Jumat, 23 Agustus 2013

BRIVI MARET 2012

 


Tegal, 24 Maret 2012                                                                                              
No : 55, Tahun Keenam
 


Penasehat                    :    Ketua Yayasan Metta Jaya
Penanggung Jawab     :    Ketua Dayakasabha Metta Vihara Tegal
Pimpinan Redaksi       :    Ibu Tjutisari
Redaksi Pelaksana      :    1.     Ibu Pranoto                 4.     Liliyani
                                                        2.     Suriya Dhammo           5.     Metta Kurniyawati
                                                        3.     Ade Kristanto             
Alamat Redaksi           :    Metta Vihara
                                                        Jl. Udang No. 8 Tegal Telp. (0283) 323570
BCA
No Rekening : 0479073688
an. YUNINGSIH ASTUTI - TUSITA WIJAYA

DHAMMAPADA ATTAKHATA
Bab I - Syair 3 dan 4
"Ia menghina saya, ia memukul saya, ia mengalahkan saya, la merampas milik saya." Selama seseorang masih menyimpan pikiran-pikiran seperti itu, maka kebencian tak akan pernah berakhir.
"la menghina saya, ia memukul saya, ia mengalahkan saya, ia merampas milik saya." Jika seseorang sudah tidak lagi menyimpan pikiran-pikiran seperti itu, maka kebencian akan berakhir.
     
Kisah Tissa Thera
Tissa adalah putera kakak perempuan dari ayah Pangeran Siddhattha. la menjadi bhikkhu pada usia yang telah lanjut, dan suatu saat tinggal bersama-sama Sang Buddha. Walau baru beberapa tahun menjalani kebhikkhuannya, ia bertingkah laku seperti bhikkhu senior dan senang mendapat penghormatan serta pelayanan dari bhikkhu-bhikkhu yang berkunju
ng kepada Sang Buddha. Sebagai bhikkhu yunior, ia tidak melaksanakan semua kewajibannya, disamping itu ia juga sering bertengkar dengan bhikkhu-bhikkhu muda lainnya.
Suatu ketika seorang bhikkhu muda menegur kelakuannya. Hal itu membuat bhikkhu Tissa sangat kecewa dan sedih, dan kemudian ia melaporkan hal itu kepada Sang Buddha. Bhikkhu-bhikkhu lain yang mengetahui permasalahan tersebut, mengikutinya untuk memberikan keterangan yang benar kepada Sang Buddha jika dibutuhkan.
Sang Buddha, yang telah mengetahui kelakuan bhikkhu Tissa menasehatinya agar ia mau mengubah kelakuannya, tidak memiliki pikiran membenci.
Sang Buddha juga mengatakan bahwa bukan pada kehidupan kini saja bhikkhu Tissa mempunyai watak keras kepala, juga pada kehidupan sebelumnya. Bhikkhu Tissa pernah terlahir sebagai seorang pertapa yang keras kepala bernama Devala. Karena suatu kesalahpahaman, ia mencerca seorang pertapa suci. Meskipun raja ikut campur tangan dengan memintakan ampun kepada pertapa suci itu, Devala tetap berkeras kepala dan menolak untuk melakukannya. Hanya dengan paksaan dan tekanan dari raja, Devala barulah mau meminta ampun kepada pertapa suci itu.
Pada akhir wejangannya Sang Buddha membabarkan syair 3 dan 4 berikut ini:
"Ia menghina saya, ia memukul saya, ia mengalahkan saya, la merampas milik saya." Selama seseorang masih menyimpan pikiran-pikiran seperti itu, maka kebencian tak akan pernah berakhir.
"la menghina saya, ia memukul saya, ia mengalahkan saya, ia merampas milik saya." Jika seseorang sudah tidak lagi menyimpan pikiran-pikiran seperti itu, maka kebencian akan berakhir.

--- oOo ---

Panitia Waisak 2556
Dalam rangka menyambut Hari Raya Waisak 2556, Dayakasabha Metta Vihara telah membentuk Panitia Waisak yang dipimpin oleh Ibu Tjutisari. Untuk meningkatkan kinerja panitia telah disepakati pembagian tugas sesuai bidang/seksinya untuk melaksanakan tugas masing-masing. Konsumsi diserahkan kepada seksi wanita. Persembahan Puja dan Lomba Sekolah Minggu akan ditangani oleh Ibu Yanti Trianawati sebagai Kepala Sekolah Minggu bersama Guru dan Pengasuh Sekolah Minggu Buddha Metta Vihara Tegal.
Selamat menjalankan tugas dan sukses selalu.

--- oOo ---

SEKAPUR SIRIH

Namo Buddhaya,
Bapak / Ibu / Saudara yang berbahagia, dalam edisi kali ini Brivi memuat syair 3 dan 4 Dhammapada, tentang pikiran kita yang terus melekat dengan sakit hati, dendam maka kebencian akan bersarang dengan kuat, dan penderitaan yang akan kita nikmati. Bagi yang bisa melepas kebencian dan dendam maka kebahagiaan akan menyertainya.
5 April biasa diperingati oleh orang Tionghoa sebagai hari Cengbeng atau hari membersihkan makam dan mengenang para leluhurnya. Di tahun ini Tahun Kabisat, maka Cengbeng jatuh tanggal 4 April, ulasannya dapat Anda ikuti dalam Brivi edisi Maret ini.
"Kami Memang Lebih Bahagia" dan "Kelekatan" tulisan Ajahn Brahm dapat Anda baca mulai hal 7 dst. Melangkah di Keheningan buku karya Bhikkhu Uttamo dapat Anda ikuti mulai edisi ini.
Semoga tulisan-tulisan berikut ini bermanfaat bagi Anda semua.
Semoga semua makhluk hidup berbahagia.
Sadhu! Sadhu! Sadhu!

Redaksi




JADWAL SEBULAN PENDALAMAN DHAMMA
METTA VIHARA TEGAL TH. 2012
No
Hari / Tanggal
Waktu
Acara / Tempat
Pembicara
1
Jumat,
6 April 2012
19.00-19.30
19.30-22.00
Puja bakti di Dhammasala
Dhamma class di Ruang Serbaguna
Upa. D. Andrianto
2
Sabtu,
7 April 2012
19.00-19.30
19.30-22.00
Puja bakti dan latihan meditasi
di Dhammasala
-
3
Minggu - Senin,
8 - 9 April 2012
19.00-19.30
19.30-22.00
Puja bakti di Dhammasala
Dhamma class di Ruang Serbaguna
B. Khemanando Thera
4
Selasa,
10 April 2012
19.00-selesai
Puja bakti dan latihan meditasi di Dhammasala
-
5
Rabu - Kamis,
11 - 12 April 2012
19.00-19.30
19.30-22.00
Puja bakti di Dhammasala
Dhamma class di Ruang Serbaguna
B. Piyadhiro
6
Jumat - Sabtu,
13 - 14 April 2012
19.00-19.30
19.30-22.00
Puja bakti di Dhammasala
Dhamma class di Ruang Serbaguna
Pandita Harmanto
7
Minggu, Senin, Selasa Rabu,
15, 16, 17, 18 April 2012
19.00-selesai
Puja bakti dan latihan meditasi di Dhammasala
-
8
Kamis
19 April 2012
19.00-19.30
19.30-22.00
Puja bakti di Dhammasala
Dhamma class di Ruang Serbaguna
B. Jayamedho
9
Jumat
20 April 2012
19.00-selesai
Puja bakti & Dhamma class
di Ruang Serbaguna
PMd. Ridwan
10
Sabtu,
21 April 2012
19.00-selesai
Puja bakti & Meditasi di R. Penghormatan Leluhur
-
11
Minggu, Senin, Selasa,
22, 23, 24 April 2012
19.00-selesai
Puja bakti & Meditasi di Dhammasala
-
12
Rabu - Kamis,
25 - 26 April 2012
19.00-19.30
19.30-22.00
Puja bakti di Dhammasala
Dhamma class di Ruang Serbaguna
B. Jaya Ratano
13
Jumat - Sabtu,
27 - 28 April 2012
19.00-19.30
19.30-22.00
Puja bakti di Dhammasala
Dhamma class di Ruang Serbaguna
B. Indaguno
14
Minggu - Senin,
29 - 30 April 2012
19.00-selesai
Puja bakti dan meditasi
di Dhammasala
-
15
Selasa, Rabu, Kamis,
1, 2, 3 Mei 2012
19.00-selesai
Puja bakti dan bimbingan meditasi
di Dammasala
B. Khemmaviro
16
Sabtu, Minggu
4, 5 Mei 2012
19.00-selesai
Puja bakti & meditasi di Dhammasala
-


 




























METTA VIHARA
JL. Udang No. 8 Telp. / Fax. 0283 - 323570 Tegal 52111
 




Dalam rangka menyambut Hari Raya Waisak, Metta Vihara Tegal memberi kesempatan kepada Bapak / Ibu / Saudara yang ingin memberi ucapan Selamat Hari Raya Tri Suci Waisak yang akan dimuat dalam Buletin Brivi edisi April 2012 dengan rincian sbb :

1 halaman        Rp  300.000,-
½ halaman       Rp   150.000,-
¼ halaman       Rp   100.000,-
Kolom kecil       Rp     50.000,-

Bagi Bapak/lbu/Saudara yang berminat dapat menghubungi Tim Redaksi atau pada yang tersebut di bawah ini, paling lambat tanggal 20 April 2012.
1.   Metta Vihara               Jl. Udang No. 8 Tegal                       (0283) 323570
2.   Bpk. Lie Ing Beng       Jl. Hos Cokrominoto No. 69 Tegal     081326979788
3.   Ibu Pranoto                Jl. Cendrawasih No. 17 Tegal            (0283) 351238
4.   Ibu Tusita Wijaya      Jl. Salak No. 123 Tegal                     (0283) 356017
5.   Ibu Ang Siu Lan          Jl. Udang No. 7 Tegal                       081548134633
6.   Ibu Tjutisari                Jl. Gurami No. 53 Tegal                    08174939382
7.   Bpk. Suriyadhammo   Jl. KH. Nakhrawi No. 10 Tegal           085727489261

Dana Anda dapat ditransfer ke Rekening BCA 0479073688
an. YUNINGSIH ASTUTI - TUSITA WIJAYA

                                                                                Tegal, Maret 2012
                                                                                   Metta Cittena,
                                                                          Dayakasabha Metta Vihara
                                                                            ttd                          ttd
                                                                   Lie Ing Beng      Suriyadhammo
                                                                          Ketua                  Sekretaris


Kami Memang Lebih Bahagia
(Sumber: Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya 2, Awareness Publication, 2011)

Saya mendapat begitu banyak surat, e-mail, dan berbagai artikel, karena bahwa biksu sesungguhnya jauh lebih bahagia ketimbang orang lain. Mari kita simak kutipan dari Majalah Times London :
Setelah memindai aktivitas otak para biksu dan orang lain yang mempraktikkan meditasi religi, dua kelompok periset yang terpisah mengkonfirmasikan bahwa secara kasat mata, biologis, dan terbukti, bahwa orang-orang ini lebih bahagia ketimbang khalayak normal.
Komentar saya : "Tuh kan. Apa saya bilang? Bertahun-tahun kami sudah mengatakan ini kepada Anda dan akhirnya sekarang hal ini terbukti.
Mereka yang mempraktikkan Empat Kebenaran Mulia dan mengembangkan ketidaklekatan, penerimaan, pengendalian nafsu, dan pengamatan akan keindahan momen kini tidak hanya tenang dan anggun, namun juga kuat. "Ahli akrobat batin," ujar salah seorang ilmuwan dengan kagum. Bahkan meski mereka tidak berada dalam kegiuran meditasi formal, mereka lebih tidak mudah untuk syok, gusar, marah, bahkan kaget. Para periset dari Yujan menemukan bahwa dengan menembakkan pistol di dekat mereka...
Tapi tolong jangan coba yang satu ini!
... dan mereka nyaris tidak terusik. Pada saat yang sama, mereka luar biasa peka terhadap tanda-tanda emosi remeh di wajah orang lain. "Kami kini bisa mengajukan hipotesis dengan yakin," kata Profesor Flannagan dari Duke University, North Carolina, "bahwa umat Buddha yang jelas bahagia dan tenang ini sungguh benar-benar bahagia."
Tertulis juga di sini:
Prinsip dasar Buddhisme sangat mudah untuk dipahami : jalanilah setiap momen dalam setiap perbuatan secara penuh; terimalah bahwa segala sesuatu akan berlalu; kendalikan semua nafsu tanpa mengekang nafsu; jangan membunuh atau bertengkar; kebencian tidak bisa diakhiri dengan kebencian; maafkan orang lain dan dirimu sendiri; jadilah baik; renungi yang indah; ungkapan tersebut sungguh menakjubkan.
Saya terutama sangat senang dengan ungkapan yang satu ini: Mengaduk air, tak peduli berapa lama pun, tak akan menghasilkan mentega." Ungkapan ini sebenarnya berasal dari khotbah Buddha. Jarang disebut, tapi sangat indah. Jadi berupaya mencari lebih banyak uang tidak akan menghasilkan kebahagiaan. Ada banyak pemerintahan dan kementerian yang akan menjadi lebih baik jika memasang ungkapan itu di dinding.
Potongan artikel lainnya menjabarkan penyelidikan mengenal Jalan lain menuju kebahagiaan:
Ada rute-rute lebih aman menuju kedamaian; aktivitas yang tidak memerlukan banyak 'pit kebahagiaan', Bagaimana cara kita menjalani kesadaran adalah hal pribadi bagi kita masing-masing, dan Anda tidak bisa mengeluarkan hukum yang mewajibkan meditasi.
Mengapa tidak?
Tapi dalam aspek kebijakan publik yang bisa membantu atau menghambat rute-rute pribadi menuju kebahagiaan ini, pemerintah setempat yang cenderung menyediakan tempat yang sunyi dan hijau di tengah kebisingan kota dan berupaya menangkal vandalisme suara, mendapati bahwa sulit sekali untuk mengalokasikan anggaran kebijakan ini secara finansial. Namun mereka mungkin akan mengalokasikan dana sama banyaknya dengan jika mereka membangun rumah sakit...
Yang berikut ini saya benar-benar setuju.
... sekolah dasar yang mengajarkan meditasi secara berkala, atau memiliki ruang rileks dengan musik ringan dan warna-warna lembut, melaporkan perkembangan luar biasa dalam hal perilaku dan pembelajaran anak-anak yang stres dan hiperaktif.
Anda lihat, setelah bertahun-tahun, akhirnya mereka mampu juga membuktikan bahwa kami... memang lebih bahagia.




Kelekatan
(Sumber: Hidup Senang Mati Tenang, Ehipassiko Foundation, 2009)

Barangkali istilah yang paling sering disalahpahami di kalangan Buddhis Barat adalah apa yang biasanya diterjemahkan sebagai "kelekatan" (attachment). Terlalu banyak orang yang mencamkan bahwa mereka seharusnya tidak melekati apa pun. Ada lelucon bertebaran, seperti yang satu ini: mengapa di rumah umat Buddha terdapat kotoran di sudut-sudutnya—karena mereka bahkan tidak mengizinkan penghisap debu mereka memiliki kelekatan. Beberapa Buddhis gadungan yang keblinger mengkritik bahwa menjalani sebuah kehidupan moral adalah kelekatan terhadap sila-sila mereka, dan dengan begitu menjunjung perbuatan amoral sebagai suatu pertanda kebijaksanaan mendalam. Wah! Orang-orang lain di kalangan Buddhis tradisional menciptakan rasa takut terhadap meditasi yang mendalam dengan menyatakan secara keliru bahwa Anda hanya akan melekat pada jhana-jhana. Semua itu sudah menyimpang terlalu jauh. Barangkali puncak kesesatannya adalah apa yang dikatakan oleh Rajneesh yang menyatakan, "Saya sangat tidak melekat, saya bahkan tidak melekat pada ketidaklekatan itu sendiri," dan dengan begitu dia membuat pembenaran bagi semua tindakan kelewatannya.
Istilah Pali yang sedang dipertanyakan ini adalah "upadana", yang secara harfiah berarti "mengambil". Istilah ini secara umum digunakan untuk mengindikasikan "bahan bakar", yang memberlangsungkan sebuah proses, seperti halnya minyak di sebuah lampu menjadi bahan bakar bagi nyala apinya. Istilah ini berkaitan dengan nafsu (tanha), Sebagai contoh, tanha adalah keinginan meraih secangkir kopi nikmat, upadana adalah tindakan mengambilnya. Meskipun Anda pikir adalah mudah untuk meletakkan kembali secangkir kopi tersebut, meskipun tangan Anda tidak dilem erat-erat pada cangkir tersebut, itu tetaplah upadana. Anda telah mengambilnya. Anda telah mencengkeram.
Untungnya tidak semua upadana adalah tidak-Buddhistik. Buddha hanya memerincikan empat kelompok upadana, yaitu: "mengambil" pancaindra, "mengambil" pandangan salah, "mengambil" gagasan bahwa kebebasan dapat diraih semata-mata melalui ritual dan inisiasi, dan "mengambil" pandangan tentang suatu diri. Ada banyak hal lain yang boleh kita "ambil" atau pegang, tetapi intinya adalah hanya empat kelompok ini sajalah yang membawa pada kelahiran ulang, hanya empat kelompok inilah yang merupakan bahan bakar bagi eksistensi mendatang dan penderitaan lebih lanjut, hanya empat inilah yang perlu dihindari.
Dengan demikian mengambil praktik welas asih, mengambil praktik Lima Sila atau sila yang lebih banyak bagi para bhikkhu atau bhikkhuni, dan mengambil praktik meditasi—semua itu tidaklah tidak-Buddhistik dan adalah sesat untuk meremehkan hal-hal itu dengan menyebut mereka sebagai "kelekatan". Menjaga sila, faktanya, adalah melepas nafsu-nafsu kasar seperti birahi, ketamakan, dan kekerasan. Mempraktikkan welas asih adalah melepas keegoisan dan berlatih meditasi adalah melepaskan masa lalu, masa depan, berpikir, dan banyak hal lainnya.
Pencapaian jhana tidak lain adalah melepas dunia pancaindra untuk meraih akses menuju pikiran. Nibbana adalah melepas sekali untuk selamanya ketamakan, kebencian, dan khayalan, bibit-bibit kelahiran ulang. Parinibbana adalah pelepasan akhir dari badan dan batin (lima khanda). Adalah keliru menganggap bahwa tataran-tataran pelepasan ini adalah sama dengan kelekatan.
Jalan tersebut seperti sebuah tangga. Kita menginjak anak tangga yang di atas dan meninggalkan anak tangga yang di bawah untuk mengangkat kita. Segera, satu-satunya anak tangga yang dipegang adalah anak tangga yang kita pijak sekarang. Sekarang adalah waktunya untuk meninggalkan anak tangga tersebut saat kita meraih anak tangga yang lebih tinggi untuk terus membawa kita naik. Jika kita tidak pernah memegang apa pun, kita akan tetap menjadi orang yang bodoh secara spiritual.
Bagi mereka yang tidak memiliki kebijaksanaan, melepas   seringkali   tampak   sebagai   kelekatan. Sebagai contoh, seekor burung yang bertengger di dahan pohon pada malam hari kelihatannya melekat   kuat-kuat   pada   dahan   itu,   tetapi sebenarnya burung itu telah melepas dan tidur nyenyak. Ketika seekor burung melepas dan otot- otot di sekitar cakarnya mulai mengendur, mereka menempel di dahan. Semakin ototnya mengendur, semakin eratlah cakar itu. Itulah sebabnya mengapa Anda tidak pernah melihat seekor burung jatuh dari tenggerannya, sekalipun ketika burung itu sedang tidur. Hal itu terlihat seperti sebuah kelekatan, tetapi, faktanya, itu adalah pelepasan. Pelepasan seringkali menuntun pada keheningan, tidak bergerak dari tempat Anda berada. Itulah sebabnya mengapa hal itu kadang dikelirukan sebagai kelekatan.
Jadi jangan terkibuli oleh kata-kata manis, tetapi meracuni, dari umat Buddha pemula yang belum tahu apa-apa, yang benar-benar keliru mengartikan upadana atau kelekatan. Melekatlah tanpa takut-takut pada sila Anda, obyek meditasi Anda, dan kepada Sang Jalan, karena mereka akan menuntun pada Nibbana. Dan jangan lupa pula membeli kelekatan untuk penghisap debu Anda!



MENGHINDARI KEJAHATAN

Ajaran Buddha berhubungan dengan cara hidup yang baik/bermanfaat untuk mengurangi atau menghindari penderitaan yang tidak pantas. Sangat penting untuk mengetahui hukum kamma vipaka untuk menghindari penderitaan yang tidak pantas tersebut. Dalam hidup ini, ada beberapa jenis penderitaan yang tidak dapat dihindari tetapi ada yang dapat dihindari. Apa itu penderitaan yang tidak dapat dihindari? Proses ketuaan, menjadi sakit, dan mati. Ketiga hal ini tidak dapat dihindari oleh siapapun juga. Tetapi, ada penderitaan tertentu yang dapat kita hindari. Kamma yang tidak baik atau buruk yang merugikan makhluk hidup, yang membawa penderitaan bagi pelakunya sebagai konsekuensinya. Jadi, kita seharusnya menjauhi tindakan buruk dan menghindari penderitaan yang tidak pantas tersebut.
Pepatah Hukum kamma vipaka menyebutkan : "Anda yang menanam, anda juga yang menuai." Tergantung dengan apa yang anda tanam, anda akan mendapatkan buah dari padanya. Jadi kita harus melatih diri kita untuk menjauhi kamma yang tak bajik atau yang buruk. Untuk ini, Buddha  menasehati kita untuk menjalankan lima sila setiap hari yang merupakan latihan dasar kemoralan. Sila pertama adalah tidak membunuh. Sila kedua tidak mengambil sesuatu yang tidak diberikan. Yang ketiga tidak berasusila. Keempat tidak berbohong. Kelima menghindari minuman keras (yang melemahkan kesadaran). Ini adalah hal-hal mendasar yang bahkan ditemui dalam hukum negara. Jika anda membunuh manusia, anda akan terlibat hukum; sama halnya, jika anda mencuri, atau lari dengan istri/suami orang, atau menipu, anda akan terlibat dalam banyak kesulitan. Jadi kelima sila ini adalah hal-hal mendasar yang harus kita jalankan. Perhatikanlah bahwa sila-sila ini  adalah peraturan latihan bukan perintah.
Dalam ajaran Buddhis kumpulan tertua, tidak diajarkan kita harus menjadi seorang vegetarian. Jika anda ingin menjadi seorang vegetarian, itu hal yang bagus. Tetapi jika anda tidak ingin menjadi seorang vegetarian, anda harus mengetahui kapan daging tidak diperbolehkan. Jenis daging yang diperbolehkan memiliki tiga kondisi : ketika anda tidak (1) melihat, (2) mendengar, dan (3) mencurigai, bahwa binatang tersebut secara khusus dibunuh untuk anda. Dengan ketiga kondisi ini, anda tidak mengalami kamma yang langsung dari pembunuhan binatang karena tidak terdapat kehendak dari anda untuk melakukannya walaupun mungkin saja timbul sebab dan akibat yang bersifat duniawi. Sebagai contoh, jika anda membeli dari pasar daging dari binatang yang telah mati, itu diijinkan. Jenis daging yang tidak diperbolehkan adalah, sebagai contoh, anda memilih ayam yang masih hidup dan meminta penjualnya untuk menyembelih ayam tersebut untuk anda, atau anda memasuki sebuah restoran dan memilih ikan segar untuk dimasak.
Makan daging tidak seperlunya berarti seseorang menyetujui pembunuhan binatang. Apakah kita menjadi vegetarian atau bukan, kita masih saja berkontribusi secara tidak langsung terhadap pembunuhan binatang selama kita hidup. Sebagai contoh, hanya karena kita ingin hidup di rumah dan menggunakan peralatan rumah tangga, area hutan yang luas digunduli untuk membangun area perumahan dan pabrik, yang menyebabkan kematian banyak kehidupan liar. Karena kita ingin menggunakan listrik, sungai-sungai harus dibendung untuk pemanfaatan listrik tenaga air, yang  juga  menyebabkan  kematian   banyak  kehidupan   liar.   Bahkan dalam menggunakan kendaraan bermotor, secara tidak langsung, kita mendukung industri motor untuk memproduksi lebih banyak kendaraan, dan kendaraan bermotor menjadi penyebab dari kematian sekitar dua ribu manusia dan jumlah yang besar dari binatang setiap harinya di jalanan.
Makan makanan vegetarian masih saja secara tidak langsung terlibat dalam pembunuhan kangguru dan kelinci, tupai dan monyet, serangga dan keong, dan jenis serangga lainnya. Apabila semua orang di dunia menjadi vegetarian, binatang-binatang mungkin saja masih akan dibunuh karena mereka akan berkembang biak dalam jumlah besar dengan sangat cepat sehingga menjadi ancaman bagi kehidupan manusia. Sebagai contohnya, di beberapa negara, anjing yang tidak terdaftar yang berada di jalanan akan dienyahkan. Bahkan kelompok perlindungan terhadap kekejaman binatang membunuh jutaan anjing dan kucing dalam kandang setiap tahun karena akomodasi yang tidak memadai. Di USA setiap tahunnya, 14 juta dibinasakan dalam waktu seminggu selepas mereka diselamatkan oleh kelompok kemanusiaan.

SEGENGGAM DAUN BODHI
Penerjemah :
Yuliana Lie Pannasiri, MBA
Andromeda Nauli, Ph.D
Penyunting :
Nana Suriya Johhny, SE



BD : Tradisi Ceng Beng & Buddha Dhamma
Sumber: http://dhammacakka.org
Namo Tassa Bhagavato Arahato Sammasambuddhassa
Tradisi CENG BENG & BUDDHA DHAMMA
Sukha matteyyata loke, atho petteyyata sukhati
"Berlaku baik terhadap ibu merupakan suatu kebahagiaan dalam dunia ini;
berlaku baik terhadap ayah juga kebahagiaan"
(Dhammapada 332)
1.  Dalam budaya masyarakat Tionghoa, ada lima festival besar yang dirayakan dengan sukacita dan meriah. Adapun lima festival itu adalah: Festival Musim Semi (Imlek) yang jatuh pada tanggal 1 bulan 1 (Cia Gwee) penanggalan Imlek;
2.  Festival Ceng Beng, jatuh setiap tanggal 5 April menurut penanggalan Masehi;
3.   Festival Musim Panas, jatuh setiap tanggal 5 bulan 5 (Go Gwee) menurut penanggalan Imlek;
4.   Festival Musim Gugur, jatuh setiap tanggal 15 bulan 8 (Pe Gwee) menurut penanggalan Imlek;
5.   Festival Musim Dingin, jatuh setiap tanggal 22 Desember menurut penanggalan Masehi. Setiap festival memiliki makna, ciri khas, maksud dan tujuan tersendiri. Di samping itu, setiap festival juga memiliki makanan khas tersendiri pula. Imlek memiliki makan khas Kue Keranjang, Ceng Beng memiliki makanan Ketupat Opor Ayam, Musim Panas (Peh Cun, Indonesia) memiliki makan Bakcang dan Kue Gang, Musim Gugur (Tiongchiu) memiliki makanan Kue Bulan, dan Musim Dingin (Tangche) memiliki makanan Wedang Onde.
Dalam budaya masyarakat Tionghoa, dalam setahun ada dua persembahyangan yang ditujukan bagi keluarga yang telah meninggal, yaitu: sembahyang bulan 3 yang dikenal Ceng Beng, dan sembahyang di bulan 7 (Cit Gwee) yang dikenal Cioko atau Chau Tu. Apakah bedanya?
Sembahyang Ceng Beng adalah sembahyang yang ditujukan untuk keluarga yang telah meninggal yang masih dikenali, sedangkan sembahyang Cit Gwee atau Cioko lebih bertujuan ditujukan kepada keluarga yang telah dilupakan (makhluk-makhluk terlantar) oleh sanak keluarganya, yang terjadi karena keluarga mereka telah meninggal semua (generasinya habis) dan keluarga mereka telah meninggalkan agama leluhurnya, menganut agama baru yang tidak menekankan bakti kepada leluhur.
Pada saat Ceng Beng menjelang, masyarakat Tionghoa mendatangi makam keluarga mereka. Mereka datang untuk membersihkan makam-makam itu dari semak belukar, dari sinilah maka Ceng Beng berarti Bersih dan Terang, mengacu kepada makam leluhur yang dibersihkan. Setelah makam bersih, mereka melakukan tradisi "Tee Coa" dengan "Ko-Coa," yaitu melempar kertas emas atau perak (Gin Cua/Kim Cua) untuk menandai makam keluarga mereka.
Ada banyak cerita berkenaan dengan latar belakang munculnya tradisi Ceng Beng, yang pada intinya semua cerita ini mengajarkan kepada kita untuk memiliki bakti kepada kedua orang tua kita dan para leluhur. Mengingat jasa-jasa mereka amat sangat besar kepada kita, anak-anaknya.
Dalam Sigalovada Sutta, kita bisa juga melihat begitu besarnya jasa orang tua kepada anak-anaknya. Mereka telah mencegah anaknya dari tindakan jahat, mendorong anaknya berbuat kebajikan, memberi anaknya pendidikan dan keterampilan, mencarikan pasangan, dan menyerahkan warisan ketika saatnya tiba.
Tidak berlebihan kalau dalam Anguttara Nikaya, Sang Buddha mengumpamakan ayah dan ibu laksana dewa, dewa tingkat tinggi, yaitu Brahma, dengan ungkapan, "Brahma ti matapitaro". Dalam sutta ini, Beliau pun menjelaskan bahwa orang tua, ayah dan ibu sebagai Pubba-achariya, guru awal, guru pertama bagi anak-anaknya.
Dalam bagian lain dalam Kitab Anguttara Nikaya, Sang Buddha menyatakan; "Saya nyatakan bahwa ada dua orang yang tak pernah bisa dibalas budinya. Siapakah keduanya itu? Ayah dan Ibu."
"Walaupun seseorang menggendong ibunya di bahu kanan dan ayahnya di bahu kiri, dan saat melakukan ini ia hidup seratus tahun; jika ia melayani mereka dengan mengusapi mereka dengan minyak, memijat, memandikan, dan menguruti kaki dan tangan mereka, seandainya mereka buang air sekalipun, semua itu belumlah cukup yang dilakukannya terhadap orang tuanya, dan ia belum membalas budi mereka. Seandainya seorang anak menempatkan orang tuanya sebagai raja cakkavati yang memiliki tujuh harta, belum cukup juga yang ia lakukan kepada orang tuanya, ia belum membalas budi mereka. Mengapa demikian? Ayah dan ibu sungguh berjasa terhadap anak-anaknya: mereka melahirkan, membesarkannya, memberinya makan, dan menunjukkan dunia kepada anaknya."
"Namun, seseorang yang mendorong orang tuanya yang tidak punya keyakinan, menempatkan dan mengukuhkan mereka dalam keyakinan; seseorang yang mendorong orang tuanya yang tidak bermoral, menempatkan dan mengukuhkan mereka dalam kemoralan; seseorang yang mendorong orang tuanya yang kikir, menempatkan dan mengukuhkan mereka dalam kedermawanan; seseorang yang mendorong orang tuanya yang tersesat dalam kegelapan batin, menempatkan dan mengukuhkan mereka dalam kebijaksanaan. Anak seperti ini telah melakukan yang cukup bagi orang tuanya; ia telah membalas budi mereka dan lebih dari membalas budi terhadap apa yang dilakukan orang tuanya kepadanya."
Karena itulah, berbahagialah kita sebagai anak yang masih memiliki orang tua, kita masih memiliki kesempatan untuk membalas jasa mereka. Tetapi bagi kita yang sudah tidak lagi memiliki orang tua, tidak perlu bersedih, masih ada bakti yang dapat kita tunjukkan kepada mereka dengan pelimpahan jasa (pattidana).



Melangkah di Keheningan
mengenal lebih dekat Bhikkhu Uttamo
dan ajaran Agama Buddha



Motivasi
Jadilah Pelaku Sejarah,
Jangan Hanya Jadi Saksi Sejarah

Kata-kata tersebut senantiasa terucap dari Bhikkhu Uttamo yang akrab disapa sebagai Bhante Uttamo untuk memberikan motivasi kepada para muridnya dalam mengerjakan suatu pekerjaan atau mewujudkan impian. "Impian maupun cita-cita hendaknya diperjuangkan dengan sungguh-sungguh tak peduli betapapun sulitnya. Selama ada tekad dan semangat yang gigih, pasti mimpi atau cita-cita yang dimiliki akan dapat terwujud", kata beliau, "Kerjakan yang terbaik yang bisa kita kerjakan dan berusahalah semaksimal mungkin, semampu yang kita bisa. Hasil hanyalah konsekuensi logis suatu perjuangan".
Suatu motivasi yang luar biasa yang bukan hanya sekedar ucapan namun hal ini telah dibuktikan sendiri oleh beliau dalam perjalanan hidupnya selama menjadi bhikkhu. Semangat ini sudah terlihat ketika beliau mulai membangun Vihara Samaggi Jaya. Vihara ini ketika diserahkan oleh Bapak Viriyacitra Suroto pada tahun 1989 hanya berupa sebuah bangunan kecil sangat sederhana yang berdiri di atas tanah seluas 200 m2. Namun, dengan bantuan para donatur dan perjuangan gigih yang dilakukan oleh semua pihak maka vihara tersebut dalam beberapa tahun kemudian telah berubah wujud menjadi sebuah bangunan vihara yang megah di tengah kota Blitar.
Bersamaan waktunya dengan pembangunan Vihara Samaggi Jaya Blitar, beliau kemudian juga membangun Panti Semedi Balerejo yang berlokasi di Kabupaten Blitar pada tahun 1990. Pada mulanya, lokasi ini hanya sebuah bukit gersang seluas 850 m2 yang kurang terawat. Setelah dibangun dan diperluas dalam waktu sekitar 15 tahun, kini luas Panti Semedi Balerejo telah lebih dari 40.000 m2 atau empat hektar. Di atas lahan seluas itu berdiri kompleks bangunan yang kokoh, kuat serta megah. Salah satu ciri khusus Panti Semedi Balerejo adalah Dhammasala terbuka yang merupakan satu-satunya di Indonesia. Dari Dhammasala terbuka dengan obyek penghormatan Pohon Bodhi ini seseorang dapat memandang cakrawala di sekeliling. Sungguh sangat indah dan agung. Apabila seseorang setelah melihat kondisi Panti Semedi Balerejo saat ini kemudian ia berkilas balik pada bukit Balerejo di tahun sembilan puluhan yang hanya terdiri dari bukit dengan semak serta pepohonan liar, maka orang pasti akan berdecak kagum. Kok bisa ya?
Semua perubahan yang sangat besar di kedua vihara ini hanya dapat terwujud apabila seseorang mampu memperjuangkan mimpi yang ia miliki. Meskipun demikian, keberhasilan membangun banyak vihara bukanlah hal yang terpenting dalam hidup beliau. Karena dalam hidupnya, beliau telah bertekad bahwa selama hidup ini masih berlangsung dan akan menuju kematian, seseorang hendaknya selalu mengisi kehidupannya secara maksimal. Dengan demikian, ketika kematian harus dihadapi, seseorang telah banyak perbuatan bermanfaat yang telah dilakukannya. Sebagai bhikkhu, beliau selalu berusaha keras untuk berjuang mengendalikan diri sendiri dari pengaruh ketamakan, kebencian serta kegelapan batin. Selain itu, beliau juga berusaha keras agar kehadirannya beliau akan selalu dapat memberikan manfaat, semangat serta  kebahagiaan untuk para umat serta simpatisan Buddhis yang bertemu dengannya.
Dalam suatu kesempatan, Bhikkhu Uttamo yang gemar mengumpulkan berbagai jenis dan ukuran peti mati ini menerangkan tentang salah satu makna yang diperoleh dari peti mati yang ada di meja kerjanya. Memang, di atas meja kerja beliau selalu terletak sebuah miniatur peti mati sepanjang sekitar 20 cm yang dilengkapi dengan penanggalan dan pena. Beliau menerangkan bahwa ketika hari demi hari yang ditunjuk oleh penanggalan itu berlangsung, maka manusia sudah pasti akan menuju pada kematian dan kemudian ia akan dimasukkan ke dalam peti mati. Namun, ketika ia masih hidup, ia hendaknya mampu menuliskan dengan pena dan tinta emas berbagai perbuatan baik serta bermanfaat yang telah pernah ia kerjakan selama hidupnya. Dengan demikian, setiap kali memandang dan merenungkan makna peti mati dengan penanggalan serta pena itu, beliau selalu bangkit semangat untuk terus dan terus berkarya demi manfaat dan kebahagiaan banyak pihak.
Semangat berjuang secara maksimal agar dapat memberikan manfaat kepada banyak pihak inilah yang merupakan tindak nyata dari tekad beliau untuk menjadi pelaku sejarah, bukan hanya sekedar saksi sejarah. Semangat ini pula yang beliau selalu usahakan agar dapat ditiru oleh orang-orang yang berjumpa dengan beliau, apapun agama yang mereka anut dan percayai. Menurut beliau, semangat menjadi pelaku sejarah akan mendorong seseorang untuk terus mengembangkan kualitas diri agar menjadi yang terbaik di bidangnya, apapun agama, suku, bahasa yang dimilikinya.
Selain terlibat dalam pembangunan vihara-vihara besar yang tersebar di Indonesia, Bhikkhu Uttamo yang terkenal sebagai Bhikkhu Pembangunan Vihara ini juga sangat memperhatikan kesejahteraan serta kenyamanan beribadah para umat Buddha di desa-desa sekelilingnya. Telah lebih dari 20 (dua puluh) vihara di desa-desa Jawa Timur mendapat perhatian dan binaan beliau. Beliau berpendapat bahwa para umat Buddha di desa sesungguhnya merupakan basis umat Buddha yang layak mendapatkan perhatian dan pembinaan yang baik. Mereka tulus dan mempunyai keyakinan penuh pada Ajaran Sang Buddha. Dalam prakteknya, banyak diantara mereka yang mengadakan puja bakti tiga kali dalam seminggu.
Dari pengalaman membina para umat Buddha, Bhikkhu Uttamo menyadari adanya banyak kekurangan pembina apabila dibandingkan dengan jumlah umat Buddha yang banyak tersebar di berbagai penjuru tanah air. Untuk mengatasi kekurangan pembina dan juga penceramah Dhamma, beliau berusaha merekam ceramah-ceramah beliau sendiri di berbagai tempat untuk dijadikan kaset, CD, CD MP3, VCD maupun DVD. Dengan demikian, para umat yang kurang terbina dapat mempelajari Dhamma di rumah melalui berbagai media komunikasi tersebut. Sedikit demi sedikit koleksi ceramah beliau bertambah banyak. Saat ini, banyak orang menyebutkan bahwa koleksi ceramah beliau dalam berbagai bentuk media ini telah menjadi koleksi terbanyak yang dapat dijumpai umat Buddha di Indonesia. Ternyata, langkah terobosan yang dilakukan beliau ini mampu memberikan manfaat untuk banyak pihak, bahkan bagi non Buddhis sekalipun. Mereka sekarang lebih banyak kesempatan untuk mengenal, mempelajari, serta melaksanakan Buddha Dhamma secara sederhana dan mudah dicerna.
Atas prakarsa serta dukungan beliau pula, ditambah dengan narasumber yang handal yaitu Yang Mulia Bhikkhu Sri Pannyavaro Marathera, untuk pertama kalinya umat Buddha Indonesia mempunyai sebuah tim dokumenter sejarah perkembangan Agama Buddha di tanah air tercinta ini. Film dengan format DVD dua bahasa yaitu Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris ini menggali banyak makna yang tersirat dan peninggalan sejarah candi-candi Buddhis di Jawa Tengah dan Jawa Timur. DVD yang mudah diperoleh di berbagai toko CD/VCD/DVD di banyak kota itu berjudul "PERMATA YANG TERLUPAKAN, Candi-candi Buddhis di Jawa" yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris sebagai "THE FORGOTTEN JEWEL, Buddhist Temple in Java".
Dalam upaya membina para umat dan simpatisan Buddhis yang ada di berbagai penjuru dunia, maka beliau juga membangun sebuah website Buddhis bernama Samaggi Phala (http://www.samaggi-phala.or.id). Situs Buddhis ini berisikan berbagai informasi Dhamma khususnya Tipitaka dalam bahasa Indonesia. Bahkan, karena sedemikian banyak koleksi Tipitaka yang ada di Samaggi Phala, website ini sering juga dianggap sebagai website Buddhis dengan koleksi Tipitaka bahasa Indonesia yang terbanyak. Melalui website inilah beliau banyak membantu para umat serta simpatisan Buddhis di seluruh penjuru dunia untuk lebih mengenal Dhamma secara sederhana sehingga dapat dengan mudah dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari.
Akhirnya, untuk bertemu dan berkomunikasi dengan beliau, selain melalui website Samaggi Phala, para umat dan simpatisan Buddhis dapat berkunjung ke : Panti Semedi Balerejo, Ds. Balerejo, Kecamatan Wlingi, Kabupaten Blitar, Jawa Timur. Atau, silahkan datang ke Vihara Samaggi Jaya, Jl. Slamet Riyadi 21, Blitar, Jawa Timur. Phone : 0342-802616. Atau melalui email dengan alamat : samaggi_jaya@ yahoo.com

TANYA JAWAB DENGAN BHIKKHU UTTAMO

Dari: Kriswanto, Jakarta Barat
Namo Buddhaya Bhante, saya hendak bertanya, Saya sudah pernah membaca di Budhist Online tentang anatta, tidak ada obyek yang kekal fisik maupun batin. Tapi masih ada yang bingung. Pertanyaan saya:
1)   Jika tidak ada obyek batin yang kekal maka apakah yang dilahirkan pada paticca samupada? Kenapa orang-orang tertentu dapat melihat kelahiran yang lampau baik diri sendiri dan orang lain? Padahal obyek inti batin itu lenyap tidak kekal.
2)   Bagaimana aplikasi anatta sehari-hari?
3)   Bagaimana patokan dalam mengukur kadar pengertian anatta seseorang dan diri sendiri?
Sukhi Hottu
Terima kasih.

Jawaban:
1.   Lahir batin suatu makhluk memang tidaklah kekal. Lahir batin selalu berubah SETIAP SAAT. Badan akan selalu bertambah usianya; perasaan, pikiran, ingatan dan kesadaran juga selalu berubah, berproses. Seseorang menjadi orang yang sama sekaligus berbeda dengan dirinya beberapa tahun sebelumnya. la memiliki kesamaan nama dan beberapa ciri lainnya, namun ia juga mempunyai perbedaan usia maupun cara berpikirnya. la telah berproses. Hal ini dapat disamakan dengan sungai yang mengalir. Sungai itu walaupun masih bernama sama untuk waktu yang sangat lama, namun . sungai itu selalu berubah setiap saat, air yang mengalir selalu berganti sepanjang waktu.
Ketika seseorang terlahirkan kembali, maka sesungguhnya ia bukan sama persis dengan dirinya di kehidupan yang sebelumnya, namun ia juga bukan orang yang berbeda sama sekali. la telah berproses. Kematian telah menjadikan fisik suatu makhluk di kehidupan yang sebelumnya menjadi rusak dan hancur, akan tetapi batin yang masih belum mencapai kesucian akan terkondisi untuk lahir kembali. Apabila batin tersebut telah terbebas dari ketamakan, kebencian dan kegelapan batin, maka ia sudah tidak akan terlahirkan kembali. Inilah salah satu bukti bahwa badan dan batin suatu makhluk tidaklah kekal. Kemampuan seseorang untuk melihat kehidupan yang lampau baik untuk diri sendiri maupun orang lain bukanlah menjadi suatu tanda adanya kekekalan. Hal ini sama dengan orang yang memiliki kemampuan untuk mengingat beberapa kejadian pada dirinya dan keluarganya selama beberapa hari yang lalu. la mampu mengingat, namun ia sudah tidak akan mampu lagi untuk kembali ke waktu yang lalu. Ia juga bukan orang yang sama dengan ia yang waktu itu. Ia telah bertambah usianya. la telah berubah cara berpikirnya dan berbagai kualitas diri lainnya. la telah berproses, bukan menjadi orang yang sama persis, namun juga bukan menjadi orang yang berbeda total. Apabila kemampuan mengingat kejadian di waktu yang kemarin itu dapat terus dikembangkan, maka ia akan memiliki kemampuan untuk mengingat kehidupan lampau. Akan tetapi, semuanya hanya terbatas pada ingatan, kenangan, bukan pada kenyataan. Padahal, ingatan juga bisa berubah, karena sekarang ingat, belum tentu pada di kemudian hari, ia masih ingat hal itu. la akan selalu berproses.
2. Dalam kehidupan sehari-hari, pengertian anatta ini akan meningkatkan pemahaman seseorang pada hakekat sesungguhnya dari segala sesuatu yang ada dalam dirinya maupun lingkungannya. la akan selalu menyadari bahwa dirinya dan juga lingkungannya hanyalah suatu proses berkelanjutan. Dirinya yang sekarang hanyalah kelanjutan proses dari yang kemarin, dan dirinya yang sekarang akan berproses untuk yang akan datang. Proses ini terjadi SETIAP SAAT. Ketika ia telah mencapai kesadaran seperti ini, batinnya menjadi seimbang. la menjadi bahagia. la terbebas dari ketamakan, kebencian dan kegelapan batin. la terbebas dari kemelekatan. la tidak akan merasa gelisah lagi, karena ia sadar sempurna bahwa ia yang sekarang telah berbeda dengan ia yang sebelumnya maupun , yang akan datang. Hidup yang sesungguhnya adalah saat ini
3.   Anatta yang tidak dapat dipisahkan dengan anicca dan dukkha adalah merupakan pengertian dasar agar seseorang mencapai kesucian. Oleh karena itu, semakin seseorang mengerti Anicca, Dukkha dan Anatta maka semakin berkurang pula tingkat kemelekatannya kepada segala sesuatu. Batinnya akan semakin tenang dan bahagia Bahkan, pengertian yang maksimal akan Anicca, Dukkha dan Anatta akan membuat seseorang mencapai kesucian.

Semoga dengan keterangan ini akan memberikan manfaat dan kebahagiaan.
Semoga selalu berbahagia.





JADWAL KEGIATAN RUTIN
METTA VIHARA TEGAL

JADWAL PUJA BAKTI
Puja Bakti Umum Minggu Pagi       :   Pk. 07.30 WIB - 09.00 WIB
Puja Bakti Sekolah Minggu            :   Pk. 09.30 WIB - 11.00 WIB
Puja Bakti Remaja Hari Sabtu        :   Pk. 18.30 WIB - 19.30 WIB
Puja Bakti Uposatha                     :   Setiap tanggal 1, 15, Penanggalan Lunar
                                                      Jam 19.30 WIB - 21.00 WIB

Kitab Suci Agama Buddha
bagian dari
Khuddaka Nikaya,  Sutta Pitaka
Judul asli:
The Sutta-Nipata
Translated from The Pali
by H. Saddatissa
BAB I
BAB TENTANG ULAR
1.  URAGA SUTTA
Kulit Ular
Bhikkhu yang membuang semua nafsu manusiawi bagaikan ular yang mengelupaskan kulitnya
1 Bila seorang bhikkhu membuang kemarahan segera setelah kemarahan muncul, seperti penawar racun yang diberikan tepat waktunya untuk melawan racun ular yang masuk ke dalam tubuh, bhikkhu itu terbebas dari Proses Tumimbal Lahir bagaikan ular yang mengelupaskan kulitnya yang sudah tua dan usang.          (1)
2  Dia yang telah sepenuhnya menghancurkan nafsu seperti halnya orang memotong bunga teratai di danau, bhikkhu itu ...                                                                                                                        (2)
3  Dia yang telah sepenuhnya menghancurkan nafsu keinginan bagaikan mengeringkan sungai yang dahulunya berarus deras ....                                                                                                                                                  (3)

4 Dia yang telah sepenuhnya menghancurkan kesombongan bagaikan jembatan ilalang rapuh dihanyutkan oleh banjir deras ...                                                                                                               (4)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar