Selasa, 17 September 2013

BRIVI MEI 2013

SEKAPUR SIRIH

Edisi Brivi ke 69 adalah Edisi Waisak. Metta Vihara Tegal mengadakan sebulan Pendalaman Dhamma dengan diadakan Dhamma Class dari 24 April 2013 sampai 24 Mei 2013. Dengan harapan dapat meningkatkan pengetahuan Dhamma dan menerapkan dalam kehidupan sehari-hari sehingga dapat membawa kemajuan batin kita.
Dhammapada Atthakhata Bab II Syair 25 menguraikan semangat yang tinggi dalam pengendalian diri akan membuat diri kita menjadi terlindung dengan aman.
Aneka peristiwa di Metta Vihara Tegal mewartakan seputar sebulan Pendalaman Dhamma.
Garam dan Telaga adalah suatu kisah yang dapat menjadi inspirasi dalam kehidupan kita. Artikel kali ini dengan judul “Sikap Seorang Umat” tulisan YM. Bhikkhu Sri Pannavaro Mahathera sangat menarik untuk disimak.
Ajahn Brahm memasuki tema : Rasa Takut dan Rasa Sakit, dengan judul “Meramal Masa Depan”. Segenggam Daun Bodhi kumpulan tulisan Bhikkhu Dhammavudho Mahathera dengan judul “Melepas Keduniawian”. PP. Magabudhi menyelenggarakan Upgrading Pandita di Pusdiklat Buddhis Sikkhadama Santibhumi pada tanggal 23 – 25 Desember 2012. Belajar melepas keakuan dengan rendah diri sangat baik untuk membantu kita dalam menggapai kebahagiaan. Jangan lewatkan “Mengapa Saya Bahagia dengan Belajar Agama Buddha”. Ada juga talk show bersama Bhikkhu Uttamo Mahathera dan Master Erwin Yap.
Redaksi Brivi mengucapkan Selamat Hari Raya Tri Suci Waisak 2557, 25 Mei 2013. Semoga kehadiran buletin kesayangan kita ini dapat menambah pengertian Dhamma yang dapat kita terapkan dalam keseharian yang akan membawa kebahagiaan bagi kita semua.
Demi kelangsungan buletin Brivi, redaksi berharap saran dan kritik yang membangun sebagai masukan yang akan menjadi bahan untuk meningkatkan kualitas Brivi.
Semoga dengan kekuatan Tiratana, Buddha, Dhamma dan Sangha kita makin maju dalam Dhamma. Senantiasa dalam keadaan sehat dan bahagia.
Semoga semua makhluk hidup berbahagia.

Redaksi


SEPUTAR SPD

Dalam menyambut peringatan detik-detik Waisak 2557 yang tepatnya pada hari Sabtu 25 Mei 2013 jam 11.24, keluarga besar Metta Vihara menyelenggarakan Sebulan Pendalaman Dhamma yang dimulai hari Rabu 24 April 2013 dengan Puja Bhakti di Ruang Penghormatan Leluhur. Jam 19.00 WIB dilanjutkan dengan Pradaksina dan Meditasi jam 19.30 WIB hingga jam 21.00 WIB upacara berlangsung lancar dan sakral.
Kamis, 25 April 2013 hari kedua SPD dengan acara Dhamma Class bersama Bhikkhu Hemadhammo dengan tema : mengapa manusia dilahirkan dengan kondisi yang berbeda-beda.
Manusia dilahirkan ada yang cantik rupawan, ada yang buruk muka, ada yang kaya, ada yang miskin. Semua itu disebabkan karena karma yang pernah dilakukan di masa lalu.
Aku adalah pemilik perbuatanku sendiri, terwarisi oleh perbuatanku sendiri, lahir dari perbuatanku sendiri, berkerabat dengan perbuatanku sendiri. Tergantung pada perbuatanku sendiri. Perbuatan apapun yang akan kulakkan baik atau buruk. Perbuatan itulah yang akan kuwarisi.
Demikian uraian yang disampaikan Bhante Hemadhammo dalam Dhamma Class di hari pertama.
Di hari kedua B. Hemadhammo menguraikan kewajiban orang tua te
rhadap anak dan kewajiban anak terhadap orang tua.
Ada 5 kewajiban orang tua terhadap anak, yaitu :
1.    Mencegah anak berbuat kejahatan dan hal-hal yang tidak baik.
2.    Menganjurkan anak berbuat baik.
3.    Memberikan pendidikan dan keterampilan kepada anak.
4.    Mencarikan jodoh yang sesuai.
5.    Memberi warisan pada saat yang tepat.
Ada 5 kewajiban anak terhadap orang tua, yaitu :
1.    Merawat orang tua.
2.    Menunjang orang tua.
3.    Menjaga nama baik keluarga.
4.    Menjaga warisan orang tua.
5.    Melakukan patidana atau pelimpahan jasa bagi yang orang tuanya sudah meninggal.
SPD di hari ke-4 Sabtu, 27 April 2013 Dhamma Class bersama Pandita Dharmanadi Chandra, SE dengan tema “Indahnya Hidup Sadar” melangkah saat ini menuju hidup bahagia. Menguraikan syair-syair Dhammapada antara lain :
Appamada Vagga II-27
Jangan terhanyut dalam kelengahan, jangan melekat pada kenikmatan indria, orang yang sadar dan selalu waspada akan memperoleh kebahagiaan yang tak terbatas.
Kalau kita lengah dalam hidup ini, maka akan terjadi sesuatu pada kehidupan kita. Sadar itu :
1.   Tabah dan penuh perhatian
2.   Suci dalam setiap perbuatan
3.   Hati-hati dalam setiap tingkah laku
4.   Mengendalikan diri dengan baik.
5.   Hidup secara benar (tidak melakukan hal-hal yang tidak baik)
Maka orang yang selalu sadar ini akan maju dengan cepat.
SPD hari ke-5 Minggu, 28 April 2013 Dhamma Class bersama Pandita dr. Dharma Kumara Widya (Ketua Umum PP Magabudhi) menguraikan “Hidup sehat sesuai Buddha Dhamma”. Arogya Parama Labha artinya kesehatan adalah keuntungan yang tertinggi.
Sang Buddha mengatakan kesehatan yang baik adalah keseimbangan antara batin dan tubuh, manusia dan lingkungan.
SPD hari ke-6 Senin, 29 April 2013 Bhikkhu Khemaviro menguraikan konsep ketuhanan dalam agama Buddha berbeda dengan agama lain, karena Tuhan dalam agama Buddha adalah hukum kebenaran. Dalam kitab Udana, Tuhan adalah :
1.    Ajjatam à tidak dilahirkan
2.    Akattam à tidak menciptakan
3.    Abhutam à tidak menjelma
4.    Asankhatam à ada mutlak dan tidak berkondisi
SPD hari ke-7 Selasa, 30 April 2013 Bhikkhu Kemaviro menguraikan tiga corak umum (Tilakkhana), yaitu :
1.    Anicca     : tidak kekal
2.    Dukkha   : tidak memuaskan / menderita
3.    Anatta    : tanpa inti / kosong
Rabu, Kamis dan Jumat 1, 2, dan 3 Mei 2013 diisi dengan Puja Bhakti dan Meditasi.
Sabtu, 4 Mei 2013 Dhamma Class bersama Pandita Metta Dewi Wong, SH dengan tema “Dhamma bukan sekedar info”.






Cerita Inspiratif

"GARAM dan TELAGA"

Suatu ketika, hiduplah seorang tua yang bijak. Pada suatu pagi, datanglah seorang anak muda yang sedang dirundung banyak masalah. Langkahnya gontai dan air muka yang ruwet.
Tamu itu, memang tampak seperti orang yang tak bahagia. Tanpa membuang waktu, orang itu menceritakan semua masalahnya. Pak Tua yang bijak hanya mendengarkannya dengan seksama.
la lalu mengambil segenggam garam, dan meminta tamunya untuk mengambil segelas air. Ditaburkannya garam itu ke dalam gelas, lalu diaduknya perlahan.
"Coba, minum ini, dan katakan bagaimana rasanya..", ujar Pak tua itu.
"Asin. Asin sekali", jawab sang tamu, sambil meludah ke samping. Pak Tua itu, sedikit tersenyum.
la, lalu mengajak tamunya ini, untuk berjalan ke tepi telaga di dalam hutan dekat tempat tinggalnya. Kedua orang itu berjalan berdampingan, dan akhirnya sampailah mereka ke tepi telaga yang tenang.
Pak Tua itu, lalu kembali menaburkan segenggam garam, ke dalam telaga itu. Dengan sepotong kayu, dibuatnya gelombang mengaduk-aduk dan tercipta riak air, mengusik ketenangan telaga itu.
"Coba, ambil air dari telaga ini, dan minumlah. Saat tamu itu selesai mereguk air itu, Pak Tua berkata lagi, "Bagaimana rasanya?"
"Segar", sahut tamunya.
"Apakah kamu merasakan garam di dalam air itu?" tanya Pak Tua lagi.
"Tidak", jawab si anak muda.
Dengan bijak, Pak Tua itu menepuk-nepuk punggung si anak muda. la lalu mengajaknya duduk berhadapan, bersimpuh di samping telaga itu.
"Anak muda, dengarlah. Pahitnya kehidupan, adalah layaknya segenggam garam, tak lebih dan tak kurang. Jumlah dan rasa pahit itu adalah sama, dan memang akan tetap sama. Tapi, kepahitan yang kita rasakan, akan sangat tergantung dari wadah yang kita miliki. Kepahitan itu, akan didasarkan dari perasaan tempat kita metetakkan segalanya. Itu semua akan tergantung pada hati kita. Jadi, saat kamu merasakan kepahitan dan kegagalan dalam hidup, hanya ada satu hal yang bisa kamu lakukan. Lapangkanlah dadamu menerima semuanya. Luaskanlah hatimu untuk menampung setiap kepahitan itu."
Pak Tua itu lalu kembali memberikan nasehat. "Hatimu, adalah wadah itu. Perasaanmu adalah tempat itu. Kalbumu, adalah tempat kamu menampung segalanya. Jadi, jangan jadikan hatimu itu seperti gelas, buatlah laksana telaga yang mampu meredam setiap kepahitan itu dan merubahnya menjadi kesegaran dan kebahagiaan."
Keduanya lalu beranjak pulang. Mereka sama-sama belajar hari itu. Dan Pak Tua, si orang bijak itu, kembali menyimpan "segenggam garam", untuk anak muda yang lain, yang sering datang padanya membawa keresahan jiwa.

Semoga bermanfaat.

Dipost oleh Dwi Agnes Cecilia di Bodhi Leaf Group

Mengapa Saya Bahagia dengan Belajar Ajaran Buddha?

Buddha tidak pernah menjanjikan hal-hal indah ataupun menjanjikan aku pasti akan ke Surga / Nibbana bila percaya kepadaNya..
Buddha juga tidak pernah berkata" kalau tidak percaya Dia pasti masuk neraka."
Buddha tidak memberikan dongeng yang mengerikan atau menyenangkan supaya aku percaya dan takut terhadapNya.
Buddha tidak pernah mengatakan", Akulah yang menciptakan langit dan bumi ini"
Buddha tidak pernah menjanjikan hal-hal yang indah untuk ke depan, bahkan juga tidak bisa mensucikan org lain.
Bahkan untuk mensucikan diri sendiri pun mengandalkan kita sendiri, tapi kenapa aku masih mau mengikuti ajaranNya ?
karena Buddha, aku tahu:
-  kenapa aku menderita.
-  kenapa aku cacat.
-  kenapa aku bermuka buruk.
-  kenapa aku sakit dan pendek umur
karena Buddha, aku tahu
-  kenapa aku bahagia.
-  kenapa aku sehat, kaya
-  kenapa aku cantik, ganteng
-  kenapa aku sukses, panjang umur
Dari Buddha, aku mengerti hukum kamma (sebab dan akibat) dan 4 kesunyataan mulia, bertambah Bijaksana sehingga tidak menyalahkan siapa pun atas penderitaan dan kebahagiaan terjadi oleh suatu sebab.
Oleh Buddhalah aku diajarkan cinta kasih terhadap semua makhluk hidup apapun juga.
Jika suatu saat aku berhasil dalam melewati roda samsara ini sampai akhir hidup, Surga dipersembahkan sampai jutaan kalpa pun saya tidak mau, Yang aku inginkan hanyalah bebas dari kelahiran
Tidak ada kelahiran maka tidak ada penderitaan dan kematian..
Apa yang kita tanam itu yang kita petik, apa yang kita lakukan itu yang kita dapatkan(kamma),
Itu ajaran yang diajarkan "Sang Buddha".
INGAT:
Suka cita dan duka cita di tangan kita bukan di tangan siapa"
Zaman sekarang ketika ajaran Buddha berkembang dan dikenal semakin luas, selalu ada orang yang menghina dan tidak suka dengan perkembangan Buddhis.
Kita tidak boleh membenci mereka, justru kita harus kasihan dan menyebarkan cinta kasih ke semua.
Belajar ajaran Buddha tidaklah harus beragama Buddha. Ajaran Buddha itu universal, mengajarkan bagaimana berdamai dengan diri sendiri dan orang lain, bagaimana cara berbahagia, bagaimana mendapatkan ketenangan dan kebahagiaan sejati.
Buddhis sejati bukanlah dari label agama KTP (agama Buddha) namun dari pikiran, perbuatan dan ucapan yang baik, tidak ada unsur kebencian, ketamakan serta ketidakbijaksanaan.

Semoga semua makhluk senantiasa berbahagia.
Semoga semua makhluk bebas dari derita.
[Mari "sadhu"-kan untuk memberikan energi positif ke dalam diri kita sendiri yang dampaknya dapat memengaruhi orang lain]







TALK SHOW BERSAMA BHIKKHU UTTAMO MAHATHERA DAN MASTER ERWIN YAP

Minggu, 9 Desember 2012, Pukul 12.30 Ruang MGK-Kemayoran dibanjiri Umat Buddha dan berbagai daerah untuk menyaksikan Talk Show bersama Bhikkhu Uttamo Mahathera & Master Erwin Yap, moderator oleh Doktor Ponijan Liauw, tak ketinggalan MC Yani Dharma. Acara ini diadakan oleh Cetiya Buddha Padmasambhava Kompleks TPI, Jakarta.
Talk Show yang cukup menggelitik dan tak akan habis dibicarakan dari zaman ke zaman dan selalu diminati oleh para umat. Tema talk show adalah "Feng Shui dan Seni Membaca Wajah"
Siapa yang tidak akan senang bila dipuji dengan wajah cantik, ganteng......punya "HOW" apa lagi punya rumah "MEGAH" sesuai HONGSUI … bagus, tajir pula!!
Acara pembukaan diawali dengan lagu-lagu persembahan dari KMB Dhammasena Trisakti, dan permainan kecapi.
Mrs. Erwin Yap mengawali talk show dengan aplikasi Feng Shui; kita harus mengetahui lebih dahulu hal-hal sebagai berikut Lingkungan bangunan tempat kita tinggal, Alam lingkungan, keadaan dan siklus udara dari luar ...Chi, masuk, baru atur peletakan tempat perabotan. Berbagai cara dan ilmu yang mudah diterima oleh umat awam telah diterangkan agar dapat mudah dimengerti.
Berbagai pertanyaan dari hadirin, salah satunya bagaimana kalau berdiam di rumah yang mengkondisikan sakit-sakitan, apa pengaruhnya dengan Feng Shui? Ada juga yang bertanya jika mau memiliki rumah dengan tahun lahir dan shio tertentu...apa pengaruhnya dengan rumah yang menghadap ke satu arah tertentu? Apabila istri sedang hamil apakah benar tidak diperbolehkan pindah rumah, menggeser sesuatu benda yang ada di dalam rumah (benda berat/besar misalnya almari), menurut Hong Shui tidak diperkenankan? Semua pertanyaan yang klasik sebetulnya....cerita yang turun temurun, sudah dilakukan oleh orang tua kita.
Sesi berikutnya yang ditunggu-tunggu. Bhikkhu Uttamo Mahathera melihat dari sisi dhamma. Dalam versi agama Buddha tentu tidak ada pembagian Feng Shui jelas beliau, namun tidak menutup kemungkinan.... hal-hal demikian masih saja harus dipercaya, contohnya saja: sewaktu bayi Siddharta lahir sudah diramalkan, bagaimana beliau akan menjadi orang yang terkenal.
Hanya saja tidak disebutkan pada zaman Sang Buddha bahwa itu Feng Shui. Beliau hanya mengumpamakan seperti halnya, bagaikan segenggam daun yang ada di tangan beliau dengan yang masih terhampar di halaman. Perumpamaan ini juga bisa diambil contoh  seperti  Cakra memadukan  kemajuan  dalam  kesuksesan serta meningkatkan kualitas diri kita.
1. Berada di tempat yang sesuai. Kalau yang merasa tidak cocok/bagus, kita harus mengubah pola pikir dan perilaku berbuat kebajikan. Berusaha dan berbuat baik semaksimal mungkin.
2. Bertemu dengan orang/teman baik. Kalau kita baik, mengkondisikan bertemu orang baik. Kumpulan dari jenis ketemu jenis "Kumpul dengan orang baik anda harus berubah menjadi baik" Berbuat baik melalui ucapan, pikiran & perbuatan.
"Attamana pannanindhi" mengetahui hal-hal yang baik adalah mengubah putusan yang tidak baik menjadi baik. Dari ajaran Sang Buddha, sejak-kecil sampai kita mau meninggal selalu masih diajarkan hal-hal yang baik.
3. Mengerti hal-hal yang bermanfaat. Mengetahui perbuatan-perbuatan yang bermanfaat untuk diri sendiri
4. Unsur Langit - Timbunan Karma Lampau. Kita harus mensyukuri apa yang sudah ada/yang kita peroleh,
5. Cakra kalau kita miliki, bisa menjadi sukses. (Garis tangan, profil wajah) adalah hal-hal yang masih dipercaya akan membawa kemajuan/kesuksesan.

Rangkuman:
Perbuatan, ucapan, pikiran dalam perilaku berbuat kebajikan semua akan menuju kesuksesan. Wajah yang bersih kita lebih PD (percaya diri). Semua yang disampaikan sangat rasional dengan pola pikir sesuai kenyataan hidup saat ini dengan kebajikan yang selalu kita lakukan.
Jaman Sang Buddha juga sudah ada tapi dengan cara/ nama yang lain, dan tidak sepopuler zaman modern 'seni meramal wajah" Semua harus dengan pola pikir kita. Makanya pola pikir, tutur ucapan, dan tindakan yang baik akan menunjukkan cerahnya wajah kita.....hingga kesuksesan mudah diraih, demikian Master Erwin Yap menguraikan sesuai dhamma.
Bhante juga menambahkan pada dasarnya semua karena masih meragukan tentang karma, dan tidak mempercayainya 100%! Demikian talk show Minggu siang sampai sore....tidak terasa sudah duduk selama 4 jam, ada awal pasti ada akhir demikian pula pada acara kali ini, walau tidak semua kemauan akan terlaksana ....berusaha adalah jalan terbaik.
Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta....Semoga Semua berbahagia, Sadhu...sadhu...,sadhu. (CH)
--- oOo ---

Sumber
ARTIKEL

Sikap Seorang Umat
oleh : YM Bhikkhu Sri Pannavaro Mahathera

Bagaimana menjadi umat Buddha yang baik? Apakah yang harus diperhatikan dan dilakukan?
Pertanyaan yang sederhana dan sering ditanyakan oleh seseorang yang tertarik kepada Agama Buddha. Jawaban :
Menjadi umat Buddha, syarat yang pertama sekali, bukan harus bisa membaca paritta dalam bahasa Pali, yang mungkin sukar untuk dibaca pertama kali. Bukan pula harus mempunyai altar dengan patung Buddha yang indah di rumah. Meskipun membaca paritta dan punya altar adalah suatu hal yang sangat baik. Yang pertama kali harus dilakukan adalah HARUS SIAP DAN BERANI MENGUBAH CARA BERFIKIR. Seorang umat Buddha akan ditandai dengan cara berfikir yang Buddhistis — cara berfikir Dhamma — adalah kita dihadapkan pada kenyataan yang 'telanjang' yang terus terang; kenyataan itu sering tidak cocok dengan selera kita. Namun dengan menghadapi kenyataan dengan APA ADANYA ini akan membuat kita menjadi dewasa dan bijaksana.
Satu contoh, kalau kita mengidap penyakit, maka seorang umat Buddha harus mau mengakui bahwa diri kita sakit. Dhamma mengajak kita untuk melihat kenyataan hidup dengan apa adanya, dengan terus terang, TANPA SCREEN atau TABIR. Oleh karena itu, meskipun berat & pahit, kalau kita mau melihat kenyataan dan menerima kenyataan, maka kita akan berfikir secara dewasa dan sikap kita akan menjadi sikap yang bijaksana. Menutupi penyakit adalah sikap yang kekanak-kanakan; karena itu sikapnya, tindakannya, perbuatannya kemudian tidak akan bijaksana. Sehingga perbuatannya akan menghancurkan dirinya sendiri. Inilah gunanya beragama, terutama mengenal Dhamma. Kita ditantang, diminta kesanggupan kita — BUKAN hanya kesanggupan untuk menyumbang vihara. BUKAN! BUKAN pula kesanggupan untuk menghafal paritta. Tetapi kesanggupan untuk MENGUBAH CARA BERFIKIR dan kesanggupan untuk BERANI MELIHAT KENYATAAN SEBAGAIMANA ADANYA; sehingga sikap, tindakan dan perilaku kita menjadi dewasa dan bijaksana.
Agama Buddha tidak anti materi, tidak menginginkan saudara hidup melarat, cukup pakai cawat kulit kayu, makan nasi-garam, selesai. TIDAK PERNAH ada ajaran agama Buddha yang demikian. Tetapi yang diminta oleh agama Buddha adalah BAGAIMANA PANDANGAN SAUDARA DALAM MEMANDANG UANG & MATERI ITU. Kalau pandangan saudara dalam memandang uang dan materi sama dengan sebelum saudara menjadi umat Buddha, maka saudara bukan umat Buddha. Karena umat Buddha ditandai cara berfikir yang sesuai Dhamma. Agama Buddha tidak menganggap uang, materi, kendaraan, rumah, tanah itu adalah jelek, kotor dan dosa. TIDAK SAMA SEKALI! Karena materi dan uang adalah NETRAL. Sama seperti LISTRIK, bukan suatu yang penuh cinta kasih, tetapi juga bukan sesuatu yang kejam. Listrik bisa membakar rumah, membunuh manusia, tetapi bisa pula menerangi kita, membangkitkan mesin. Kalau saudara memandang uang, materi, rumah, mobil dan sebagainya itu bukan sebagai kekayaan atau sebagai milik melainkan sebagai alat untuk menyejahterakan keluarga, alat untuk melakukan kebaikan yang lebih banyak dalam kehidupan ini, maka itulah cara berfikir umat Buddha.
Semua orang senang akan kesenangan, kebahagiaan termasuk saya. Tetapi merupakan selera atau keinginan manusia kemudian untuk mengukuhi, menggenggam kesenangan dan kebahagiaan menjadi miliknya untuk selama-lamanya. Dan menurut kenyataan, hal itu adalah SESUATU YANG TIDAK MUNGKIN. Kalau saudara sudah siap mengubah cara berfikir bahwa memang segala sesuatu di dunia ini adalah tidak kekal - kebahagiaan maupun kepuasan adalah tidak kekal, demikian juga dengan problem, kesulitan, kesedihan adalah tidak kekal. Maka saudara sudah harus siap menghadapi dunia ini dengan segala perubahannya. Adalah orang yang paling kecewa di dunia ini yang menganggap segala sesuatu di dunia ini adalah kekal atau abadi. Adalah orang yang paling tidak bahagia di dunia ini yang mengukuhi segala sesuatu yang menyenangkan karena segala sesuatu itu adalah PERUBAHAN.
Mengubah cara berfikir seperti ini amatlah membantu. Sikap memandang dunia ini atau menanggapi segala sesuatu dengan jelas, benar & sesuai dengan kenyataan adalah sesuatu yang amat membantu. Ini lebih berharga daripada saudara mempunyai macam-macam benda pusaka. Pusaka yang bisa dimasukan ke dalam pikiran itulah yang paling berharga.
PUSAKA PENGERTIAN yang sesuai dengan kenyataan. Dan untuk itu saudara dituntut untuk siap mengubah sikap berfikir saudara semula. Sekali lagi, memang belajar melihat kenyataan dengan terus terang ini adalah berat. PAHIT! Karena tidak sesuai dengan selera atau kehendak kita. Selera kita menginginkan kenikmatan, kesenangan, kebahagiaan yang senantiasa dan terus menerus. Tetapi itu adalah tidak mungkin! Amat berat untuk menerima kenyataan kalau itu sudah berubah. Tetapi itulah kenyataan. Kalau saudara berani menghadapi kenyataan itu LUAR BIASA!
Bagaimana agar menjadi BERANI? Harus siap mengubah cara berfikir yang sesuai kenyataan. Sekarang jangan lagi menganggap segala sesuatu itu abadi, kekal termasuk penderitaan, kesulitan, problem karena semuanya tidak kekal. Sekarang jangan lagi menganggap bahwa hidup adalah untung2an, pemberian atau hadiah. Tetapi mulai sekarang harus menganggap bahwa HIDUP ADALAH PERJUANGAN. HIDUP INI ADALAH TIDAK KEKAL. Kita harus melihat kenyataan itu, sehingga kita tidak diputar-putar di dalam perubahan yang tidak kita kehendaki. Kita harus menjadi dewasa sehingga kita menjadi bijaksana.
Tantangan bagi kita adalah BAGAIMANA KALAU KITA MENGHADAPI PERSOALAN atau PROBLEM. Karena lingkungan, kolega, pekerjaan, pasangan, anak-anak kita tidak akan selamanya cocok dengan selera atau kemauan kita. Suatu saat kalau lingkungan tempat kita bergantung sudah tidak bisa menyenangkan kita lagi, maka habislah kita. Saudara merasa kebahagiaan saudara dirampok. Kalau masih 1 atau 2 problem dan saudara masih punya kenikmatan di bidang lain, maka tidak ada persoalan.
Tetapi kalau problem itu datang bertubi-tubi dan bersamaan, semua tempat saudara bergantung tidak dapat memuaskan saudara, habislah kebahagiaan saudara. Seperti digoreng habis-habisan. Mampukah saudara bertahan? Kalau saudara mempunyai simpanan di dalam batin, saudara akan bisa bertahan. "Andai kata lingkungan sudah tidak bisa lagi sesuai dengan selera saya, saya masih mempunyai kesenangan dan kebahagiaan batin." Dengan demikian saudara akan bertahan.
Dari manakah kita bisa mendapatkan kebahagiaan batin? Yakni dari PENGETAHUAN MENGENAI HAKIKAT KEHIDUPAN INI SEBAGAIMANA ADANYA, dan melakukan kebaikan. Inilah gunanya melakukan kebaikan. Saya tidak bicara kalau berbuat baik, akibat karmanya begini-begitu tetapi kebajikan itu akan menjadi simpanan batin. Tidak terasa seperti anda menabung di bank. Mungkin saudara berkata "Apa gunanya sih menabung, mengurangi jatah?" Tetapi nanti kalau saudara tiba pada keadaan yang sangat menyulitkan, saudara baru bisa merasakannya.
Inilah keuntungannya orang menabung berbuat baik. Maka anjuran saya, permintaan saya, cobalah saudara menabung. Menabung di dalam batin saudara. Untuk suatu saat kalau saudara jatuh alam kesulitan, saudara mampu tetap bertahan, punya daya tahan yang saudara bangun sendiri. Tidak ada orang yang menghadiahkan daya tahan, kesabaran, kekuatan dll. Semua itu harus DILATIH, DITUMBUHKAN & DIKEMBANGKAN di dalam diri, oleh diri sendiri, sebagai kekayaan pribadi di dalam.
Inilah ajaran agama Buddha. Memang tidak simple atau mudah. Ajaran agama Buddha itu tidak menawarkan 2 alternatif: PERCAYA ATAU TIDAK ! Agama Buddha tidak sesimpel itu. Tetapi saudara dituntun seperti orang yang buta, lalu diobati, dibimbing pelan-pelan, bagaimana untuk menghadapi kehidupan ini, supaya bisa berdiri di atas kaki sendiri. Sulit memang! Hasil-hasil besar yang ada di dunia ini bukanlah suatu kebetulan. Orang-orang besar yang bisa menemukan penemuan besar — spiritual atau material di dunia ilmu — tidak ada yang kebetulan. Semua itu adalah PERJUANGAN.
Kalau saya ditanya, "Bhante menjadi umat Buddha itu bangganya apa?" Apakah karena viharanya yang besar ? Kebaktiannya rapi ? BUKAN! Saya bangga menjadi umat Buddha karena saya mempunyai wawasan yang luas. Saya tidak sekedar ditawarkan OK atau TIDAK. YES or NO. PERCAYA atau TIDAK. Bukan itu. Tetapi saya disodorkan PENGERTIAN. Kalau saya mengerti, saya akan percaya. Bukan dibalik "Kalau anda percaya, anda akan mengerti" Tidak demikian. Tetapi kalau anda MENGERTI, tidak usah diminta, anda akan PERCAYA. Mempunyai cara berfikir yang benar, sikap memandang kehidupan ini dengan benar, adalah syarat yang pertama menjadi seorang umat Buddha. Memang Berat! Tetapi itulah dunia ini sebagaimana adanya.

Penutup :
"Atana va sudantena, Natham Labari dullabham"
artinya : "Setelah dapat mengendalikan diri sendiri dengan baik, seseorang akan memperoleh perlindungan yang sungguh amat sukar dicari."
Siapa yang bisa melindungi saudara, yang paling setia, yang tidak berkhianat, yang paling "save”/aman ? Yaitu PIKIRAN SAUDARA SENDIRI YANG SUDAH DILATIH. Karena itu dengan melatih diri sendiri, akan mendapat keuntungan yang sukar dicari yaitu pelindung yang setia.
Marilah kita siap menghadapi kenyataan, punyailah modal di dalam batin yang kuat, tegar menghadapi apapun. Karena apapun yang ada atau yang terjadi, adalah tidak kekal.
(dikirim oleh Steve Hidajat, Sabbe satta bhavantu sukhitatta, Semoga semua makhluk bahagia, May all beings be well and happy.)

This post was submitted by YM. Sri Pannavaro Mahathera, on November 5 2009. Sumber : http://mdoneslamedia.com/2009/ll/05/sikap-seorang-umat/
RASA TAKUT DAN RASA SAKIT

Meramal Masa Depan

Banyak orang yang-ingin mengetahui masa depan. Sebagian orang begitu tak sabarnya menanti apa yang akan terjadi, karena itu mereka mulai mencari jasa dukun dan peramal. Saya punya peringatan bagi Anda mengenai para peramal : jangan percaya pada peramal yang miskin!
Para bhikkhu yang berlatih meditasi dianggap sebagai peramal yang hebat, tetapi biasanya mereka tidak gampang diajak bekerja sama.
Suatu hari, seorang umat yang telah lama menjadi murid Ajahn Chah meminta sang guru besar untuk meramal masa depannya. Ajahn Chah menolak: bhikkhu yang baik tidak ramal-meramal. Tetapi si murid bersikukuh. Dia mengingatkan Ajahn Chah berapa kali dia sudah berdana makanan, berapa banyak dana yang telah dia sumbangkan untuk viharanya, dan bagaimana dia menyopiri Ajahn Chah dengan mobil dan biaya darinya, mengabaikan keluarga dan pekerjaannya sendiri. Ajahn Chah melihat bahwa orang itu terus bersikeras meminta untuk diramal, jadi dia berkata untuk sekali ini saja dia akan membuat perkecualian terhadap peraturan bahwa bhikkhu tidak boleh meramal."Mana tanganmu. Sini kulihat telapak tanganmu."
Si murid sangat senang. Ajahn Chah belum pernah membaca telapak tangan murid lainnya. Ini spesial. Lagi pula, Ajahn Chah dianggap sebagai orang suci yang punya kemampuan batin yang hebat. Apa pun yang dikatakan oleh Ajahn Chah akan terjadi, pasti akan terjadi. Ajahn Chah menelusuri garis-garis telapak tangan si murid dengan jarinya. Setiap beberapa saat, dia bicara sendiri, "Ooh, ini menarik" atau "Ya, ya, ya" atau "Luar biasa". Si murid yang malang itu risau dalam penantian.
Ketika Ajahn Chah selesai, dia melepaskan tangan si murid dan berkata kepadanya, "Murid, berikut ini adalah keadaan masa depanmu."
"Ya, ya," kata si murid dengan cepat
"Dan saya tak pernah salah," tambah Ajahn Chah.
"Saya tahu, saya tahu. Jadi, bagaimana nasib masa depan saya?" tanya si murid dengan penasaran memuncak.
"Masa depanmu akan tak pasti," kata Ajahn Chah. Dan dia tidak salah!

--- oOo ---


SEGENGGAM DAUN BODHI
KUMPULAN TULISAN
BHIKKHU DHAMMAVUDDHO MAHA THERA

Message of The Buddha

PESAN BUDDHA

Namo Tassa Bhagavato Arahato Samma Sambuddhassa

5.  Pelepasan Keduniawian

Buddha  berkata kita  telah  melewati  kehidupan yang tidak terkira banyaknya di lingkaran kehidupan, dan air mata yang sudah kita cucurkan dalam kesakitan dan penderitaan lebih banyak dari air yang ada di empat samudera. Suatu hari nanti kita akan menyadari satu-satunya jalan untuk membebaskan diri dari lingkaran ketidakpuasan ini adalah dengan melepas semua nafsu kesenangan duniawi.        
Perumpamaan  empat  kuda keturunan murni. Terdapat empat jenis kuda keturunan murni di dunia, yang pertama akan merasakan kegelisahan dan siap untuk beraksi segera setelah bayangan tongkat penghalau kelihatan. Tipe yang kedua tidak bergerak pada penglihatan yang sedemikian tetapi menjadi gelisah dan siap untuk pergi hanya setelah kulitnya dicambuk. Tipe yang ketiga tidak siap untuk pergi bahkan setelah dicambuk dengan tongkat penghalau tetapi hanya setelah dagingnya ditusuk. Tipe yang keempat masih tidak akan pergi setelah dagingnya ditusuk tetapi hanya setelah ditusuk sampai ke tulang.
Demikian juga, kata Buddha, terdapat empat jenis manusia luhur di dunia ini. Yang pertama, ketika dia mendengar penderitaan atau kematian seseorang, dia akan menjadi khawatir dan menyadari penderitaan dan kematian akan dialaminya juga. Jadi dia melepaskan semua keterikatan duniawi untuk menempuh jalan suci. Tipe yang kedua siap untuk melepaskannya hanya ketika dia melihat dengan matanya sendiri penderitaan atau kematian seseorang. Ini mengejutkannya dan membuatnya melihat ketidak kekalan dari kehidupan. Tipe yang ketiga masih belum melepaskan duniawi ketika dia mendengar atau melihat penderitaan atau kematian seseorang, tetapi hanya, ketika kerabatnya sendiri menderita atau mati, rasa sakit dan kesedihan membuatnya melihat kenyataan. Tipe yang keempat masih belum berkeinginan melepaskan duniawi sampai dia sendiri menjadi sakit dengan penyakit yang serius yang menyengsarakannya ke ujung kematian. Hanya ketika itulah dia sadari dan siap untuk melepaskan keduniawian. Yang: menjadi catatan penting di sini adalah bahwa apa yang membuat makhluk hingga akhirnya bangun dan berpaling dari keduniawian adalah kesakitan dan kesedihan.
Pelepasan keduniawian. Jadi orang demikian tersebut, patah hati dan sakit hati, memulai untuk melepaskan, duniawi dan nafsu duniawi. Buddha berkata tidak ada seorang pun yang dapat membebaskan dirinya dari lingkaran kehidupan sementara berada di tengah-tengah kesenangan duniawi, menikmati kesenangan duniawi, tanpa   melepaskan  nafsu keinginan terhadap kesenangan duniawi. Pertama, dia mungkin tidak siap untuk melepaskan keduniawian dalam kehidupan tanpa rumah. Dia boleh tinggal di rumah tetapi menjauhkan diri dari tindakan seksual dan urusan dunia. Dia mulai melatih kehidupan suci di rumah. Dan suatu hari nanti dia akan menyadari kebenaran dari kata-kata Buddha bahwa: "adalah sulit menempuh kehidupan suci semurni dan sekilat kulit kerang di rumah. Barulah kemudian dia melepaskan keduniawian dalam kehidupan tanpa rumah untuk melatih jalan itu. Dan suatu hari nanti setelah sekian banyak usaha yang tekun, dia akan menyadari untuk dirinya sendiri secara langsung Kebenaran Mulia yang dinyatakan oleh Buddha.
--- oOo ---
Catatan :
Di bawah alam manusia terdapat tiga alam sengsara – alam hantu, alam binatang dan alam neraka – dimana makhluk mengalami banyak kesakitan dan penderitaan (buku belakangan menambahkan alam asura sebagai alam keempat). Ketiga alam ini bersamaan dengan alam manusia dan keenam alam surga menjadikan alam lingkup indera sepuluh alam.
Anguttara Nikaya 1.19.2
Anguttara Nikaya 4.113

SEGENGGAM DAUN BODHI
Penerjemah :
Rety Chang Ekavatti, S. Kom, BBA
Yuliana Lie Pannasiri, MBA
Penyunting :
Nana Suriya Johnny, SE
Andromeda Nauli, Ph.D


UPGRADING PANDITA MAGABUDHI
Pusdiklat Buddhis Sikkhadama Santibhumi
23 – 25 Desember 2012

Upgrading Pandita merupakan kursus singkat berpola 40 jam, yang diselenggarakan oleh Pengurus Pusat Majelis Agama Buddha Theravada Indonesia (PP MAGABUDHI). Kursus ini ditujukan khusus untuk Pandita Muda (PMd) ke atas, sebagai pembekalan teori bagi kenaikan ke jenjang selanjutnya, yaitu Pandita Madya atau Pandita. Upgrading Pandita kali ini diikuti oleh 29 orang peserta, terdiri dari 24 pria dan 5 wanita. Mereka berasal dari berbagai daerah di Indonesia, seperti Jakarta, Tangerang, Surabaya, Banyumas, Tanjung Pinang, Ketapang, Lombok, dan Lampung.
Tepat pukul 09.00 pagi, tanggal 23 Desember 2012, acara dibuka dengan Namakara Patha dan dilanjutkan dengan menyanyikan Hymne MAGABUDHI yang semuanya dipimpin oleh PMy. Suwarto Atjing. Selanjutnya adalah pembacaan Etika Pandita, dipandu oleh Pdt. Soewarto Widji Lestari. Setelah para peserta dipersilakan duduk kembali, Ketua Panitia Pelaksana, PMd. Deddy Siswanto, S.Kom. memberikan kata sambutan. Acara pembukaan diakhiri dengan sambutan dari Ketua Umum PP MAGABUDHI, Pdt. Dr. Dharma K. Widya, M.Kes., Sp.Ak.
Sebelum pelajaran dimulai, para peserta diberikan tes awal yang terdiri dari 30 soal pilihan berganda dan 12 soal uraian. Tes awal ini dimaksudkan untuk mengetahui bekal atau dasar pengetahuan teori yang sudah dimiliki oleh para peserta. Waktu yang diberikan untuk mengerjakan tes awal tersebut hanya 30 menit.
Sesi pertama dimulai dengan Diskusi Topik Aktual dengan narasumber PMd. Ir. Bobby Subrata didampingi oleh PMy. Suwarto Atjing. Peserta dibagi menjadi 5 kelompok dan masing-masing kelompok mendiskusikan topik yang diberikan oleh Romo Bobby, kemudian mempresentasikannya di depan seluruh peserta. Topik yang dibahas adalah: Pandita berkonflik, Pandita dianggap kurang beretika, Pandita dianggap kurang berbobot, Pandita dianggap kurang berbaur, dan Pandita dianggap kurang aktif.
Setelah istirahat makan siang, sesi kedua dan ketiga diisi oleh Upc. Ir. Selamat Rodjali tentang Abhidhamma. Bapak Selamat Rodjali ini sangat ahli di bidang Abhidhamma, penjelasan beliau mudah dimengerti karena contoh-contoh yang digunakan adaiah contoh nyata dalam kehidupan kita sehari-hari. Walaupun judul sesinya adalah Abhidhamma, namun yang dibahas sebenarnya adalah Abhidhammatthasangaha, yaitu pengantar untuk mempelajari tujuh kitab dalam Abhidhamma Pitaka. Abhidhammatthasangaha ini membahas mengenai Paramattha Dhamma (kebenaran mutlak) yaitu Citta 89-121, Cetasika 52, Rupa 28, dan Nibbana. Bapak Selamat Rodjali memberikan satu topik bonus untuk dibahas pada sesi beliau, sesuai dengan pilihan para peserta, topik bonus yang dibahas adalah mengenai Hypnosis. Selama ini yang kita ketahui adalah bila orang dihipnotis, orang itu menjadi tidak sadar. Ternyata itu anggapan yang salah. Orang yang dihipnotis adalah orang yang sadar penuh, namun batinnya dalam kondisi yang tenang. Kondisi yang tenang ini adalah kondisi yang tepat untuk mengarahkan ingatan, sehingga orang tersebut dapat mengingat masa lampaunya.
Dua sesi terakhir di hari pertama dibawakan oleh Pdt. Soewarto Widji Lestari, yaitu Strategi Lintas Mazhab dan Strategi Lintas Agama. Sesi ini merupakan penerapan dari Tri Kerukunan Hidup Umat Beragama yang dicanangkan pemerintah Indonesia, yaitu kerukunan antar umat yang seagama, kerukunan antar umat yang berlainan agama, dan kerukunan antar umat beragama dengan pemerintah. Agama Buddha pada dasarnya hanya terbagi menjadi dua mazhab besar, yaitu Theravada dan Mahayana. Mazhab Theravada tidak terpecah, hanya terdapat dua majelis yaitu MAGABUDHI dan MAJUBUTHI, sedangkan mazhab Mahayana terpecah menjadi Tantrayana, Maitreya, Nichiren, dan Tridharma, di mana masing-masing pecahan tersebut memiliki banyak organisasi Sangha dan majelis di bawahnya. Semua itu ada yang tergabung di dalam KASI (Konferensi Agung Sangha Indonesia), WALUBI (Perwakilan Umat Buddha Indonesia), dan ada yang tidak bernaung di mana pun. Untuk membina kebersamaan antar umat yang berbeda agama, di Indonesia telah ada FKUB, yaitu Forum Kerukunan Umat Beragama yang komposisi jumlah anggotanya berbanding lurus dengan jumlah pemeluk agama setempat.
Hari kedua, Senin tanggal 24 Desember 2012 dimulai dengan sesi dari Bapak Kevin Wu tentang Teknik Penulisan, dilanjutkan dengan Teknik dan Praktik Presentasi. Para peserta dilatih menggunakan otak kiri dan otak kanan secara bergantian. Otak kiri adalah bagian otak yang mengatur sisi logis dan analitis manusia, sedangkan otak kanan adalah yang mengendalikan sisi emosi, seni, dan khayalan dari manusia. Bapak Kevin Wu memberikan enam kali latihan menulis kepada para peserta, dari tahap yang paling dasar, hingga tulisan itu menjadi mendekati sempurna.
Setelah istirahat makan siang, sesi Diskusi Pendalaman Dhamma dibimbing oleh MP. Dr. R. Surya Widya, SpKJ. Mirip dengan sesi Diskusi Topik Aktual, para peserta dibagi menjadi empat kelompok dan membahas berbagai topik yang kali ini berasal dari para peserta sendiri. Dengan narasumber yang begitu berpengalaman, maka sesi ini menjadi sangat seru dan menarik.
Sesi berikutnya adalah Ekonomi Buddhis yang disampaikan oleh salah satu peserta Upgrading Pandita, yaitu PMd. Tan Tjoe Liang, S.E. Romo Tan, begitulah beliau biasa disapa, menyampaikan Ekonomi berdasarkan Dhamma, pengaruh etika terhadap Ilmu Ekonomi, perkembangan etika dalam aktivitas ekonomi, dan secara Buddhis: apa tujuan dan peranan kekayaan. Ekonomi Buddhis ini erat kaitannya dengan ruas kelima dari Ariya Atthangika Magga, yaitu Samma ajiva (Penghidupan Benar).
Hari kedua ditutup dengan sesi Teori dan Praktik Meditasi oleh YM. Dhammadhiro Mahathera. Beliau adalah Ketua Bidang Urusan Luar Negeri - Sangha Theravada Indonesia (STI) yang juga seorang pakar Bahasa Pali. Karena terbatasnya waktu Bhante hanya sempat memberikan teori meditasi saja, praktiknya tidak sempat dilakukan pada malam tersebut. Satu hal yang sangat berkesan adalah contoh dari Bhante mengenai perbedaan "tahu" pada kucing dan pada kita manusia. Kucing tahu ketika dia berjalan, ketika dia sedang makan, dan sebagainya. Ternyata tahu ini hanya sebatas tahu. Sedangkan kita manusia, selain mengetahui, juga harus menggunakan panna, bukan hanya tahu sedang berjalan, akan tetapi juga tahu untuk apa kita berjalan?
Hari ketiga, diawali dengan tes akhir. Soalnya masih sama dengan tes awal, namun kali ini hanya soal pilihan berganda saja yang harus dikerjakan oleh peserta. Waktu yang diberikan pun hanya 15 menit. Setelah break sesaat, Ramani PMy. Camellia Darmawan, B.Sc. memberikan sesi Problem Solving dan Strategi Pengembangan Organisasi. Kembali para peserta dibagi dalam lima kelompok diskusi. Sangat menakjubkan, hanya dalam waktu satu jam, ternyata masalah-masalah yang selama ini menjadi ganjalan di berbagai daerah, dapat terpecahkan dengan adanya sumbang saran dan ide dari para peserta sendiri.
Acara ditutup dengan penyampaian kesan dan pesan dari dua orang peserta, pembagian sertifikat (dan surat keterangan) kepada para peserta, kata penutup dari ketua panitia, dan Ketua Umum PP MAGABUDHI, serta pemberkahan oleh Samanera Indasiri. Setelah acara kursus ditutup, bagi Upacarika/Romo/Ramani yang akan naik jenjang, diadakan interview. Interview dibagi menjadi dua bagian, yaitu bagian pertama oleh Pdt. Sidarta Bodhi dan bagian kedua oleh Pdt. Dr. Sim Mettasari Ishak, M.M. bersama Pdt. Soewarto Widji Lestari. Dari hasil interview tersebut, terpilih satu orang Upacarika naik jenjang menjadi Pandita Muda, 19 orang Pandita Muda menjadi Pandita Madya, dan satu orang Pandita Madya menjadi Pandita. Selamat kepada 21 orang yang naik jenjang. Semoga kenaikan jenjang tersebut seiring dengan kenaikan pengetahuan Dhamma dan peningkatan pengabdian terhadap MAGABUDHI khususnya dan umat Buddha pada umumnya. Berakhir sudah acara kursus Upgrading Pandita tahun 2012, acara tiga hari yang penuh kesan dan kenangan. Kursus serupa baru akan diadakan dua tahun kemudian di Jakarta. Selamat kembali ke daerah masing-masing. Selamat mengabdi dengan tulus tiada henti, semoga berbahagia bersama keluarga. (Mayke)

--- oOo ---

Sumber : Dhammacakka Vol. 18 Februari 2013 No. 69
KERENDAHAN HATI (NIMMANA) :
BELAJAR MELEPASKAN KEAKUAN

Dalam kehidupan sehari-hari kita kerap bertemu dengan orang-orang yang, baik sengaja maupun tidak sengaja, bernada atau berkesan merendahkan. Mungkin kita pun pernah secara tidak sadar melakukan hal yang sama. "…ah tahu apa kamu...", “...siapa sih elu..." , adalah contoh kalimat singkat yang membuat 'kepahitan' bagi orang yang mendengarkannya, dan masih banyak kalimat-kalimat lain yang mengisyaratkan keegoisan, keangkuhan dan kesombongan kita. Ironisnya di dalam lingkungan vihara pun hal seperti ini terjadi. Ada orang yang pindah kebaktian ke vihara lain karena ia merasa diremehkan dan tidak dihargai oleh pengurus vihara atau umat yang lain. Terkadang dalam keseharian, selalu merasa bahwa diri kita lebih dari yang lain, mungkin dari segi usia, harta, tahta dan sebagainya. Padahal, itu tidaklah serta merta menjadikan seseorang lebih dari yang lain, karena 'emas dan permata' yang ada dalam diri seseorang, ternyata hanya bisa kita lihat dan kita nilai, jika kita mampu melihat ke kedalaman hati dan jiwa seseorang, bukan karena penampilan dan kemasan semata. Untuk melihat kedalaman hati dan jiwa seseorang, sebenarnya dibutuhkan kerendahan hati.
Pada suatu hari, seorang pemuda datang menjumpai gurunya dan bertanya, "Guru, saya tidak mengerti mengapa orang seperti Anda koq berpakaian amat sederhana. Bukankah di masa seperti sekarang ini, penampilan diperlukan untuk banyak tujuan lain yang baik.
Sang guru hanya tersenyum, lalu ia melepaskan cincin dari salah satu jarinya. la berkata, "Sobat muda, aku akan menjawab pertanyaanmu, tetapi lebih dulu lakukan satu hal untukku. Ambillah cincin ini dan bawalah ke pasar di seberang sana.
Bisakah kamu menjualnya seharga satu keping emas?" Melihat cincin gurunya yang kotor, pemuda itu merasa ragu-ragu, "Satu keping emas? Saya tidak yakin cincin ini bisa dijual seharga itu." Tapi gurunya berkata, "Cobalah dulu sobat muda. Siapa tahu kamu berhasil".
Pemuda itu segera bergegas ke pasar. la menawarkan cincin itu kepada pedagang kain, pedagang sayur, penjual daging dan ikan, serta kepada yang lainnya. Ternyata tak satu pun dari mereka yang berani membeli cincin itu seharga satu keping emas. Mereka menawarnya hanya satu keping perak. Tentu saja, pemuda itu tak berani menjualnya dengan harga satu keping perak. la kembali ke padepokan gurunya dan melapor, "Guru, tak seorang pun berani menawar lebih dari satu keping perak." gurunya, sambil tetap tersenyum arif, berkata, "Sekarang pergilah kamu ke toko emas di belakang jalan ini. Coba perlihatkan kepada pemilik toko atau tukang emas di sana. Jangan buka harga, dengarkan saja bagaimana ia memberikan penilaian."
Pemuda itu pun pergi ke toko emas yang dimaksud. la kembali kepada gurunya dengan raut wajah yang lain, la kemudian melapor, "Guru ternyata para pedagang di pasar tidak tahu nilai sesungguhnya dari cincin ini. Pedagang emas menawarnya dengan harga seribu keping emas. Rupanya nilai cincin ini seribu kali lebih tinggi dari pada yang ditawar oleh para pedagang di pasar."
Gurunya tersenyum simpul sambil berujar lirih, "Itu jawaban atas pertanyaanmu tadi sobat muda. Seseorang tak bisa dinilai dari pakaiannya. Emas dan permata yang ada dalam diri seseorang, hanya bisa dilihat dan dinilai, jika kita mampu melihat ke kedalaman hati dan jiwa seseorang. Kita tidak bisa menilainya hanya dengan tutur kata dan sikap yang kita lihat dan dengar secara sekilas."
Cerita di atas mengajarkan kepada kita, agar tidak bermegah diri di hadapan orang lain, tidak merendahkan orang lain, tetapi selalu hidup dengan kerendahan hati. Dalam Buddhism kerendahan hati dipandang sebagai suatu kebajikan ajaran moral yang harus dipraktikkan sebagai dasar pengembangan spiritualitas yang selanjutnya. Hal ini nampak di dalam makna perlindungan (sarana) kepada Tiratana sebagai dasar keyakinan, di mana dalam perlindungan tersebut terdapat unsur penghormatan dengan sujud (panipata) seperti ungkapan berikut "Mulai hari ini dan seterusnya, saya akan memberikan salam hormat, pelayanan dengan penuh pengabdian, salam-anjali (dengan merangkapkan telapak tangan dan mengangkat tangan) dan penghormatan hanya kepada tiga berikut; Buddha, Dhamma, dan Sangha. Demikianlah engkau dapat mengenal saya!". Perlindungan ini komponen utamanya adalah menunjukkan kerendahan hati yang mendalam terhadap Tiratana. Hal ini diilustrasikan dengan penghormatan Brahmana Brahmayu setelah dirinya mendengarkan paparan Dhamma yang mendalam dari Sang Buddha (MN 91) atau penghormatan Brahmana Ambattha yang awalnya menganggap Sang Buddha Gotama sebagai petapa gundul, palsu dan dari suku para budak-budak (Sakya), lantas sadar bahwa ternyata dirinya adalah  berasal dari suku Kanhayana yang notabene pernah menjadi pelayan dari Suku Sakya, yang kemudian gurunya Brahmana Pokkharasaddi meminta maaf pada Sang Buddha atas perilaku dari muridnya tersebut (Digha Nikaya Sutta Pitaka). Dalam teks Buddhis Karaniya Metta Sutta (belas kasih), kerendahan hati adalah salah satu dari kualitas suci yang harus dikembangkan bagi mereka yang tangkas dalam kebaikan. Dalam konteks itu, tampaknya menjadi sarana-produk dari pencapaian tertinggi spiritual yang melampaui ego, yaitu- cinta kasih, kasih sayang, kegembiraan simpatik dan keseimbangan batin (BRAHMAVIHARA)
Intisari dari kerendahan hati yang sangat dalam diwujudkan dalam realisasi seorang praktisi bahwa tidak ada keakuan (ANATTA) dalam lima unsur kehidupan (Panca Khanda). Praktisi Buddhis percaya bahwa hanya pikiran yang rendah hati mudah dapat mengenali kekotoran batin sendiri nafsu keinginan (atau keserakahan), kebencian (atau kebencian) dan kebodohan, Apabila dia telah menjauhkan diri dari semuanya itu, hawa nafsu menjadi lenyap. Dengan lenyapnya hawa nafsu, dia terbebas, apabila telah bebas, timbullah pengetahuan bahwa dia telah bebas....". Jadi 'keadaan pembebasan1 muncul ketika dapat melampaui segala keinginan duniawi, ilusi dan konstruksi mental dan label yang terkait dengan ego (inilah aku, ini milikku, ini diriku).
Akhirnya, uraian di atas memberi inspirasi bahwa sikap rendah hati akan mendorong orang untuk berperilaku lebih harmonis, walaupun belum mencapai makna terdalamnya yaitu pembebasan diri dari kemelekatan terhadap 'keakuan'. Perilaku harmonis tersebut adalah sebagai berikut:
Menghormati orang lain
Rendah hati mendorong seseorang untuk menghormati orang lain. Lebih lanjut, sikap menghormati orang lain akan terefleksikan dengan menghargai orang lain. Penghargaan secara proporsional akan membuat orang lain senang, bahagia. Sikap ini dapat menjadi awal dari menciptakan suatu kondisi yang kondusif bagi interaksi yang positif.
Mendengarkan orang lain
Kemauan untuk mendengar kebutuhan dan harapan orang lain merupakan sikap yang luhur. Dengan mendengar, kita bisa mengetahui apa yang diinginkan orang lain. Dengan mendengar, berarti kita telah berempati pada orang lain. Setelah kita berempati dan mengetahui kebutuhan orang lain, kita bisa melakukan identifikasi hal-hal apa yang perlu dilakukan untuk memenuhi harapan atau kebutuhan orang yang kita dengar suaranya tersebut.
Memahami orang lain
Setelah mendengar kebutuhan dan harapan orang lain, kita harus memahami apa sejatinya kebutuhan dan harapan tersebut.
Ketika kita memahami arti sesungguhnya dari apa yang disampaikan orang kepada kita, kita dapat mendesain upaya untuk memenuhi kebutuhan dan harapan orang lain.
Sederhana
Rendah hati membuat kita bisa menerima sesuatu apa adanya. Kita menerima apa yang menjadi hak kita, dan kita tidak memaksakan sesuatu yang bukan hak kita untuk menjadi milik kita. Sederhana berarti kita dapat mengendalikan kebutuhan. Kita tidak perlu tergoda untuk melakukan sesuatu yang berlebihan
Responsif
Orang yang rendah hati, akan dengan senang hati berbuat untuk orang lain. Lihat kisah-kisah dari Sang Buddha. Beliau begitu responsif ketika diminta untuk menolong orang lain.
Dengan kerendahan hati kita akan bersedia untuk melayani orang lain. Melayani di sini adalah melayani yang didasarkan pada keikhlasan sehingga pelayanan kita menjadi sesuatu yang "bermakna".
Alangkah indahnya apabila nilai-nilai kerendahan hati ini menjadi dasar perilaku dalam 'melakoni’ kehidupan kita, pasti kedamaian akan membahana dalam dunia. Salam Metta.

--- oOo ---
8 FAKTA ANAK DAN ORANG TUA

8 Fakta Yang terjadi Pada seorang anak:
1.   Anak terkadang berfikir orang tuanya pilih kasih terhadap saudaranya
2.   Anak terkadang merasa terkekang oleh orang tuanya
3.   Anak terkadang merasa lebih pintar dan membantah nasihat orang tuanya
4.   Anak terkadang merasa bahwa dirinya tidak di sayang
5.   Anak terkadang memperhitungkan segala sesuatu yang telah ia lakukan untuk orang tuanya
6.   Anak terkadang membingungkan harta warisan
7.   Anak terkadang menganggap remeh sesuatu pekerjaan yang telah diberikan
8.   Anak terkadang membentak orang tuanya saat berbicara

8 Fakta ü yang tidak diketahui oleh anak:
ü 1.   Anak sering tidak mengerti jika dibalik sepengetahuannya orang tuanya selalu memuji anak di depan saudaranya
ü 2.   Anak sering tidak mengerti bahwa semua yang di lakukan orang tuanya hanya untuk kebaikan masa depan anak
ü 3.   Anak sering tidak mengerti bahwa orang tuanya telah menjalani kehidupan yang lebih keras dibanding anak
ü 4.   Anak sering tidak mengerti bahwa di setiap doa dan harapan orang tua nama anak selalu di ingat dan disebut
ü 5.   Orang tua jarang sekali memberitahukan mengenai pengorbanannya selama melahirkan anda
ü 6.   Orang tua telah mempersiapkan warisan terbaik (tidak selalu harta) untuk anaknya, hanya tinggal menunggu waktu yang tepat untuk menyerahkan
ü 7.   Orang tua tidak rela melihat anaknya hidup bersusah-susah di tempat orang lain.
ü 8.   Anak tidak mengerti setiap kali ia membentak, hati orang tua akan bergetar dan menyebabkan umurnya lebih pendek
Note:
ü Jika anda telah membaca pesan ini. Lanjutkanlah kepada seluruh teman anda, biarkan berita ini dapat di ketahui banyak orang dan membuat anak tersadar akan perbuatannya terhadap orang tua mereka. Sayangi Orang Tua kita selagi mereka masih ada bersama kita di dunia ini.



Setitik Cahaya di Balik Kabut 2

Dhamma Makes You
More Happy?

Pandita DR. R. SURYA WIDYA, SpKJ
Sunday, October 25, 2009 at 1:52 pm

Katanya di USA, diantara mereka yang memiliki IQ superior, hanya 20 % yang hidupnya happy, sedangkan diantara mereka yang memiliki EQ bagus dan IQ rata-rata, terdapat 80% yang happy hidupnya.
Apakah dengan belajar dan mempraktekkan Dhamma, 100 % bisa lebih happy?
Mari kita buktikan bersama, bahwa setelah belajar dan praktek Dhamma, semua umat Buddha bisa lebih happy.
Tujuan dari Buddhist Missionary adalah membabarkan Dhamma yang indah pada awalnya, indah pada pertengahannya dan indah pada akhirnya, agar semua makhluk hidup lebih berbahagia.
Harus diakui bahwa menjadi umat Buddha yang baik itu sangat sulit, tidak semua orang tahan duduk lama di lantai (apalagi dingin dan keras), tidak semua orang mudah membaca lafal bahasa Pali dengan benar, praktek sila juga menuntut perubahan cara hidup yang bermakna, dan masih banyak kendala-kendala lainnya. Ada juga yang mengatakan bahwa agama Buddha itu maha kejam, karena tidak ada pengampunan!
Masih mau membuktikan bahwa "Dhamma makes me more happy?"
--- oOo ---


Setitik Cahaya di Balik Kabut 2

Bijaksana

Pandita DR. R. SURYA WIDYA, SpKJ
Sunday, October 25, 2009 at 1:52 pm

Bijaksana bukanlah pijak sana dan pijak sini.
Orang yang bijaksana adalah orang yang dewasa (seperti dewa), sabar, penuh pengertian, tidak tergesa-gesa, melihat dengan jelas mana yang penting dan mana yang kurang penting, tahu mana yang harus didahulukan dan mana yang harus ditunda. Keputusan yang diambil biasanya jitu.
Orang yang sedang ketakutan, sedang marah-marah, sedang jatuh cinta, sedang jatuh pailit, sedang kelaparan, atau yang sedang kebingungan, biasanya kurang bijaksana. Keputusan yang diambil biasanya meleset.
Orang yang bijaksana dapat mengendalikan pikiran dan perasaannya dengan baik sekali, tidak dikendalikan oleh pikiran atau perasaannya sendiri. Sering kali dengan bertambahnya umur, orang bisa makin bijak, namun tidak jarang terjadi yang sebaliknya; semakin tua semakin error.
Belajar dan praktek Dhamma mungkin bisa sangat menolong, karena sarat dengan konsep-konsep yang jelas dan dapat dibuktikan (meskipun ada hal-hal yang mungkin di luar jangkauan kemampuan otak manusia).
Salah satu ciri utama dari Sang Buddha adalah Maha Bijaksana, dengan mudah dan cepat sekali Beliau mengambil langkah-langkah yang tepat untuk menyelesaikan masalah atau menolong para siswaNya.
--- oOo ---
Sosialisasi Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT (MPR RI) BEKERJASAMA DENGAN PP. MAGHABUDHI

Majelis   Permusyawaratan   Rakyat (MPR   Rl)   bekerjasama   dengan PP MAGABUDHI menggelar sosialisasi empat pilar  kehidupan berbangsa dan bernegara yakni : Pancasila, Undang -Undang  Dasar 1945,  NKRI,  dan Bhinneka Tunggal Ika di Pusdiklat Buddhis Sikkhadama  Santibhumi,   BSD,   Serpong, TangSel - Banten    pada hari Sabtu pagi tanggal 10/11-2012.
Acara sosialisasi empat pilar kebangsaan itu menghadirkan dua pemateri anggota DPR yaitu Bapak Drs. Eddy Sadeli, S.H., yang juga merupakan penasihat PP MAGABUDHI, serta Ibu Imatul Aliya Setiawati, S.H., MH., dengan dipandu oleh moderator yaitu Ibu Roos Y Widodo.
Nampak berkenan nadir dalam sosialisasi tersebut adalah YM Jotidhammo Mahathera beserta seorang samanera, dan MP (Maha Pandita) T. Harmanto yang sekaligus memberikan kata sambutan mewakili PP. MAGABUDHI, Pdt. Dharmanadi Chandra, Pdt. Soewarto Widji Lestari serta para pengurus PD MAGABUDHI Provinsi DKI Jakarta dan Provinsi Banten, PC TangSel, PC Kota Tangerang serta PC Kab. Tangerang, juga diikuti oleh kurang lebih 130 orang umat Buddha dari berbagai daerah.
Dalam sambutannya MP. T. Harmanto menegaskan bahwa, guna mengembalikan kepribadian bangsa yang hampir punah, dan demi melestarikan moral bangsa yang luhur/mulia, maka perlu dilakukan lagi dan lagi (terus-menerus) upaya untuk memasyarakatkan Empat Pilar Kebangsaan, yaitu: Pancasila, UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan Bhinneka Tunggal Ika.
Sekjen MPR Rl Bapak Drs. Eddie Siregar, M.S, yang hadir sekaligus membuka acara tersebut mengatakan, bahwa sosialisasi empat pilar kehidupan berbangsa dan bernegara merupakan satu upaya untuk memperkuat rasa cinta kepada bangsa dan negara!. "Dengan empat pilar ini, kita akan terus memperkuat rasa cinta kepada bangsa dan negara".
Acara tersebut berlangsung dengan lancar dan baik, bahkan Ibu Imatul Aliya Setiawati, S.H., M.H., mengatakan bahwa peserta sosialisasi kali ini, luar biasa antusiasnya, karena beliau melihat kepekaan serta semangat dari para peserta yang begitu ingin tahu, banyak yang bertanya, bahkan ada yang mengeluarkan uneg-unegnya seperti apa yang terjadi di lapangan, contohnya ungkapan dari Rama Sudar (PC Kota Tangerang) yang ingin memperjuangkan umat Buddha yang tinggal di pinggiran Kali Cisadane yang akan digusur, tanpa ada imbalan dan kebijaksanaan dari Pemerintah!.
Bhante Jotidhammo dalam pesannya menyampaikan agar para peserta dapat mengikuti sosialisasi tersebut dengan sepenuh hati.
Dengan kekuatan keyakinan kita kepada Tuhan YME, TIRATANA marilah kita menggunakan Pancasila dasar negara kita sebagai pedoman hidup beragama.
Menggunakan UUD NRI tahun 1945 sebagai pedoman hukum bernegara dan menggunakan NKRI sebagai pedoman hidup bertanah air. Menggunakan Bhinneka Tunggal Ika sebagai pedoman hidup berbangsa.
Semoga MPR, DPR dan pemerintah Rl dapat melaksanakan tugas kewajiban dan tanggung jawabnya dengan baik dan benar.
Terima kasih kepada Bapak/lbu pemakalah, semoga bermanfaat bagi kita semua. Majulah dan terus maju bangsa Indonesia! (Mayke)

--- oOo ---

Sumber : Dhammacakka Vol. 18 Februari 2013 No. 69

Tidak ada komentar:

Posting Komentar