Tegal, 24 September 2012
No : 61, Tahun Keenam
Penasehat
: Ketua Yayasan Metta Jaya
Penanggung
Jawab : Ketua Dayakasabha Metta Vihara Tegal
Pimpinan
Redaksi : Ibu Tjutisari
Redaksi
Pelaksana : 1. Ibu Pranoto 4. Liliyani
2.
Suriya Dhammo 5. Sumedha
Amaravathi
3.
Ade Kristanto
Alamat
Redaksi : Metta
Vihara
Jl.
Udang No. 8 Tegal Telp. (0283) 323570
BCA No Rek : 0479073688 an. YUNINGSIH ASTUTI - TUSITA WIJAYA
DHAMMAPADA ATTAKHATA
Bab I -
Syair 13 dan 14
Bagaikan hujan yang dapat menembus rumah beratap tiris,
demikian pula nafsu akan dapat menembus pikiran yang tidak dikembangkan dengan
baik.
Bagaikan hujan yang tidak dapat menembus rumah beratap
baik, demikian pula nafsu tidak dapat menembus pikiran yang telah dikembangkan
dengan baik.
Kisah Nanda
Thera
Suatu ketika Sang Buddha
menetap di Vihara Veluvana, Rajagaha. Waktu itu ayah-Nya, Raja Suddhodana
berulangkali mengirim utusan kepada Sang Buddha, meminta Beliau mengunjungi kota Kapilavatthu.
Memenuhi permintaan ayah-Nya, Sang Buddha mengadakan perjalanan dengan diikuti
oleh sejumlah besar arahat.
Saat tiba di Kapilavatthu
Sang Buddha bercerita tentang Vessantara Jataka di hadapan pertemuan
saudara-saudaranya. Pada hari kedua, Sang Buddha memasuki kota , dengan mengucapkan syair berawal "Uttitthe
Nappamajjeyya ..." (ar
tinya seseorang harus sadar dan tidak seharusnya
menjadi tidak waspada ...). Beliau menyebabkan ayah-Nya mencapai tingkat
kesucian sotapatti.
Ketika tiba di dalam
istana, Sang Buddha mengucapkan syair lainnya berawal "Dhammam Care
Sucaritam ... "(artinya seseorang seharusnya mempraktekkan Dhamma
...), dan sang raja berhasil mencapai tingkat kesucian sakadagami.
Setelah bersantap
makanan, Sang Buddha menceritakan tentang Candakinnari Jataka, berkenaan
kisah kebajikan ibunya Rahula.
Pada hari ketiga, di
istana berlangsung upacara pernikahan Pangeran Nanda, sepupu Sang Buddha. Sang
Buddha pergi ke sana
untuk menerima dana makanan (pindapatta), dan memberikan mangkok-Nya kepada
Pangeran Nanda. Kemudian Sang Buddha pergi meninggalkannya tanpa meminta
kembali mangkok-Nya.
Karena itu sang pangeran,
sambil memegangi mangkok, berjalan mengikuti Sang Buddha. Pengantin putri,
Janapadaka-lyani, melihat sang pangeran pergi mengikuti Sang Buddha, terus
berlari dan berteriak pada sang pangeran untuk kembali secepatnya. Ketika tiba
di vihara, Sang Pangeran diterima dalam Sangha sebagai seorang bhikkhu.
Kemudian Sang Buddha
berpindah ke vihara yang didirikan oleh Anathapindika, di hutan Jeta dekat
Savatthi.
Selama
tinggal di sana
Nanda merasa tidak senang, dan setengah kecewa serta menemukan sedikit
kesenangan dalam hidup sebagai seorang bhikkhu. la ingin kembali pada kehidupan
berumah tangga karena ia terus teringat kata-kata dari Putri Janapadakalyani,
memohonnya untuk kembali secepatnya. Hatinya menjadi goyah. Dan semakin goyah.
Mengetahui
hal tersebut, Sang Buddha dengan kemampuan batin luar biasa, memperlihatkan
kepada Nanda beberapa dewi yang cantik dari surga Tavatimsa, jauh lebih cantik
daripada putri Janapadakalyani.
Sang
Buddha bertanya kepada Nanda, "Siapakah yang lebih cantik, putri
Janapadakalyani atau para dewi yang berdiri di hadapanmu itu?"
"Tentu
saja mereka jauh lebih cantik dibandingkan dengan putri Janapadakalyani",
jawab Nanda.
Sang
Buddha berkata lagi kepada Nanda, "Apabila engkau tekun dalam
mempraktekkan Damma, Aku berjanji untuk membantumu memiliki dewi-dewi
itu."
Mendengar
pernyataan itu, Nanda tertarik dan sekali lagi berjanji akan mematuhi Sang
Buddha.
Bhikkhu-bhikkhu
yang lain menertawakan Nanda dengan berkata bahwa ia seperti orang bayaran,
yang mempraktekkan Dhamma demi memperoleh wanita cantik, dan sebagainya.
Nanda
merasa sangat tertekan dan malu. Karena itu dalam kesendirian, ia mencoba
dengan keras mempraktekkan Dhamma, dan akhirnya mencapai tingkat kesucian
arahat.
Sebagai
seorang arahat, batinnya bebas dari semua ikatan dan keinginan. Dan Sang Buddha
juga bebas dari janji-Nya kepada Nanda. Semua ini telah diketahuiNya sejak
awal.
Bhikkhu-bhikkhu
yang lainnya, yang semula mengetahui bahwa Nanda tidak gembira menjalani hidup
sebagai bhikkhu, kembali bertanya bagaimana ia bisa mengatasinya.
Nanda
Thera menjawab bahwa sekarang ia tidak lagi terikat dengan kehidupan berumah tangga.
Mereka berpikir Nanda tidak berkata yang sebenarnya. Karena itu mereka mencari
keterangan perihal masalah itu kepada Sang Buddha, dengan menyatakan
keragu-raguan mereka.
Sang
Buddha menjelaskan kepada mereka bahwa sebelumnya, kenyataan alamiah Nanda sama
seperti atap rumah yang bocor, tetapi sekarang rumah itu telah dibangun dengan
atap rumah yang baik.
Penjelasan
itu diakhiri dengan syair 13 dan 14 berikut ini:
Bagaikan hujan yang
dapat menembus rumah beratap tiris, demikian pula nafsu akan dapat menembus
pikiran yang tidak dikembangkan dengan baik.
Bagaikan hujan yang
tidak dapat menembus rumah beratap baik, demikian pula nafsu tidak dapat
menembus pikiran yang telah dikembangkan dengan baik.
--- oOo ---
SEKAPUR SIRIH
Buletin Brivi Edisi September 2012 tahun ini bertepatan dengan
bulan tujuh penanggalan lunar yang menurut tradisi Tionghoa merupakan
sembahyang rebutan / cioko atau muja.
Sedang menurut tradisi Buddhis biasa diadakan upacara Pattidana secara bersama
dan Metta Vihara telah menyelenggarakan upacara Pattidana pada hari Minggu 2
September 2012.
Buku karya Bhikkhu Ajahn Brahm : "Dalam Kesempurnaan dan
Kesalahan" dapat diikuti dengan judul "Rasa Bersalah pada Penjahat".
Segenggam Daun Bodhi tulisan Bhikkhu Dhammaveda dengan judul "Mengatasi
Karma Buruk". Mengenal lebih dekat Bhikkhu Uttamo dan Ajaran Buddha dapat
dibaca dalam "Melangkah di Keheningan". Ada juga tulisan tanya jawab bersama Bhikkhu
Uttamo. Masih ada juga tulisan Dr. Ratna Surya Widya "Setitik Cahaya di
Balik Kabut". Sebuah cerpen "Luka yang Sama" karya Yohana Yoe,
penulisnya adalah seorang pelajar Buddhis yang masih duduk di bangku Sekolah
Menengah Atas Tegal.
Kami sadar kalau Redaksi tak bisa berbuat banyak tanpa peran
serta Bapak / Ibu / Saudara berupa
dukungan dana yang merupakan jantung bagi pembinaan Buddha Dhamma. Dana Anda
dapat dikirimkan melalui Rekening BCA 0479073688 a.n. YUNINGSIH ASTUTI - TUSITA
WIJAYA dengan menambahkan angka 8 pada angka terakhir dana Anda untuk
mempermudah. Misal dana sepuluh ribu rupiah ditulis Rp 10.008,-
Anumodana dan terima kasih atas partisipasi dari Bapak / Ibu / Saudara.
Semoga dengan kekuatan Buddha Dhamma dan Sangha kebajikan yang dilakukan Bapak
/ Ibu / Saudara berbuah dalam bentuk panjang umur, kesehatan yang baik,
kesuksesan dan kebahagiaan dalam waktu yang lama.
Semoga semua makhluk hidup berbahagia.
Sadhu, Sadhu, Sadhu.
Metta Cittena
Redaksi
--- oOo ---
SUSUNAN PENGURUS CABANG
WANDANI KOTA TEGAL
2012 - 2017
Ketua : Ibu Tjutisari
Wk.
Ketua I : Ibu Iin Sri Ratnawati (Liem Tjioe In)
Wk.
Ketua II : Ibu Lay Nyuk Mie
Sekretaris
I : Ibu S.A.
Yanti Trianawati (In Siok Yan)
Sekretaris
II : Ibu Lina Harjati (Lie Thian Lan)
Bendahara
I : Ibu Ang Sioe Lan
Bendahara
II : Ibu Sri Rahayu
DANA
Telah
kami terima dana
1.
Ibu KHANG SHE TIN Rp
1.000.000,-
2.
Bapak / Ibu ONG KENG SAN Rp 300.000,-
3.
Alm. OEN DJIT TJIEN Rp 400.000.-
4.
Ibu TAN SWIE TIN Dana
Konsumsi
5.
Bapak / Ibu LIE ING BENG Dana
Konsumsi
6.
Ibu THIO HONG Dana
Konsumsi
Anumodana
dan terima kasih atas dana Anda. Semoga kebajikan yang telah dilakukan berbuah
dalam bentuk umur panjang, sehat dan berbahagia bersama keluarga.
KESEMPATAN MENANAM BIBIT UNGGUL
DI LADANG YANG SUBUR
Banyak memberi, menjaga moral dengan sila,
membersihkan batin dengan samadhi, hidup bahagia sekarang dan di masa yang akan
datang.
Dalam rangka meningkatkan pembinaan mental spiritual umat
Buddha di Metta Vihara Tegal, Dayakasabha Metta Vihara akan mengadakan Dhamma
Class secara berkala dengan mengundang Bhikkhu dan Pandita Duta Dharma dari
berbagai kota, meningkatkan pendidikan agama Buddha di sekolah. Sehubungan
dengan hal tersebut membutuhkan dana untuk transportasi. Pada kesempatan ini
kami ingin mengajak Bapak / Ibu / Saudara untuk ikut berpartisipasi menjadi
donatur tetap meningkatkan donatur bulanan Metta Vihara Tegal.
Ibarat menanam bibit unggul di ladang yang subur, akan
menghasilkan panen yang berlimpah. Dengan menjadi donatur Metta Vihara Tegal
Bapak / Ibu / Saudara telah menanam bibit unggul di ladang yang subur. Berdana
kepada Metta Vihara akan memperoleh berkah kebajikan yang melimpah dan banyak
membawa manfaat bagi orang banyak.
Bagi Bapak / Ibu / Saudara yang ingin memberi dana untuk
Metta Vihara dapat menghubungi :
1. Metta Vihara Jl.
Udang No. 8 Tegal (0283)
323570
2. Bpk/Ibu Lukman Susilo (Apt. Nasional) Jl. P. Diponegoro Tegal 081802855355
3. Bpk. Lie Ing Beng (Tk. Mira) Jl. HOS Cokroaminoto 69 Tegal 081326979788
4. Ibu Pranoto Jl.
Cendrawasih No. 17 Tegal (0283)
351238
5. Ibu Tusita Wijaya (Tk. Gema Jadi) Jl. Salak No. 123 Tegal (0283)
356017
6. Ibu Ang Siu Lan Jl.
Udang No. 7 Tegal 081548134633
7. Ibu Tjutisari Jl.
Gurami No. 53 Tegal 08174939382
8. Bpk. Suriyadhammo Jl.
KH Nakhrawi No. 10 Tegal 085727489261
Dana Anda dapat
ditransfer ke rekening BCA 0479073688
a.n. YUNINGSIH ASTUTI - TUSITA WIJAYA
Semoga kebajikan yang dilakukan Bapak / Ibu / Saudara
berbuah dalam bentuk umur panjang, sehat walafiat, sukses dan berbahagia
bersama keluarga.
Semoga semua
makhluk hidup berbahagia.
Metta
Cittena,
Dayakasabha
Metta Vihara Tegal
ttd
ttd
Lie
Ing Beng Suriyadhammo
Ketua
Sekretaris
Pattidana
Sejarah asal mula Pattidana / Pelimpahan Jasa
Di dalam tradisi kita sebagai umat Buddha memperingati upacara
kematian atau memperingati saat-saat wafat orang yang kita sayangi telah ada
sejak zaman Sang Buddha.
Pada saat Bhante Moggalana bermeditasi mempergunakan kemampuan
batinnya untuk melihat alam-alam lain selain alam manusia, ketika melihat alam
surga tempat para dewa dewi tidak ada masalah, selain itu juga melihat alam
menderita. Saat berada di alam setan kelaparan, Bhante Moggalana melihat ibu
beliau terlahir di situ. Karena merasa kasihan beliau berusaha menolong dengan
memberi makanan, tetapi yang terjadi makanan yang diberikan justru menambah
penderitaan ibunya. Bhante Moggalana kebingungan atas kegagalannya menolong
sang ibu. Kemudian beliau menghadap Sang Buddha untuk bertanya sebab masalah
dari kegagalannya menolong sang ibu.
Sang Buddha menjelaskan bila menolong makhluk di alam menderita
dilakukan dengan cara pelimpahan jasa, yaitu berbuat baik atas nama orang yang
meninggal. Nasehat Sang Buddha diikuti oleh Bhante Moggalana dengan
mempersembahkan jubah dan makanan kepada Bhikkhu Sangha atas nama sang ibu.
Setelah melakukan pelimpahan jasa, Bhante Moggalana bermeditasi lagi dan
melihat sang ibu di alam peta dalam keadaan yang lebih baik.
Selain cerita tersebut dalam kitab suci Tri Pitaka ada cerita lain
yang berhubungan dengan Raja Bimbisara yang mengundang, mempersembahkan jubah
dan makanan kepada Sang Buddha. Pada malam harinya Raja Bimbisara mendengar
jerit tangis dari makhluk tak tampak yang sebenarnya adalah sanak keluarga dari
banyak kehidupan yang lalu, karena melakukan kesalahan mereka terlahir di alam
menderita. Pada keesokan harinya Raja pergi ke Vihara untuk bertanya kepada
Sang Buddha tentang gangguan yang dialaminya. Sang Buddha menyarankan untuk
melakukan persembahan jubah dan makanan lagi kemudian jasa kebaikan dilimpahkan
kepada mereka. Dengan pelimpahan jasa yang dilakukan Raja Bimbisara para
makhluk menderita merasakan kegembiraan luar biasa yang menyebabkan mereka mati
dari alam menderita terlahir di alam bahagia.
Dalam kesempatan itulah Sang Buddha membabarkan Tirokuddha sutta.
Sang Buddha bersabda di dinding-dinding, di gerbang-gerbang dan di persimpangan
jalan banyak keluarga kita yang terlahir di alam menderita menunggu pelimpahan
jasa kita dengan penuh kesedihan. Hanya dengan bantuan sanak keluarga yang
masih hidup dengan mengirim pelimpahan jasa kebajikan yang dapat menolong
mereka yang terlahir di alam menderita.
Pada tanggal 2 September 2012, Dayakasabha Metta Vihara Tegal
menyelenggarakan Upacara Pattidana dengan rangkaian acara Abhayadana yaitu
upacara pelepasan ikan lele yang dipimpin oleh YM Bhikkhu Piyadhiro. Dengan
menyelamatkan kehidupan maka kita akan mendapat karma baik dalam bentuk
terhindar dari marabahaya dan mendapat kesehatan yang baik, serta panjang umur.
Sore harinya diawali dengan penghormatan di stupa dilanjutkan
pelimpahan jasa dengan penghormatan di Ruang Penghormatan Adiguna Sarana Metta
Vihara Tegal. Kita memasang lilin sebagai simbol penerang jalan. Setelah kita
berbuat kebajikan berdana kepada Vihara maka jasa kebajikan kita dilimpahkan
kepada sanak keluarga yang berada di alam menderita.
Dengan keberadaan Ruang Penghormatan Leluhur Adiguna Sarana kita
mempunyai kesempatan memasang foto dari sanak keluarga yang sudah meninggal
sehingga mempermudah bagi kita untuk melimpahkan jasa kebajikan.
Puncak acara adalah Puja Bakti di Dhammasala Metta Vihara Tegal dipimpin
oleh YM Bhikkhu Piyadhiro yang menguraikan tentang Pattidana.
Semoga jasa-jasa kebajikan yang kita lakukan melimpah kepada sanak
keluarga yang terlahir di alam menderita hingga memperoleh kebahagiaan.
Bagaikan air yang mengalir melimpah dari tempat yang tinggi menuju tempat yang
rendah, daerah kering kerontang menjadi subur kembali karena disiram air.
Semoga semua makhluk hidup berbahagia.
Tim
Redaksi
RUANG PENGHORMATAN LELUHUR
ADIGUNA SARANA - METTA VIHARA TEGAL
Dengan memasang foto leluhur dan sanak keluarga yang telah
meninggal dunia di Ruang Penghormatan Leluhur Adiguna Sarana, Anda mempunyai
kesempatan melimpahkan jasa kebajikan dengan berdana Rp 20.000,- (dua puluh
ribu rupiah) setiap bulan terbuka kesempatan berbuat kebajikan dan melimpahkan
jasa kepada para leluhur dengan harapan mereka dapat merasakan kebahagiaan yang
kita limpahkan. Setiap ce it dan cap go diadakan puja bakti Uposatha. Semoga
semua makhluk hidup berbahgia.
Bagi Bapak / Ibu / Saudara yang ingin memberi dana untuk
Metta Vihara dapat menghubungi :
1. Metta Vihara Jl.
Udang No. 8 Tegal (0283)
323570
2. Bpk/Ibu Lukman Susilo (Apt. Nasional) Jl. P. Diponegoro Tegal 081802855355
3. Bpk. Lie Ing Beng (Tk. Mira) Jl. HOS Cokroaminoto 69 Tegal 081326979788
4. Ibu Pranoto Jl.
Cendrawasih No. 17 Tegal (0283)
351238
5. Ibu Tusita Wijaya (Tk. Gema Jadi) Jl. Salak No. 123 Tegal (0283)
356017
6. Ibu Ang Siu Lan Jl.
Udang No. 7 Tegal 081548134633
7. Ibu Tjutisari Jl.
Gurami No. 53 Tegal 08174939382
8. Bpk. Suriyadhammo Jl.
KH Nakhrawi No. 10 Tegal 085727489261
Dana Anda dapat
ditransfer ke rekening BCA 0479073688
a.n.
YUNINGSIH ASTUTI - TUSITA WIJAYA
Semoga kebajikan yang dilakukan Bapak / Ibu / Saudara
berbuah dalam bentuk umur panjang, sehat walafiat, sukses dan berbahagia
bersama keluarga.
Semoga semua
makhluk hidup berbahagia.
Metta
Cittena,
Dayakasabha
Metta Vihara Tegal
ttd
ttd
Lie
Ing Beng Suriyadhammo
Ketua
Sekretaris
Cerpen
LUKA YANG SAMA
Oleh :
Yohana Yoe
Yah,
ingin aku percaya kata-katamu itu: aku mencintaimu; aku menyayangimu; kau
satu-satunya buatku. Tapi itu bulshit! BOHONG! Buktinya kau mencintai orang lain,
dan aku bukan yang utama buatmu!
Hah, aku
ingat. Kau juga bilang kau tak punya rasa dengannya. Tapi kini setelah semuanya
terbongkar, aku mengerti, kau katakan itu hanya untuk menutupinya serapat
mungkin. Aku benar, bukan?
Dan, aku
juga ingat. Dia yang kini selalu bersamamu pernah mengungkapkan
kata-kata yang takkan pernah keluar dari mulutku. Kata-kata yang mungkin jika
kau tahu, takkan membuatmu berpaling dariku hanya untuk gadis seperti dia!
Tapi,
sepertinya aku tak seharusnya bersedih dengan kejadian ini. Karena dengan
adanya kejadian ini aku jadi mengerti seperti apa dirimu, bagaimana perasaanmu
yang sesungguhnya terhadapku. Aku harus berterima kasih pada Tuhan.
Yeah,
setidaknya itu yang membuatku sedikit lebih baik, karena aku merasa tidak
benar-benar dibuang.
Kupejamkan
mataku sejenak. Merenungi apa salahku, apa yang belum kuperbuat untuk
mempertahankan dirimu. Tapi aku selalu menghentikan itu. Karena mau bagaimanapun,
kau bukan lagi untukku.
Tapi
akhirnya kau datang ke hadapanku. Berusaha terlihat sekeren mungkin, kau
katakan ini:
"Aku
ingin memperbaiki segalanya. Aku ingin kembali."
Hah,
andai kau ingat apa yang telah kau perbuat sebulan yang lalu. Kau tinggalkan
aku untuk dia yang tidak lebih baik dariku. Seharusnya kau masih punya
sedikit otak saat kau lakukan itu. Setidaknya kau tinggalkan aku untuk
seseorang yang setidaknya sedikit lebih baik dari padaku!
Aku yang
malu karena itu. Orang sekitarku membicarakanmu dengannya. Katanya dia tak
pantas bersaing denganku. Hah, kau tau apa artinya itu? Aku lebih baik darinya!
Tapi,
kurasa kau juga menyadari hal itu. Makanya kau ingin kembali. Tapi tak semudah
itu. Tak mudah buatku kembali pada orang yang sudah menyakitiku, bahkan yang
sudah membuangku!
Seperti
dulu kalau kau masih ingat saat kau mencoba melakukan pendekatan denganku. Kau
tahu butuh waktu berapa lama untuk itu? Tiga bulan. Bukan waktu yang singkat,
kau tahu?
Kini
setelah kau sakiti aku, kau ingin kembali. Aku tak tau selanjutnya apa yang
akan kau lakukan padaku. Mungkin kau akan 'menyukaiku' lagi, dan
kemudian 'membuangku' lagi.
Huhh,
betapa kejamnya dunia...
Yah, bagaikan terulang kembali. Kau mencoba mengejarku seperti dulu.
Aku tak percaya kau seperti ini. Susah
payah hanya untuk kembali pada seseorang yang pernah kau buang. Hanya
buang-buang waktu. Dan, jujur saja, aku terganggu dengan itu. Kumohon,
berhentilah!
Mungkin
hati nuraniku masih berfungsi dengan sangat baik, atau mungkin juga sudah
rusak, sampai-sampai aku mau kembali padamu.
Seperti
anak kecil, kau melompat kegirangan dan mengatakan pada setiap orang yang kau
temui bahwa 'kita' sudah kembali.
Ingin
aku bahagia dengan kenyataan ini, tapi belum sempat aku merasakannya, akhirnya
kau lakukan 'itu' lagi. Bukan lebih tepatnya kau buang aku lagi!
Kali ini
bukan untuk gadis kesekian yang menggantikan posisiku, tapi karena lima ratus ribu rupiah
yang kau taruhkan dengan teman-temanmu itu!
Saat aku
tau hal itu, aku berpikir kau bukanlah manusia!
"Kau
tidak tau betapa sakitnya jatuh ke dalam lubang yang sama, dengan orang yang
sama, dengan luka yang sama."
Kau
hanya bisa mengatakan maaf. Kata yang kau pikir selalu bisa membuatku
memaafkanmu. Tidak! Tidak sama sekali. Tidak dulu, maupun sekarang!
Aku benci dirimu yang bodoh. Aku benci dirimu yang plin-plan. Aku
benci dirimu yang membuatku lebih bodoh dari seekor keledai!
--- oOo ---
Kesempurnaan
dan Kesalahan
Membuka Pintu Hati
Rasa Bersalah Para
Penjahat
Sebelum saya tertimpa tugas terhormat yang membebani sebagai
kepala vihara, dulunya saya sering mengunjungi penjara-penjara di Perth . Saya menyimpan
baik-baik catatan mengenai tugas pelayanan di penjara ini karena bisa saya
pakai sebagai kredit prestasi seandainya saya sampai di penjara!
Pada kunjungan perdana
saya ke sebuah penjara besar di Perth ,
saya terkejut dan terkesan akan banyaknya narapidana yang menghadiri ceramah
mengenai meditasi yang saya bawakan. Ruangan pertemuan penuh sesak. Sekitar sembilan
puluh lima
persen dari populasi penjara hadir untuk belajar meditasi. Semakin lama saya
berbicara, rupanya semakin gelisah para pendengar saya. Baru sepuluh menit
berlalu, seorang narapidana, salah satu penjahat paling terkemuka di penjara,
mengangkat tangannya untuk bertanya. Saya mempersilakannya.
"Apa betul,"
dia bertanya, "dengan meditasi kita bisa terbang?"
Sekarang saya tahu
mengapa ada begitu banyak narapidana yang datang ke ceramah saya. Rupanya
mereka semua berencana belajar bermeditasi supaya bisa terbang melewati tembok
penjara!
Saya bilang kepada mereka
bahwa itu tidak mustahil, tetapi itu hanya untuk meditator yang berbakat istimewa
saja, dan itu pun setelah bertahun-tahun latihan. Pada kesempatan berikutnya
saya datang untuk mengajar di penjara itu lagi, hanya ada empat orang
narapidana yang masih setia mengikuti ceramah saya.
Setelah beberapa tahun
mengajar di penjara, saya jadi mengenal akrab beberapa penjahat. Salah satu
yang saya temukan adalah bahwa setiap penjahat merasa bersalah terhadap apa
yang telah mereka lakukan. Mereka merasakannya siang dan malam, dalam lubuk
hati yang terdalam. Mereka hanya memberitahukan hal ini kepada teman dekat
saja. Di depan publik, mereka menampilkan wajah sangar khas penjahat. Tetapi
bila mereka bisa mempercayai Anda, ketika mereka menganggap Anda sebagai
pembimbing spiritual mereka meskipun untuk sejenak saja, mereka akan membuka
diri dan mengungkapkan rasa bersalah yang menyakitkan. Saya sering membantu
mereka melalui cerita berikut ini: cerita mengenai anak-anak kelas B.
Beberapa tahun yang lalu,
sebuah percobaan di bidang pendidikan diadakan secara rahasia di sebuah sekolah
di Inggris. Sekolah itu memiliki dua kelas untuk setiap kelompok anak-anak yang
berusia sepantar. Pada akhir tahun ajaran diadakan sebuah ujian dalam rangka
memilih anak-anak untuk kelas pada tahun berikutnya. Bagaimanapun, hasil ujian
itu tak pernah diumumkan. Dalam kerahasiaan, hanya kepala sekolah dan para
pakar psikologi saja yang mengetahui kenyataannya, anak-anak yang mendapat
peringkat pertama ditempatkan pada kelas yang sama dengan anak-anak yang
mendapat peringkat empat dan lima ,
delapan dan sembilan, dua belas dan tiga belas, dan selanjutnya. Sementara
anak-anak yang mendapat peringkat dua dan tiga pada ujian tersebut ditempatkan
pada kelas yang sama dengan anak-anak yang mendapat peringkat enam dan tujuh,
sepuluh dan sebelas, dan selanjutnya. Dengan kata lain, berdasarkan kinerja
selama ujian, anak-anak dibagi rata menjadi dua kelas. Para
guru pun diseleksi berdasarkan kesetaraan kemampuan. Bahkan setiap ruang kelas
pun diberikan fasilitas yang sama. Segala sesuatunya dibuat setara mungkin,
kecuali untuk satu hal: satu disebut "kelas A" dan yang lain disebut
"kelas B".
Pada
kenyataannya, setiap kelas memiliki anak-anak yang setara kemampuannya. Tetapi
di benak setiap orang, anak-anak dari kelas A dianggap sebagai anak-anak yang
cerdas,
Beberapa orang tua dari
anak-anak kelas A mendapat kejutan yang menyenangkan karena anak-anaknya telah
lulus dengan baik dan menghadiahi mereka dengan bingkisan dan pujian. Sementara
beberapa orang tua dari anak-anak kelas B mengomeli dan menghukum anak-anaknya
karena mereka dianggap tak berusaha cukup keras selama ujian. Bahkan para guru
pun mengajar anak-anak kelas B dengan sikap yang berbeda; dengan tidak berharap
banyak dari mereka. Sepanjang tahun ajaran, ilusi tersebut terus dipertahankan.
Lalu tibalah ujian akhir tahun berikutnya.
Hasilnya
membuat merinding, tetapi tidak mengejutkan. Anak-anak kelas A menunjukkan
kinerja yang lebih baik daripada anak-anak kelas B. Pada kenyataannya, hasilnya
juga akan seperti itu jika dulunya mereka terpilih sebagai setengah dari yang
teratas pada ujian tahun lalu. Mereka benar-benar menjadi anak-anak kelas A
(nomor 1). Dan di kelompok lain, walaupun setara pada tahun lalu, mereka
menjadi anak-anak kelas B (nomor 2) sungguhan. Seperti apa mereka diajar
sepanjang tahun, seperti apa mereka diperlakukan, seperti apa mereka dipercaya,
demikianlah jadinya mereka.
--- oOo ---
SEGENGGAM DAUN BODHI
KUMPULAN TULISAN
BHIKKHU DHAMMAVUDDHO MAHA THERA
HANYA KITALAH YANG DAPAT MENOLONG DIRI KITA SENDIRI
Mengatasi
Kamma Buruk
Bagaimana kita mengatasi kamma
buruk masa lampau kita? Untuk mengatasi kamma buruk masa lampau, Buddha
berkata bahwa kita harus melakukan banyak kamma baik sekarang ini. Buddha
memberikan perumpamaan yang indah dari garam dan air (A.N. 3.99). Pada masa
Buddha, tidak terdapat garam halus seperti yang kita punyai, tetapi
mereka mempunyai bongkahan garam. Jadi Buddha berkata, andaikan
seseorang mengambil sebongkah garam, dan meletakkannya dalam secangkir air,
mengaduk, dan meminumnya. Air tersebut tentu saja terasa asin. Tetapi, jika orang
tersebut mengambil jumlah bongkahan yang sama, dan memasukkannya ke dalam air
sungai, dan mengaduk air di sungai, dan meminumnya, asinnya tidak terasa karena
jumlah air yang sangat banyak di sungai.
Buddha berkata
bahwa air diumpamakan sebagai kamma baik dan garam diumpamakan sebagai kamma
buruk. Jadi kamma baik yang banyak akan mengurangi akibat daripada kamma
buruk. Oleh sebab itu, sangat penting bagi kita untuk melakukan banyak
kebajikan untuk mengatasi kamma buruk masa lampau kita. Apa yang telah
berlalu, tak dapat kita rubah; kita hanya dapat mewaspadai saat ini. Mewaspadai
saat ini, kita harus melakukan banyak kebajikan (termasuk menghindari
kejahatan, yakni menjalankan sila).
Semua kamma yang
kita lakukan memiliki potensi untuk berbuah. Tetapi, tidak setiap kamma akan matang. Buddha
berkata apabila setiap kamma harus matang, maka kita tidak dapat
keluar dari samsara (lingkaran kelahiran kembali). Ini dikarenakan
timbunan kamma kita sangat besar dari banyak kehidupan lampau kita.
Contoh yang baik adalah Angulimala,
bandit yang membunuh ratusan orang. Dia tinggal di hutan, dan dia juga
sangat kuat, bertenaga dan cepat sehingga dia membunuh banyak orang yang
berjalan melewati hutan. Dia mempunyai kebiasaan memotong jempol dan jari dari
orang-orang yang dia bunuh, dan membuatnya menjadi kalungan bunga yang dipakai
di lehernya, itulah sebabnya dia dipanggil Angulimala, yang berarti 'pemakai
kalungan jari'. Buddha mengetahui bahwa raja akan diminta oleh orang-orang
untuk mempersiapkan tentara untuk membunuh Angulimala karena mereka
takut melewati bukit tersebut sehubungan dengan banyaknya orang yang terbunuh
di sana . Dengan
niat menyelamatkan Angulimala, Buddha berjalan ke atas bukit sendirian
untuk mencarinya.
Bandit
Angulimala melihat Buddha dan
berpikir akan mudah membunuhnya. Jadi dia mengikuti dari belakang dan lari
mengejar dengan pisau dan senjata. Dia ingin membunuh Buddha, tetapi
walaupun dia berlari sangat cepat, dia akhirnya tahu bahwa dia tak dapat
mendekati Buddha karena Buddha menggunakan kekuatan supranormal.
Jadi Angulimala berhenti dan meminta Buddha untuk berhenti. Buddha
berbalik dan melihat Angulimala, dan berkata kepadanya, "Saya
telah berhenti, Angulimala; berhenti jugalah kamu." Angulimala berpikir
sendiri, "Mengapa orang ini berkata saya belum berhenti dan dia telah
berhenti?" dan dia meminta Buddha untuk menjelaskan.
Buddha berkata
kepadanya, "Saya telah berhenti melukai semua makhluk, tapi kamu masih
belum." Buddha kemudian mengajari dia Dhamma dan setelah
mendengarkannya, Angulimala sepenuhnya berubah. Angulimala melempar
senjatanya dan meminta Buddha untuk mengizinkannya menjadi bhikkhu. Jadi
Buddha berjalan pulang ke Vihara, dan Angulimala mengikuti
Beliau, dan menjadi bhikkhu.
Raja yang diminta untuk
membunuh Angulimala merasa takut walaupun dia bersama dengan tentaranya
karena reputasi Angulimala sebagai bandit yang keji. Jadi raja pergi
melihat Buddha di Vihara hutan, mungkin dengan harapan
mendapatkan berkah dari Buddha. Buddha melihat raja lengkap dengan baju
perangnya dan dikelilingi oleh tentaranya, dan Buddha bertanya ke mana
raja akan pergi. Raja berkata bahwa dia diminta oleh orang-orang untuk
menangkap dan membunuh Angulimala, dan dia sedang dalam perjalanan
melakukannya.
Buddha bertanya
pada raja seandainya dia melihat Angulimala sebagai seorang bhikkhu saat
ini, terkendali dan baik, bagaimana dia akan berbuat? Raja berkata dia akan
memberikan penghormatan pada dirinya dan melindungi dan mendukung dia seperti bhikkhu
yang lain. Buddha kemudian menunjuk pada Angulimala dan berkata, "Raja
agung, itulah Angulimala." Ketika raja berbalik dan melihat Angulimala,
rambutnya berdiri dan dia menjadi ketakutan. Buddha menenangkan raja
dan berkata, "Jangan takut, raja agung, jangan takut. Tidak ada apapun
dari dia yang membuatmu takut." Raja
sulit untuk percaya, tetapi dia setuju karena Buddha yang berkata
demikian. Oleh karenanya, raja memberikan penghormatan dan mendukung Angulimala.
Kemudian
Angulimala berusaha dengan sangat keras dan menjadi seorang Arahat. Coba
pikirkan hal itu! Dia tidak harus dilahirkan kembali di alam neraka untuk
ratusan ribu tahun untuk membayar hutang kamma-nya! Jasa kebajikan dari
pelatihan kehidupan suci dan mencapai tingkat kesucian sangat besar
sampai-sampai dapat membebaskan kita dari kelahiran kembali di alam yang
menderita. Jadi kita bisa melihat di antara ketiga landasan tindakan bajik,
perkembangan batin (bhavana) melampaui kemoralan (sila) dan
kedermawanan (dana).
--- oOo
---
SEGENGGAM
DAUN BODHI
Penerjemah
:
Yuliana
Lie Pannasiri, MBA
Andromeda
Nauli, Ph.D
Penyunting
:
Nana
Suriya Johnny, SE
Melangkah di Keheningan
Mengenal lebih dekat Bhikkhu Uttamo
dan ajaran Agama Buddha
Dibalik
Kisah :
Bagaimana Bambang menjadi Uttamo?
Sebuah Pendekatan
Kalau
hanya dengan latihan kemoralan, maka orang akan baik dalam ucapan dan perbuatan
namun belum tentu baik dalam pikiran. Kenyataan ini akan mengkondisikan orang
menjadi munafik, suka berpura-pura. Dengan meditasi, orang yang menjadi baik
dalam ucapan, perbuatan dan juga pikiran. la benar-benar menjadi orang yang
baik secara lahir dan batin.
Kalau
hanya dengan bekal kemoralan, maka bisa saja seseorang tidak melakukan
pembunuhan akibat dirinya diperhatikan oleh orang lain. Padahal, sebenarnya ia
sudah jengkel dengan tetangganya, misalnya. Namun karena ia dianggap orang baik
di masyarakat, maka kejengkelannya tetap disimpan dalam pikiran sebagai dendam
yang suatu saat berpotensi meledak. Akan tetapi, dengan latihan meditasi,
seseorang akan berusaha mengatasi kejengkelan yang timbul sehingga akhirnya
batin menjadi tenang dan ia dapat hidup tenang berdampingan dengan orang yang
pernah ia tidak sukai itu. Batinnya kini menjadi netral bebas dari rasa dendam
karena ia telah mengerti bahwa kejengkelan sesungguhnya berasal dari pikiran
atau keinginannya sendiri. Ketika ia mampu menetralisir keinginan, maka
kejengkelan juga mereda, dendam menjadi lenyap. Inilah salah satu manfaat
meditasi.
Pada
saat berlatih meditasi, seseorang dapat mempergunakan waktu setengah jam pagi
ketika ia bangun tidur dan setengah jam menjelang tidur untuk mengamati
gerak-gerik pikiran. Upaya ini biasanya dilakukan dengan mengamati proses masuk
keluarnya pernafasan yang berlangsung secara alamiah. Tidak perlu mengatur
nafas. Biarkan nafas mengalir sebagaimana adanya. Tugas pelaku meditasi adalah
mengetahui saat nafas masuk dan saat nafas keluar. Jika pikiran memikirkan hal
lain, segera pusatkan kembali pada proses pernafasan yang sedang berlangsung.
Demikian dilakukan selama waktu meditasi yang sudah ditetapkan. Dalam proses
pengamatan nafas, pada suatu saat akan timbul pemikiran, salah satunya, apabila
nafas bisa masuk namun tidak bisa keluar, maka manusia akan meninggal dunia.
Demikian pula sebaliknya, nafas keluar dan tidak bisa masuk lagi. Kematian
sedemikian cepat terjadi, Kalau demikian, masihkah seseorang akan
menyia-nyiakan kesempatan hidup ini hanya untuk melakukan kejahatan dengan
membunuh, mencuri, berjinah, bohong dan mabuk-mabukan? Kesadaran pada nafas
yang hanya sepotong demi sepotong untuk menopang hidup seseorang ini akan
memberikan semangat kepadanya untuk selalu berusaha menghindari keburukan dan
berusaha mengembangkan kebajikan di kala masih ada sisa kehidupan sesuai dengan
proses pernafasan yang berlangsung.
Demikian pula, dengan mengamati pernafasan, seseorang juga
bisa melakukan perenungan yang lain. Cobalah untuk menahan nafas selama
mungkin. Hasilnya, tentu penderitaan akibat kekurangan udara. Manusia tidak mau
menahan nafasnya sampai mati. Kalau demikian, ia hendaknya juga menyadari bahwa
semua makhluk sama dengan dirinya, Semua makhluk tidak ingin mati. Semua
makhluk takut pada kematian. Kalau demikian, setiap orang jelas tidak mempunyai
hak untuk menghabisi kehidupan makhluk lain, binatang, maupun sesama manusia.
Kematian
memang dapat terjadi setiap saat. Sang Buddha menyebutkan jivitam aniyatam,
maranang niyatam, bahwa hidup sesungguhnya tidak pasti, kematian itulah yang
pasti. Orang hanya mampu mengetahui bahwa saat inilah ia hidup, namun ia tidak
akan pernah mengetahui sampai kapan ia masih hidup. Hanya saja, ia pasti mengetahui
bahwa suatu saat nanti, ia pasti akan meninggal dunia juga. Dengan merenungkan
hal ini, maka seseorang hendaknya selalu menguatkan tekad untuk mengembangkan
kebajikan di kala kehidupan masih ada, di kala nafas masih bisa berproses masuk
dan keluar.
Dengan
melihat inti Ajaran Sang Buddha yang berisikan kerelaan, kemoralan serta
konsentrasi ini, saya menyimpulkan bahwa Buddha Dhamma bukanlah ajaran yang
menjadikan seseorang menjadi lemah, lesu tanpa semangat. Justru sebaliknya,
pengertian Dhamma tentang 'hidup tidak pasti namun kematian itulah yang pasti1
akan membangkitkan semangat untuk seseorang agar selalu memanfaatkan setiap
waktu kehidupan dengan tindakan yang berguna. Pemahaman ini pula yang membuat
saya selalu merasa segar, fit dan prima untuk melaksanakan berbagai tugas
pembinaan diri maupun umat dan simpatisan Buddhis di banyak tempat.
Sesungguhnya Dhamma memang menjadi semangat hidup saya.
Inti
Buddha Dhamma yang sedemikian indah serta mendorong seseorang untuk
memanfaatkan waktu kehidupannya dengan berbuat baik itulah yang menjadi
penyebab saya memilih Buddha Dhamma sebagai pedoman hidup saya. Saya kemudian
memutuskan untuk hidup sebagai seorang bhikkhu karena dalam pemahaman saya,
Buddha Dhamma bukan hanya untuk dipelajari melainkan juga harus dilaksanakan.
Pelaksanaan Dhamma secara total bagi saya adalah dengan menjadi seorang
bhikkhu. Menjadi umat Buddha tentu saja juga bisa melaksanakan Dhamma secara
total, namun, untuk saya, saya lebih cocok menjadi seorang bhikkhu.
Karena
tidak semua umat Buddha harus menjadi bhikkhu, maka banyak pula murid Sang
Buddha yang tetap hidup sebagai umat biasa namun mencapai kesucian, misalnya
Anathapindika, Visakha, Raja Bimbisara serta masih banyak yang lainnya. Karena
itu, pencapaian tingkat kesucian tidak tergantung pada pakaian atau jubah, juga
tidak tergantung pada potongan rambut maupun cara hidup, melainkan dari cara
berpikir yang terbebas dari ketamakan, kebencian dan kegelapan batin.
Oleh karena itu, apabila Anda telah memilih Buddha Dhamma
sebagai jalan hidup, maka jalanilah dengan sungguh-sungguh. Buddha Dhamma
bukanlah teori maupun pengetahuan umum, namun cara hidup yang harus dijalani
setiap saat. Dalam melaksanakan Dhamma, silahkan memilih untuk tetap menjadi
umat biasa ataupun menjadi bhikkhu. Kedua pilihan tersebut sama saja.
Jadi,
sebagai kesimpulan, apakah sebabnya seorang Bambang menjadi Bhikkhu Uttamo?
Pertama, adanya jawaban yang sangat logis dalam Buddha Dhamma tentang
pertanyaan mendasar yang telah saya miliki sejak kecil yaitu 'kenapa manusia berbeda-beda'.
Kedua, jawaban pertanyaan pertama yang intinya menyebutkan bahwa kamma serta
kelahiran kembali yang menimbulkan adanya perbedaan antara manusia satu dengan
yang lainnya ternyata bisa dibuktikan secara ilmiah bahkan bukan oleh umat
maupun simpatisan Buddhis. Ketiga, dalam Agama Buddha terdiri dari Ajaran Sang
Buddha dan tradisi. Banyak orang tidak simpati terhadap Agama Buddha karena
mereka memiliki berpandangan salah. Mereka menganggap tradisi itulah Agama
Buddha, padahal, tradisi hanya milik satu masyarakat tertentu saja. Alasan
ketiga inilah yang melenyapkan sikap Anti Buddhis yang telah saya miliki sejak
waktu yang cukup lama. Sebelumnya saya menganggap Agama Buddha menyembah
berhala, ternyata tidak demikian. Patung atau area Sang Buddha hanyalah sebagai
lambang dan ternyata umat Buddha tidak pernah meminta-minta kepada patung
tersebut. Jadi, ketika seluruh perhatian seseorang hanya dipusatkan pada Ajaran
Sang Buddha, maka ia akan berjumpa dengan pedoman hidup yang sangat menarik dan
berharga yaitu kerelaan, kemoralan serta konsentrasi atau dana, sila dan
samadhi. Pelaksanaan yang tekun dan penuh semangat atas ketiga bentuk kebajikan
ini akan menjadikan perubahan total dalam diri seseorang. Perubahan total yang
bisa dicapai dan dapat disebutkan dalam kesempatan ini adalah perubahan dari
seorang Bambang menjadi Bhikkhu Uttamo. 'Uttamo' artinya yang utama, yang
kira-kira mempunyai pengertian 'ia yang paling hebat'. Hebat segalanya, hebat
baiknya, itulah yang diharapkan; namun bisa juga, hebat keburukannya, karena
yang disebut hanya 'utama'nya saja. Kalau membaca bait-bait dalam Manggala
Sutta maka di sana
disebutkan Manggala Uttama yang diartikan sebagai berkah utama. Karena nama
saya hanya 'utama' saja, maka saya harus selalu berusaha mengisi sendiri
kehebatan atau keutamaan apakah yang pantas dikerjakan. Tentunya saya selalu
berharap kebaikanlah yang hebat. Namun, kalaupun saya masih dinilai buruk, saya
akan terus berusaha memperbaiki diri dan melakukan yang terbaik yang mampu saya
kerjakan. Semoga saja di masa depan saya akan menjadi orang yang lebih baik dan
terus bertambah baik. Semoga demikianlah adanya.
Demikianlah sepintas kisah hidup saya ketika mengenal
Buddha Dhamma sampai perubahan dari Bambang menjadi Bhikkhu Uttamo. Kini,
apabila ada di antara Anda yang ingin bertanya kepada saya, silahkan.
--- oOo
---
TANYA JAWAB DENGAN
BHIKKHU UTTAMO
Dari : Inge Agustina, Jakarta
Bhante,
perbedaan pendapat adalah hal yang biasa, tapi bagaimana jika perbedaan
pendapat terjadi antara orang tua dan anak ?
Orang
tua seringkali egois dan tidak mau mendengarkan pendapat anak. Biar bagaimanapun,
anak bukanlah boneka yang bisa 'disetir' seumur hidup oleh orang tua. Apakah
jika kita berbeda pendapat dengan orang tua akan berbuat karma buruk ?
Apakah sesungguhnya
kewajiban anak terhadap orang tua Bhante ?
Bagaimana
jika orang tua seringkali mengatakan bahwa sampai berkalpa-kalpa pun, anak
tidak akan bisa membayar budi orang tua, jika ia sedang marah atau tersinggung,
padahal sebagai anak juga punya perasaan sedih, sakit hati. Terima kasih.
Jawaban:
Adalah hal biasa dan
bukan kamma buruk apabila seorang anak memiliki perbedaan pendapat dengan orang
tua. Namun, perbedaan pendapat ini hendaknya disikapi secara bijaksana. Ada orang tua yang
bersikap egois dan tidak mau mendengarkan pendapat anak. Terhadap orang tua
seperti ini anak hendaknya dapat memperbaiki CARA KOMUNIKASI dengan orang tua.
Ubahlah kalimat pernyataan menjadi pertanyaan. Sebagai contoh, daripada
mengatakan: 'Ayah bersalah' akan lebih baik apabila disampaikan dengan
pertanyaan: "Apakah benar sikap ayah seperti demikian?". Semakin
trampil seorang anak menyusun pertanyaan seperti itu, semakin mudah pula ia berkomunikasi
dengan orang tuanya. Orang tua lebih netral dalam menghadapi pertanyaan-pertanyaan
seperti itu. Mereka tidak merasa digurui maupun direndahkan oleh anaknya.
Orangtua mungkin akan berpikir panjang dan setahap demi setahap mereka akan
mengubah perilaku buruknya.
Namun, kalaupun orang tua
masih sulit diajak komunikasi, sebagai anak hendaknya dapat mencari orang lain
yang biasanya didengar nasehat serta sarannya oleh orang tua. Mintalah kepada
dia untuk memberikan saran atau masukan kepada orang tua agar orang tua dapat
sedikit mengubah watak yang egois dan tidak mau mendengar pendapat anak.
Adapun kewajiban anak
terhadap orang tua telah disebutkan dalam Sigalovada Sutta (Digha Nikaya III,
188) yaitu:
1. Mereka telah merawat dan
mendidiknya, maka anak harus membalas budi ini dengan merawat mereka.
2. Anak harus membantu
menyelesaikan berbagai urusan mereka,
3. Anak harus mampu menjaga nama baik keluarga.
4. Anak harus berkelakuan
yang sesuai agar menjadikannya patut menerima warisan kekayaan.
5. Anak melaksanakan
upacara pelimpahan jasa yaitu berbuat baik serta melimpahkan jasa kebajikan ini
demi kebahagiaan orang tua di alam kelahiran yang berikutnya apabila mereka telah
meninggal dunia.
Perkataan
orang tua yang menyebutkan bahwa jasa orang tua tidak dapat terbalaskan oleh
anak untuk waktu yang lama memang benar adanya. Namun, sebagai anak bukan
berarti tidak bisa sama sekali melakukan jasa yang melebihi tindakan orang tua
kepada anak tersebut. Dalam Dhamma disebutkan bahwa anak yang mampu mengenalkan
Buddha Dhamma kepada orang tuanya akan mempunyai jasa LEBIH BESAR daripada jasa
orang tua kepada anaknya selama ini. Oleh karena itu, daripada sakit hati dan
bersedih atas kata-kata orang tua yang mengandung kebenaran itu, lebih baik
berusaha mencari berbagai cara untuk mengenalkan Buddha Dhamma kepada mereka
agar dapat membalas jasa kebajikan mereka selain melaksanakan kelima hal yang
telah diajarkan oleh Sang Buddha dalam Sigalovada Sutta di atas. Semoga
keterangan ini dapat menjadi dasar tindakan yang baik seorang anak kepada orang
tua. Semoga bahagia.
|
JADWAL KEGIATAN RUTIN
METTA VIHARA TEGAL
JADWAL PUJA BAKTI
Puja Bakti Umum Minggu Pagi : Pk. 07.30 WIB -
09.00 WIB
Puja Bakti Sekolah Minggu : Pk. 09.30
WIB - 11.00 WIB
Puja Bakti Remaja Hari Sabtu : Pk. 18.30 WIB -
19.30 WIB
Puja Bakti Uposatha : Setiap tanggal 1, 15, Penanggalan Lunar
Jam
19.30 WIB - 21.00 WIB
Kitab Suci Agama Buddha bagian
dari
Khuddaka
Nikaya, Sutta Pitaka
Judul
asli : The Sutta-Nipata
Translated from The Pali by H. Saddatissa
3. KHAGGAVISANA
SUTTA
Cula Unicorn
Kemelekatan indera dan hubungan dengan orang lain harus
dihindari
1 Setelah
meninggalkan tindakan yang merugikan makhluk hidup, serta tidak menyiksa bahkan
satu makhluk hidup pun, biarlah orang tidak menginginkan anak, apalagi teman!
Hendaknya orang hidup sendiri bagaikan sebuah cula Unicorn (35)
2 Kemelekatan muncul
karena adanya orang yang menemani, ketidakpuasan bermula
dari kemelekatan. Dengan memperhatikan bahaya yang berasal dari
kemelekatan ............................................................................ (36)
3 Karena
dipenuhi kasih sayang kepada teman dan orang-orang yang dicintai, karena
mempunyai hati yang terbelenggu, maka dia mengabaikan kesejahteraan umum.
Melihat ketakutan dalam keakraban seperti itu ............................ (37)
4 Kemelekatan
terhadap anak dan istri adalah bagaikan serumpun bambu yang tumbuh dengan rapat
dan saling mengikat. Oleh karena itu, agar terbebas dari jerat bagaikan tunas
bambu baru ...................................................... (38)
5 Bagaikan
rusa hutan yang tidak terbelenggu berkelana dan makan dengan santai, biarlah
orang bijaksana yang menjunjung tinggi kebebasannya hidup sendiri ............................................................................... (39)
6 Orang
dibanjiri permohonan jika berada di antara teman, baik selagi beristirahat,
selagi dijamu, selagi berkunjung atau selama di perjalanan. Karena menjunjung
tinggi kebebasan yang tidak diinginkan oleh orang-orang lain ........... (40)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar