Tegal, 24 Maret 2012
No : 55, Tahun Keenam
Penasehat
: Ketua Yayasan Metta Jaya
Penanggung
Jawab : Ketua Dayakasabha Metta Vihara Tegal
Pimpinan
Redaksi : Ibu Tjutisari
Redaksi
Pelaksana : 1. Ibu Pranoto 4. Liliyani
2.
Suriya Dhammo 5. Metta Kurniyawati
3.
Ade Kristanto
Alamat
Redaksi : Metta Vihara
Jl.
Udang No. 8 Tegal Telp. (0283) 323570
BCA
No Rekening :
0479073688
an. YUNINGSIH ASTUTI -
TUSITA WIJAYA
DHAMMAPADA ATTAKHATA
Bab I -
Syair 3 dan 4
"Ia menghina saya, ia memukul saya, ia
mengalahkan saya, la merampas milik saya." Selama seseorang masih
menyimpan pikiran-pikiran seperti itu, maka kebencian tak akan pernah berakhir.
"la menghina saya, ia memukul saya, ia
mengalahkan saya, ia merampas milik saya." Jika seseorang sudah tidak lagi
menyimpan pikiran-pikiran seperti itu, maka kebencian akan berakhir.
Kisah Tissa
Thera
Tissa
adalah putera kakak perempuan dari ayah Pangeran Siddhattha. la menjadi bhikkhu
pada usia yang telah lanjut, dan suatu saat tinggal bersama-sama Sang Buddha.
Walau baru beberapa tahun menjalani kebhikkhuannya, ia bertingkah laku seperti
bhikkhu senior dan senang mendapat penghormatan serta pelayanan dari
bhikkhu-bhikkhu yang berkunju
ng kepada Sang Buddha. Sebagai bhikkhu yunior, ia
tidak melaksanakan semua kewajibannya, disamping itu ia juga sering bertengkar
dengan bhikkhu-bhikkhu muda lainnya.
Suatu
ketika seorang bhikkhu muda menegur kelakuannya. Hal itu membuat bhikkhu Tissa
sangat kecewa dan sedih, dan kemudian ia melaporkan hal itu kepada Sang Buddha.
Bhikkhu-bhikkhu lain yang mengetahui permasalahan tersebut, mengikutinya untuk
memberikan keterangan yang benar kepada Sang Buddha jika dibutuhkan.
Sang
Buddha, yang telah mengetahui kelakuan bhikkhu Tissa menasehatinya agar ia mau
mengubah kelakuannya, tidak memiliki pikiran membenci.
Sang
Buddha juga mengatakan bahwa bukan pada kehidupan kini saja bhikkhu Tissa
mempunyai watak keras kepala, juga pada kehidupan sebelumnya. Bhikkhu Tissa
pernah terlahir sebagai seorang pertapa yang keras kepala bernama Devala.
Karena suatu kesalahpahaman, ia mencerca seorang pertapa suci. Meskipun raja
ikut campur tangan dengan memintakan ampun kepada pertapa suci itu, Devala
tetap berkeras kepala dan menolak untuk melakukannya. Hanya dengan paksaan dan
tekanan dari raja, Devala barulah mau meminta ampun kepada pertapa suci itu.
Pada
akhir wejangannya Sang Buddha membabarkan syair 3 dan 4 berikut ini:
"Ia menghina saya, ia memukul saya, ia
mengalahkan saya, la merampas milik saya." Selama seseorang masih
menyimpan pikiran-pikiran seperti itu, maka kebencian tak akan pernah berakhir.
"la menghina saya, ia memukul saya, ia
mengalahkan saya, ia merampas milik saya." Jika seseorang sudah tidak lagi
menyimpan pikiran-pikiran seperti itu, maka kebencian akan berakhir.
--- oOo ---
Panitia Waisak 2556
Dalam rangka menyambut Hari Raya Waisak 2556, Dayakasabha Metta
Vihara telah membentuk Panitia Waisak yang dipimpin oleh Ibu Tjutisari. Untuk
meningkatkan kinerja panitia telah disepakati pembagian tugas sesuai
bidang/seksinya untuk melaksanakan tugas masing-masing. Konsumsi diserahkan
kepada seksi wanita. Persembahan Puja dan Lomba Sekolah Minggu akan ditangani
oleh Ibu Yanti Trianawati sebagai Kepala Sekolah Minggu bersama Guru dan
Pengasuh Sekolah Minggu Buddha Metta Vihara Tegal.
Selamat
menjalankan tugas dan sukses selalu.
--- oOo ---
SEKAPUR SIRIH
Namo Buddhaya,
Bapak / Ibu / Saudara yang berbahagia, dalam edisi kali ini Brivi
memuat syair 3 dan 4 Dhammapada, tentang pikiran kita yang terus melekat dengan
sakit hati, dendam maka kebencian akan bersarang dengan kuat, dan penderitaan
yang akan kita nikmati. Bagi yang bisa melepas kebencian dan dendam maka
kebahagiaan akan menyertainya.
5 April biasa diperingati oleh orang Tionghoa sebagai hari Cengbeng
atau hari membersihkan makam dan mengenang para leluhurnya. Di tahun ini Tahun
Kabisat, maka Cengbeng jatuh tanggal 4 April, ulasannya dapat Anda ikuti dalam
Brivi edisi Maret ini.
"Kami Memang Lebih Bahagia" dan "Kelekatan"
tulisan Ajahn Brahm dapat Anda baca mulai hal 7 dst. Melangkah di Keheningan
buku karya Bhikkhu Uttamo dapat Anda ikuti mulai edisi ini.
Semoga tulisan-tulisan berikut ini bermanfaat bagi Anda semua.
Semoga semua
makhluk hidup berbahagia.
Sadhu! Sadhu!
Sadhu!
Redaksi
JADWAL SEBULAN PENDALAMAN DHAMMA
METTA VIHARA TEGAL TH. 2012
No
|
Hari / Tanggal
|
Waktu
|
Acara / Tempat
|
Pembicara
|
1
|
Jumat,
6 April 2012
|
19.00-19.30
19.30-22.00
|
Puja bakti di Dhammasala
Dhamma class di Ruang Serbaguna
|
Upa. D. Andrianto
|
2
|
Sabtu,
7 April 2012
|
19.00-19.30
19.30-22.00
|
Puja bakti dan latihan meditasi
di Dhammasala
|
-
|
3
|
Minggu - Senin,
8 - 9 April 2012
|
19.00-19.30
19.30-22.00
|
Puja bakti di Dhammasala
Dhamma class di Ruang Serbaguna
|
B.
Khemanando Thera
|
4
|
Selasa,
10 April 2012
|
19.00-selesai
|
Puja bakti dan latihan meditasi di Dhammasala
|
-
|
5
|
Rabu - Kamis,
11 - 12 April 2012
|
19.00-19.30
19.30-22.00
|
Puja bakti di Dhammasala
Dhamma class di Ruang Serbaguna
|
B. Piyadhiro
|
6
|
Jumat - Sabtu,
13 - 14 April 2012
|
19.00-19.30
19.30-22.00
|
Puja bakti di Dhammasala
Dhamma class di Ruang Serbaguna
|
Pandita Harmanto
|
7
|
Minggu, Senin, Selasa Rabu,
15, 16, 17, 18 April 2012
|
19.00-selesai
|
Puja bakti dan latihan meditasi di Dhammasala
|
-
|
8
|
Kamis
19 April 2012
|
19.00-19.30
19.30-22.00
|
Puja bakti di Dhammasala
Dhamma class di Ruang Serbaguna
|
B. Jayamedho
|
9
|
Jumat
20 April 2012
|
19.00-selesai
|
Puja bakti & Dhamma class
di Ruang Serbaguna
|
PMd. Ridwan
|
10
|
Sabtu,
21 April 2012
|
19.00-selesai
|
Puja bakti & Meditasi di R. Penghormatan
Leluhur
|
-
|
11
|
Minggu, Senin, Selasa,
22, 23, 24 April 2012
|
19.00-selesai
|
Puja bakti & Meditasi di Dhammasala
|
-
|
12
|
Rabu - Kamis,
25 - 26 April 2012
|
19.00-19.30
19.30-22.00
|
Puja bakti di Dhammasala
Dhamma class di Ruang Serbaguna
|
B. Jaya Ratano
|
13
|
Jumat - Sabtu,
27 - 28 April 2012
|
19.00-19.30
19.30-22.00
|
Puja bakti di Dhammasala
Dhamma class di Ruang Serbaguna
|
B. Indaguno
|
14
|
Minggu - Senin,
29 - 30 April 2012
|
19.00-selesai
|
Puja bakti dan meditasi
di Dhammasala
|
-
|
15
|
Selasa, Rabu, Kamis,
1, 2, 3 Mei 2012
|
19.00-selesai
|
Puja bakti dan bimbingan meditasi
di Dammasala
|
B. Khemmaviro
|
16
|
Sabtu, Minggu
4, 5 Mei 2012
|
19.00-selesai
|
Puja bakti & meditasi di Dhammasala
|
-
|
METTA VIHARA
JL. Udang No. 8 Telp. / Fax. 0283 - 323570 Tegal
52111
Dalam
rangka menyambut Hari Raya Waisak, Metta Vihara Tegal memberi kesempatan kepada
Bapak / Ibu / Saudara yang ingin memberi ucapan Selamat Hari Raya Tri Suci
Waisak yang akan dimuat dalam Buletin Brivi edisi April 2012 dengan rincian sbb
:
1 halaman Rp 300.000,-
½ halaman Rp 150.000,-
¼ halaman Rp 100.000,-
Kolom kecil Rp 50.000,-
Bagi Bapak/lbu/Saudara yang berminat dapat menghubungi Tim Redaksi
atau pada yang tersebut di bawah ini, paling lambat tanggal 20 April 2012.
1. Metta Vihara Jl.
Udang No. 8 Tegal (0283)
323570
2. Bpk. Lie Ing Beng Jl.
Hos Cokrominoto No. 69 Tegal 081326979788
3. Ibu Pranoto Jl.
Cendrawasih No. 17 Tegal (0283) 351238
4. Ibu Tusita Wijaya Jl.
Salak No. 123 Tegal (0283)
356017
5. Ibu Ang Siu Lan Jl.
Udang No. 7 Tegal 081548134633
6. Ibu Tjutisari Jl.
Gurami No. 53 Tegal 08174939382
7. Bpk. Suriyadhammo Jl. KH. Nakhrawi No. 10 Tegal 085727489261
Dana Anda dapat ditransfer ke Rekening BCA
0479073688
an. YUNINGSIH ASTUTI - TUSITA WIJAYA
Tegal,
Maret 2012
Metta
Cittena,
Dayakasabha
Metta Vihara
ttd
ttd
Lie Ing Beng Suriyadhammo
Ketua
Sekretaris
Kami Memang Lebih Bahagia
(Sumber:
Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya 2,
Awareness Publication, 2011)
Saya mendapat begitu
banyak surat ,
e-mail, dan berbagai artikel, karena bahwa biksu sesungguhnya jauh lebih
bahagia ketimbang orang lain. Mari kita simak kutipan dari Majalah Times London
:
Setelah memindai aktivitas otak para
biksu dan orang lain yang mempraktikkan meditasi religi, dua kelompok periset yang
terpisah mengkonfirmasikan bahwa secara kasat mata, biologis, dan terbukti,
bahwa orang-orang ini lebih bahagia ketimbang khalayak normal.
Komentar saya : "Tuh
kan . Apa saya
bilang? Bertahun-tahun kami sudah mengatakan ini kepada Anda dan akhirnya
sekarang hal ini terbukti.
Mereka yang mempraktikkan Empat
Kebenaran Mulia dan mengembangkan ketidaklekatan, penerimaan, pengendalian
nafsu, dan pengamatan akan keindahan momen kini tidak hanya tenang dan anggun,
namun juga kuat. "Ahli akrobat batin," ujar salah seorang ilmuwan
dengan kagum. Bahkan meski mereka tidak berada dalam kegiuran meditasi formal,
mereka lebih tidak mudah untuk syok, gusar, marah, bahkan kaget. Para periset dari Yujan menemukan bahwa dengan
menembakkan pistol di dekat mereka...
Tapi tolong jangan coba
yang satu ini!
... dan mereka nyaris tidak
terusik. Pada saat yang sama, mereka luar biasa peka terhadap tanda-tanda emosi
remeh di wajah orang lain. "Kami kini bisa mengajukan hipotesis dengan
yakin," kata Profesor Flannagan dari Duke University, North Carolina , "bahwa umat Buddha yang
jelas bahagia dan tenang ini sungguh benar-benar bahagia."
Tertulis juga di sini:
Prinsip dasar Buddhisme sangat
mudah untuk dipahami : jalanilah setiap momen dalam setiap perbuatan secara
penuh; terimalah bahwa segala sesuatu akan berlalu; kendalikan semua nafsu
tanpa mengekang nafsu; jangan membunuh atau bertengkar; kebencian tidak bisa
diakhiri dengan kebencian; maafkan orang lain dan dirimu sendiri; jadilah baik;
renungi yang indah; ungkapan tersebut sungguh menakjubkan.
Saya terutama sangat
senang dengan ungkapan yang satu ini: Mengaduk air, tak peduli berapa lama pun,
tak akan menghasilkan mentega." Ungkapan ini sebenarnya berasal dari
khotbah Buddha. Jarang disebut, tapi sangat indah. Jadi berupaya mencari lebih
banyak uang tidak akan menghasilkan kebahagiaan. Ada banyak pemerintahan dan kementerian yang
akan menjadi lebih baik jika memasang ungkapan itu di dinding.
Potongan artikel lainnya
menjabarkan penyelidikan mengenal Jalan lain menuju kebahagiaan:
Ada rute-rute lebih aman menuju
kedamaian; aktivitas yang tidak memerlukan banyak 'pit kebahagiaan', Bagaimana
cara kita menjalani kesadaran adalah hal pribadi bagi kita masing-masing, dan
Anda tidak bisa mengeluarkan hukum yang mewajibkan meditasi.
Mengapa tidak?
Tapi dalam aspek
kebijakan publik yang bisa membantu atau menghambat rute-rute pribadi menuju
kebahagiaan ini, pemerintah setempat yang cenderung menyediakan tempat yang
sunyi dan hijau di tengah kebisingan kota
dan berupaya menangkal vandalisme suara, mendapati bahwa sulit sekali untuk mengalokasikan
anggaran kebijakan ini secara finansial. Namun mereka mungkin akan
mengalokasikan dana sama banyaknya dengan jika mereka membangun rumah sakit...
Yang berikut ini saya
benar-benar setuju.
... sekolah dasar yang mengajarkan meditasi secara berkala, atau
memiliki ruang rileks dengan musik ringan dan warna-warna lembut, melaporkan
perkembangan luar biasa dalam hal perilaku dan pembelajaran anak-anak yang
stres dan hiperaktif.
Anda lihat, setelah
bertahun-tahun, akhirnya mereka mampu juga membuktikan bahwa kami... memang
lebih bahagia.
Kelekatan
(Sumber: Hidup Senang Mati Tenang, Ehipassiko Foundation, 2009)
Barangkali istilah yang paling sering disalahpahami di kalangan
Buddhis Barat adalah apa yang biasanya diterjemahkan sebagai
"kelekatan" (attachment). Terlalu banyak orang yang mencamkan
bahwa mereka seharusnya tidak melekati apa pun. Ada lelucon bertebaran, seperti yang satu
ini: mengapa di rumah umat Buddha terdapat kotoran di sudut-sudutnya—karena
mereka bahkan tidak mengizinkan penghisap debu mereka memiliki kelekatan.
Beberapa Buddhis gadungan yang keblinger mengkritik bahwa menjalani
sebuah kehidupan moral adalah kelekatan terhadap sila-sila mereka, dan dengan
begitu menjunjung perbuatan amoral sebagai suatu pertanda kebijaksanaan mendalam.
Wah! Orang-orang lain di kalangan Buddhis tradisional menciptakan rasa takut
terhadap meditasi yang mendalam dengan menyatakan secara keliru bahwa Anda
hanya akan melekat pada jhana-jhana. Semua itu sudah menyimpang terlalu
jauh. Barangkali puncak kesesatannya adalah apa yang dikatakan oleh Rajneesh
yang menyatakan, "Saya sangat tidak melekat, saya bahkan tidak melekat
pada ketidaklekatan itu sendiri," dan dengan begitu dia membuat pembenaran
bagi semua tindakan kelewatannya.
Istilah Pali yang sedang dipertanyakan ini adalah
"upadana", yang secara harfiah berarti "mengambil". Istilah
ini secara umum digunakan untuk mengindikasikan "bahan bakar", yang
memberlangsungkan sebuah proses, seperti halnya minyak di sebuah lampu menjadi
bahan bakar bagi nyala apinya. Istilah ini berkaitan dengan nafsu (tanha), Sebagai
contoh, tanha adalah keinginan meraih
secangkir kopi nikmat, upadana adalah tindakan mengambilnya. Meskipun
Anda pikir adalah mudah untuk meletakkan kembali secangkir kopi tersebut,
meskipun tangan Anda tidak dilem erat-erat pada cangkir tersebut, itu tetaplah
upadana. Anda telah mengambilnya. Anda telah mencengkeram.
Untungnya tidak semua upadana adalah tidak-Buddhistik.
Buddha hanya memerincikan empat kelompok upadana, yaitu: "mengambil"
pancaindra, "mengambil" pandangan salah, "mengambil"
gagasan bahwa kebebasan dapat diraih semata-mata melalui ritual dan inisiasi,
dan "mengambil" pandangan tentang suatu diri. Ada banyak hal lain
yang boleh kita "ambil" atau pegang, tetapi intinya adalah hanya empat
kelompok ini sajalah yang membawa pada kelahiran ulang, hanya empat kelompok
inilah yang merupakan bahan bakar bagi eksistensi mendatang dan penderitaan
lebih lanjut, hanya empat inilah yang perlu dihindari.
Dengan demikian mengambil praktik welas asih, mengambil praktik
Lima Sila atau sila yang lebih banyak bagi para bhikkhu atau bhikkhuni, dan
mengambil praktik meditasi—semua itu tidaklah tidak-Buddhistik dan adalah sesat
untuk meremehkan hal-hal itu dengan menyebut mereka sebagai "kelekatan".
Menjaga sila, faktanya, adalah melepas nafsu-nafsu kasar seperti birahi,
ketamakan, dan kekerasan. Mempraktikkan welas asih adalah melepas keegoisan dan
berlatih meditasi adalah melepaskan masa lalu, masa depan, berpikir, dan banyak
hal lainnya.
Pencapaian jhana tidak lain adalah melepas dunia pancaindra
untuk meraih akses menuju pikiran. Nibbana adalah melepas sekali untuk
selamanya ketamakan, kebencian, dan khayalan, bibit-bibit kelahiran ulang. Parinibbana
adalah pelepasan akhir dari badan dan batin (lima khanda). Adalah keliru menganggap
bahwa tataran-tataran pelepasan ini adalah sama dengan kelekatan.
Jalan tersebut seperti sebuah tangga. Kita menginjak anak tangga
yang di atas dan meninggalkan anak tangga yang di bawah untuk mengangkat kita.
Segera, satu-satunya anak tangga yang dipegang adalah anak tangga yang kita
pijak sekarang. Sekarang adalah waktunya untuk meninggalkan anak tangga
tersebut saat kita meraih anak tangga yang lebih tinggi untuk terus membawa
kita naik. Jika kita tidak pernah memegang apa pun, kita akan tetap menjadi
orang yang bodoh secara spiritual.
Bagi mereka yang tidak memiliki kebijaksanaan, melepas seringkali
tampak sebagai kelekatan. Sebagai contoh, seekor burung
yang bertengger di dahan pohon pada malam hari kelihatannya melekat kuat-kuat
pada dahan itu,
tetapi sebenarnya burung itu telah melepas dan tidur nyenyak. Ketika
seekor burung melepas dan otot- otot di sekitar cakarnya mulai mengendur,
mereka menempel di dahan. Semakin ototnya mengendur, semakin eratlah cakar itu.
Itulah sebabnya mengapa Anda tidak pernah melihat seekor burung jatuh dari
tenggerannya, sekalipun ketika burung itu sedang tidur. Hal itu terlihat
seperti sebuah kelekatan, tetapi, faktanya, itu adalah pelepasan. Pelepasan
seringkali menuntun pada keheningan, tidak bergerak dari tempat Anda berada.
Itulah sebabnya mengapa hal itu kadang dikelirukan sebagai kelekatan.
Jadi jangan terkibuli oleh kata-kata manis, tetapi meracuni, dari
umat Buddha pemula yang belum tahu apa-apa, yang benar-benar keliru mengartikan
upadana atau kelekatan. Melekatlah tanpa takut-takut pada sila Anda,
obyek meditasi Anda, dan kepada Sang Jalan, karena mereka akan menuntun pada Nibbana.
Dan jangan lupa pula membeli kelekatan untuk penghisap debu Anda!
MENGHINDARI KEJAHATAN
Ajaran Buddha
berhubungan dengan cara hidup yang baik/bermanfaat untuk mengurangi atau
menghindari penderitaan yang tidak pantas. Sangat penting untuk mengetahui
hukum kamma vipaka untuk menghindari penderitaan yang tidak pantas
tersebut. Dalam hidup ini, ada beberapa jenis penderitaan yang tidak dapat
dihindari tetapi ada yang dapat dihindari. Apa itu penderitaan yang tidak dapat
dihindari? Proses ketuaan, menjadi sakit, dan mati. Ketiga hal ini tidak dapat
dihindari oleh siapapun juga. Tetapi, ada penderitaan tertentu yang dapat kita
hindari. Kamma yang tidak baik atau buruk yang merugikan makhluk hidup,
yang membawa penderitaan bagi pelakunya sebagai konsekuensinya. Jadi, kita
seharusnya menjauhi tindakan buruk dan menghindari penderitaan yang tidak pantas
tersebut.
Pepatah
Hukum kamma vipaka menyebutkan : "Anda yang menanam, anda juga
yang menuai." Tergantung dengan apa yang anda tanam, anda akan
mendapatkan buah dari padanya. Jadi kita harus melatih diri kita untuk menjauhi
kamma yang tak bajik atau yang buruk. Untuk ini, Buddha menasehati kita untuk menjalankan lima sila setiap
hari yang merupakan latihan dasar kemoralan. Sila pertama adalah tidak
membunuh. Sila kedua tidak mengambil sesuatu yang tidak diberikan. Yang
ketiga tidak berasusila. Keempat tidak berbohong. Kelima menghindari minuman
keras (yang melemahkan kesadaran). Ini adalah hal-hal mendasar yang bahkan
ditemui dalam hukum negara. Jika anda membunuh manusia, anda akan terlibat
hukum; sama halnya, jika anda mencuri, atau lari dengan istri/suami orang, atau
menipu, anda akan terlibat dalam banyak kesulitan. Jadi kelima sila ini
adalah hal-hal mendasar yang harus kita jalankan. Perhatikanlah bahwa sila-sila
ini adalah peraturan latihan bukan
perintah.
Dalam
ajaran Buddhis kumpulan tertua, tidak diajarkan kita harus menjadi seorang
vegetarian. Jika anda ingin menjadi seorang vegetarian, itu hal yang bagus.
Tetapi jika anda tidak ingin menjadi seorang vegetarian, anda harus mengetahui
kapan daging tidak diperbolehkan. Jenis daging yang diperbolehkan memiliki tiga
kondisi : ketika anda tidak (1) melihat, (2) mendengar, dan (3) mencurigai,
bahwa binatang tersebut secara khusus dibunuh untuk anda. Dengan ketiga kondisi
ini, anda tidak mengalami kamma yang langsung dari pembunuhan binatang
karena tidak terdapat kehendak dari anda untuk melakukannya walaupun mungkin
saja timbul sebab dan akibat yang bersifat duniawi. Sebagai contoh, jika anda
membeli dari pasar daging dari binatang yang telah mati, itu diijinkan. Jenis
daging yang tidak diperbolehkan adalah, sebagai contoh, anda memilih ayam yang
masih hidup dan meminta penjualnya untuk menyembelih ayam tersebut untuk anda,
atau anda memasuki sebuah restoran dan memilih ikan segar untuk dimasak.
Makan
daging tidak seperlunya berarti seseorang menyetujui pembunuhan binatang.
Apakah kita menjadi vegetarian atau bukan, kita masih saja berkontribusi secara
tidak langsung terhadap pembunuhan binatang selama kita hidup. Sebagai contoh,
hanya karena kita ingin hidup di rumah dan menggunakan peralatan rumah tangga,
area hutan yang luas digunduli untuk membangun area perumahan dan pabrik, yang
menyebabkan kematian banyak kehidupan liar. Karena kita ingin menggunakan
listrik, sungai-sungai harus dibendung untuk pemanfaatan listrik tenaga air,
yang juga menyebabkan
kematian banyak kehidupan
liar. Bahkan dalam menggunakan
kendaraan bermotor, secara tidak langsung, kita mendukung industri motor untuk
memproduksi lebih banyak kendaraan, dan kendaraan bermotor menjadi penyebab
dari kematian sekitar dua ribu manusia dan jumlah yang besar dari binatang
setiap harinya di jalanan.
Makan
makanan vegetarian masih saja secara tidak langsung terlibat dalam pembunuhan
kangguru dan kelinci, tupai dan monyet, serangga dan keong, dan jenis serangga lainnya.
Apabila semua orang di dunia menjadi vegetarian, binatang-binatang mungkin saja
masih akan dibunuh karena mereka akan berkembang biak dalam jumlah besar dengan
sangat cepat sehingga menjadi ancaman bagi kehidupan manusia. Sebagai
contohnya, di beberapa negara, anjing yang tidak terdaftar yang berada di
jalanan akan dienyahkan. Bahkan kelompok perlindungan terhadap kekejaman
binatang membunuh jutaan anjing dan kucing dalam kandang setiap tahun karena
akomodasi yang tidak memadai. Di USA setiap tahunnya, 14 juta dibinasakan dalam
waktu seminggu selepas mereka diselamatkan oleh kelompok kemanusiaan.
SEGENGGAM DAUN BODHI
Penerjemah :
Yuliana Lie Pannasiri, MBA
Andromeda Nauli, Ph.D
Penyunting :
Nana Suriya Johhny, SE
BD : Tradisi Ceng Beng & Buddha Dhamma
Sumber: http://dhammacakka.org
Namo Tassa Bhagavato Arahato
Sammasambuddhassa
Tradisi CENG BENG & BUDDHA
DHAMMA
Sukha matteyyata loke, atho
petteyyata sukhati
"Berlaku baik terhadap ibu merupakan suatu kebahagiaan dalam
dunia ini;
berlaku baik terhadap ayah juga kebahagiaan"
(Dhammapada 332)
1. Dalam budaya masyarakat Tionghoa, ada lima festival besar yang dirayakan dengan
sukacita dan meriah. Adapun lima
festival itu adalah: Festival Musim Semi (Imlek) yang jatuh pada tanggal 1
bulan 1 (Cia Gwee) penanggalan Imlek;
2. Festival Ceng Beng, jatuh setiap tanggal 5 April menurut penanggalan
Masehi;
3. Festival Musim Panas,
jatuh setiap tanggal 5 bulan 5 (Go Gwee) menurut penanggalan Imlek;
4. Festival Musim Gugur,
jatuh setiap tanggal 15 bulan 8 (Pe Gwee) menurut penanggalan Imlek;
5. Festival Musim Dingin,
jatuh setiap tanggal 22 Desember menurut penanggalan Masehi. Setiap festival
memiliki makna, ciri khas, maksud dan tujuan tersendiri. Di samping itu, setiap
festival juga memiliki makanan khas tersendiri pula. Imlek memiliki makan khas
Kue Keranjang, Ceng Beng memiliki makanan Ketupat Opor Ayam, Musim Panas (Peh
Cun, Indonesia) memiliki makan Bakcang dan Kue Gang, Musim Gugur (Tiongchiu)
memiliki makanan Kue Bulan, dan Musim Dingin (Tangche) memiliki makanan Wedang
Onde.
Dalam budaya masyarakat
Tionghoa, dalam setahun ada dua persembahyangan yang ditujukan bagi keluarga
yang telah meninggal, yaitu: sembahyang bulan 3 yang dikenal Ceng Beng, dan
sembahyang di bulan 7 (Cit Gwee) yang dikenal Cioko atau Chau Tu. Apakah bedanya?
Sembahyang Ceng Beng
adalah sembahyang yang ditujukan untuk keluarga yang telah meninggal yang masih
dikenali, sedangkan sembahyang Cit Gwee atau Cioko lebih bertujuan ditujukan
kepada keluarga yang telah dilupakan (makhluk-makhluk terlantar) oleh sanak
keluarganya, yang terjadi karena keluarga mereka telah meninggal semua (generasinya
habis) dan keluarga mereka telah meninggalkan agama leluhurnya, menganut agama
baru yang tidak menekankan bakti kepada leluhur.
Pada saat Ceng Beng
menjelang, masyarakat Tionghoa mendatangi makam keluarga mereka. Mereka datang
untuk membersihkan makam-makam itu dari semak belukar, dari sinilah maka Ceng
Beng berarti Bersih dan Terang, mengacu kepada makam leluhur yang dibersihkan.
Setelah makam bersih, mereka melakukan tradisi "Tee Coa" dengan
"Ko-Coa," yaitu melempar kertas emas atau perak (Gin Cua/Kim Cua)
untuk menandai makam keluarga mereka.
Dalam Sigalovada Sutta,
kita bisa juga melihat begitu besarnya jasa orang tua kepada anak-anaknya.
Mereka telah mencegah anaknya dari tindakan jahat, mendorong anaknya berbuat
kebajikan, memberi anaknya pendidikan dan keterampilan, mencarikan pasangan,
dan menyerahkan warisan ketika saatnya tiba.
Tidak berlebihan kalau
dalam Anguttara Nikaya, Sang Buddha mengumpamakan ayah dan ibu laksana dewa,
dewa tingkat tinggi, yaitu Brahma, dengan ungkapan, "Brahma ti matapitaro".
Dalam sutta ini, Beliau pun menjelaskan bahwa orang tua, ayah dan ibu sebagai
Pubba-achariya, guru awal, guru pertama bagi anak-anaknya.
Dalam bagian lain dalam Kitab
Anguttara Nikaya, Sang Buddha menyatakan; "Saya nyatakan bahwa ada dua
orang yang tak pernah bisa dibalas budinya. Siapakah keduanya itu? Ayah dan
Ibu."
"Walaupun seseorang
menggendong ibunya di bahu kanan dan ayahnya di bahu kiri, dan saat melakukan
ini ia hidup seratus tahun; jika ia melayani mereka dengan mengusapi mereka
dengan minyak, memijat, memandikan, dan menguruti kaki dan tangan mereka,
seandainya mereka buang air sekalipun, semua itu belumlah cukup yang dilakukannya
terhadap orang tuanya, dan ia belum membalas budi mereka. Seandainya seorang
anak menempatkan orang tuanya sebagai raja cakkavati yang memiliki tujuh harta,
belum cukup juga yang ia lakukan kepada orang tuanya, ia belum membalas budi
mereka. Mengapa demikian? Ayah dan ibu sungguh berjasa terhadap anak-anaknya:
mereka melahirkan, membesarkannya, memberinya makan, dan menunjukkan dunia
kepada anaknya."
"Namun, seseorang
yang mendorong orang tuanya yang tidak punya keyakinan, menempatkan dan
mengukuhkan mereka dalam keyakinan; seseorang yang mendorong orang tuanya yang tidak
bermoral, menempatkan dan mengukuhkan mereka dalam kemoralan; seseorang yang
mendorong orang tuanya yang kikir, menempatkan dan mengukuhkan mereka dalam
kedermawanan; seseorang yang mendorong orang tuanya yang tersesat dalam
kegelapan batin, menempatkan dan mengukuhkan mereka dalam kebijaksanaan. Anak
seperti ini telah melakukan yang cukup bagi orang tuanya; ia telah membalas
budi mereka dan lebih dari membalas budi terhadap apa yang dilakukan orang tuanya
kepadanya."
Karena itulah,
berbahagialah kita sebagai anak yang masih memiliki orang tua, kita masih
memiliki kesempatan untuk membalas jasa mereka. Tetapi bagi kita yang sudah
tidak lagi memiliki orang tua, tidak perlu bersedih, masih ada bakti yang dapat
kita tunjukkan kepada mereka dengan pelimpahan jasa (pattidana).
Melangkah
di Keheningan
mengenal
lebih dekat Bhikkhu Uttamo
dan
ajaran Agama Buddha
Motivasi
Jadilah Pelaku Sejarah,
Jangan Hanya Jadi Saksi Sejarah
Kata-kata
tersebut senantiasa terucap dari Bhikkhu Uttamo yang akrab disapa sebagai
Bhante Uttamo untuk memberikan motivasi kepada para muridnya dalam mengerjakan
suatu pekerjaan atau mewujudkan impian. "Impian maupun cita-cita hendaknya
diperjuangkan dengan sungguh-sungguh tak peduli betapapun sulitnya. Selama ada
tekad dan semangat yang gigih, pasti mimpi atau cita-cita yang dimiliki akan
dapat terwujud", kata beliau, "Kerjakan yang terbaik yang bisa kita
kerjakan dan berusahalah semaksimal mungkin, semampu yang kita bisa. Hasil
hanyalah konsekuensi logis suatu perjuangan".
Suatu
motivasi yang luar biasa yang bukan hanya sekedar ucapan namun hal ini telah
dibuktikan sendiri oleh beliau dalam perjalanan hidupnya selama menjadi
bhikkhu. Semangat ini sudah terlihat ketika beliau mulai membangun Vihara
Samaggi Jaya. Vihara ini ketika diserahkan oleh Bapak Viriyacitra Suroto pada
tahun 1989 hanya berupa sebuah bangunan kecil sangat sederhana yang berdiri di
atas tanah seluas 200 m2. Namun, dengan bantuan para donatur dan
perjuangan gigih yang dilakukan oleh semua pihak maka vihara tersebut dalam
beberapa tahun kemudian telah berubah wujud menjadi sebuah bangunan vihara yang
megah di tengah kota
Blitar.
Bersamaan
waktunya dengan pembangunan Vihara Samaggi Jaya Blitar, beliau kemudian juga
membangun Panti Semedi Balerejo yang berlokasi di Kabupaten Blitar pada tahun
1990. Pada mulanya, lokasi ini hanya sebuah bukit gersang seluas 850 m2
yang kurang terawat. Setelah dibangun dan diperluas dalam waktu sekitar 15
tahun, kini luas Panti Semedi Balerejo telah lebih dari 40.000 m2 atau empat
hektar. Di atas lahan seluas itu berdiri kompleks bangunan yang kokoh, kuat
serta megah. Salah satu ciri khusus Panti Semedi Balerejo adalah Dhammasala
terbuka yang merupakan satu-satunya di Indonesia . Dari Dhammasala terbuka
dengan obyek penghormatan Pohon Bodhi ini seseorang dapat memandang cakrawala
di sekeliling. Sungguh sangat indah dan agung. Apabila seseorang setelah
melihat kondisi Panti Semedi Balerejo saat ini kemudian ia berkilas balik pada
bukit Balerejo di tahun sembilan puluhan yang hanya terdiri dari bukit dengan
semak serta pepohonan liar, maka orang pasti akan berdecak kagum. Kok bisa ya?
Semua
perubahan yang sangat besar di kedua vihara ini hanya dapat terwujud apabila
seseorang mampu memperjuangkan mimpi yang ia miliki. Meskipun demikian,
keberhasilan membangun banyak vihara bukanlah hal yang terpenting dalam hidup
beliau. Karena dalam hidupnya, beliau telah bertekad bahwa selama hidup ini
masih berlangsung dan akan menuju kematian, seseorang hendaknya selalu mengisi
kehidupannya secara maksimal. Dengan demikian, ketika kematian harus dihadapi,
seseorang telah banyak perbuatan bermanfaat yang telah dilakukannya. Sebagai
bhikkhu, beliau selalu berusaha keras untuk berjuang mengendalikan diri sendiri
dari pengaruh ketamakan, kebencian serta kegelapan batin. Selain itu, beliau
juga berusaha keras agar kehadirannya beliau akan selalu dapat memberikan
manfaat, semangat serta kebahagiaan
untuk para umat serta simpatisan Buddhis yang bertemu dengannya.
Dalam
suatu kesempatan, Bhikkhu Uttamo yang
gemar mengumpulkan berbagai jenis dan ukuran peti mati ini menerangkan tentang
salah satu makna yang diperoleh dari peti mati yang ada di meja kerjanya.
Memang, di atas meja kerja beliau selalu terletak sebuah miniatur peti mati
sepanjang sekitar 20 cm yang dilengkapi dengan penanggalan dan pena. Beliau
menerangkan bahwa ketika hari demi hari yang ditunjuk oleh penanggalan itu
berlangsung, maka manusia sudah pasti akan menuju pada kematian dan kemudian ia
akan dimasukkan ke dalam peti mati. Namun, ketika ia masih hidup, ia hendaknya
mampu menuliskan dengan pena dan tinta emas berbagai perbuatan baik serta
bermanfaat yang telah pernah ia kerjakan selama hidupnya. Dengan demikian,
setiap kali memandang dan merenungkan makna peti mati dengan penanggalan serta
pena itu, beliau selalu bangkit semangat untuk terus dan terus berkarya demi
manfaat dan kebahagiaan banyak pihak.
Semangat
berjuang secara maksimal agar dapat memberikan manfaat kepada banyak pihak
inilah yang merupakan tindak nyata dari tekad beliau untuk menjadi pelaku
sejarah, bukan hanya sekedar saksi sejarah. Semangat ini pula yang beliau
selalu usahakan agar dapat ditiru oleh orang-orang yang berjumpa dengan beliau,
apapun agama yang mereka anut dan percayai. Menurut beliau, semangat menjadi
pelaku sejarah akan mendorong seseorang untuk terus mengembangkan kualitas diri
agar menjadi yang terbaik di bidangnya, apapun agama, suku, bahasa yang
dimilikinya.
Selain
terlibat dalam pembangunan vihara-vihara besar yang tersebar di Indonesia,
Bhikkhu Uttamo yang terkenal sebagai Bhikkhu Pembangunan Vihara ini juga sangat
memperhatikan kesejahteraan serta kenyamanan beribadah para umat Buddha di
desa-desa sekelilingnya. Telah lebih dari 20 (dua puluh) vihara di desa-desa
Jawa Timur mendapat perhatian dan binaan beliau. Beliau berpendapat bahwa para
umat Buddha di desa sesungguhnya merupakan basis umat Buddha yang layak
mendapatkan perhatian dan pembinaan yang baik. Mereka tulus dan mempunyai
keyakinan penuh pada Ajaran Sang Buddha. Dalam prakteknya, banyak diantara
mereka yang mengadakan puja bakti tiga kali dalam seminggu.
Dari
pengalaman membina para umat Buddha, Bhikkhu Uttamo menyadari adanya banyak
kekurangan pembina apabila dibandingkan dengan jumlah umat Buddha yang banyak
tersebar di berbagai penjuru tanah air. Untuk mengatasi kekurangan pembina dan
juga penceramah Dhamma, beliau berusaha merekam ceramah-ceramah beliau sendiri
di berbagai tempat untuk dijadikan kaset, CD, CD MP3, VCD maupun DVD. Dengan
demikian, para umat yang kurang terbina dapat mempelajari Dhamma di rumah
melalui berbagai media komunikasi tersebut. Sedikit demi sedikit koleksi
ceramah beliau bertambah banyak. Saat ini, banyak orang menyebutkan bahwa
koleksi ceramah beliau dalam berbagai bentuk media ini telah menjadi koleksi
terbanyak yang dapat dijumpai umat Buddha di Indonesia. Ternyata, langkah
terobosan yang dilakukan beliau ini mampu memberikan manfaat untuk banyak pihak,
bahkan bagi non Buddhis sekalipun. Mereka sekarang lebih banyak kesempatan
untuk mengenal, mempelajari, serta melaksanakan Buddha Dhamma secara sederhana
dan mudah dicerna.
Atas prakarsa
serta dukungan beliau pula, ditambah dengan narasumber yang handal yaitu Yang
Mulia Bhikkhu Sri Pannyavaro Marathera, untuk pertama kalinya umat Buddha Indonesia
mempunyai sebuah tim dokumenter sejarah perkembangan Agama Buddha di tanah air
tercinta ini. Film dengan format DVD dua bahasa yaitu Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris ini menggali
banyak makna yang tersirat dan peninggalan
sejarah candi-candi Buddhis di Jawa Tengah dan Jawa Timur. DVD yang mudah diperoleh di berbagai toko CD/VCD/DVD di
banyak kota itu berjudul "PERMATA YANG
TERLUPAKAN, Candi-candi Buddhis di Jawa" yang diterjemahkan ke dalam
bahasa Inggris sebagai "THE FORGOTTEN JEWEL, Buddhist Temple
in Java".
Dalam
upaya membina para umat dan simpatisan
Buddhis yang ada di berbagai penjuru dunia, maka beliau juga membangun sebuah
website Buddhis bernama Samaggi Phala (http://www.samaggi-phala.or.id). Situs
Buddhis ini berisikan berbagai informasi Dhamma khususnya Tipitaka dalam bahasa
Indonesia .
Bahkan, karena sedemikian banyak koleksi Tipitaka yang ada di Samaggi Phala,
website ini sering juga dianggap sebagai website Buddhis dengan koleksi
Tipitaka bahasa Indonesia yang terbanyak. Melalui website inilah beliau banyak
membantu para umat serta simpatisan Buddhis di seluruh penjuru dunia untuk
lebih mengenal Dhamma secara sederhana sehingga dapat dengan mudah dilaksanakan
dalam kehidupan sehari-hari.
Akhirnya,
untuk bertemu dan berkomunikasi dengan beliau, selain melalui website Samaggi
Phala, para umat dan simpatisan Buddhis dapat berkunjung ke : Panti Semedi
Balerejo, Ds. Balerejo, Kecamatan Wlingi, Kabupaten Blitar, Jawa Timur. Atau,
silahkan datang ke Vihara Samaggi Jaya, Jl. Slamet Riyadi 21, Blitar, Jawa
Timur. Phone : 0342-802616. Atau melalui email dengan alamat : samaggi_jaya@ yahoo.com
TANYA JAWAB DENGAN
BHIKKHU UTTAMO
Dari: Kriswanto, Jakarta Barat
Namo Buddhaya Bhante, saya
hendak bertanya, Saya sudah pernah membaca di Budhist Online tentang anatta,
tidak ada obyek yang kekal fisik maupun batin. Tapi masih ada yang bingung.
Pertanyaan saya:
1) Jika tidak ada obyek
batin yang kekal maka apakah yang dilahirkan pada paticca samupada? Kenapa orang-orang
tertentu dapat melihat kelahiran yang lampau baik diri sendiri dan orang lain?
Padahal obyek inti batin itu lenyap tidak kekal.
2) Bagaimana aplikasi
anatta sehari-hari?
3) Bagaimana patokan dalam
mengukur kadar pengertian anatta seseorang dan diri sendiri?
Sukhi Hottu
Terima kasih.
Jawaban:
1. Lahir batin suatu makhluk
memang tidaklah kekal. Lahir batin selalu berubah SETIAP SAAT. Badan akan
selalu bertambah usianya; perasaan, pikiran, ingatan dan kesadaran juga selalu
berubah, berproses. Seseorang menjadi orang yang sama sekaligus berbeda dengan
dirinya beberapa tahun sebelumnya. la memiliki kesamaan nama dan beberapa ciri
lainnya, namun ia juga mempunyai perbedaan usia maupun cara berpikirnya. la
telah berproses. Hal ini dapat disamakan dengan sungai yang mengalir. Sungai
itu walaupun masih bernama sama untuk waktu yang sangat lama, namun . sungai
itu selalu berubah setiap saat, air yang mengalir selalu berganti sepanjang
waktu.
Ketika seseorang terlahirkan kembali, maka sesungguhnya ia bukan
sama persis dengan dirinya di kehidupan yang sebelumnya, namun ia juga bukan
orang yang berbeda sama sekali. la telah berproses. Kematian telah menjadikan
fisik suatu makhluk di kehidupan yang sebelumnya menjadi rusak dan hancur, akan
tetapi batin yang masih belum mencapai kesucian akan terkondisi untuk lahir
kembali. Apabila batin tersebut telah terbebas dari ketamakan, kebencian dan kegelapan
batin, maka ia sudah tidak akan terlahirkan kembali. Inilah salah satu bukti
bahwa badan dan batin suatu makhluk tidaklah kekal. Kemampuan seseorang untuk
melihat kehidupan yang lampau baik untuk diri sendiri maupun orang lain
bukanlah menjadi suatu tanda adanya kekekalan. Hal ini sama dengan orang yang
memiliki kemampuan untuk mengingat beberapa kejadian pada dirinya dan
keluarganya selama beberapa hari yang lalu. la mampu mengingat, namun ia sudah
tidak akan mampu lagi untuk kembali ke waktu yang lalu. Ia juga bukan orang
yang sama dengan ia yang waktu itu. Ia telah bertambah usianya. la telah berubah
cara berpikirnya dan berbagai kualitas diri lainnya. la telah berproses, bukan
menjadi orang yang sama persis, namun juga bukan menjadi orang yang berbeda
total. Apabila kemampuan mengingat kejadian di waktu yang kemarin itu dapat
terus dikembangkan, maka ia akan memiliki kemampuan untuk mengingat kehidupan
lampau. Akan tetapi, semuanya hanya terbatas pada ingatan, kenangan, bukan pada
kenyataan. Padahal, ingatan juga bisa berubah, karena sekarang ingat, belum
tentu pada di kemudian hari, ia masih ingat hal itu. la akan selalu berproses.
2. Dalam kehidupan sehari-hari, pengertian anatta ini akan
meningkatkan pemahaman seseorang pada hakekat sesungguhnya dari segala sesuatu
yang ada dalam dirinya maupun lingkungannya. la akan selalu menyadari bahwa
dirinya dan juga lingkungannya hanyalah suatu proses berkelanjutan. Dirinya
yang sekarang hanyalah kelanjutan proses dari yang kemarin, dan dirinya yang
sekarang akan berproses untuk yang akan datang. Proses ini terjadi SETIAP SAAT.
Ketika ia telah mencapai kesadaran seperti ini, batinnya menjadi seimbang. la
menjadi bahagia. la terbebas dari ketamakan, kebencian dan kegelapan batin. la
terbebas dari kemelekatan. la tidak akan merasa gelisah lagi, karena ia sadar
sempurna bahwa ia yang sekarang telah berbeda dengan ia yang sebelumnya maupun
, yang akan datang. Hidup yang sesungguhnya adalah saat ini
3. Anatta yang tidak dapat
dipisahkan dengan anicca dan dukkha adalah merupakan pengertian dasar agar
seseorang mencapai kesucian. Oleh karena itu, semakin seseorang mengerti
Anicca, Dukkha dan Anatta maka semakin berkurang pula tingkat kemelekatannya
kepada segala sesuatu. Batinnya akan semakin tenang dan bahagia Bahkan,
pengertian yang maksimal akan Anicca, Dukkha dan Anatta akan membuat seseorang
mencapai kesucian.
Semoga
dengan keterangan ini akan memberikan manfaat dan kebahagiaan.
Semoga
selalu berbahagia.
|
JADWAL KEGIATAN RUTIN
METTA VIHARA TEGAL
JADWAL PUJA BAKTI
Puja Bakti Umum Minggu Pagi : Pk. 07.30 WIB - 09.00 WIB
Puja Bakti Sekolah Minggu :
Pk. 09.30 WIB - 11.00 WIB
Puja Bakti Remaja Hari Sabtu : Pk. 18.30 WIB - 19.30 WIB
Puja Bakti
Uposatha : Setiap tanggal 1, 15, Penanggalan Lunar
Jam
19.30 WIB - 21.00 WIB
Kitab
Suci Agama Buddha
bagian
dari
Khuddaka
Nikaya, Sutta Pitaka
Judul asli:
The Sutta-Nipata
Translated
from The Pali
by H.
Saddatissa
BAB I
BAB TENTANG ULAR
1. URAGA SUTTA
Kulit
Ular
Bhikkhu yang membuang semua
nafsu manusiawi bagaikan ular yang mengelupaskan kulitnya
1 Bila seorang bhikkhu membuang kemarahan segera setelah kemarahan
muncul, seperti penawar racun yang diberikan tepat waktunya untuk melawan racun
ular yang masuk ke dalam tubuh, bhikkhu itu terbebas dari Proses Tumimbal
Lahir bagaikan ular yang mengelupaskan kulitnya yang sudah tua dan usang. (1)
2 Dia
yang telah sepenuhnya menghancurkan nafsu seperti halnya orang memotong bunga
teratai di danau, bhikkhu itu ... (2)
3 Dia
yang telah sepenuhnya menghancurkan nafsu keinginan bagaikan mengeringkan
sungai yang dahulunya berarus deras .... (3)
4 Dia yang telah sepenuhnya menghancurkan kesombongan bagaikan
jembatan ilalang rapuh dihanyutkan oleh banjir deras ... (4)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar