kepada Sang Buddha, Dhamma serta Sangha. Justru
terlahir sebagai manusia itulah yang sulit. Dalam Dhammapada hal itu juga telah
disebutkan. Kesempatan terlahir sebagai manusia akan memberikan kondisi
seseorang mungkin mencapai kesucian dalam kehidupannya. Kondisi ini dapat
dicapai ketika seseorang mampu melihat dengan jelas adanya perubahan,
suka-duka, untung-rugi, sehat-sakit dsb. Dengan melihat perubahan inilah,
seseorang hendaknya mampu merenungkan dan mengembangkan kebijaksanaan agar
lenyap kemelekatan dari batinnya dan ia pun mencapai kesucian atau Nibbana.
Selain
bertekad terlahir sebagai manusia, seseorang hendaknya-juga bertekad untuk
mengenal Dhamma pada kehidupan yang selanjutnya. Karena, walaupun ia terlahir
sebagai manusia, jika ia tidak mengenal Dhamma, maka kesempatan untuk mencapai
kesucian menjadi berkurang. Oleh karena itu, rumusan tekad yang bisa diucapkan
adalah : "Semoga dengan kebajikan yang telah dilakukan sampai saat ini
akan memberikan kondisi kematian saya berlangsung dengan tenang dan saya akan
terlahir kembali sebagai manusia serta mengenal Dhamma". Namun, jika
seseorang masih ingin terlahir di alam surga, maka ia dapat selalu mengucapkan
tekad dalam batin: "Semoga dengan kebajikan yang telah dilakukan sampai
saat ini akan memberikan kondisi kematian saya berlangsung dengan tenang dan
saya akan terlahir kembali di alam surga." Dengan selalu mengulang tekad
yang sama, maka pada saat seseorang meninggal dunia, apabila ia mempunyai kamma
baik yang mendukung, bisa saja tekad yang selalu diucapkan itu akan menjadi
kenyataan. Semoga demikianlah adanya.
--- oOo ---
Setitik Cahaya di Balik Kabut 2
Berterima Kasih dan Revolusi
Pandita R. Surya Widya
Saturday, January 29, 2011 at 3:11 pm
Setelah
mencapai Pencerahan Agung, Buddha Gotama menatap tanpa berkedip selama 7 hari 7
malam ke arah pohon Bodhi yang telah memberi keteduhan dan tempat untuk
bermeditasi kepada Beliau sebagai ungkapan rasa terima kasih yang sangat dalam.
Perbuatan ini perlu diteladani, yaitu berterima kasih kepada apa saja yang
berjasa kepada kita.
Manusia
terlalu angkuh untuk berterima kasih kepada bumi ini, kepada alam ini, kepada
sumber daya alam ini. Oleh karena keserakahan yang sangat luar biasa, manusia
yang merasa menguasai kemajuan teknologi telah membuat bumi ini lebih cepat
rusak dan aus. Padahal untuk menghirup udara tidak perlu bayar, dan untuk
kebutuhan yang lain harus bayar kepada penguasa atau kepada pedagang, bukan
kepada bumi!
Penggunaan
bahan-bahan kimia perusak ozon yang berlebih-lebihan membuat sinar matahari
bisa langsung menembus ke permukaan bumi, ditambah penebangan pohon yang tidak
terkendali, penambangan yang sembarangan, dan lain-lain, mengakibatkan
terjadinya efek rumah kaca yang membuat iklim jadi kacau balau, yang susah ya
manusia juga.
Penggunaan
bahan plastik/styrofoam, pestisida (dll) yang berlebihan juga membuat rusak
ekosistim di sekitar kita, membuat hewan-hewan sangat menderita, akhirnya
manusia juga ikut lebih menderita.
Kalau
kita semua mau berterima kasih kepada alam ini, mau memelihara bumi ini dengan
sebaik baiknya, tidak dikendalikan oleh keserakahan yang berlebihan, mungkin
bumi ini akan lebih nyaman ditempati oleh manusia untuk waktu yang lebih lama.
Siapa mau ?
Untuk
itu perlu revolusi dalam berpikir dan bertindak. Revolusi untuk mengubah hidup
boros menjadi hidup hemat, bukan melarat.
--- oOo ---
Setitik Cahaya di Balik Kabut 2
Bahagia tetapi masih menderita
Pandita R. Surya Widya
Saturday,
October 31,2009 at 8:39am
Banyak
orang yang hidupnya mapan, semuanya punya, bahagia menurut ukuran umum, tetapi
batin toh masih menderita. Kalau tidak percaya boleh tanya.
Tujuan hidup umat Buddha
yang tertinggi bukanlah hidup bahagia, namun terhentinya dukkha.
Setiap
orang punya definisi yang berbeda-beda tentang kebahagiaan, tergantung dari
visinya masing-masing mengenai bahagia. Namun semua orang pasti mempunyai
konsep yang sama mengenai dukkha.
Siapa
yang tidak tahu perasaan sebel karena berkumpul dengan yang dibenci, siapa yang
tidak tahu rasanya perut melilit karena mau buang air besar, siapa yang tidak
tahu rasa sakit gigi yang senut-senut karena berlubang, siapa yang tidak tahu
perasaan takut di saat ada gempa bumi dll. Masih banyak sekali kondisi yang
menggambarkan hal-hal yang tidak menyenangkan, yang tidak memuaskan, yang
memusingkan, yang kita rasakan bersama.
Yang
penting adalah menerima apa yang datang dengan hati lapang, setelah berlangsung
beberapa saat badai pasti akan berlalu. Jangan biarkan batin menjadi kacau dan
melakukan perbuatan yang keliru.
Perasaan
nyaman dan bahagia yang kita alami suatu saat pasti berakhir, itu juga bagian
dari dukkha. Pikiran yang bergerak kian kemari, perasaan yang datang dan pergi,
semuanya adalah dukkha.
Dukkha
akan terhenti dengan patahnya belenggu.
--- oOo ---
TANYA JAWAB DENGAN
BHIKKHU UTTAMO
Dari : Soetrisno,
Yogyakarta.
Bhante, bagaimana cara
latihan berdana yang baik.
1. Misalkan di perempatan
jalan banyak orang minta-minta / ngamen, kita tak tahu apakah mereka betul-betul
orang tak mampu / profesi.
2. Berdana kepada Sangha
adalah yang tertinggi.
Bagaimana
kaitannya dengan lingkungan di sekitar daerah yang sangat miskin yang untuk
menghidupi diri / keluarganya saja masih susah.
Mohon dijelaskan.
Terimakasih.
Jawaban:
Berdana
atau kerelaan dalam pengertian Buddhis tidak harus memberikan benda atau
materi. Kalaupun orang melakukan kerelaan dengan memberikan materi, maka bentuk
dan besar materi yang diberikan juga tidak ditentukan dalam kitab suci Tipitaka.
Dengan demikian, semua bentuk kerelaan itu haruslah disesuaikan dengan
kemampuan yang dimiliki setiap orang.
Apabila
ada orang yang masih mengalami kesulitan untuk menghidupi keluarganya sendiri
namun ia ingin melakukan kerelaan, maka ia mempunyai beberapa pilihan.
Pertama,
ia dapat memberikan sedikit uang kepada pengemis atau pengamen yang ditemuinya.
Pada saat memberikan uang kepada pengemis, hendaknya ia tidak lagi berpikir
tentang kondisi pengemis yang tidak mampu atau hanya merupakan profesi.
Pikiran
ini akan mengurangi nilai kebajikan yang sedang dilakukan. Lebih baik, ia
memutuskan secara tegas untuk memberi kepada pengemis itu atau ia tidak akan
memberinya tanpa harus memperhatikan latar belakang si pengemis tersebut.
Apabila
ia masih mengalami kesulitan untuk memberikan sedikit uang kepada pengemis itu,
maka ia dapat pula memberikan sebagian makanan yang ada di rumahnya.
Namun,
bila pemberian makanan ini pun juga memberatkannya, ia boleh juga untuk tidak
memberi apapun kepada pengemis itu. Tidak memberikan dana seperti dalam kasus
ini, dipandang secara Dhamma bukanlah karma buruk melainkan ia telah HILANG
KESEMPATAN BERBUAT BAIK.
Kedua,
apabila ia ingin memberikan dana kepada Sangha, maka ia dapat mempersembahkan
kebutuhan pokok sangha yaitu pakaian, tempat tinggal, makanan serta obat-obatan.
Persembahan ini hendaknya juga disesuaikan dengan kemampuannya. la boleh saja
memberikan sebatang jarum untuk menjahit jubah. la boleh juga meminjamkan
ruangan di rumahnya untuk anggota sangha beristirahat sejenak di tengah
perjalanan membabarkan Dhamma ke berbagai tempat. Ia bahkan boleh juga membantu
memijat badan anggota sangha yang sedang sakit.
Dengan
demikian, cukup banyak kesempatan yang dapat dilakukannya dalam memberikan
persembahan kepada sangha. Semua persembahan ini tidak tergantung pada materi
yang dimiliki, melainkan dari kemauan yang ada dalam dirinya. Sesungguhnya
latihan berdana atau kerelaan yang bersifat materi ini adalah merupakan latihan
awal. Ada lagi latihan berdana yang lebih tinggi yaitu 'berdana keakuan'. Dana
keakuan ini bisa berbentuk kemauan seseorang untuk dapat memaafkan orang yang
telah bersalah kepadanya. Dengan demikian, walaupun seseorang dapat berdana
materi dalam jumlah yang cukup besar, selama ia masih belum dapat memaafkan
musuh atau orang yang dibencinya, maka dana yang dipersembahkannya adalah dana
yang masih bersifat materi serta masih merupakan dana tingkat awal. Meskipun
demikian, ia dapat terus membiasakan diri untuk memberikan dana materi sebagai
langkah awal memberikan keakuannya. Semoga dengan penjelasan tadi akan dapat dimengerti
tentang makna dana yang bersifat materi maupun dana yang bersifat bukan materi.
Semoga bahagia.
|
Kitab Suci Agama Buddha bagian dari
Khuddaka
Nikaya, Sutta Pitaka
Judul asli : The
Sutta-Nipata
Translated from The Pali by H. Saddatissa
3. KHAGGAVISANA SUTTA
Cula
Unicorn
Kemelekatan indera dan hubungan dengan orang lain harus dihindari
19 Bagaikan gajah agung bertubuh besar, yang berciri putih, yang
berkelana di hutan sepuas hatinya, yang meninggalkan kelompoknya ..................................................................... (53)
20 'Bahkan pembebasan sementara pun tidak mungkin dicapai oleh orang
yang senang pada masyarakat.' Karena memperhatikan kata-kata Adiccabandhu ini ............................................ (54)
21 'Saya telah melenyapkan pandangan salah, memperoleh Jalan yang benar
dan benar-benar telah sampai di tujuan. Kebijaksanaan telah lahir di dalam
diriku dan saya telah memahami dengan usahaku sendiri.' Hendaknya (55)
22 Setelah terbebas dari keserakahan dan ketidakjujuran, tanpa nafsu
keinginan dan iri hati, setelah melenyapkan ketidaktahuan, tidak lagi memiliki
nafsu untuk apa pun di seluruh dunia ini (56)
23 Kawan yang sinis, yang memanjakan diri dalam tipu muslihat, yang
melekat pada pandangan salah, harus dihindari. Kawan yang tidak bertanggung
jawab seperti ini harus tidak didekati ....... (57)
24 Orang harus bergaul dengan kawan yang terpelajar, yang mengetahui
Ajaran, yang berkembang dan memiliki pengetahuan. Setelah mengetahui arti dari
segala sesuatu dan keraguannya hilang (58)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar