Senin, 26 Agustus 2013

BRIVI SEPTEMBER 2012

 


Tegal, 24 September 2012                                                                                     
No : 61, Tahun Keenam

Penasehat                    :    Ketua Yayasan Metta Jaya
Penanggung Jawab     :    Ketua Dayakasabha Metta Vihara Tegal
Pimpinan Redaksi       :    Ibu Tjutisari
Redaksi Pelaksana      :    1.     Ibu Pranoto                 4.     Liliyani                                                
                                                        2.     Suriya Dhammo           5.     Sumedha Amaravathi
                                                        3.     Ade Kristanto
Alamat Redaksi           :    Metta Vihara
                                                        Jl. Udang No. 8 Tegal Telp. (0283) 323570
BCA No Rek : 0479073688  an. YUNINGSIH ASTUTI - TUSITA WIJAYA


DHAMMAPADA ATTAKHATA
Bab I - Syair 13 dan 14
Bagaikan hujan yang dapat menembus rumah beratap tiris, demikian pula nafsu akan dapat menembus pikiran yang tidak dikembangkan dengan baik.
Bagaikan hujan yang tidak dapat menembus rumah beratap baik, demikian pula nafsu tidak dapat menembus pikiran yang telah dikembangkan dengan baik.

     
Kisah Nanda Thera
Suatu ketika Sang Buddha menetap di Vihara Veluvana, Rajagaha. Waktu itu ayah-Nya, Raja Suddhodana berulangkali mengirim utusan kepada Sang Buddha, meminta Beliau mengunjungi kota Kapilavatthu. Memenuhi permintaan ayah-Nya, Sang Buddha mengadakan perjalanan dengan diikuti oleh sejumlah besar arahat.
Saat tiba di Kapilavatthu Sang Buddha bercerita tentang Vessantara Jataka di hadapan pertemuan saudara-saudaranya. Pada hari kedua, Sang Buddha memasuki kota, dengan mengucapkan syair berawal "Uttitthe Nappamajjeyya ..." (ar
tinya seseorang harus sadar dan tidak seharusnya menjadi tidak waspada ...). Beliau menyebabkan ayah-Nya mencapai tingkat kesucian sotapatti.
Ketika tiba di dalam istana, Sang Buddha mengucapkan syair lainnya berawal "Dhammam Care Sucaritam ... "(artinya seseorang seharusnya mempraktekkan Dhamma ...), dan sang raja berhasil mencapai tingkat kesucian sakadagami.
Setelah bersantap makanan, Sang Buddha menceritakan tentang Candakinnari Jataka, berkenaan kisah kebajikan ibunya Rahula.
Pada hari ketiga, di istana berlangsung upacara pernikahan Pangeran Nanda, sepupu Sang Buddha. Sang Buddha pergi ke sana untuk menerima dana makanan (pindapatta), dan memberikan mangkok-Nya kepada Pangeran Nanda. Kemudian Sang Buddha pergi meninggalkannya tanpa me­minta kembali mangkok-Nya.
Karena itu sang pangeran, sambil memegangi mangkok, berjalan mengikuti Sang Buddha. Pengantin putri, Janapadaka-lyani, melihat sang pangeran pergi mengikuti Sang Buddha, terus berlari dan berteriak pada sang pangeran untuk kembali secepatnya. Ketika tiba di vihara, Sang Pangeran diterima dalam Sangha sebagai seorang bhikkhu.
Kemudian Sang Buddha berpindah ke vihara yang didirikan oleh Anathapindika, di hutan Jeta dekat Savatthi.
Selama tinggal di sana Nanda merasa tidak senang, dan setengah kecewa serta menemukan sedikit kesenangan dalam hidup sebagai seorang bhikkhu. la ingin kembali pada kehidupan berumah tangga karena ia terus teringat kata-kata dari Putri Janapadakalyani, memohonnya untuk kembali secepatnya. Hatinya menjadi goyah. Dan semakin goyah.
Mengetahui hal tersebut, Sang Buddha dengan kemampuan batin luar biasa, memperlihatkan kepada Nanda beberapa dewi yang cantik dari surga Tavatimsa, jauh lebih cantik daripada putri Janapadakalyani.
Sang Buddha bertanya kepada Nanda, "Siapakah yang lebih cantik, putri Janapadakalyani atau para dewi yang berdiri di hadapanmu itu?"
"Tentu saja mereka jauh lebih cantik dibandingkan de­ngan putri Janapadakalyani", jawab Nanda.
Sang Buddha berkata lagi kepada Nanda, "Apabila engkau tekun dalam mempraktekkan Damma, Aku berjanji untuk membantumu memiliki dewi-dewi itu."
Mendengar pernyataan itu, Nanda tertarik dan sekali lagi berjanji akan mematuhi Sang Buddha.
Bhikkhu-bhikkhu yang lain menertawakan Nanda dengan berkata bahwa ia seperti orang bayaran, yang mempraktek­kan Dhamma demi memperoleh wanita cantik, dan sebagainya.
Nanda merasa sangat tertekan dan malu. Karena itu dalam kesendirian, ia mencoba dengan keras mempraktek­kan Dhamma, dan akhirnya mencapai tingkat kesucian arahat.
Sebagai seorang arahat, batinnya bebas dari semua ikatan dan keinginan. Dan Sang Buddha juga bebas dari janji-Nya kepada Nanda. Semua ini telah diketahuiNya sejak awal.
Bhikkhu-bhikkhu yang lainnya, yang semula mengetahui bahwa Nanda tidak gembira menjalani hidup sebagai bhikkhu, kembali bertanya bagaimana ia bisa mengatasinya.
Nanda Thera menjawab bahwa sekarang ia tidak lagi terikat dengan kehidupan berumah tangga. Mereka berpikir Nanda tidak berkata yang sebenarnya. Karena itu mereka mencari keterangan perihal masalah itu kepada Sang Bud­dha, dengan menyatakan keragu-raguan mereka.
Sang Buddha menjelaskan kepada mereka bahwa sebelumnya, kenyataan alamiah Nanda sama seperti atap rumah yang bocor, tetapi sekarang rumah itu telah dibangun dengan atap rumah yang baik.
Penjelasan itu diakhiri dengan syair 13 dan 14 berikut ini:
Bagaikan hujan yang dapat menembus rumah beratap tiris, demikian pula nafsu akan dapat menembus pikiran yang tidak dikembangkan dengan baik.
Bagaikan hujan yang tidak dapat menembus rumah beratap baik, demikian pula nafsu tidak dapat menembus pikiran yang telah dikembangkan dengan baik.

--- oOo ---


SEKAPUR SIRIH

Buletin Brivi Edisi September 2012 tahun ini bertepatan dengan bulan tujuh penanggalan lunar yang menurut tradisi Tionghoa merupakan sembahyang  rebutan / cioko atau muja. Sedang menurut tradisi Buddhis biasa diadakan upacara Pattidana secara bersama dan Metta Vihara telah menyelenggarakan upacara Pattidana pada hari Minggu 2 September 2012.
Buku karya Bhikkhu Ajahn Brahm : "Dalam Kesempurnaan dan Kesalahan" dapat diikuti dengan judul "Rasa Bersalah pada Penjahat". Segenggam Daun Bodhi tulisan Bhikkhu Dhammaveda dengan judul "Mengatasi Karma Buruk". Mengenal lebih dekat Bhikkhu Uttamo dan Ajaran Buddha dapat dibaca dalam "Melangkah di Keheningan". Ada juga tulisan tanya jawab bersama Bhikkhu Uttamo. Masih ada juga tulisan Dr. Ratna Surya Widya "Setitik Cahaya di Balik Kabut". Sebuah cerpen "Luka yang Sama" karya Yohana Yoe, penulisnya adalah seorang pelajar Buddhis yang masih duduk di bangku Sekolah Menengah Atas Tegal.
Kami sadar kalau Redaksi tak bisa berbuat banyak tanpa peran serta  Bapak / Ibu / Saudara berupa dukungan dana yang merupakan jantung bagi pembinaan Buddha Dhamma. Dana Anda dapat dikirimkan melalui Rekening BCA 0479073688 a.n. YUNINGSIH ASTUTI - TUSITA WIJAYA dengan menambahkan angka 8 pada angka terakhir dana Anda untuk mempermudah. Misal dana sepuluh ribu rupiah ditulis Rp 10.008,-
Anumodana dan terima kasih atas partisipasi dari Bapak / Ibu / Saudara. Semoga dengan kekuatan Buddha Dhamma dan Sangha kebajikan yang dilakukan Bapak / Ibu / Saudara berbuah dalam bentuk panjang umur, kesehatan yang baik, kesuksesan dan kebahagiaan dalam waktu yang lama.
Semoga semua makhluk hidup berbahagia.
Sadhu, Sadhu, Sadhu.

Metta Cittena
Redaksi
--- oOo ---


SUSUNAN PENGURUS CABANG
WANDANI KOTA TEGAL
2012 - 2017


Ketua                    :  Ibu Tjutisari
Wk. Ketua I           : Ibu Iin Sri Ratnawati (Liem Tjioe In)
Wk. Ketua II          : Ibu Lay Nyuk Mie
Sekretaris I            : Ibu S.A. Yanti Trianawati (In Siok Yan)
Sekretaris II           : Ibu Lina Harjati (Lie Thian Lan)
Bendahara I           : Ibu Ang Sioe Lan
Bendahara II          : Ibu Sri Rahayu


DANA

Telah kami terima dana
1.    Ibu KHANG SHE TIN                 Rp 1.000.000,-
2.    Bapak / Ibu ONG KENG SAN      Rp    300.000,-
3.    Alm. OEN DJIT TJIEN               Rp    400.000.-
4.    Ibu TAN SWIE TIN                    Dana Konsumsi
5.    Bapak / Ibu LIE ING BENG        Dana Konsumsi
6.    Ibu THIO HONG                        Dana Konsumsi

Anumodana dan terima kasih atas dana Anda. Semoga kebajikan yang telah dilakukan berbuah dalam bentuk umur panjang, sehat dan berbahagia bersama keluarga.



KESEMPATAN MENANAM BIBIT UNGGUL
DI LADANG YANG SUBUR

Banyak memberi, menjaga moral dengan sila, membersihkan batin dengan samadhi, hidup bahagia sekarang dan di masa yang akan datang.

Dalam rangka meningkatkan pembinaan mental spiritual umat Buddha di Metta Vihara Tegal, Dayakasabha Metta Vihara akan mengadakan Dhamma Class secara berkala dengan mengundang Bhikkhu dan Pandita Duta Dharma dari berbagai kota, meningkatkan pendidikan agama Buddha di sekolah. Sehubungan dengan hal tersebut membutuhkan dana untuk transportasi. Pada kesempatan ini kami ingin mengajak Bapak / Ibu / Saudara untuk ikut berpartisipasi menjadi donatur tetap meningkatkan donatur bulanan Metta Vihara Tegal.
Ibarat menanam bibit unggul di ladang yang subur, akan menghasilkan panen yang berlimpah. Dengan menjadi donatur Metta Vihara Tegal Bapak / Ibu / Saudara telah menanam bibit unggul di ladang yang subur. Berdana kepada Metta Vihara akan memperoleh berkah kebajikan yang melimpah dan banyak membawa manfaat bagi orang banyak.
Bagi Bapak / Ibu / Saudara yang ingin memberi dana untuk Metta Vihara dapat menghubungi :
1.    Metta Vihara                                        Jl. Udang No. 8 Tegal                   (0283) 323570
2.    Bpk/Ibu Lukman Susilo (Apt. Nasional)       Jl. P. Diponegoro Tegal                 081802855355
3.    Bpk. Lie Ing Beng (Tk. Mira)                     Jl. HOS Cokroaminoto 69 Tegal       081326979788
4.    Ibu Pranoto                                         Jl. Cendrawasih No. 17 Tegal          (0283) 351238
5.    Ibu Tusita Wijaya (Tk. Gema Jadi)              Jl. Salak No. 123 Tegal                  (0283) 356017
6.    Ibu Ang Siu Lan                                     Jl. Udang No. 7 Tegal                   081548134633
7.    Ibu Tjutisari                                         Jl. Gurami No. 53 Tegal                 08174939382
8.    Bpk. Suriyadhammo                               Jl. KH Nakhrawi No. 10 Tegal          085727489261
Dana Anda dapat ditransfer ke rekening BCA 0479073688
a.n. YUNINGSIH ASTUTI - TUSITA WIJAYA

Semoga kebajikan yang dilakukan Bapak / Ibu / Saudara berbuah dalam bentuk umur panjang, sehat walafiat, sukses dan berbahagia bersama keluarga.
Semoga semua makhluk hidup berbahagia.

                                                                                 Metta Cittena,
                                                                     Dayakasabha Metta Vihara Tegal
                                                                      ttd                                 ttd
                                                                Lie Ing Beng                   Suriyadhammo
                                                                     Ketua                          Sekretaris

Pattidana

Sejarah asal mula Pattidana / Pelimpahan Jasa
Di dalam tradisi kita sebagai umat Buddha memperingati upacara kematian atau memperingati saat-saat wafat orang yang kita sayangi telah ada sejak zaman Sang Buddha.
Pada saat Bhante Moggalana bermeditasi mempergunakan kemampuan batinnya untuk melihat alam-alam lain selain alam manusia, ketika melihat alam surga tempat para dewa dewi tidak ada masalah, selain itu juga melihat alam menderita. Saat berada di alam setan kelaparan, Bhante Moggalana melihat ibu beliau terlahir di situ. Karena merasa kasihan beliau berusaha menolong dengan memberi makanan, tetapi yang terjadi makanan yang diberikan justru menambah penderitaan ibunya. Bhante Moggalana kebingungan atas kegagalannya menolong sang ibu. Kemudian beliau menghadap Sang Buddha untuk bertanya sebab masalah dari kegagalannya menolong sang ibu.
Sang Buddha menjelaskan bila menolong makhluk di alam menderita dilakukan dengan cara pelimpahan jasa, yaitu berbuat baik atas nama orang yang meninggal. Nasehat Sang Buddha diikuti oleh Bhante Moggalana dengan mempersembahkan jubah dan makanan kepada Bhikkhu Sangha atas nama sang ibu. Setelah melakukan pelimpahan jasa, Bhante Moggalana bermeditasi lagi dan melihat sang ibu di alam peta dalam keadaan yang lebih baik.
Selain cerita tersebut dalam kitab suci Tri Pitaka ada cerita lain yang berhubungan dengan Raja Bimbisara yang mengundang, mempersembahkan jubah dan makanan kepada Sang Buddha. Pada malam harinya Raja Bimbisara mendengar jerit tangis dari makhluk tak tampak yang sebenarnya adalah sanak keluarga dari banyak kehidupan yang lalu, karena melakukan kesalahan mereka terlahir di alam menderita. Pada keesokan harinya Raja pergi ke Vihara untuk bertanya kepada Sang Buddha tentang gangguan yang dialaminya. Sang Buddha menyarankan untuk melakukan persembahan jubah dan makanan lagi kemudian jasa kebaikan dilimpahkan kepada mereka. Dengan pelimpahan jasa yang dilakukan Raja Bimbisara para makhluk menderita merasakan kegembiraan luar biasa yang menyebabkan mereka mati dari alam menderita terlahir di alam bahagia.
Dalam kesempatan itulah Sang Buddha membabarkan Tirokuddha sutta. Sang Buddha bersabda di dinding-dinding, di gerbang-gerbang dan di persimpangan jalan banyak keluarga kita yang terlahir di alam menderita menunggu pelimpahan jasa kita dengan penuh kesedihan. Hanya dengan bantuan sanak keluarga yang masih hidup dengan mengirim pelimpahan jasa kebajikan yang dapat menolong mereka yang terlahir di alam menderita.
Pada tanggal 2 September 2012, Dayakasabha Metta Vihara Tegal menyelenggarakan Upacara Pattidana dengan rangkaian acara Abhayadana yaitu upacara pelepasan ikan lele yang dipimpin oleh YM Bhikkhu Piyadhiro. Dengan menyelamatkan kehidupan maka kita akan mendapat karma baik dalam bentuk terhindar dari marabahaya dan mendapat kesehatan yang baik, serta panjang umur.
Sore harinya diawali dengan penghormatan di stupa dilanjutkan pelimpahan jasa dengan penghormatan di Ruang Penghormatan Adiguna Sarana Metta Vihara Tegal. Kita memasang lilin sebagai simbol penerang jalan. Setelah kita berbuat kebajikan berdana kepada Vihara maka jasa kebajikan kita dilimpahkan kepada sanak keluarga yang berada di alam menderita.
Dengan keberadaan Ruang Penghormatan Leluhur Adiguna Sarana kita mempunyai kesempatan memasang foto dari sanak keluarga yang sudah meninggal sehingga mempermudah bagi kita untuk melimpahkan jasa kebajikan.
Puncak acara adalah Puja Bakti di Dhammasala Metta Vihara Tegal dipimpin oleh YM Bhikkhu Piyadhiro yang menguraikan tentang Pattidana.
Semoga jasa-jasa kebajikan yang kita lakukan melimpah kepada sanak keluarga yang terlahir di alam menderita hingga memperoleh kebahagiaan. Bagaikan air yang mengalir melimpah dari tempat yang tinggi menuju tempat yang rendah, daerah kering kerontang menjadi subur kembali karena disiram air.
Semoga semua makhluk hidup berbahagia.

Tim Redaksi



RUANG PENGHORMATAN LELUHUR
ADIGUNA SARANA - METTA VIHARA TEGAL


Dengan memasang foto leluhur dan sanak keluarga yang telah meninggal dunia di Ruang Penghormatan Leluhur Adiguna Sarana, Anda mempunyai kesempatan melimpahkan jasa kebajikan dengan berdana Rp 20.000,- (dua puluh ribu rupiah) setiap bulan terbuka kesempatan berbuat kebajikan dan melimpahkan jasa kepada para leluhur dengan harapan mereka dapat merasakan kebahagiaan yang kita limpahkan. Setiap ce it dan cap go diadakan puja bakti Uposatha. Semoga semua makhluk hidup berbahgia.
Bagi Bapak / Ibu / Saudara yang ingin memberi dana untuk Metta Vihara dapat menghubungi :
1.    Metta Vihara                                        Jl. Udang No. 8 Tegal                   (0283) 323570
2.    Bpk/Ibu Lukman Susilo (Apt. Nasional)       Jl. P. Diponegoro Tegal                 081802855355
3.    Bpk. Lie Ing Beng (Tk. Mira)                     Jl. HOS Cokroaminoto 69 Tegal       081326979788
4.    Ibu Pranoto                                         Jl. Cendrawasih No. 17 Tegal          (0283) 351238
5.    Ibu Tusita Wijaya (Tk. Gema Jadi)              Jl. Salak No. 123 Tegal                  (0283) 356017
6.    Ibu Ang Siu Lan                                     Jl. Udang No. 7 Tegal                   081548134633
7.    Ibu Tjutisari                                         Jl. Gurami No. 53 Tegal                 08174939382
8.    Bpk. Suriyadhammo                               Jl. KH Nakhrawi No. 10 Tegal          085727489261
Dana Anda dapat ditransfer ke rekening BCA 0479073688
a.n. YUNINGSIH ASTUTI - TUSITA WIJAYA
Semoga kebajikan yang dilakukan Bapak / Ibu / Saudara berbuah dalam bentuk umur panjang, sehat walafiat, sukses dan berbahagia bersama keluarga.
Semoga semua makhluk hidup berbahagia.
                                                                                 Metta Cittena,
                                                                     Dayakasabha Metta Vihara Tegal
                                                                      ttd                                 ttd
                                                                Lie Ing Beng                   Suriyadhammo
                                                                     Ketua                          Sekretaris
Cerpen
LUKA YANG SAMA
Oleh : Yohana Yoe
Yah, ingin aku percaya kata-katamu itu: aku mencintaimu; aku menyayangimu; kau satu-satunya buatku. Tapi itu bulshit!  BOHONG! Buktinya kau mencintai orang lain, dan aku bukan yang utama buatmu!
Hah, aku ingat. Kau juga bilang kau tak punya rasa dengannya. Tapi kini setelah semuanya terbongkar, aku mengerti, kau katakan itu hanya untuk menutupinya serapat mungkin. Aku benar, bukan?
Dan, aku juga ingat. Dia yang kini selalu bersamamu pernah mengungkapkan kata-kata yang takkan pernah keluar dari mulutku. Kata-kata yang mungkin jika kau tahu, takkan membuatmu berpaling dariku hanya untuk gadis seperti dia!
Tapi, sepertinya aku tak seharusnya bersedih dengan kejadian ini. Karena dengan adanya kejadian ini aku jadi mengerti seperti apa dirimu, bagaimana perasaanmu yang sesungguhnya terhadapku. Aku harus berterima kasih pada Tuhan.
Yeah, setidaknya itu yang membuatku sedikit lebih baik, karena aku merasa tidak benar-benar dibuang.
Kupejamkan mataku sejenak. Merenungi apa salahku, apa yang belum kuperbuat untuk mempertahankan dirimu. Tapi aku selalu menghentikan itu. Karena mau bagaimanapun, kau bukan lagi untukku.
Tapi akhirnya kau datang ke hadapanku. Berusaha terlihat sekeren mungkin, kau katakan ini:
"Aku ingin memperbaiki segalanya. Aku ingin kembali."
Hah, andai kau ingat apa yang telah kau perbuat sebulan yang lalu. Kau tinggalkan aku untuk dia yang tidak lebih baik dariku. Seharusnya kau masih punya sedikit otak saat kau lakukan itu. Setidaknya kau tinggalkan aku untuk seseorang yang setidaknya sedikit lebih baik dari padaku!
Aku yang malu karena itu. Orang sekitarku membicarakanmu dengannya. Katanya dia tak pantas bersaing denganku. Hah, kau tau apa artinya itu? Aku lebih baik darinya!
Tapi, kurasa kau juga menyadari hal itu. Makanya kau ingin kembali. Tapi tak semudah itu. Tak mudah buatku kembali pada orang yang sudah menyakitiku, bahkan yang sudah membuangku!
Seperti dulu kalau kau masih ingat saat kau mencoba melakukan pendekatan denganku. Kau tahu butuh waktu berapa lama untuk itu? Tiga bulan. Bukan waktu yang singkat, kau tahu?
Kini setelah kau sakiti aku, kau ingin kembali. Aku tak tau selanjutnya apa yang akan kau lakukan padaku. Mungkin kau akan 'menyukaiku' lagi, dan kemudian 'membuangku' lagi.
Huhh, betapa kejamnya dunia...
Yah, bagaikan terulang kembali. Kau mencoba mengejarku seperti dulu. Aku tak percaya kau seperti ini. Susah payah hanya untuk kembali pada seseorang yang pernah kau buang. Hanya buang-buang waktu. Dan, jujur saja, aku terganggu dengan itu. Kumohon, berhentilah!
Mungkin hati nuraniku masih berfungsi dengan sangat baik, atau mungkin juga sudah rusak, sampai-sampai aku mau kembali padamu.
Seperti anak kecil, kau melompat kegirangan dan mengatakan pada setiap orang yang kau temui bahwa 'kita' sudah kembali.
Ingin aku bahagia dengan kenyataan ini, tapi belum sempat aku merasakannya, akhirnya kau lakukan 'itu' lagi. Bukan lebih tepatnya kau buang aku lagi!
Kali ini bukan untuk gadis kesekian yang menggantikan posisiku, tapi karena lima ratus ribu rupiah yang kau taruhkan dengan teman-temanmu itu!
Saat aku tau hal itu, aku berpikir kau bukanlah manusia!
"Kau tidak tau betapa sakitnya jatuh ke dalam lubang yang sama, dengan orang yang sama, dengan luka yang sama."
Kau hanya bisa mengatakan maaf. Kata yang kau pikir selalu bisa membuatku memaafkanmu. Tidak! Tidak sama sekali. Tidak dulu, maupun sekarang!
Aku benci dirimu yang bodoh. Aku benci dirimu yang plin-plan. Aku benci dirimu yang membuatku lebih bodoh dari seekor keledai!

--- oOo ---

Kesempurnaan dan Kesalahan

Membuka Pintu Hati
Rasa Bersalah Para Penjahat


Sebelum saya tertimpa tugas terhormat yang membebani sebagai kepala vihara, dulunya saya sering mengunjungi penjara-penjara di Perth. Saya menyimpan baik-baik catatan mengenai tugas pelayanan di penjara ini karena bisa saya pakai sebagai kredit prestasi seandainya saya sampai di penjara!
Pada kunjungan perdana saya ke sebuah penjara besar di Perth, saya terkejut dan terkesan akan banyaknya narapidana yang menghadiri ceramah mengenai meditasi yang saya bawakan. Ruangan pertemuan penuh sesak. Sekitar sembilan puluh lima persen dari populasi penjara hadir untuk belajar meditasi. Semakin lama saya berbicara, rupanya semakin gelisah para pendengar saya. Baru sepuluh menit berlalu, seorang narapidana, salah satu penjahat paling terkemuka di penjara, mengangkat tangannya untuk bertanya. Saya mempersilakannya.
"Apa betul," dia bertanya, "dengan meditasi kita bisa terbang?"
Sekarang saya tahu mengapa ada begitu banyak narapidana yang datang ke ceramah saya. Rupanya mereka semua berencana belajar bermeditasi supaya bisa terbang melewati tembok penjara!
Saya bilang kepada mereka bahwa itu tidak mustahil, tetapi itu hanya untuk meditator yang berbakat istimewa saja, dan itu pun setelah bertahun-tahun latihan. Pada kesempatan berikutnya saya datang untuk mengajar di penjara itu lagi, hanya ada empat orang narapidana yang masih setia mengikuti ceramah saya.
Setelah beberapa tahun mengajar di penjara, saya jadi mengenal akrab beberapa penjahat. Salah satu yang saya temukan adalah bahwa setiap penjahat merasa bersalah terhadap apa yang telah mereka lakukan. Mereka merasakannya siang dan malam, dalam lubuk hati yang terdalam. Mereka hanya memberitahukan hal ini kepada teman dekat saja. Di depan publik, mereka menampilkan wajah sangar khas penjahat. Tetapi bila mereka bisa mempercayai Anda, ketika mereka menganggap Anda sebagai pembimbing spiritual mereka meskipun untuk sejenak saja, mereka akan membuka diri dan mengungkapkan rasa bersalah yang menyakitkan. Saya sering membantu mereka melalui cerita berikut ini: cerita mengenai anak-anak kelas B.

Beberapa tahun yang lalu, sebuah percobaan di bidang pendidikan diadakan secara rahasia di sebuah sekolah di Inggris. Sekolah itu memiliki dua kelas untuk setiap kelompok anak-anak yang berusia sepantar. Pada akhir tahun ajaran diadakan sebuah ujian dalam rangka memilih anak-anak untuk kelas pada tahun berikutnya. Bagaimanapun, hasil ujian itu tak pernah diumumkan. Dalam kerahasiaan, hanya kepala sekolah dan para pakar psikologi saja yang mengetahui kenyataannya, anak-anak yang mendapat peringkat pertama ditempatkan pada kelas yang sama dengan anak-anak yang mendapat peringkat empat dan lima, delapan dan sembilan, dua belas dan tiga belas, dan selanjutnya. Sementara anak-anak yang mendapat peringkat dua dan tiga pada ujian tersebut ditempatkan pada kelas yang sama dengan anak-anak yang mendapat peringkat enam dan tujuh, sepuluh dan sebelas, dan selanjutnya. Dengan kata lain, berdasarkan kinerja selama ujian, anak-anak dibagi rata menjadi dua kelas. Para guru pun diseleksi berdasarkan kesetaraan kemampuan. Bahkan setiap ruang kelas pun diberikan fasilitas yang sama. Segala sesuatunya dibuat setara mungkin, kecuali untuk satu hal: satu disebut "kelas A" dan yang lain disebut "kelas B".
Pada kenyataannya, setiap kelas memiliki anak-anak yang setara kemampuannya. Tetapi di benak setiap orang, anak-anak dari kelas A dianggap sebagai anak-anak yang cerdas,
Beberapa orang tua dari anak-anak kelas A mendapat kejutan yang menyenangkan karena anak-anaknya telah lulus dengan baik dan menghadiahi mereka dengan bingkisan dan pujian. Sementara beberapa orang tua dari anak-anak kelas B mengomeli dan menghukum anak-anaknya karena mereka dianggap tak berusaha cukup keras selama ujian. Bahkan para guru pun mengajar anak-anak kelas B dengan sikap yang berbeda; dengan tidak berharap banyak dari mereka. Sepanjang tahun ajaran, ilusi tersebut terus dipertahankan. Lalu tibalah ujian akhir tahun berikutnya.
Hasilnya membuat merinding, tetapi tidak mengejutkan. Anak-anak kelas A menunjukkan kinerja yang lebih baik daripada anak-anak kelas B. Pada kenyataannya, hasilnya juga akan seperti itu jika dulunya mereka terpilih sebagai setengah dari yang teratas pada ujian tahun lalu. Mereka benar-benar menjadi anak-anak kelas A (nomor 1). Dan di kelompok lain, walaupun setara pada tahun lalu, mereka menjadi anak-anak kelas B (nomor 2) sungguhan. Seperti apa mereka diajar sepanjang tahun, seperti apa mereka diperlakukan, seperti apa mereka dipercaya, demikianlah jadinya mereka.

--- oOo ---



SEGENGGAM DAUN BODHI
KUMPULAN TULISAN
BHIKKHU DHAMMAVUDDHO MAHA THERA

HANYA KITALAH YANG DAPAT MENOLONG DIRI KITA SENDIRI
Mengatasi Kamma Buruk
Bagaimana kita mengatasi kamma buruk masa lampau kita? Untuk mengatasi kamma buruk masa lampau, Buddha berkata bahwa kita harus melakukan banyak kamma baik sekarang ini. Buddha memberikan perumpamaan yang indah dari garam dan air (A.N. 3.99). Pada masa Buddha, tidak terdapat garam halus seperti yang kita punyai, tetapi mereka mempunyai bongkahan garam. Jadi Buddha berkata, andaikan seseorang mengambil sebongkah garam, dan meletakkannya dalam secangkir air, mengaduk, dan meminumnya. Air tersebut tentu saja terasa asin. Tetapi, jika orang tersebut mengambil jumlah bongkahan yang sama, dan memasukkannya ke dalam air sungai, dan mengaduk air di sungai, dan meminumnya, asinnya tidak terasa karena jumlah air yang sangat banyak di sungai.
Buddha berkata bahwa air diumpamakan sebagai kamma baik dan garam diumpamakan sebagai kamma buruk. Jadi kamma baik yang banyak akan mengurangi akibat daripada kamma buruk. Oleh sebab itu, sangat penting bagi kita untuk melakukan banyak kebajikan untuk mengatasi kamma buruk masa lampau kita. Apa yang telah berlalu, tak dapat kita rubah; kita hanya dapat mewaspadai saat ini. Mewaspadai saat ini, kita harus melakukan banyak kebajikan (termasuk menghindari kejahatan, yakni menjalankan sila).
Semua kamma yang kita lakukan memiliki potensi untuk berbuah. Tetapi,  tidak setiap kamma akan matang. Buddha berkata apabila setiap kamma harus matang, maka kita tidak dapat keluar dari samsara (lingkaran kelahiran kembali). Ini dikarenakan timbunan kamma kita sangat besar dari banyak kehidupan lampau kita.
Contoh yang baik adalah Angulimala, bandit yang membunuh ratusan orang. Dia tinggal di hutan, dan dia juga sangat kuat, bertenaga dan cepat sehingga dia membunuh banyak orang yang berjalan melewati hutan. Dia mempunyai kebiasaan memotong jempol dan jari dari orang-orang yang dia bunuh, dan membuatnya menjadi kalungan bunga yang dipakai di lehernya, itulah sebabnya dia dipanggil Angulimala, yang berarti 'pemakai kalungan jari'. Buddha mengetahui bahwa raja akan diminta oleh orang-orang untuk mempersiapkan tentara untuk membunuh Angulimala karena mereka takut melewati bukit tersebut sehubungan dengan banyaknya orang yang terbunuh di sana. Dengan niat menyelamatkan Angulimala, Buddha berjalan ke atas bukit sendirian untuk mencarinya.
Bandit Angulimala melihat Buddha dan berpikir akan mudah membunuhnya. Jadi dia mengikuti dari belakang dan lari mengejar dengan pisau dan senjata. Dia ingin membunuh Buddha, tetapi walaupun dia berlari sangat cepat, dia akhirnya tahu bahwa dia tak dapat mendekati Buddha karena Buddha menggunakan kekuatan supranormal. Jadi Angulimala berhenti dan meminta Buddha untuk berhenti. Buddha berbalik dan melihat Angulimala, dan berkata kepadanya, "Saya telah berhenti, Angulimala; berhenti jugalah kamu." Angulimala berpikir sendiri, "Mengapa orang ini berkata saya belum berhenti dan dia telah berhenti?" dan dia meminta Buddha untuk menjelaskan.
Buddha berkata kepadanya, "Saya telah berhenti melukai semua makhluk, tapi kamu masih belum." Buddha kemudian mengajari dia Dhamma dan setelah mendengarkannya, Angulimala sepenuhnya berubah. Angulimala melempar senjatanya dan meminta Buddha untuk mengizinkannya menjadi bhikkhu. Jadi Buddha berjalan pulang ke Vihara, dan Angulimala mengikuti Beliau, dan menjadi bhikkhu.
Raja yang diminta untuk membunuh Angulimala merasa takut walaupun dia bersama dengan tentaranya karena reputasi Angulimala sebagai bandit yang keji. Jadi raja pergi melihat Buddha di Vihara hutan, mungkin dengan harapan mendapatkan berkah dari Buddha. Buddha melihat raja lengkap dengan baju perangnya dan dikelilingi oleh tentaranya, dan Buddha bertanya ke mana raja akan pergi. Raja berkata bahwa dia diminta oleh orang-orang untuk menangkap dan membunuh Angulimala, dan dia sedang dalam perjalanan melakukannya.
Buddha bertanya pada raja seandainya dia melihat Angulimala sebagai seorang bhikkhu saat ini, terkendali dan baik, bagaimana dia akan berbuat? Raja berkata dia akan memberikan penghormatan pada dirinya dan melindungi dan mendukung dia seperti bhikkhu yang lain. Buddha kemudian menunjuk pada Angulimala dan berkata, "Raja agung, itulah Angulimala." Ketika raja berbalik dan melihat Angulimala, rambutnya berdiri dan dia menjadi ketakutan. Buddha menenangkan raja dan berkata, "Jangan takut, raja agung, jangan takut. Tidak ada apapun dari dia yang membuatmu takut."  Raja sulit untuk percaya, tetapi dia setuju karena Buddha yang berkata demikian. Oleh karenanya, raja memberikan penghormatan dan mendukung Angulimala.
Kemudian Angulimala berusaha dengan sangat keras dan menjadi seorang Arahat. Coba pikirkan hal itu! Dia tidak harus dilahirkan kembali di alam neraka untuk ratusan ribu tahun untuk membayar hutang kamma-nya! Jasa kebajikan dari pelatihan kehidupan suci dan mencapai tingkat kesucian sangat besar sampai-sampai dapat membebaskan kita dari kelahiran kembali di alam yang menderita. Jadi kita bisa melihat di antara ketiga landasan tindakan bajik, perkembangan batin (bhavana) melampaui kemoralan (sila) dan kedermawanan (dana).
--- oOo ---
SEGENGGAM DAUN BODHI
Penerjemah :
Yuliana Lie Pannasiri, MBA
Andromeda Nauli, Ph.D
Penyunting :
Nana Suriya Johnny, SE

Melangkah di Keheningan
Mengenal lebih dekat Bhikkhu Uttamo
dan ajaran Agama Buddha
Dibalik Kisah :
Bagaimana Bambang menjadi Uttamo?
Sebuah Pendekatan
Kalau hanya dengan latihan kemoralan, maka orang akan baik dalam ucapan dan perbuatan namun belum tentu baik dalam pikiran. Kenyataan ini akan mengkondisikan orang menjadi munafik, suka berpura-pura. Dengan meditasi, orang yang menjadi baik dalam ucapan, perbuatan dan juga pikiran. la benar-benar menjadi orang yang baik secara lahir dan batin.
Kalau hanya dengan bekal kemoralan, maka bisa saja seseorang tidak melakukan pembunuhan akibat dirinya diperhatikan oleh orang lain. Padahal, sebenarnya ia sudah jengkel dengan tetangganya, misalnya. Namun karena ia dianggap orang baik di masyarakat, maka kejengkelannya tetap disimpan dalam pikiran sebagai dendam yang suatu saat berpotensi meledak. Akan tetapi, dengan latihan meditasi, seseorang akan berusaha mengatasi kejengkelan yang timbul sehingga akhirnya batin menjadi tenang dan ia dapat hidup tenang berdampingan dengan orang yang pernah ia tidak sukai itu. Batinnya kini menjadi netral bebas dari rasa dendam karena ia telah mengerti bahwa kejengkelan sesungguhnya berasal dari pikiran atau keinginannya sendiri. Ketika ia mampu menetralisir keinginan, maka kejengkelan juga mereda, dendam menjadi lenyap. Inilah salah satu manfaat meditasi.
Pada saat berlatih meditasi, seseorang dapat mempergunakan waktu setengah jam pagi ketika ia bangun tidur dan setengah jam menjelang tidur untuk mengamati gerak-gerik pikiran. Upaya ini biasanya dilakukan dengan mengamati proses masuk keluarnya pernafasan yang berlangsung secara alamiah. Tidak perlu mengatur nafas. Biarkan nafas mengalir sebagaimana adanya. Tugas pelaku meditasi adalah mengetahui saat nafas masuk dan saat nafas keluar. Jika pikiran memikirkan hal lain, segera pusatkan kembali pada proses pernafasan yang sedang berlangsung. Demikian dilakukan selama waktu meditasi yang sudah ditetapkan. Dalam proses pengamatan nafas, pada suatu saat akan timbul pemikiran, salah satunya, apabila nafas bisa masuk namun tidak bisa keluar, maka manusia akan meninggal dunia. Demikian pula sebaliknya, nafas keluar dan tidak bisa masuk lagi. Kematian sedemikian cepat terjadi, Kalau demikian, masihkah seseorang akan menyia-nyiakan kesempatan hidup ini hanya untuk melakukan kejahatan dengan membunuh, mencuri, berjinah, bohong dan mabuk-mabukan? Kesadaran pada nafas yang hanya sepotong demi sepotong untuk menopang hidup seseorang ini akan memberikan semangat kepadanya untuk selalu berusaha menghindari keburukan dan berusaha mengembangkan kebajikan di kala masih ada sisa kehidupan sesuai dengan proses pernafasan yang berlangsung.
Demikian pula, dengan mengamati pernafasan, seseorang juga bisa melakukan perenungan yang lain. Cobalah untuk menahan nafas selama mungkin. Hasilnya, tentu penderitaan akibat kekurangan udara. Manusia tidak mau menahan nafasnya sampai mati. Kalau demikian, ia hendaknya juga menyadari bahwa semua makhluk sama dengan dirinya, Semua makhluk tidak ingin mati. Semua makhluk takut pada kematian. Kalau demikian, setiap orang jelas tidak mempunyai hak untuk menghabisi kehidupan makhluk lain, binatang, maupun sesama manusia.
Kematian memang dapat terjadi setiap saat. Sang Buddha menyebutkan jivitam aniyatam, maranang niyatam, bahwa hidup sesungguhnya tidak pasti, kematian itulah yang pasti. Orang hanya mampu mengetahui bahwa saat inilah ia hidup, namun ia tidak akan pernah mengetahui sampai kapan ia masih hidup. Hanya saja, ia pasti mengetahui bahwa suatu saat nanti, ia pasti akan meninggal dunia juga. Dengan merenungkan hal ini, maka seseorang hendaknya selalu menguatkan tekad untuk mengembangkan kebajikan di kala kehidupan masih ada, di kala nafas masih bisa berproses masuk dan keluar.
Dengan melihat inti Ajaran Sang Buddha yang berisikan kerelaan, kemoralan serta konsentrasi ini, saya menyimpulkan bahwa Buddha Dhamma bukanlah ajaran yang menjadikan seseorang menjadi lemah, lesu tanpa semangat. Justru sebaliknya, pengertian Dhamma tentang 'hidup tidak pasti namun kematian itulah yang pasti1 akan membangkitkan semangat untuk seseorang agar selalu memanfaatkan setiap waktu kehidupan dengan tindakan yang berguna. Pemahaman ini pula yang membuat saya selalu merasa segar, fit dan prima untuk melaksanakan berbagai tugas pembinaan diri maupun umat dan simpatisan Buddhis di banyak tempat. Sesungguhnya Dhamma memang menjadi semangat hidup saya.
Inti Buddha Dhamma yang sedemikian indah serta mendorong seseorang untuk memanfaatkan waktu kehidupannya dengan berbuat baik itulah yang menjadi penyebab saya memilih Buddha Dhamma sebagai pedoman hidup saya. Saya kemudian memutuskan untuk hidup sebagai seorang bhikkhu karena dalam pemahaman saya, Buddha Dhamma bukan hanya untuk dipelajari melainkan juga harus dilaksanakan. Pelaksanaan Dhamma secara total bagi saya adalah dengan menjadi seorang bhikkhu. Menjadi umat Buddha tentu saja juga bisa melaksanakan Dhamma secara total, namun, untuk saya, saya lebih cocok menjadi seorang bhikkhu.
Karena tidak semua umat Buddha harus menjadi bhikkhu, maka banyak pula murid Sang Buddha yang tetap hidup sebagai umat biasa namun mencapai kesucian, misalnya Anathapindika, Visakha, Raja Bimbisara serta masih banyak yang lainnya. Karena itu, pencapaian tingkat kesucian tidak tergantung pada pakaian atau jubah, juga tidak tergantung pada potongan rambut maupun cara hidup, melainkan dari cara berpikir yang terbebas dari ketamakan, kebencian dan kegelapan batin.
Oleh karena itu, apabila Anda telah memilih Buddha Dhamma sebagai jalan hidup, maka jalanilah dengan sungguh-sungguh. Buddha Dhamma bukanlah teori maupun pengetahuan umum, namun cara hidup yang harus dijalani setiap saat. Dalam melaksanakan Dhamma, silahkan memilih untuk tetap menjadi umat biasa ataupun menjadi bhikkhu. Kedua pilihan tersebut sama saja.
Jadi, sebagai kesimpulan, apakah sebabnya seorang Bambang menjadi Bhikkhu Uttamo? Pertama, adanya jawaban yang sangat logis dalam Buddha Dhamma tentang pertanyaan mendasar yang telah saya miliki sejak kecil yaitu 'kenapa manusia berbeda-beda'. Kedua, jawaban pertanyaan pertama yang intinya menyebutkan bahwa kamma serta kelahiran kembali yang menimbulkan adanya perbedaan antara manusia satu dengan yang lainnya ternyata bisa dibuktikan secara ilmiah bahkan bukan oleh umat maupun simpatisan Buddhis. Ketiga, dalam Agama Buddha terdiri dari Ajaran Sang Buddha dan tradisi. Banyak orang tidak simpati terhadap Agama Buddha karena mereka memiliki berpandangan salah. Mereka menganggap tradisi itulah Agama Buddha, padahal, tradisi hanya milik satu masyarakat tertentu saja. Alasan ketiga inilah yang melenyapkan sikap Anti Buddhis yang telah saya miliki sejak waktu yang cukup lama. Sebelumnya saya menganggap Agama Buddha menyembah berhala, ternyata tidak demikian. Patung atau area Sang Buddha hanyalah sebagai lambang dan ternyata umat Buddha tidak pernah meminta-minta kepada patung tersebut. Jadi, ketika seluruh perhatian seseorang hanya dipusatkan pada Ajaran Sang Buddha, maka ia akan berjumpa dengan pedoman hidup yang sangat menarik dan berharga yaitu kerelaan, kemoralan serta konsentrasi atau dana, sila dan samadhi. Pelaksanaan yang tekun dan penuh semangat atas ketiga bentuk kebajikan ini akan menjadikan perubahan total dalam diri seseorang. Perubahan total yang bisa dicapai dan dapat disebutkan dalam kesempatan ini adalah perubahan dari seorang Bambang menjadi Bhikkhu Uttamo. 'Uttamo' artinya yang utama, yang kira-kira mempunyai pengertian 'ia yang paling hebat'. Hebat segalanya, hebat baiknya, itulah yang diharapkan; namun bisa juga, hebat keburukannya, karena yang disebut hanya 'utama'nya saja. Kalau membaca bait-bait dalam Manggala Sutta maka di sana disebutkan Manggala Uttama yang diartikan sebagai berkah utama. Karena nama saya hanya 'utama' saja, maka saya harus selalu berusaha mengisi sendiri kehebatan atau keutamaan apakah yang pantas dikerjakan. Tentunya saya selalu berharap kebaikanlah yang hebat. Namun, kalaupun saya masih dinilai buruk, saya akan terus berusaha memperbaiki diri dan melakukan yang terbaik yang mampu saya kerjakan. Semoga saja di masa depan saya akan menjadi orang yang lebih baik dan terus bertambah baik. Semoga demikianlah adanya.
Demikianlah sepintas kisah hidup saya ketika mengenal Buddha Dhamma sampai perubahan dari Bambang menjadi Bhikkhu Uttamo. Kini, apabila ada di antara Anda yang ingin bertanya kepada saya, silahkan.
--- oOo ---
TANYA JAWAB DENGAN BHIKKHU UTTAMO

Dari : Inge Agustina, Jakarta       
Bhante, perbedaan pendapat adalah hal yang biasa, tapi bagaimana jika perbedaan pendapat terjadi antara orang tua dan anak ?
Orang tua seringkali egois dan tidak mau mendengarkan pendapat anak. Biar bagaimanapun, anak bukanlah boneka yang bisa 'disetir' seumur hidup oleh orang tua. Apakah jika kita berbeda pendapat dengan orang tua akan berbuat karma buruk ?
Apakah sesungguhnya kewajiban anak terhadap orang tua Bhante ?
Bagaimana jika orang tua seringkali mengatakan bahwa sampai berkalpa-kalpa pun, anak tidak akan bisa membayar budi orang tua, jika ia sedang marah atau tersinggung, padahal sebagai anak juga punya perasaan sedih, sakit hati. Terima kasih.

Jawaban:
Adalah hal biasa dan bukan kamma buruk apabila seorang anak memiliki perbedaan pendapat dengan orang tua. Namun, perbedaan pendapat ini hendaknya disikapi secara bijaksana. Ada orang tua yang bersikap egois dan tidak mau mendengarkan pendapat anak. Terhadap orang tua seperti ini anak hendaknya dapat memperbaiki CARA KOMUNIKASI dengan orang tua. Ubahlah kalimat pernyataan menjadi pertanyaan. Sebagai contoh, daripada mengatakan: 'Ayah bersalah' akan lebih baik apabila disampaikan dengan pertanyaan: "Apakah benar sikap ayah seperti demikian?". Semakin trampil seorang anak menyusun pertanyaan seperti itu, semakin mudah pula ia berkomunikasi dengan orang tuanya. Orang tua lebih netral dalam menghadapi pertanyaan-pertanyaan seperti itu. Mereka tidak merasa digurui maupun direndahkan oleh anaknya. Orangtua mungkin akan berpikir panjang dan setahap demi setahap mereka akan mengubah perilaku buruknya.
Namun, kalaupun orang tua masih sulit diajak komunikasi, sebagai anak hendaknya dapat mencari orang lain yang biasanya didengar nasehat serta sarannya oleh orang tua. Mintalah kepada dia untuk memberikan saran atau masukan kepada orang tua agar orang tua dapat sedikit mengubah watak yang egois dan tidak mau mendengar pendapat anak.
Adapun kewajiban anak terhadap orang tua telah disebutkan dalam Sigalovada Sutta (Digha Nikaya III, 188) yaitu:
1.   Mereka telah merawat dan mendidiknya, maka anak harus membalas budi ini dengan merawat mereka.
2.   Anak harus membantu menyelesaikan berbagai urusan mereka,
3.   Anak harus mampu menjaga nama baik keluarga.
4.   Anak harus berkelakuan yang sesuai agar menjadikannya patut menerima warisan kekayaan.
5.   Anak melaksanakan upacara pelimpahan jasa yaitu berbuat baik serta melimpahkan jasa kebajikan ini demi kebahagiaan orang tua di alam kelahiran yang berikutnya apabila mereka telah meninggal dunia.
Perkataan orang tua yang menyebutkan bahwa jasa orang tua tidak dapat terbalaskan oleh anak untuk waktu yang lama memang benar adanya. Namun, sebagai anak bukan berarti tidak bisa sama sekali melakukan jasa yang melebihi tindakan orang tua kepada anak tersebut. Dalam Dhamma disebutkan bahwa anak yang mampu mengenalkan Buddha Dhamma kepada orang tuanya akan mempunyai jasa LEBIH BESAR daripada jasa orang tua kepada anaknya selama ini. Oleh karena itu, daripada sakit hati dan bersedih atas kata-kata orang tua yang mengandung kebenaran itu, lebih baik berusaha mencari berbagai cara untuk mengenalkan Buddha Dhamma kepada mereka agar dapat membalas jasa kebajikan mereka selain melaksanakan kelima hal yang telah diajarkan oleh Sang Buddha dalam Sigalovada Sutta di atas. Semoga keterangan ini dapat menjadi dasar tindakan yang baik seorang anak kepada orang tua. Semoga bahagia.








JADWAL KEGIATAN RUTIN
METTA VIHARA TEGAL
JADWAL PUJA BAKTI
Puja Bakti Umum Minggu Pagi            :   Pk. 07.30 WIB - 09.00 WIB
Puja Bakti Sekolah Minggu                 :   Pk. 09.30 WIB - 11.00 WIB
Puja Bakti Remaja Hari Sabtu              :   Pk. 18.30 WIB - 19.30 WIB
Puja Bakti Uposatha                        :   Setiap tanggal 1, 15, Penanggalan Lunar
                                                      Jam 19.30 WIB - 21.00 WIB
Kitab Suci Agama Buddha bagian dari
Khuddaka Nikaya, Sutta Pitaka
Judul asli : The Sutta-Nipata
Translated from The Pali by H. Saddatissa
3.  KHAGGAVISANA SUTTA
Cula Unicorn
Kemelekatan indera dan hubungan dengan orang lain harus dihindari
1     Setelah meninggalkan tindakan yang merugikan makhluk hidup, serta tidak menyiksa bahkan satu makhluk hidup pun, biarlah orang tidak menginginkan anak, apalagi teman! Hendaknya orang hidup sendiri bagaikan sebuah cula Unicorn (35)
2     Kemelekatan   muncul   karena   adanya orang   yang menemani,   ketidakpuasan  bermula  dari kemelekatan. Dengan memperhatikan bahaya yang berasal dari kemelekatan ............................................................................ (36)
3     Karena dipenuhi kasih sayang kepada teman dan orang-orang yang dicintai, karena mempunyai hati yang terbelenggu, maka dia mengabaikan kesejahteraan umum. Melihat ketakutan dalam keakraban seperti itu ............................  (37)
4     Kemelekatan terhadap anak dan istri adalah bagaikan serumpun bambu yang tumbuh dengan rapat dan saling mengikat. Oleh karena itu, agar terbebas dari jerat bagaikan tunas bambu baru ......................................................  (38)
5     Bagaikan rusa hutan yang tidak terbelenggu berkelana dan makan dengan santai, biarlah orang bijaksana yang menjunjung tinggi kebebasannya hidup sendiri ............................................................................... (39)

6     Orang dibanjiri permohonan jika berada di antara teman, baik selagi beristirahat, selagi dijamu, selagi berkunjung atau selama di perjalanan. Karena menjunjung tinggi kebebasan yang tidak diinginkan oleh orang-orang lain ........... (40)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar