Tegal, 24 Januari 2012
No : 53 Tahun Keenam
Penasehat
: Ketua Yayasan Metta Jaya
Penanggung
Jawab : Ketua Dayakasabha Metta Vihara Tegal
Pimpinan
Redaksi : Ibu Tjutisari
Redaksi
Pelaksana : 1. Ibu Pranoto 4. Liliyani
2. Suriya Dhammo 5.
Metta Kurniyawati
3. Ade Kristanto 6.
Wasino
Alamat
Redaksi : Metta Vihara
Jl. Udang
No. 8 Tegal Telp. (0283) 323570
DHAMMAPADA ATTAKHATA
Bab I - Syair-Syair Kembar
Pikiran adalah pelopor dari segala sesuatu,
pikiran adalah pemimpin, pikiran adalah pembentuk. Bila seseorang berbicara
atau berbuat dengan pikiran jahat, maka penderitaan akan mengikutinya bagaikan
roda pedati mengikuti langkah kaki lembu yang menariknya.
Kisah Cakhupala Thera
Suatu
hari, Cakkhupala Thera berkunjung ke Vihara Jetavana untuk melakukan
penghormatan kepada Sang Buddha. Malamnya, saat melakukan meditasi jalan kaki,
sang thera tanpa sengaja menginjak banyak serangga sehingga mati. Keesokan
harinya, pagi-pagi sekali serombongan bhikkhu yang mendengar kedatangan sang thera
bermaksud mengunjunginya. Di tengah jalan, di dekat tempat sang thera menginap
mereka melihat banyak serangga yang mati.
"liih,
mengapa banyak serangga yang mati di sini?" seru seorang bhikkhu.
"Aah, jangan jangan ...", celetuk yang lain. "Jangan-jangan
apa?" sergah beberapa bhikkhu. "Jangan-jangan ini perbuatan sang
thera!" jawabnya. "Kok bisa begitu?" tanya yang lain lagi.
"Begini, sebelum sang thera ber-diam disini, tak ada kejadian seperti ini.
Mungkin sang thera terganggu oleh serangga-serangga itu. Karena jengkelnya ia
membunuhinya."
"Itu
berarti ia melanggar vinaya, maka perlu kita laporkan kepada Sang Buddha!"
seru beberapa bhikkhu. "Benar, mari kita laporkan kepada Sang Buddha,
bahwa Cakkhupala Thera telah melanggar vinaya", timpal sebagian besar dari
bikkhu tersebut.
Alih-alih
dari mengunjungi sang thera, para bhikkhu itu berubah haluan,
berbondong-bondong menghadap Sang Buddha untuk melaporkan temuan mereka, bahwa
'Cakkhupala Thera telah melanggar vinaya!'.
Mendengar
laporan para bhikkhu, Sang Buddha bertanya, "Para
bhante, apakah kalian telah melihat sendiri pembunuhan itu?"
"Tidak
bhante", jawab mereka serempak.
Sang
Buddha kemudian menjawab. "Kalian tidak melihatnya, demikian pula
Cakkhupala Thera juga tidak melihat serangga-serangga itu. karena matanya buta.
Selain itu Cakkhupala Thera telah mencapai kesucian arahat. la telah tidak
mempunyai kehendak untuk membunuh."
"Bagaimana
seorang yang telah mencapai arahat tetapi matanya buta?" tanya beberapa
bhikkhu.
Maka
Sang Buddha menceritakan kisah di bawah:
Pada kehidupan lampau. Cakkhupala pernah terlahir sebagai seorang
tabib yang handal. Suatu ketika datang seorang wanita miskin. "Tuan,
tolong sembuhkanlah penyakit mata saya ini. Karena miskin, saya tak bisa
membayar pertolongan tuan dengan uang. Tetapi. apabila sembuh, saya berjanji
dengan anak-anak saya akan menjadi pembantu tuan", pinta wanita itu.
Permintaan itu disanggupi oleh sang tabib.
Perlahan-lahan
penyakit mata yang parah itu mulai sembuh. Sebaliknya, wanita itu menjadi
ketakutan, apabila penyakit matanya sembuh, ia dan anak-anaknya akan terikat
menjadi pembantu tabib itu. Dengan marah-marah ia berbohong kepada sang tabib,
bahwa sakit matanya bukannya sembuh, malahan bertambah parah.
Setelah
diperiksa dengan cermat, sang tabib tahu bahwa wanita miskin itu telah
berbohong kepadanya. Tabib itu menjadi tersinggung dan marah, tetapi tidak
diperlihatkan kepada wanita itu. "Oh, kalau begitu akan kuganti
obatmu", demikian jawabnya. "Nantikan pembalasanku!" serunya
dalam hati. Benar, akhirnya wanita itu menjadi buta total karena pembalasan
sang tabib.
Sebagai
akibat dari perbuatan jahatnya, tabib itu telah kehilangan penglihatannya pada
banyak kehidupan selanjutnya.
Mengakhiri
cerita Sang Buddha membabarkan syair kembar :
Pikiran adalah pelopor
dari segala sesuatu, pikiran adalah pemimpin, pikiran adalah pembentuk. Bila
seseorang berbicara atau berbuat dengan pikiran jahat, maka penderitaan akan
mengikutinya bagaikan roda pedati mengikuti langkah kaki lembu yang menariknya.
Pada saat khotbah Dhamma itu berakhir, di antara para bhikkhu yang
hadir ada yang terbuka mata batinnya dan mencapai tingkat kesucian arahat
dengan mempunyai kemampuan batin analitis 'Pandangan Terang' (pati-sambhida).
|
SEKAPUR SIRIH
Namo Buddhaya,
Tak terasa waktu demikian cepat berlalu, sejak diluncurkan Buletin
Brivi pertama pada 24 Agustus 2007, kini Brivi telah memasuki tahun keenam.
Semua ini tidak lepas dari peran serta Bapak / Ibu Virajayo Johnny Wijaya.
Keluarga besar Metta Vihara sangat berterima kasih atas pengabdian
Bapak Virajayo Johnny Wijaya yang telah memimpin Metta Vihara selama dua
periode. Semoga karma baik berbuah dalam bentuk kebahagiaan.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan Selamat Tahun Baru 1 Januari
2012 dan Selamat Tahun Baru Imlek 23 Januari 2012.
Edisi Januari 2012, Brivi tampil agak berbeda, ditangani oleh tim
pelaksana baru yang telah dibentuk oleh Ketua Dayakasabha Metta Vihara periode
1 Januari 2012 - 31 Desember 2013.
Akhir kata semoga Buletin Brivi ini dapat menjadi ajang komunikasi
dan persaudaraan sesuai dengan semboyan Brivi.
Sabbe Satta Bhavantu Sukhitata.
Semoga semua makhluk hidup berbahagia.
Sadhu Sadhu Sadhu.
Metta Cittena
Redaksi
Semoga Semua
Makhluk Hidup Berbahagia
Semoga Semua
Makhluk Hidup Berbahagia
SUSUNAN
PENGURUS / DAYAKASABHA
METTA
VIHARA TEGAL
PERIODE
1 JANUARI 2012 - 31 DESEMBER 2013
Penasehat :
Ketua :
Wakil Ketua :
Sekretaris :
Bendahara :
Seksi Dhamma :
Seksi Wanita :
Seksi Pemuda :
Seksi Sosial :
Seksi Rumah Tangga :
Seksi Pemeliharaan :
Seksi Kendaraan :
Seksi Usaha :
Seksi Kesenian & OR :
Seksi Humas :
|
Bpk. Virajayo Johnny Wijaya
Bpk. Lie Ing Beng
Ibu Tjutisari
Bpk. Suriyadhammo
Sdri. Liliyani
Ibu Pranoto
Ibu Tusita Wijaya
Ibu Lay Nyuk Mie
Ibu Endang Susilowati
Bpk. Yanto
Bpk. Budi (Tjoe Tjai Kwang)
Ibu Tan Swie Ie
Ibu Liem Tjioe In
Ibu The Sin Liang
Sdri. Chen Hua Lin
Bpk. Tjoa Thay Soen
Ibu Oey
Ibu Lili Suryani
Ibu Liem Tjie Kwie
Ibu Yoe Djiet Liang
Ibu Oey Bin Nio
Ibu Liem Gwat le
Bpk. Unang Gautama (Oen
Thay Fuk)
Bpk. Liem Ghay Kiong
Bpk. Tjia Kiem Liong
Ibu Ang Siu Lan
Bpk. Tan Siauw Liong
Bpk. Hadi Pramana
|
Pelantikan Dirjen Bimas Buddha
Pada
bulan Agustus telah terjadi momentum yang luar biasa bagi umat Buddha di
seluruh tanah air. Pertama adalah HUT ke-66 RI, saat yang luar biasa yang
memiliki kebanggaan sebagai sebuah bangsa dan negara. Kedua adalah pelantikan
Dirjen Bimas Buddha yang baru yaitu Bapak A. Joko Wuryanto yang menggantikan
Bapak Budi Setiawan. Peristiwa bersejarah ini menjadi tonggak kemajuan agama
Buddha di lingkungan pemerintahan. Sukses bagi Bapak A. Joko Wuryanto dan
terimakasih banyak bagi Bapak Budi Setiawan yang telah berjuang untuk kemajuan
agama Buddha di lingkungan birokrasi.
Pisah -
Sambut Direktur Jenderal Bimas Buddha
Bekasi,
07 September 2011. Keharuan dan kebahagiaan bercampur dan membahana di Hotel
Horison, (hotel yang cukup megah di Kota Bekasi), tatkala menjadi saksi acara
Pisah - Sambut Direktur Jenderal Bimas Buddha dari Bapak Irjen Pol. Drs. Budi
Setiawan, M.Sc., kepada Bapak Drs. A. Joko Wuryanto, S.Sos.,S.Ag.,M.Si., M.Pd.
PP MAGABUDHI menjadi salah satu lembaga keagamaan Buddha yang hadir dalam acara
itu, yang diwakili oleh Pdt. Soewarto Widji Lestari, BA., PMy. Suwarto Atjing,
PMy. Suyanto S.Pd dan Upc. Andriyanto, S.Ag.. Pada saat itu hadir pula (atas
undangan pribadi) yaitu: M.P. Sasanadhaja Dr. R. Surya Widya, SpKJ, dan M.P. T.
Harmanto.
Tepat
pukul 19.00 WIB, acara itu dimulai dengan makan malam yang telah disediakan dan
dilanjutkan dengan acara inti yaitu Pisah - Sambut Direktur Jenderal Bimas
Buddha. Pertama Bapak Irjen Pol. Drs. Budi Setiawan, M.Sc., memberikan kata
perpisahan kepada segenap hadirin yang terdiri dari para pejabat teras Dirjen
Bimas Buddha - Kementerian Agama RI, rohaniwan (para Bhikkhu, Bhiksu/Bhiksuni),
para perwakilan dari majelis-majelis dan para pembimas dari seluruh Indonesia.
Tak pelak lagi rasa haru, bangga dan simpati terpancar dari wajah segenap yang
hadir memadati ruangan ketika mendengar sambutan beliau. Selanjutnya giliran
Bapak Drs. A. Joko Wuryanto, S.Sos.,S.Ag.,M.Si., M.Pd., memberikan sambutan
selaku Direktur Jenderal Bimas Buddha yang baru. Dalam kesempatan itu beliau
memohonkan dukungan, dorongan untuk mengemban tugas berat sebagai ujung tombak
agama Buddha di tingkat pemerintah, dan bahkan 'teguran langsung' apabila
beliau melakukan 'kekeliruan.
Suasana
menjadi lebih hangat dan meriah ketika Y.M. Bhikkhu Dhammasubho Mahathera
memberikan kesan dan pesan. Yang Mulia menuturkan bahwa kesan terdalam beliau
rasakan ketika tulisan beliau yang diberikan kepada Bapak Irjen Po . Drs Budi Setiawan, M.Sc., temyata kemudian dibacakan
dalam sambutan Waisak tahun 1998 oleh Bapak Presiden RI ,
Habibie. Tak lupa Beliau juga menyampaikan terima kasih kepada Bapak Irjen Pol.
Drs. Budi Setiawan, M.Sc., atas jasa dan pengabdian beliau mengembangkan Buddha
Dhamma selama beliau menjabat sebagai Dirjen. Akhimya beliau memberikan pesan
kepada Dirjen yang baru agar dapat melanjutkan tugas mulia mengembangkan agama
Buddha di masa yang akan datang Bhante juga mengatakan agar orang miskin jangan
melawan orang kaya, orang kaya jangan melawan penguasa dan penguasa atau
pemerintah janganlah merusak negara! Alam semesta harus dijaga jika kita ingin
baik dan terutama pemerintah haruslah memiliki Hiri dan Ottappa, demikianlah
pesan dari Y.M. Bhikkhu Dhammasubho Mahathera yang patut kita renungkan.
Acara
yang cukup meriah itu diakhiri dengan pemotongan kue ulang tahun oleh Bapak
Irjen Pol. Drs. Budi Setiawan, M.Sc., yang (tepat) pada hari itu genap berusia
62 tahun. Selanjutnya kami semua diberi kesempatan guna menyampaikan ucapan
selamat kepada mereka.
Sumber :
Buletin Magabudhi
01/XII/2011 Desember 2011
DANA
Telah terima dana dari :
1. Ibu
Thio Hong
2. Ibu
Tjutisari
3. Ibu
Puspa Minarti
4. Ibu
Ang Siu Lan
5. Ibu
Sin Hwa
6. Bp/Ibu
Lie Ing Beng
7. Bp/Ibu
Tan Ing Hwie
8. Ibu
Lay Siu Fen
9. Ibu
Tan Swie Tin
10. Ibu
Pranoto
11. Bp/Ibu
Hadi Pramana
12. Bp/Ibu
Suriya Dhammo
13. Ibu
Desy Velani
14. Ibu
Tan Kwie Hong
15. Ibu
Liem Gwat Lian
16. Bp
Tan Siauw Liong
17. Ibu
Dithima
18. Sdr
Nanda Ariawan
19. Ibu
Yo Kwie Hwa
20. Ibu
Lili Suryani
Semoga kebajikan yang telah dilakukan
Bapak / Ibu / Saudara berbuah dalam bentuk sehat, sukses, banyak rejeki, dan
berbahagia bersama keluarga.
PROFIL
Violla Wu, antara Vihara, Klenteng dan Selebritis
Dia memilih entertainment, termasuk film dan rekaman.
Baginya, menjadi seorang selebritis bukan tanpa risiko. Kendatipun demikian,
tekadnya sudah bulat tetap mau menggeluti entertainment. Violla Wu,
kelahiran Seoul ,
25 Juli 1993 berwajah oriental Chinese. Dia memeluk agama Buddha, namun belum
mendalami Buddhadharnma. "Saya beragama Buddha, dan memang sejak kecil
sudah bercita-cita menjadi selebritis. Walaupun sempat bikin album rohani
Kristen tahun 2009, tapi saya tidak mengubah keyakinan saya. Saya bekerja
profesional saja," Violla mengatakan kepada Redaksi saat ditemui di salah
satu apartemen Kemayoran Jakarta Pusat.
Lajang yang menguasai tiga bahasa asing, yaitu Inggris , Korea ,
Mandarin sudah membintangi beberapa sinetron produksi MD Entertainment. Ketika
produsen menawarkan main film, ia sempat berkonsultasi dulu dengan kedua
orangtuanya. Waktu itu, ia masih menetap di Surabaya . Lalu setelah keputusannya bulat, ia
pun terpaksa pindah dari Surabaya ke Jakarta . "Saya
akhirnya sekolah di Jakarta ,
supaya bisa membagi waktu antara shooting dengan sekolah".
Karena merasa masih belum stabil, Violla tetap didampingi Mamanya
di Jakarta. Mamanya juga yang mengatur jadwal, segala keperluan untuk
beraktivitas, termasuk shooting film. Setiap kali ke Jakarta , ia beserta orangtua dan saudara
sepupunya selalu meluangkan waktu sembahyang di klenteng Jindeyuan (lebih
dikenal dengan Cin tek yen) Petak Sembilan, Glodok Jakarta Barat. Ketika masih di Surabaya , ia
bersama keluarga juga sering berpuja bakti di Kwan Se Im Bio, Tuban Jawa Timur.
"Mama, Papa saya beragama Buddha. Mereka yang lebih sering datang ke
berbagai acara, event agama Buddha di Tuban, Surabaya . Tapi kalau kebaktian di Tuban,
paling tidak dua, tiga kali sebulan. Karena perjalanan Surabaya - Tuban juga agak jauh,".
Pengalaman spiritual dengan memeluk agama Buddha, Violla
menceritakannya secara blak-blakan. Sebagaimana anak yang baru beranjak dewasa,
ia mengaku sering mengimpikan sesuatu. Salah satu keinginan yang pernah ia
rasakan 'terkabulkan' adalah hasil ulangan di sekolah. "Contoh yang saya
sangat rasakan, ketika nilai-nilai di rapor jelek. Lalu saya minta-minta dalam
doa, supaya bisa menjadi anak yang rajin. Akhirnya angka-angka di rapor
meningkat, walaupun tidak terlalu tinggi. Tapi bagi saya, cukup".
Bukan hanya keinginan mendapat nilai bagus di sekolah. la juga
mengaku, ketika ingin menjadi selebritis, permintaan dikabulkan juga. Waktu
ikut casting di kantor MD Entertainment, ia bertekad untuk berhasil. Perjalanan
jauh Surabaya-Jakarta, akhirnya tidak sia-sia. la diterima dan bisa langsung
mendapat peran di salah satu sinetron. Mungkin karena merasa sering doanya
dikabulkan, saya pun merasa nyaman dengan melakukan rutinitas kebaktian.
"Tapi saya belum sepenuhnya mendalami ajaran Buddha. Paling hanya dari
buku-buku yang saya dapat di Vihara, Klenteng. Dulu waktu masih kecil, belum
punya pendirian. Kalau diajak teman ke Gereja, saya ikut saja. Tapi sekarang memilih
Buddha,".
Lalu bagaimana risiko dari gemerlap dunia artis yang banyak
godaan. la tidak menutup-nutupi hal tersebut. Pergaulan bebas, pada prinsipnya
bukan disebabkan oleh lingkungan di luar rumah, tetapi di dalam rumah. Karena
keluarga, ibaratnya benteng terhadap segala godaan, termasuk free sex di
kalangan selebritis. "Agama, sangat membantu membentengi saya. Jam 12
malam, saya selalu berdoa. Ketika sudah sibuk dalam aktivitas sehari-hari, saya
berusaha menjalankan ajaran Buddha agar tidak terjerumus. Misalkan hukum sebab
dan akibat yang mengajarkan kita mengenai risiko yang ditanggung ketika
melakukan perbuatan tertentu. Baik dan buruk, kita harus menanggungnya".
Sumber : Majalah
Dhammacakka No. 63
Vol.
17 / Juli 2011
DHAMMA
Namo
Tassa Bhagavato Arahato Samma Sambuddhassa
Terpujilah Sang Bhagawa yang maha suci
yang telah mencapai
penerangan sempurna
PANDANGAN BENAR
Mengapa
Pandangan Benar Itu Penting
Dalam Majjhima
Nikaya Sutta 111, dikatakan bahwa Jalan Ariya Berunsur Delapan
dimulai dari Pandangan Benar. Pandangan Benar menuntun pada Pikiran Benar, yang
menuntun pada Ucapan Benar, yang menuntun pada Perbuatan Benar, dan seterusnya,
dengan urutan seperti itu. Tanpa Pandangan Benar seseorang belum memasuki Jalan
Ariya Berunsur Delapan. Jadi Pandangan Benar adalah faktor yang paling
penting dari Jalan Ariya Berunsur Delapan.
Buddha menjelaskan
di Anguttara Nikaya Sutta 9.20 bahwa dirinya terlahir sebagai seorang
Brahmin di masa lampau. Dalam kehidupan itu, brahmin tersebut melakukan derma
dalam jumlah yang sangat besar sekali, namun pahala dari tindakan tersebut
tidak begitu besar, karena tidak dijumpai Ariya (orang suci) yang
menerimanya. Pahalanya lebih besar lagi apabila dia memberi makan seseorang
dengan pandangan benar. Jadi ditunjukkan dalam Sutta ini bahwa seseorang dengan
pandangan benar adalah seorang Sotapanna (Pemasuk Arus).
Jadi
kita lihat di sini bahwa perolehan pandangan benar adalah pencapaian yang
paling berharga yang menjadi pengharapan kita dalam hidup ini. Seorang Sotapanna
selamanya terbebaskan dari kelahiran kembali di alam-alam menderita sebagai
makhluk hantu, binatang ataupun neraka, ia hanya akan terlahir kembali sebagai
manusia ataupun makhluk alam surga, dengan batas maksimum kehidupan sebanyak tujuh
kali lagi.
Bagaimana Mendapatkan Pandangan Terang?
Majjhima
Nikaya Sutta 43 menyatakan bahwa ada dua kondisi untuk perolehan Pandangan
Benar. Suara dari orang lain (yang mengajarkan Dhamma) dan Perhatian
yang sepenuhnya. Jadi Pandangan Benar hanya dapat diperoleh dari mendengarkan
(atau membaca) Dhamma dari seseorang, tidak dapat dicapai melalui
meditasi saja. Setelah Pandangan Benar dicapai, lima faktor dibutuhkan untuk pembebasan akhir
yakni : Tindakan bermoral (Sila), banyak mendengarkan Dhamma
(dhammasavana), diskusi Dhamma (dhammasakaccha), meditasi ketenangan
(samatha), perenungan (vipassana).
Jadi
kita lihat bahwa mendengarkan Dhamma penting untuk dapat menjadi seorang
Sotapanna, dan sekali lagi merupakan kondisi yang penting untuk
pembebasan akhir. Jadi mendengarkan Dhamma merupakan hal yang sangat
penting, itulah sebabnya Buddha menyebut semua pengikutnya (baik umat
awam maupun bhikkhu/bhikkhuni) Savaka - pendengar (dari kata-kata
Beliau).
Sotapanna
Dicapai Dengan Mendengarkan
Kata-Kata Buddha
Samyutta
Nikaya Sutta 55.24 menyebutkan kematian dari seorang suku Sakya yang
bernama Sarakani, yang kemudian dinyatakan oleh Buddha sebagai
seorang Sotapanna. Sejumlah orang tidak percaya akan hal ini dan mengeluh
karena Sarakani adalah seorang peminum. Ketika hal ini dilaporkan kepada
Buddha, Buddha menjawab bahwa Sarakani telah lama berlindung
kepada Buddha, Dhamma dan Sangha, jadi bagaimana mungkin dia
dapat terlahir kembali di alam-alam rendah?
Lebih
jauh lagi, Buddha menyatakan bahwa bahkan pohon-pohon dapat, menjadi Sotapanna
apabila mereka dapat memahami perkataan dari Buddha, terlebih
seorang Sarakani? Jadi, sangat jelas dari sini bahwa Sotapanna dicapai
dengan mendengarkan dan memahami perkataan Buddha. Maka dari itu,
mendengarkan ajaran Buddha adalah tugas penting untuk para pengikut Buddha.
Segenggam Daun Bodhi
TANYA JAWAB DENGAN BHIKKHU UTTAMO
Dari : Lina , Ontario ,
Canada
Name Buddhaya,
Terima kasih sebelumnya
untuk jawaban pertanyaan saya yang dulu. Bhante, apakah boleh kita membuat
'altar kecil' (hanya satu patung Buddha kecil) di dalam kamar tidur? Sebab saya
di sini tidak mempunyai ruangan lain yang bisa saya gunakan untuk baca paritta dan
bermeditasi.
Seandainya boleh, apakah
patung tersebut boleh saya letakkan di meja yang lebih rendah dari meja belajar
saya?
Terima kasih.
Jawaban :
Sebagai
seorang umat Buddha adalah merupakan kebajikan apabila dapat melakukan puja
bakti secara rutin. Puja bakti sesungguhnya dapat dilaksanakan dengan
mempergunakan altar maupun tanpa altar sama sekali. Memang, idealnya apabila
memungkinkan, puja bakti dilakukan di depan altar sebagai alat bantu untuk
merenungkan berbagai sifat luhur Sang Buddha, Sang Guru Agung. Menyusun sebuah
altar dalam satu ruangan dengan tempat yang biasa dipergunakan untuk tidur,
apabila memang tidak ada alternatif lain, tentunya hal ini dapat saja
dikerjakan. Biasanya, sisi dinding yang terdapat altar tersebut, diusahakan
untuk tidak ada barang lain yang lebih tinggi daripada tinggi Buddharupang. Hal
ini adalah merupakan salah satu bentuk penghormatan kepada Sang Buddha.
Sedangkan, pada ketiga sisi dinding yang lain bisa saja diletakkan benda yang
lebih tinggi daripada area Buddha. Oleh karena itu, meja belajar dapat tetap
pada posisi sekarang apabila meja itu terletak di sisi dinding yang berbeda
dengan dinding yang dipergunakan sebagai tempat altar.
Semoga
dengan keterangan ini akan dapat meningkatkan semangat mengembangkan kebajikan
melalui ucapan, perbuatan dan pikiran dengan sarana rajin membaca paritta dan
bermeditasi.
Semoga selalu bahagia.
|
JADWAL KEGIATAN RUTIN
METTA VIHARA TEGAL
JADWAL PUJA BAKTI
Puja Bakti Umum Minggu Pagi : Pk. 07.30 WIB - 09.00 WIB
Puja Bakti Sekolah Minggu : Pk. 09.30 WIB - 11.00 WIB
Puja Bakti Remaja Hari Sabtu : Pk. 18.30 WIB - 19.30 WIB
Puja Bakti Uposatha : Setiap tanggal 1, 8, 15, 23 Penanggalan Lunar
Jam
19.30 WIB - 21.00 WIB
Latihan Nyanyi Hari Sabtu : Pk. 19.30 WIB - 22.00 WIB
AJAHN BRAHM
Semua KEBAHAGIAAN di dunia ini
berasal dari niat untuk membahagiakan ORANG LAIN
Semua PENDERITAAN di dunia ini
berasal dari niat untuk membahagiakan DIRI SENDIRI SAJA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar