Sabtu, 24 Agustus 2013

BRIVI MEI 2012

           
Tegal, 24 Mei 2012                                                                                                  
No : 57, Tahun Keenam
 

Penasehat                    :    Ketua Yayasan Metta Jaya
Penanggung Jawab     :    Ketua Dayakasabha Metta Vihara Tegal
Pimpinan Redaksi       :    Ibu Tjutisari
Redaksi Pelaksana      :    1.     Ibu Pranoto                 4.     Liliyani
                                                        2.     Suriya Dhammo           5.     Metta Kurniyawati
                                                        3.     Ade Kristanto             
Alamat Redaksi           :    Metta Vihara
                                                        Jl. Udang No. 8 Tegal Telp. (0283) 323570
BCA No Rek : 0479073688  an. YUNINGSIH ASTUTI - TUSITA WIJAYA


DHAMMAPADA ATTAKHATA
Bab I - Syair 6
Sebagian besar orang tidak mengetahui bahwa dalam pertengkaran mereka akan binasa; teta­pi mereka yang dapat menyadari kebenaran ini segera mengakhiri semua pertengkaran.
     
Kisah Pertengkaran di Kosambi
Suatu waktu, bhikkhu-bhikkhu Kosambi terbentuk menjadi dua kelompok. Kelompok yang satu pengikut guru ahli vinaya, sedang kelompok lain pengikut guru ahli Dhamma. Mereka sering berselisih paham sehingga menyebabkan pertengkaran. Mereka juga tak pernah mengacuhkan nasehat Sang Buddha. Berkali-kali Sang Buddha menasehati mereka, tetapi tak pernah berhasil, walaupun Sang Buddha juga mengetahui bahwa pada akhirnya mereka akan menyadari kesalahannya.
Maka Sang Buddha meninggalkan mereka dan menghabiskan masa vassa-Nya sendirian di hutan Rakkhita dekat Palileyyaka. Di sana Sang Buddha dibantu oleh gajah Palileyyaka.
Umat di Kosambi kecewa dengan kepergian Sang Bud­dha. Mendengar alasan kepergian Sang Buddha, mereka menolak memberikan kebutuhan hidup para bhikkhu di Ko­sambi.
Karena hampir tak ada umat yang menyokong kebu­tuhan para bhikkhu, mereka hidup menderita. Akhirnya mere­ka menyadari kesalahan mereka, dan menjadi rukun kembali seperti sebelumnya.

Namun, umat tetap tidak memperlakukan mereka sebaik seperti semula, sebelum para bhikkhu mengakui kesalahan mereka di hadapan Sang Buddha. Tetapi, Sang Buddha berada jauh dari mereka dan waktu itu masih pada pertengahan vassa. Terpaksalah para bhikkhu menghabiskan vassa mere­ka dengan mengalami banyak penderitaan.
Di akhir masa vassa, Yang Ariya Ananda bersama banyak bhikkhu lainnya pergi menemui Sang Buddha, menyampaikan pesan Anathapindika serta para umat yang memohon Sang Buddha agar pulang kembali. Demikianlah. Sang Buddha kembali ke Vlhara Jetavana di Savatthi. Di hadapan Beliau para bhikkhu berlutut dan mengakui kesalahan mereka.
Sang Buddha mengingatkan, bahwa pada suatu saat mereka semua pasti mengalami kematian, oleh karena itu mereka harus berhenti bertengkar dan jangan berlaku seolah-olah mereka tidak akan pernah mati.
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 6 berikut ini:

Sebagian besar orang tidak mengetahui bahwa dalam pertengkaran mereka akan binasa; teta­pi mereka yang dapat menyadari kebenaran ini segera mengakhiri semua pertengkaran.

Semua bhikkhu mencapai tingkat kesucian Sotapatti setelah khotbah Dhamma itu berakhir.

--- oOo ---





SEKAPUR SIRIH

Peringatan Waisak baru saja kita rayakan bersama, dengan berbagai acara, Pindapata, donor darah dan berbagai lomba, hingga kita memasuki bulan Juni gema Waisak masih kita rasakan, para Bhikkhu masih disibukkan dengan budaya Waisak dari berbagai kota di seluruh nusantara.
Redaksi meminta maaf karena ada beberapa nama yang salah dalam menulis ucapan selamat Waisak, pada edisi kali ini yang salah tulis kami muat kembali sebagai ralat. Redaksi mewakili pengurus (Dayakasabha) Metta Vihara mengucapkan Anumodana dan terima kasih kepada Bapak/Ibu/Saudara yang telah memberi ucapan selamat Waisak, semoga kebajikan yang telah Bapak/ Ibu/ Saudara lakukan dapat berbuah dalam bentuk umur panjang, sehat lahir dan batin, banyak rejeki dan bahagia bersama keluarga.
Sebulan Pendalaman Dhamma yang dimulai sejak 6 April hingga 5 Mei 2012, dilanjutkan dengan peringatan detik-detik Waisak dengan melepas burung dan lele, merupakan kebajikan yang dapat membuat diri kita dapat melepas sehingga kitapun akan dapat melepas semua beban derita dikarenakan kebencian, keserakahan dan ketidaktahuan yang akan menjerumuskan kita ke jurang penderitaan.
Melepas balon gas, sebagai simbol angan-angan kita dapat terbang membumbung tinggi dengan disertai semangat tinggi untuk meraih angan dan cita-cita. Sedang ikan lele adalah kita telah menolong / menyelamatkan makhluk hidup / ikan lele dari kekejaman manusia. Semoga segala kebajikan yang kita lakukan ini melimpah pada sanak keluarga / leluhur kita yang berada di alam menderita, agar mereka bisa turut merasakan kebahagiaan. Dengan banyak melepas maka kita akan terbiasa melepas termasuk melepas kebencian dan dendam. Kita dibenci adalah menderita tetapi tanpa kita sadari kalau kita melekat dengan kebencian. Dengan membenci orang lain, diri kita lebih menderita, karena batin kita menjadi sakit, pikiran kita terbakar api kebencian hingga menimbulkan dendam yang membara.
"Jangan karena marah dan benci mengharap orang lain celaka" dalam profil Bhikkhu Uttamo di buku "Melangkah di Keheningan" merupakan tulisan yang menarik dan dapat membuat diri kita menjadi lebih bijaksana sesuai tema Waisak dari Sangha Theravada Indonesia tahun ini yaitu "Kebijaksanaan adalah tonggak kejujuran".
Semoga semua makhluk hidup berbahagia.

--- oOo ---
Redaksi

Plaque: Keluarga
TAN TJOE SIN
TEGAL
Plaque: Keluarga
CHIN SAU SAN
Singkil - Adiwerna

Plaque: Ny. RATNA S.
Perusahaan
TAUCO RAHAYU
Jl. Raya Pantura KM 4
Padaharja Tegal
Telp. (0283) 324652
 
































Plaque: Atas lahirnya putri kedua dari
Bp. Dwi Andrian Mulyono, SH & Ibu Ivana Dewi Purnomo
Cicit dari Bp / Ibu Tan In Hwie

yang bernama :

"Gisella Cellena Cleola Andrian"
Lahir : Sabtu, 28 April 2012

Semoga menjadi anak yang baik, pandai, serta berbakti 
kepada orang tua serta selalu membawa sukacita bagi 
orang-orang di sekitarnya ...


KELUARGA BESAR
METTA VIHARA
Jl. Udang No. 8 ( (0283) 323570
Tegal - Jawa Tengah
Plaque: Atas Kelahiran 

Kerrynne Maequinna Tee

Putri dari Bapak Slamet Teos dan Ibu Linda
Cucunda Bapak / Ibu Ong Keng San
Jatibarang



KELUARGA BESAR
METTA VIHARA
Jl. Udang No. 8 ( (0283) 323570
Tegal - Jawa Tengah
 
















































Ceceran Kisah SPD

Sebulan Pendalaman Dhamma biasa disingkat dengan SPD adalah persiapan menjelang hari Waisak yang tahun ini jatuh pada 6 Mei 2012, maka SPD dilaksanakan dari 6 April sampai dengan 5 Mei 2012.
Membutuhkan persiapan yang panjang dan kesehatan yang prima untuk dapat mengikuti SPD dengan penuh, penulis tidak mampu mengikuti SPD dengan penuh dikarenakan fisiknya dikalahkan oleh penyakit flu.
Ceceran kisah diawali pada akhir tahun 2011. Panitia atau Pengurus Vihara harus berjuang telepon kian kemari untuk mendapatkan Bhikkhu dan Pandita yang dapat mengisi pesan Dhamma. Karenakan jumlah pembicara baik Bhikkhu maupun Pandita jauh lebih sedikit sehingga sulit untuk bisa mengisi SPD penuh satu bulan.
Para pembicara, khususnya Bhikkhu mondar-mandir dari satu pulau ke pulau lain di Indonesia, dari satu kota ke kota lain untuk mengisi SPD.
Ada Bhikkhu yang datang dari Samarinda, transit di Surabaya langsung ke Semarang. Panitia Metta Vihara mengirim penjemput di Bandara A Yani Semarang, mengisi di Tegal 2 hari, esoknya kembali ke Semarang terbang lagi ke Kalimantan.
Ada Bhikkhu yang datang dari Jakarta dengan kereta Argo Muria / Sindoro berangkat setelah sarapan pagi, jika kereta terlambat masuk Tegal yaitu mendekati jam 12.00 WIB maka siang itu Sang Bhikkhu tidak makan siang, karena menurut Vinaya Bhikkhu setelah tengah hari tidak boleh makan.
Apabila kamma baik kereta api masuk tepat waktu yaitu jam 11.30 WIB maka Panitia / tim penjemput harus cekatan mencari warung makan terdekat agar Bhikkhu mempunyai kesempatan makan. Bila kereta datang terlambat, Bhikkhu yang biasa makan 2 kali hanya makan sekali. Mengisi ceramah yang jelas menguras tenaga dan pikiran, para umat mendapat pengetahuan Dhamma, pembicara di depan menjelaskan sampai satu jam lebih, sebuah pekerjaan yang tidak mudah bagi kita untuk bisa menjalani kehidupan yang demikian, maka merupakan kewajiban bagi umat Buddha untuk menunjang kehidupan para Bhikkhu. Untuk mengisi kekurangan Bhikkhu dalam mengisi SPD, peran para Romo Pandita sangat dibutuhkan, namun Pandita yang memiliki kemampuan untuk berbicara di SPD juga sangat terbatas jadi sulit untuk bisa mengisi SPD dengan penuh.
Tahun ini Panitia Waisak ditunjang oleh Ketua Dayakasabha Metta Wihara Tegal, berhasil mengisi SPD 20 hari, suatu prestasi yang cukup memuaskan. Semoga pembekalan yang telah diberikan dalam SPD dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari yang akan sangat bermanfaat dalam memajukan batin kita.
Salah satu pesan dari Bhikkhu Jayamedho adalah "Kita memang berbeda tetapi kita bisa selalu bersama-sama. Kebersamaan yang membuat kita bisa menerima perbedaan". Sesuai dengan tema Waisak Sangha Theravada Indonesia adalah "Kebijaksanaan adalah tonggak kejujuran". Dengan membuat batin kita meningkat maka kita akan memperoleh kebijaksanaan, dengan kebijaksanaan kita bisa menjaga kejujuran.
Dengan bimbingan Dhamma yang kita peroleh dalam SPD semoga dapat membuat diri kita menjadi lebih bijaksana.
Semoga dengan kekuatan Buddha, Dhamma dan Sangha, dengan kekuatan Kamma baik, dapat membuat kita memiliki kesehatan yang baik, keberuntungan dan menikmati kehidupan dengan penuh kebahagiaan.
Semoga semua makhluk terbebas dari kebencian dan berbahagia selalu.

--- oOo ---
By : Suriyadhammo


Aneka kegiatan Waisak 2556 di Metta Vihara Tegal

Upacara detik-detik Waisak 2556 diawali dengan menyiram Rupang Pangeran Siddharta dengan air kembang, dilanjutkan dengan Pradaksina, yaitu penghormatan dengan mengelilingi obyek Puja, misal Stupa, Dhammasala, dll. Cara memberi penghormatan dalam agama Buddha ada 3 cara yaitu :
1.   Anjali            :   Penghormatan dengan merangkapkan kedua tangan di depan dada.
2.   Namaskara   :   bersujud dengan 5 titik menyentuh lantai (siku, lutut dan dahi).
3.   Pradaksina    :   mengelilingi obyek puja searah jarum jam dengan kedua tangan anjali, tanpa alas kaki sebanyak 3 kali.
Setelah Pradaksina umat memasuki Dhammasala melakukan puja bakti dan menyambut saat Purnama Sidhi yaitu bulan sedang bulat sempurna, saat detik-detik Waisak dengan melaksanakan meditasi.
Usai puja bakti dilanjutkan dengan acara pelepasan burung. Merupakan perbuatan baik membebaskan burung yang terkurung dalam sangkar, dengan harapan kebajikan yang telah dilakukan dapat berbuah dalam bentuk kita bisa terbebas dari penderitaan, terbebas dari kesulitan yaitu dengan melepas segala beban, persoalan kebencian dan kemelekatan. Dilanjutkan dengan melepas balon gas dengan sejuta angan kita harus berjuang untuk menggapai keinginan kita makin tinggi membubung bagai balon gas maka makin keras semangat dan perjuangan kita. Juga melepas ikan lele berarti secara langsung kita telah menyelamatkan makhluk hidup dari pembantaian oleh manusia. Dengan kebajikan yang kita lakukan terus menerus akan membuat kehidupan kita menjadi lebih berguna dan berbahagia. Juga dimeriahkan dengan lomba menyanyi karaoke yang berlangsung dengan meriah. Tanggal 13 Mei 2012 diadakan lomba memasak nasi goreng juga berlangsung dengan meriah.
Pada tanggal 20 Mei 2012 diadakan donor darah dan konsultasi kesehatan bersama dr. Damar Maskhun Rizki dari RS Mitra Keluarga. Konsultasi  gizi dengan ahli gizi dari Laboratorium Prodia Tegal.
Konsultasi gizi bekerja sama dengan Prodia Tegal, jumlah peserta 30 orang, dipandu oleh Ibu Desi dan Ibu Dinar.
Konsultasi kesehatan oleh dr. Damar M. Rizqi dari RS Mitra Keluarga Tegal, jumlah peserta 25 orang.
Donor darah bekerja sama dengan PMI cabang Tegal, terdaftar 99 orang berhasil mengumpulkan 81 kantong darah. Berikut ini adalah daftar nama pendonor darah :





1.     dr. Damar M. Rizqi
2.     Soendojo K
3.     Yanto
4.     Wiyono
5.     Tan Siauw Liong
6.     Agus Setiawan
7.     Rakhmat Wahyudi
8.     Abdul Salam
9.     Suwanto
10.  Giam Handyarta C
11.  Dewi Kartika
12.  Hendra W
13.  Heni Yulianty
14.  Riko Lilyanawati
15.  Frans Sutiono
16.  Christian Setiono
17.  Bambang Sugiarto
18.  Lie Wan Tjiap
19.  C. Denny Santoso
20.  Souw Sun Hauw
21.  Andi Saputra
22.  Lie Istanto Sulistio
23.  Melany
24.  Delvan Kurniawan
25.  Tan Yan Mei
26.  Juliawati
27.  Tedy Hartopo
28.  Yuni Pujianto
29.  Liem Tjie Kwie
30.  Sri Rahayu (Ny. Hadi)
31.  Hadi Pramana
32.  Sri Rahayu
33.  Ivana Kurniasari
34.  Aditya Hilman
35.  Gautama Gunarso
36.  Sri Pudjiati
37.  Ingdrajanti
38.  Laurencia Velawati
39.  Budiyono
40.  Sri Lestari
41.  Tan Hok Sioe
42.  Sudiarto Setiono
43.  Surya
44.  Suryani
45.  Oey Tjioe Kiang
46.  Deni Lukman
47.  Nico
48.  Adi Soenito
49.  Andi Kristiawan
50.  Rochayah
51.  Anthony Chandra
52.  Lie Fonny Yaniar
53.  Sudarma
54.  Indra Haryanto
55.  Edi Kurniawan
56.  Francis
57.  Slamet Gunawan
58.  Lie Budi Susanto
59.  Budi Utomo Agung
60.  Waskito
61.  Novi Tri Doni
62.  Henry
63.  Lie Ing Liong
64.  Slamet Muliana
65.  Rini Inggriati
66.  Tan Awan
67.  Rudy Sunarjo
68.  Budi Santoso
69.  Dessy Andika
70.  Setiowati
71.  Ayung
72.  Sugiati
73.  Mega Aryani
74.  Tinneke
75.  Ernawati
76.  Robby Khandiawan
77.  Stanley Wijaya
78.  Yose SW
79.  Lukas Judjiantoro
80.  Lauw Budi Susanto
81.  Ika Wijayanti (Ice)


Semoga kebajikan yang telah dilakukan membuahkan umur panjang, sehat dan bahagia bersama keluarga.


Dayakasabha Metta Vihara telah menerima dana dari :


1.     Ibu Tjang Fung Tje
2.     Kel. Ong Keng San
3.     Ibu Ong Kiok In
4.     Kel. Tan Ing Hwie
5.     Ibu Tjutisari
6.     Ibu Thio Hong
7.     Ibu Oey Sian Giok
8.     Ibu Tan Swie Tin
9.     Ibu Kwee Sioe Mey
10.  Ibu Oey Gwat In
11.  Ibu Liem Tjioe In
12.  Ibu Joe Djit Liang


Semoga kebajikan yang telah dilakukan berbuah umur panjang, sehat dan berbahagia bersama keluarga.



Membuka Pintu Hati

Dua Bata Jelek

Setelah Kami membeli tanah untuk vihara Kami pada tahun 1983, kami jatuh bangkrut. Kami terjerat hutang. Tidak ada bangunan di atas tanah itu, pun tidak sebuah gubuk. Pada minggu-minggu pertama kami tidur di atas pintu-pintu tua yang kami beli murah dari pasar loak. Kami mengganjalnya dengan batu bata pada setiap sudutnya untuk meninggikannya dari tanah (tak ada matras tentu saja, kami kan bhikkhu hutan).
Bhikkhu kepala mendapatkan pintu yang paling bagus, pintu yang datar. Pintu saya bergelombang dengan lubang yang cukup besar di tengahnya, di mana dulunya tempat pegangan pintu. Saya senang karena gagang pintu itu telah dicopot, tetapi lantas jadinya ada lubang persis di tengah-tengah ranjang pintu saya. Saya melucu dengan mengatakan bahwa sekarang saya tak perlu bangkit dari ranjang jika ingin pergi ke toilet! Kenyataannya, bagaimanapun juga, angin masuk melalui lubang itu. Saya jadi tak bisa tidur nyenyak selama malam-malam itu.
Kami hanyalah bhikkhu-bhikkhu miskin yang memerlukan sebuah bangunan. Kami tak mampu membayar tukang — bahan-bahan bangunannya saja sudah cukup mahal. Jadi saya harus belajar cara bertukang: bagaimana mempersiapkan pondasi, menyemen dan memasang batu bata, mendirikan atap, memasang pipa-pipa — pokoknya semua. Saya adalah seorang fisikawan teoritis dan guru SMU sebelum menjadi bhikkhu, tidak cukup terampil bertukang, bahkan saya menjuluki tim saya sebagai BBC (Buddhist Building Company). Akan tetapi, pada saat memulainya, hal itu sangatlah sulit.
Kelihatannya gampang membuat tembok dengan batu bata: tinggal tuangkan seonggok semen, sedikit ketok sana, sedikit ketok sini. Ketika saya mulai memasang batu bata, saya ketok satu sisi untuk meratakannya, sisi lainnya jadi naik. Lalu saya ratakan sisi itu, batu batanya jadi melenceng. Setelah saya ratakan kembali, sisi yang pertama jadi terangkat lagi. Coba saja sendiri!
Sebagai seorang bhikkhu, saya memiliki kesabaran dan waktu sebanyak yang saya perlukan. Saya pastikan setiap batu bata terpasang sempurna, tak peduli berapa lama jadinya. Akhirnya saya menyelesaikan tembok batu bata saya yang pertama dan berdiri di baliknya untuk mengagumi hasil karya saya. Saat itulah saya memperhatikannya, oh, tidak! saya telah keliru menyusun dua batu bata. Semua batu bata lain sudah lurus, tetapi dua batu bata tersebut tampak miring. Mereka terlihat jelek sekali. Mereka merusak keseluruhan tembok. Mereka meruntuhkannya.
Saat itu, semennya sudah terlanjur terlalu keras untuk mencabut dua batu bata itu, jadi saya bertanya kepada kepala vihara apakah saya boleh membongkar tembok itu dan membangun kembali tembok yang baru, atau kalau perlu, meledakkannya sekalian. Saya telah membuat kesalahan dan saya menjadi gundah gulana. Kepala vihara bilang tak perlu, biarkan saja temboknya seperti itu.
Ketika saya membawa para tamu pertama berkunjung keliling vihara setengah jadi kami, saya selalu menghindari membawa mereka melewati tembok bata yang saya buat. Saya tak suka jika ada orang yang melihatnya. Lalu suatu hari, kira-kira 3-4 bulan setelah saya membangun tembok itu, saya berjalan dengan seorang pengunjung dan dia melihatnya.
"Itu sebuah tembok yang indah," ia berkomentar dengan santainya.
"Pak," saya menjawab dengan terkejut, "apakah kacamata Anda tertinggal di mobil? Apakah penglihatan Anda sedang terganggu? Tidakkah Anda melihat dua batu bata jelek yang merusak keseluruhan tembok itu?"
Ucapan dia selanjutnya telah mengubah keseluruhan pandangan saya terhadap tembok itu, berkaitan dengan diri saya sendiri dan banyak aspek lainnya dalam kehidupan. Dia berkata, "Ya, saya dapat melihat dua bata jelek itu, tetapi saya juga dapat melihat 998 batu bata yang bagus."
Saya tertegun. Untuk pertama kalinya dalam lebih dari tiga bulan, saya mampu melihat batu bata-batu bata lainnya selain dua bata jelek itu. Di atas, di bawah, sebelah kiri, dan sebelah kanan dari dua batu bata jelek itu adalah batu bata-batu bata yang bagus, batu bata yang sempurna. Lebih dari itu, jumlah bata yang terpasang sempurna, jauh lebih banyak daripada dua bata jelek itu. Sebelumnya mata saya hanya terpusat pada dua kesalahan yang telah saya perbuat; saya terbutakan akan hal-hal lainnya. Itulah sebabnya saya tak tahan melihat tembok itu atau tak rela membiarkan orang lain melihatnya juga. Itulah sebabnya saya ingin menghancurkannya. Sekarang saya dapat melihat-batu bata-batu bata yang bagus, tembok itu jadi tampak tak .terlalu buruk lagi. Itu menjadi, seperti yang dikatakan pengunjung itu, "Sebuah tembok yang indah. Tembok itu masih tetap berdiri sampai sekarang, setelah dua puluh tahun, tetapi saya sudah lupa persisnya di mana dua bata jelek itu berada. Saya" benar-benar tak dapat melihat kesalahan itu lagi.
Berapa banyak orang yang memutuskan hubungan atau bercerai karena semua yang mereka lihat dari diri pasangannya adalah "dua bata jelek"? Berapa banyak di antara kita yang menjadi depresi atau bahkan ingin bunuh diri, karena semua yang kita lihat dalam diri kita hanyalah "dua bata jelek"? Pada kenyataannya, ada banyak, jauh lebih banyak batu bata yang bagus di atas, di bawah, ke kiri, dan ke kanan dari yang jelek tetapi pada saat itu kita tak dapat melihatnya. Malahan, setiap kali kita melihat, mata kita hanya terfokus pada kekeliruan yang kita perbuat. Semua yang kita lihat adalah kesalahan, dan kita mengira hanya ada kekeliruan semata, karenanya kita ingin menghancurkannya. Dan terkadang, sayangnya, kita benar-benar menghancurkan sebuah "tembok yang indah".
Kita semua memiliki "dua bata jelek", tetapi bata yang baik di dalam diri kita masing-masing, jauh lebih banyak daripada yang jelek. Begitu kita melihatnya, semua akan tampak tak begitu buruk lagi. Bukan hanya kita dapat berdamai dengan diri sendiri; termasuk dengan kesalahan-kesalahan kita, tetapi kita juga dapat menikmati hidup bersama rekan kita. Ini kabar buruk bagi pengacara urusan perceraian, tetapi kabar baik bagi Anda.
Saya telah beberapa kali menceritakan anekdot ini. Pada suatu pertemuan, seorang tukang bangunan mendatangi dan memberitahukan saya tentang rahasia profesinya.
"Kami para tukang bangunan selalu membuat kesalahan," katanya, "tetapi kami bilang ke pelanggan kami bahwa itu adalah "ciri unik" yang tiada duanya di rumah-rumah tetangga. Lalu kami menagih biaya tambahan ribuan dollar!"
Jadi, "ciri unik" di rumah Anda bisa jadi awalnya adalah suatu kesalahan. Dengan cara yang sama, apa yang Anda kira sebagai kesalahan pada diri Anda, rekan Anda, atau hidup pada umumnya, dapat menjadi sebuah "ciri unik", yang memperkaya hidup Anda di dunia ini, begitu Anda tidak lagi terfokus padanya.



AKIBAT-AKIBAT KAMMA

Ada sebuah sutta yang berjudul Cutakammavibhanga Sutta di mana seseorang bertanya pada Buddha mengapa orang-orang di dunia berbeda sebagian buruk rupa, sebagian menawan; sebagian pendek umur, yang lainnya panjang umur; dan sebagainya. Buddha berkata bahwa makhluk hidup terlahir dari kamma-nya sendiri, pemilik dari kamma-nya sendiri, dan hidup didukung oleh kamma-nya sendiri.
Buddha menjelaskan jika seseorang selalu marah, apabila dia terlahir kembali sebagai manusia, dia akan buruk rupa. Jika seseorang selalu ramah, dan tidak mudah emosi, dia akan terlahir menawan. Ini dikarenakan setiap kali kita marah, wajah kita kelihatan garang dan jelek. Apabila kita sering marah, kita membiasakan wajah kita menjadi garang dan jelek. Jadi kita terlahir buruk rupa. Seseorang lainnya yang ramah, selalu tersenyum, dan bersikap santai menangani sesuatu hal, akan memiliki wajah yang manis dan menyenangkan. Secara alamiah dia akan terlahir menawan.
Mengapa seseorang terlahir sakit-sakitan? Buddha berkata apabila  seseorang menyenangi tindakan melukai makhluk   hidup, sebagai  contohnya, memukuli pesuruhnya, atau anjing atau binatang lainnya, dan  membuat tubuh mereka kesakitan, kemudian apabila dia terlahir kembali lagi sebagai manusia, dia akan memiliki tubuh yang sakit-sakitan yang memberikannya penderitaan sebagai balasannya. Tetapi, jika anda tidak menyiksa makhluk lain, dan tidak membuat tubuh mereka kesakitan, lalu secara alamiah, ketika anda kembali lagi sebagai manusia, anda akan sehat, dan kuat.      
Jika seseorang melakukan banyak pembunuhan, sebagai contohnya, dia suka pergi berburu, dan memancing ikan - dengan kata lain, dia merasakan kenikmatan sendiri di atas nyawa makhluk hidup lain - sesuai dengan kenyataan bahwa dia menyebabkan makhluk hidup lain pendek umur, di masa mendatang dia akan memiliki usia pendek sebagai akibatnya. Anda lihat beberapa anak menderita kanker walaupun mereka sangat muda. Di sisi lain, seseorang yang tidak membunuh, dan yang mengizinkan makhluk lain panjang umur, secara alamiah akan memiliki usia panjang sebagai akibatnya.
Jika anda egois, tidak pernah berdana, tidak pernah membantu orang lain, di kehidupan mendatang, ada kemungkinan anda akan terlahir kembali dalam keluarga miskin, dan memiliki kesulitan mencari penghidupan. Tetapi, apabila anda dermawan, sangat suka membantu yang lain, ada kemungkinan anda akan terlahir kembali dalam keluarga kaya, atau jika anda memulai suatu bisnis, orang-orang akan datang dan mendukung anda, jadi anda akan menjadi kaya dengan cepat. Kadang-kadang anda dapat melihat hal ini. Terdapat dua toko yang menjual barang yang sama di jalan yang sama, tetapi yang satunya sukses, dan yang lainnya gagal.
Mengapa seseorang terlahir bodoh? Ini karena di masa lampau, walaupun dia tidak mengetahui apa yang bajik, dan yang tidak bajik, dia tidak menyempatkan diri untuk menyelidiki/meneliti. Alasan lainnya untuk kebodohan, secara jelasnya dapat dikarenakan orang tersebut minum terlalu banyak alkohol. Mengapa seseorang terlahir pandai? Pertama, jika dia tidak mengetahui sesuatu, dia menyempatkan diri untuk bertanya, dan menyelidiki/meneliti. Alasan lainnya bisa jadi dia menghindari minuman keras seperti alkohol dan obat bius, dan dia bermeditasi. Kita bermeditasi untuk mengembangkan pikiran kita, dan ini membawa kebijaksanaan kepada kita.
Mengapa sebagian orang tidak terkenal dan tidak berpengaruh, dan sebagian lainnya berpengaruh dan terkenal? Buddha berkata bahwa seseorang yang; tidak terkenal dan tidak berpengaruh adalah orang yang berhati sempit, yang selalu iri hati kepada orang lain dan sangat pendengki/pendendam. Sebaliknya, seseorang lainnya yang berbesar hati, tidak pernah iri hati terhadap orang lain, memiliki banyak itikad baik, akan terlahir berpengaruh, terkenal, dan berkuasa.
Jadi kamma dapat menjelaskan mengapa orang-orang di dunia semuanya berbeda. Sehubungan dengan kamma masa lampau, setiap dari kita datang di kehidupan mi dengan kualitas yang berbeda-beda. Tetapi, kita harus ingat bahwa kita tidak dapat menitikberatkan semuanya kepada kamma masa lampau sendiri, karena hukum kamma tidak hanya berhubungan dengan kamma masa lampau saja tetapi juga kamma pada saat sekarang ini. Jika kita katakan bahwa segala sesuatunya adalah sehubungan dengan kamma masa lampau, maka kita tidak perlu berbuat apa-apa - hanya duduk dan menunggu kamma memberikan kita segalanya. Secara nyata, anda dapat melihat jika kamma tidak bekerja seperti ini.
Kita mengambil contoh murid-murid kelas 5 yang belajar dan mencoba untuk mendapatkan sepuluh nilai A saat ujian. Mari kita mempertimbangkan tiga tipe murid. Murid yang pertama tidak bersusah-susah untuk belajar, tetapi dia berkeliling ke mana-mana untuk bersembahyang; mencoba untuk mendapatkan sepuluh A. Jadi, dapatkah dia mendapatkan sepuluh A? Tentu saja tidak karena dia tidak berusaha, yakni tidak meletakan kamma (tidak bertindak). Dia bergantungan pada kamma masa lampau saja.
Murid yang kedua belajar sangat keras, tetapi sayangnya, dia terlahir tidak begitu pandai. Dia bergadang sampai jam 12 tengah malam, tidur enam jam, dan belajar sangat keras setiap harinya. Mungkin saja dia mendapatkan dua atau tiga A, tetapi dia tidak akan mendapatkan sepuluh A karena dia tidak begitu pandai. Murid ketiga terlahir sangat pandai, dan di samping itu, dia belajar sangat keras. Dialah orang yang dapat memperoleh sepuluh A. Untuk murid kedua yang belajar sangat keras, itu adalah kamma masa sekarang. Tetapi, dia tidak mempunyai kamma masa lampau yang mendukung untuk menjadi pandai. Itulah sebabnya dia tidak berhasil. Di sisi lain, murid ketiga mempunyai pendukung dari kamma masa lampau untuk terlahir pandai, dan dia bekerja keras (kamma masa sekarang). Ketika kamma masa lampau, dan kamma masa sekarang keduanya bekerja berbarengan, kita dapat memperoleh apa yang kita inginkan.
Dikarenakan alasan inilah, Buddha berkata kita harus berusaha. Buddha berkata bahwa semua Buddha hanya membutuhkan jalan. Andalah yang harus berusaha. Oleh karenanya, kita harus memahami bahwa Dhamma hanya menuntun kita; kita harus berusaha sendiri. Untuk alasan inilah, maka orang-orang mengatakan Buddhisme itu adalah agama yang "bergantungan kepada diri sendiri".

KRITERIA UNTUK TINDAKAN

Dalam sebuah sutta (M.N. 61), Buddha menasehati kita untuk merenung terhadap kamma. Beliau berkata bahwa sebelum kita melakukan kamma apapun, kita harus merenung apakah itu akan merugikan seseorang. Apabila itu merugikan makhluk lain, atau diri kita sendiri, kita seharusnya tidak melakukannya. Tetapi, apabila itu bermanfaat bagi makhluk hidup lain, atau diri kita sendiri, maka kita seharusnya melakukannya, dan melakukannya terus menerus.
Bahkan ketika sedang melakukan kamma, Buddha berkata bahwa kita juga seharusnya merenung. Dalam proses melakukan Kamma, kita seharusnya merenung seperti demikian, "Apakah yang saya lakukan sekarang benar atau salah? Jika benar, saya akan melanjutinya. Jika salah, saya akan berhenti segera mungkin." Setelah tindakan dilakukan, kita harus kembali merenung, dan berpikir dengan cermat apa yang telah kita lakukan -kemarin, atau tiga hari yang lalu, atau seminggu yang lalu, atau sebulan yang lalu. Kita merenung apakah tindakan tersebut benar atau tidak, dan apakah kita seharusnya melakukannya atau tidak. Ketika kita merenung terhadap tindakan kita dengan cara sedemikian, kita akan menjalankan kehidupan mahir, dan kita akan menghindari diri dari penderitaan yang dapat dielakkan.
Kriteria lainnya yang baik untuk menentukan apakah kamma itu baik, dan seharusnya dilakukan atau apakah itu kamma buruk yang tidak seharusnya dilakukan, adalah, menurut Buddha, apakah kamma tersebut menuntun pada meningkatnya, atau berkurangnya keadaan mental yang bajik; ataupun berkurangnya atau meningkatnya keadaan mental yang tak bajik. Dalam diri anda maupun yang lainnya. Apabila kamma membawakan peningkatan keadaan mental yang bajik, atau pengurangan keadaan mental yang tak bajik, dalam diri orang lain atau diri kita, maka itu adalah kamma baik yang seharusnya dilakukan terus menerus.
Apa itu keadaan bajik? Keadaan bajik adalah keadaan mental yang baik, keadaan mental yang bahagia, misalnya, ketidakterikatan, itikad baik, ketenangan, dan keseimbangan batin. Keadaan mental yang bajik ini memberikan kita kedamaian, kebahagiaan.
Keadaan mental yang tidak bajik adalah keadaan yang membuat Kita : gelisah, tidak bahagia, misalnya ketamakan, kemarahan, kegelisahan, iri hati, kesombongan. Kamma buruk atau kamma tak bajik menuntun pada berkurangnya keadaan bajik atau meningkatnya keadaan tak bajik. Kita  harus menghindar dari pelaksanaan kamma jenis ini.
--- oOo ---
SEGENGGAM DAUN BODHI
Penerjemah :
Yuliana Lie Pannasiri, MBA
Andromeda Nauli, Ph.D
Penyunting :
Nana Suriya Johnny, SE
Melangkah di Keheningan

Mengenal lebih dekat Bhikkhu Uttamo
dan ajaran Agama Buddha


Filosofi :
Jangan karena marah dan benci, mengharap orang lain celaka (2)

Kata-kata yang diambil dari salah satu bait Karaniyametta Sutta dalam Paritta Suci ini telah menjadi sumber inspirasi hidup seorang Bhikkhu Uttamo.

Bhikkhu Uttamo tidak pernah merasa bosan maupun jenuh dalam menjalani kehidupannya membina diri maupun masyarakat luas. Beliau bahkan dalam sebuah kesempatan pernah menyatakan, "Menjalani hidup sebagai bhikkhu adalah merupakan kesempatan bagi saya untuk melaksanakan Buddha Dhamma secara sungguh-sungguh. Pelaksanaan Dhamma yang serius ini dimaksudkan agar saya dapat mencapai tujuan hidup yang tertinggi yaitu: hidup bahagia karena terbebas dan keserakahan, ketamakan serta kegelapan batin, baik dalam kehidupan ini maupun pada kehidupan-kehidupan yang akan datang. Apabila tujuan saya yang tertinggi tersebut masih belum tercapai, bagaimana saya harus lemah, lesu, loyo dan berhenti berusaha? Hidup adalah perjuangan, berjuanglah untuk hidup". Beliau juga menyampaikan alasan lain yang membuatnya tetap bersemangat, "Sebagai seorang bhikkhu, saya juga mempunyai kesempatan banyak untuk membagikan pengalaman serta pengetahuan saya agar dapat membahagiakan banyak orang. Kebahagiaan mereka yang mendengar uraian saya menjadi kebahagiaan bagi saya pula. Kebahagiaan mereka adalah semangat saya juga."
Sebagai seorang bhikkhu, beliau terus-menerus melatih diri dengan sangat disiplin. Berawal dari umat awam yang biasa mendapatkan dan menjalankan kehidupan dengan begitu banyak fasilitas serta kemudahan, beliau sedikit demi sedikit mengurangi fasilitas dan kemudahan tersebut. Begitupun gejolak keinginan-keinginan yang sifatnya duniawi yang dulu biasa dilakukannya, sekarang sudah banyak yang dapat dikendalikannya. Bhikkhu Uttamo secara terus menerus berusaha keras mengamati gerak-gerik pikiran sendiri. Apabila dalam pikiran mulai timbul keinginan duniawi, maka pada saat keinginan ini bisa dikenali, beliau segera berjuang untuk mengingat kembali tujuan hidup yang    hendak dicapai ketika ditabhiskan menjadi bhikkhu. Dengan cara seperti inilah berbagai gejolak keinginan yang timbul tenggelam dalam pikirannya dapat dikendalikan secara bertahap.
Pada awal menjalani kebhikkhuan, tepatnya ketika masih tinggal di vihara hutan, beliau sudah mulai melatih diri untuk hidup tanpa mengenakan alas kaki. Padahal, dikenal dengan banyaknya ular berbisa yang mudah ditemukan di berbagai tempat. Dengan tanpa alas kaki akan lebih banyak kemungkinan menginjak ular berbisa yang siap mematuk sampai seseorang meninggal dunia. Latihan yang dapat membahayakan kehidupan ini justru dijadikan sarana Bhikkhu Uttamo mengembangkan kesadaran dan perenungan akan kematian. Sebagaimana yang disabdakan oleh Sang Buddha bahwa hidup tidak pasti, kematian itulah yang pasti. Pada saat hidup di hutan dengan kemungkinan besar tewas digigit ular berbisa akan membantu seseorang untuk lebih selalu memusatkan perhatian dan kesadaran di setiap langkahnya.
Ketika kembali ke Indonesia, latihan tidak mengenakan alas kaki ini masih dilanjutkan. Namun, karena di Indonesia jarang bertemu dengan ular berbisa, maka perenungan yang dilakukannya pun berubah. "Apakah saya masih mengeluh ketika melewati tanah becek yang kotor? Apakah saya masih mudah menggerutu apabila berjalan di tempat yang panas terik?" Serta masih banyak keluhan lain yang harus dikenali dan dikuasai. Dalam pemahamannya, semua keluhan tidak akan pernah menyelesaikan masalah maupun mengubah kenyataan. Keluhan hanya bisa diatasi dengan perubahan cara berpikir untuk menerima segalanya sebagaimana adanya. Dengan demikian, semakin banyak keluhan yang dapat dikenali dan diatasi, semakin mantap pula batin beliau dalam upaya mengatasi keinginan yang timbul dari ketamakan serta kebencian beliau sendiri.
Akhirnya pada tahun ketujuh latihan ini, Bhikkhu Uttamo mulai menggunakan alas kaki kembali. Penghentian latihan ini sehubungan dengan meningkatnya tugas pembinaan beliau. Di masa itu, beliau sudah banyak bertemu dan mengisi seminar dengan para pejabat di tingkat daerah, pemuka agama lain dan juga para professional dari berbagi disiplin ilmu. Timbul pemikiran beliau, dengan tidak menggunakan alas kaki, maka sebagai pemuka Agama Buddha, seorang bhikkhu akan mudah dipandang rendah atau bahkan dianggap kurang menghargai teman bicaranya. Sejak tahun 1993 sampai saat ini beliau tetap menggunakan alas kaki kemanapun beliau berjalan.
Dalam proses pembinaan umat Buddha, Bhikkhu Uttamo yang pada awalnya tinggal di Padepokan Dhammadipa Arama Malang juga membina umat Buddha di Blitar yang berjarak sekitar 80 km dari Malang. Pembinaan umat Buddha di Blitar dimulai dari Cetiya Metta Kirana atau "Sinar Cinta Kasih" yang terletak di Jl. Slamet Riyadi 21 Blitar. Cetiya yang telah berdiri sejak tahun 1972 ini dibangun oleh para umat Buddha Blitar dan juga Bapak Viriyacitra Suroto yang sekaligus sebagai pemilik tanahnya. Atas pemahaman Dhamma yang dimiliki, maka pada tahun 1989 tanah dengan bangunan vihara di atasnya diserahkan kepada Sangha Theravada Indonesia. Dalam salah satu rapat pimpinan, Sangha Theravada Indonesia menunjuk Bhikkhu Uttamo sebagai wakil Sangha untuk menerima persembahan tanah oleh Bapak Viriyacitra Suroto. Pada saat diterima Sangha, Cetiya Metta Kirana kemudian diganti namanya menjadi Vihara Samaggi Jaya, sekaligus Sangha menunjuk Bhikkhu Uttamo sebagai kepala vihara. Pada saat menerima tugas Sangha ini, beliau bertekad dan berusaha agar vihara yang dibinanya dapat lebih baik daripada sebelumnya.
Pada saat itu kondisi fisik Vihara Samaggi Jaya masih sangat sederhana. Ironinya vihara yang sudah berdiri belasan tahun itu masih saja belum diketahui keberadaannya oleh banyak umat maupun simpatisan Buddhis di kota Blitar sendiri. Oleh karena itu, setiap kali kebaktian rutin diadakan di vihara, jarang dihadiri oleh lebih dari sepuluh orang umat padahal di kota Blitar cukup banyak umat serta simpatisan Buddhis.
Namun kesulitan yang dihadapi itu menjadikan tantangan tersendiri sehingga membuat beliau lebih bersemangat untuk membina umat Buddha Blitar. Beliau berusaha mencari berbagai cara untuk memajukan sarana maupun potensi umat Buddha Blitar. Sejalan dengan bertambahnya waktu, segenap usaha beliau mulai menunjukan hasil. Tepat pada tanggal 09 September 1990, beliau mengawali pemugaran vihara. Luas vihara yang semula hanya 200 m2 dalam waktu relatif singkat, telah bertambah menjadi sekitar 3000 m2. Oleh karena itu, vihara bisa dibangun dengan baik dan layak, lengkap dengan berbagai fasilitas serta sarana penunjang lainnya, seperti Dhammasala berukuran 9 x 9 m2 dengan area Buddha bercorak Borobudur. Ruang serba guna yang sekaligus dijadikan ruang perpustakaan. Tempat tinggal bhikkhu serta tempat tamu menginap. Selain itu juga dibangun perkantoran bersama untuk organisasi-organisasi yang tergabung dalam Keluarga Besar Theravada Indonesia di tingkat Kotamadya maupun Kabupaten Blitar. Organisasi Buddhis itu adalah Majelis Agama Buddha Theravada Indonesia (MAGABUDHI), Wanita Theravada Indonesia (WANDANI) dan Pemuda Theravada Indonesia (PATRIA). Selain perkantoran juga dibangun sebuah aula terbuka yang cukup luas, sehingga apabila diadakan perayaan besar Agama Buddha, seperti Waisak ataupun Kathina, aula itu dapat memuat ribuan umat serta simpatisan Buddhis yang datang dari berbagai penjuru tanah air.
Akhirnya satu tahun kemudian tepatnya pada tanggal 09 September 1991 pemugaran dan pembangunan Vihara Samaggi Jaya telah selesai dan diresmikan oleh Bapak Walikota Kotamadya Blitar yang hadir mewakili Gubernur Jawa Timur. Dalam acara itu, walikota atas nama Gubernur menandatangani prasasti vihara sebagai tanda diresmikannya penggunaan Vihara Samaggi Jaya. Upacara peresmian yang meriah ini juga dihadiri oleh sembilan orang bhikkhu anggota Sangha Theravada Indonesia. Salah satu acara menarik yang diselenggarakan dalam rangka peresmian vihara adalah Pameran Relik rambut Sang Buddha. Pameran barang langka yang dipinjam dari Vihara Mendut atas kebaikan hati Yang Mulia Bhikkhu Pannyavaro ini diharapkan dapat memicu tumbuhnya keyakinan para umat dan simpatisan Buddhis akan keagungan Ajaran Sang Buddha.
Sejak peresmian itulah keberadaan Vihara Samaggi Jaya mulai dikenal banyak orang, baik dari Blitar maupun dari luar kota Blitar bahkan dari luar negeri. Apalagi, sejak adanya kemajuan teknologi komunikasi, Bhikkhu Uttamo pada tanggal 13 November 1998 telah membangun website Buddhis bernama Samaggi Phala. Nama "Samaggi Phala" bermakna "Buah Persatuan" karena arti "Samaggi" adalah 'persatuan' dan "Phala" adalah 'buah', sehingga website Buddhis Samaggi Phala ini dimaksudkan agar dapat djadikan sarana menggalang persatuan para umat serta simpatisan Buddhis di manapun mereka berada. Melalui website ini, para umat dan simpatisan Buddhis dari berbagai penjuru dunia dapat lebih mengenal kegiatan Vihara Samaggi Jaya dan Panti Semedi Balerejo. Website ini juga dikenal sebagai salah satu website terlengkap untuk koleksi Tipitaka dalam bahasa Indonesia. Selain membangun website Buddhis yang sangat bermanfaat itu, Bhikkhu Uttamo pada tanggal 13 November 1999 juga membangun sebuah mailing list dengan nama yang sama yaitu Samaggi Phala. Mailing list yang diikuti oleh hampir seribu lima ratus anggota dari berbagai penjuru dunia ini telah menjadi tempat belajar maupun diskusi Dhamma. Bahkan, mailing list ini juga menjadi tempat untuk saling berkenalan serta menjalin keakraban di antara para anggotanya Salah satu upaya menjalin keakraban adalah dengan sering mengadakan kegiatan sosial di berbagai tempat.
Sementara itu, para umat Buddha di Blitar semakin lama semakin bertambah banyak. Para umat terdiri dari mereka yang masih kecil, remaja, muda, dewasa dan juga tua. Mereka lebih sering berkunjung untuk memanfaatkan Vihara Samaggi Jaya sebagai tempat meningkatkan kualitas pengetahuan dan pelaksanaan Buddha Dhamma. Dengan demikian, semakin banyak umat yang dapat dibina serta ditingkatkan aktifitas pelaksanaan Dhammanya. Memang, dorongan untuk melaksanakan Dhamma dalam kehidupan sehari-hari adalah tetap menjadi tujuan utama pembinaan beliau di manapun juga, khususnya Blitar.
Dalam proses membina umat Buddha di Kabupaten Blitar, Bhikkhu Uttamo juga berkunjung dan berjumpa dengan para umat Buddha di desa Balerejo, Kecamatan Wlingi. Sebuah tempat yang cukup banyak terdapat umat Buddha namun mereka sudah lama tidak pernah bertemu dengan bhikkhu. Pada saat membina di sana, Bhikkhu Uttamo tertarik dengan sebuah bukit gersang yang dikelilingi dengan jurang dalam. Dengan berbagai usaha, akhirnya bukit seluas 850 M2 itu dapat dibeli pada tahun 1998. Sejak ada bukit tersebut beliau mulai sering datang dan tinggal di bukit gersang yang sangat sunyi itu.
Agar dapat ditinggali, beliau mulai membangun gua meditasi di bukit tersebut. Dalam gua itu, beliau meletakkan sebuah peti mati sebagai tempat tidurnya. Kebiasaan tidur dalam peti mati ini tentu bukan untuk melatih ilmu mistik maupun gaib. Kebiasaan yang agak aneh ini sesungguhnya beliau jadikan sarana meningkatkan perenungan akan kenyataan hidup. Hidup seseorang yang penuh dengan keinginan, ternyata pada saat ia tidur, ia sudah tidak ingat lagi pada segala keinginan yang ia miliki di saat ia tidak tidur. Kondisi inilah yang dimengerti oleh Bhikkhu Uttamo bahwa tidur sesungguhnya dapat disamakan dengan kematian singkat, sedangkan kematian adalah tidur panjang dengan menggunakan badan yang sekarang. Namun, kematian akan dibarengi dengan bangun di tempat lain mempergunakan badan yang berbeda. Proses ini disebut dengan kelahiran kembali. Oleh karena itu, ketika seseorang sedang terjaga atau tidak tidur, ia hendaknya dapat memanfaatkan waktu hidupnya secara maksimal agar di saat ia tidur atau bahkan meninggal nanti, ia sudah dapat memetik manfaat untuk perbaikan kualitas batinnya serta meninggalkan banyak kesan baik pada orang di sekitarnya. Perenungan inilah yang kemudian dijadikan pembangkit semangat Bhikkhu Uttamo dalam menempa batin sendiri maupun meningkatkan kualitas pemahaman Dhamma kepada para umat dan simpatisan Buddhis yang dijumpainya.
Dengan pemahaman bahwa kematian bisa terjadi setiap saat seperti halnya orang yang tidur lelap, maka tentunya akan timbul pemahaman dan kebijaksanaan bahwa dalam kehidupan ini seseorang hendaknya tidak lagi memelihara kebencian. Ketika seseorang meninggal dengan kebenciannya, maka ia dengan mudah akan terlahir di alarm menderita. la hendaknya mulai melatih mengendalikan kebenciannya sejak ia masih sehat. Justru dari sinilah kemudian Bhikkhu Uttamo mempunyai prinsip hidup "Jangan karena marah dan benci mengharap orang lain celaka".
Bantuan untuk seseorang agar lebih mampu hidup tanpa membenci ini dapat dijumpai di salah satu perlengkapan ruangan. Hal ini dimungkinkan karena hampir di setiap sudut dan detail Panti Semedi Balerejo dirancang dengan pemikiran yang mendalam sebagai bahan perenungan untuk mereka yang telah terbuka batinnya. Alat bantu kesadaran ini berupa sebuah jam dinding di ruang makan di Gedung Teratai. Bila diperhatikan dengan baik, jam dinding ini ternyata berputar ke kiri, kebalikan dari kebiasaan putaran jam yang ke kanan. Mengenai hal ini, Bhikkhu Uttamo menerangkan bahwa pada awalnya, seseorang mungkin sering salah membaca jam terbalik tersebut, namun lama kelamaan orang tidak akan menjumpai kesulitan lagi untuk memanfaatkan jam itu. Dalam hal ini, jam yang dilihat tidak pernah berubah kondisinya, namun pola pikir mereka yang melihatlah yang berubah. Perubahan pola pikir inilah yang menyebabkan seseorang mampu membaca dan memanfaatkan jam dinding tersebut. Kondisi ini juga sama dengan ketika seseorang melihat kehidupan, demikian kata beliau.
Banyak hal dalam kenyataan yang sering berbeda dengan harapan atau keinginan seseorang. Namun, seseorang tidak akan pernah mampu mengubah kenyataan. Seseorang hanya mampu mengubah pola pikir agar ia dapat menyesuaikan diri dengan kenyataan yang ada. Semakin seseorang mampu menyesuaikan keinginan dengan kenyataan, semakin berbahagia dan tenang pula kehidupannya. Berangkat dari pengertian inilah maka beliau mempunyai pengertian bahwa apabila seseorang telah menjengkelkan diri kita, maka hal yang terpenting adalah berusaha menerima kenyataan bahwa orang tersebut memang mempunyai perilaku demikian. Dengan mampu mengubah pola pikir agar dapat menerima kenyataan sepahit apapun juga, maka seseorang akan mampu menghindari kebencian. Pemikiran inilah yang lebih memperkuat semboyan hidup beliau, 'Jangan karena marah dan benci mengharap orang lain celaka". Harapan yang buruk kepada pihak lain sesungguhnya timbul karena ketidaksiapan seseorang menghadapi kenyataan yang berbeda dengan keinginan. Sesuaikanlah keinginan, kendalikan pikiran, maka kenyataan akan dapat diterima dengan baik. Sama halnya dengan jam terbalik yang akhirnya dapat bermanfaat tanpa harus berusaha mengubah kenyataan atau mengubah arah jarum jam agar sesuai dengan keinginan sendiri. (Bersambung)

TANYA JAWAB DENGAN BHIKKHU UTTAMO

Dari: Chien, Medan.
Apa arti agama itu?
Apa benar agama dapat menentramkan hati?
Mengapa Agama Buddha mengharuskan kita untuk bermeditasi? Terimakasih

Jawaban:
Istilah 'agama' adalah berasal dari bahasa Sanskerta yang artinya 'keranjang'.
Istilah 'agama' ini setara dengan istilah 'Nikaya' dalam bahasa Pali.
Dalam Sutta Pitaka dikenal berisikan lima bagian atau Nikaya yaitu Digha Nikaya, Majjhima Nikaya, Samyutta Nikaya, Anguttara Nikaya dan Khuddaka Nikaya.
Sedangkan dalam pengertian sehari-hari, istilah 'agama' khususnya bila dibicarakan tentang Agama Buddha bermakna Ajaran Sang Buddha yang berisikan sistematika Pelaksanaan Jalan Mulia Berunsur Delapan ditambah dengan berbagai tradisi yang berkembang dalam masyarakat tempat Ajaran Sang Buddha tersebut dilaksanakan.
Adapun ketentraman sebenarnya bukan hanya ditimbulkan dari keberadaan suatu agama, melainkan dari cara berpikir seseorang yang benar terhadap kenyataan hidupnya. Seseorang akan menjadi tentram batinnya apabila ia selalu dapat mengendalikan keinginannya agar sesuai dengan kenyataan hidup. Semakin besar jarak antara keinginan dan kenyataan, semakin gelisah pula batin orang yang mengalaminya.
Untuk mendapatkan ketrampilan mengubah keinginan tersebut, agama Buddha memberikan sistematika berpikir yang mengkondisikan timbulnya ketentraman dalam diri pemeluknya.
Namun, agama Buddha hanyalah sebagai pedoman, sehingga umat Buddha sendirilah yang seharusnya melaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan demikian, agama Buddha hanyalah sebuah rakit yang harus dipergunakan untuk mencapai kebahagiaan. Sebaliknya, apabila setelah mengikuti agama Buddha, seseorang justru merasakan kegelisahan dan ketidaktentraman dalam hidupnya, timbul iri hati, kemarahan dsb., maka semua ini terjadi bukan karena kesalahan agama yang dianutnya, melainkan CARA KELIRU seseorang dalam memandang dan mengartikan agama yang dianutnya.
Seperti yang telah disampaikan di atas, bahwa Agama Buddha berisikan sistematika pelaksanaan Jalan Mulia Berunsur Delapan, dan salah satu dari kedelapan unsur itu adalah meditasi. Meditasi adalah usaha seseorang untuk mengenali dan mengamati cara berpikirnya sendiri. Dengan pengamatan yang tekun maka seseorang akan dapat menyadari bahwa sumber ketidaktentraman itu adalah dari pikirannya sendiri. Pikiran mempunyai keinginan yang tidak sesuai dengan kenyataan. Apabila ia telah menyadari hal ini, ia akan memperbaiki dan menyesuaikan keinginannya dengan kenyataan. Keberhasilan usahanya ini akan menimbulkan kedamaian, ketenangan dan ketentraman. Oleh karena itu, meditasi benar sesuai dengan Jalan Mulia Berunsur Delapan tidak bisa dilepaskan dari jalan hidup seorang umat Buddha.
Semoga penjelasan ini dapat memberikan manfaat dan kebahagiaan.

JADWAL KEGIATAN RUTIN
METTA VIHARA TEGAL
JADWAL PUJA BAKTI
Puja Bakti Umum Minggu Pagi       :   Pk. 07.30 WIB - 09.00 WIB
Puja Bakti Sekolah Minggu            :   Pk. 09.30 WIB - 11.00 WIB
Puja Bakti Remaja Hari Sabtu        :   Pk. 18.30 WIB - 19.30 WIB
Puja Bakti Uposatha                     :   Setiap tanggal 1, 15, Penanggalan Lunar
                                                      Jam 19.30 WIB - 21.00 WIB
Kitab Suci Agama Buddha bagian dari
Khuddaka Nikaya, Sutta Pitaka
Judul asli : The Sutta-Nipata
Translated from The Pali by H. Saddatissa
BAB I
BAB TENTANG ULAR
1.  URAGA SUTTA
Kulit Ular
Bhikkhu yang membuang semua nafsu manusiawi bagaikan ular yang mengelupaskan kulitnya
13   Dia yang tidak gelisah serta tidak malas, dan tahu bahwa segalanya adalah tanpa inti, yang telah terbebas dari kebodohan batin       (13)
14   Dia yang tidak memiliki kecenderungan tak-sehat apa pun dan telah sepenuhnya menghancurkan akar-akar kejahatan     (14)
15   Dia yang tidak memiliki kecemasan apa pun yang merupakan penyebab masuknya ke dunia ini .................. (15)
16   Dia yang tidak memiliki nafsu keinginan apa pun yang menyebabkan kemelekatan terhadap dumadi ............. (16)
17   Dia yang telah menghilangkan lima penghalang, yang telah terbebas dari kebingungan karena telah mengatasi keraguan dan kesedihan           (17)
Catatan
1   Setiap bait berakhir dengan pengulangan: 'bhikkhu itu terbebas dari Proses Tumimbal Lahir bagaikan ular yang mengelupaskan kulitnya yang sudah tua dan usang.'
2   Bagian kedua dari bait teks itu muncul sebagai saritam sighasaram visosayitva, sedangkan Kitab Komentar menyatakan: saritam gatam pavattam, sighasaram, sighagaminim, saritam sighasaram pi tanham.
Yang belakangan itu berarti 'nafsu keinginan yang mengalir dengan cepat. Dalam bait-bait serupa, perumpamaan kedua dan keempat diberikan di bagian kedua. Karena itu di dalam analogi dua bait ini saya merasa bahwa kata-katanya telah diubah, bahkan pada masa Kitab Komentar. Pada hemat saya, yang benar seharusnya berbunyi saritam sighasaram va sasayitva. Karena itulah saya telah menerjemahkannya sesuai dengan itu.

3   Nafsu indria, keinginan jahat, kemalasan fisik dan mental, kegelisahan dan kecemasan, skeptisisme.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar