SEKAPUR SIRIH
Edisi
Brivi ke 69 adalah Edisi Waisak. Metta Vihara Tegal mengadakan sebulan
Pendalaman Dhamma dengan diadakan Dhamma Class dari 24 April 2013 sampai 24 Mei
2013. Dengan harapan dapat meningkatkan pengetahuan Dhamma dan menerapkan dalam
kehidupan sehari-hari sehingga dapat membawa kemajuan batin kita.
Dhammapada
Atthakhata Bab II Syair 25 menguraikan semangat yang tinggi dalam pengendalian
diri akan membuat diri kita menjadi terlindung dengan aman.
Aneka
peristiwa di Metta Vihara Tegal mewartakan seputar sebulan Pendalaman Dhamma.
Garam
dan Telaga adalah suatu kisah yang dapat menjadi inspirasi dalam kehidupan
kita. Artikel kali ini dengan judul “Sikap Seorang Umat” tulisan YM. Bhikkhu
Sri Pannavaro Mahathera sangat menarik untuk disimak.
Ajahn
Brahm memasuki tema : Rasa Takut dan Rasa Sakit, dengan judul “Meramal Masa
Depan”. Segenggam Daun Bodhi kumpulan tulisan Bhikkhu Dhammavudho Mahathera
dengan judul “Melepas Keduniawian”. PP. Magabudhi menyelenggarakan Upgrading
Pandita di Pusdiklat Buddhis Sikkhadama Santibhumi pada tanggal 23 – 25
Desember 2012. Belajar melepas keakuan dengan rendah diri sangat baik untuk
membantu kita dalam menggapai kebahagiaan. Jangan lewatkan “Mengapa Saya
Bahagia dengan Belajar Agama Buddha”. Ada juga talk show bersama Bhikkhu Uttamo
Mahathera dan Master Erwin Yap.
Redaksi
Brivi mengucapkan Selamat Hari Raya Tri Suci Waisak 2557, 25 Mei 2013. Semoga
kehadiran buletin kesayangan kita ini dapat menambah pengertian Dhamma yang
dapat kita terapkan dalam keseharian yang akan membawa kebahagiaan bagi kita
semua.
Demi
kelangsungan buletin Brivi, redaksi berharap saran dan kritik yang membangun
sebagai masukan yang akan menjadi bahan untuk meningkatkan kualitas Brivi.
Semoga
dengan kekuatan Tiratana, Buddha, Dhamma dan Sangha kita makin maju dalam
Dhamma. Senantiasa dalam keadaan sehat dan bahagia.
Semoga
semua makhluk hidup berbahagia.
Redaksi
SEPUTAR SPD
Dalam menyambut peringatan detik-detik Waisak 2557
yang tepatnya pada hari Sabtu 25 Mei 2013 jam 11.24, keluarga besar Metta
Vihara menyelenggarakan Sebulan Pendalaman Dhamma yang dimulai hari Rabu 24
April 2013 dengan Puja Bhakti di Ruang Penghormatan Leluhur. Jam 19.00 WIB
dilanjutkan dengan Pradaksina dan Meditasi jam 19.30 WIB hingga jam 21.00 WIB
upacara berlangsung lancar dan sakral.
Kamis, 25 April 2013 hari kedua SPD dengan acara
Dhamma Class bersama Bhikkhu Hemadhammo dengan tema : mengapa manusia dilahirkan
dengan kondisi yang berbeda-beda.
Manusia dilahirkan ada yang cantik rupawan, ada
yang buruk muka, ada yang kaya, ada yang miskin. Semua itu disebabkan karena
karma yang pernah dilakukan di masa lalu.
Aku adalah pemilik perbuatanku sendiri, terwarisi oleh perbuatanku
sendiri, lahir dari perbuatanku sendiri, berkerabat dengan perbuatanku sendiri.
Tergantung pada perbuatanku sendiri. Perbuatan apapun yang akan kulakkan baik
atau buruk. Perbuatan itulah yang akan kuwarisi.
Demikian uraian yang disampaikan Bhante Hemadhammo
dalam Dhamma Class di hari pertama.
Di hari kedua B. Hemadhammo menguraikan kewajiban
orang tua te
rhadap anak dan kewajiban anak terhadap orang tua.
Ada 5 kewajiban orang tua terhadap anak, yaitu :
1. Mencegah
anak berbuat kejahatan dan hal-hal yang tidak baik.
2. Menganjurkan
anak berbuat baik.
3. Memberikan
pendidikan dan keterampilan kepada anak.
4. Mencarikan
jodoh yang sesuai.
5. Memberi
warisan pada saat yang tepat.
Ada 5 kewajiban anak terhadap orang tua, yaitu :
1. Merawat
orang tua.
2. Menunjang
orang tua.
3. Menjaga
nama baik keluarga.
4. Menjaga
warisan orang tua.
5. Melakukan
patidana atau pelimpahan jasa bagi yang orang tuanya sudah meninggal.
SPD di hari ke-4 Sabtu, 27 April 2013 Dhamma Class
bersama Pandita Dharmanadi Chandra, SE dengan tema “Indahnya Hidup Sadar”
melangkah saat ini menuju hidup bahagia. Menguraikan syair-syair Dhammapada
antara lain :
Appamada
Vagga II-27
Jangan
terhanyut dalam kelengahan, jangan melekat pada kenikmatan indria, orang yang
sadar dan selalu waspada akan memperoleh kebahagiaan yang tak terbatas.
Kalau
kita lengah dalam hidup ini, maka akan terjadi sesuatu pada kehidupan kita.
Sadar itu :
1. Tabah dan penuh perhatian
2. Suci dalam setiap perbuatan
3. Hati-hati dalam setiap tingkah laku
4. Mengendalikan diri dengan baik.
5. Hidup secara benar (tidak melakukan hal-hal yang
tidak baik)
Maka
orang yang selalu sadar ini akan maju dengan cepat.
SPD hari ke-5 Minggu, 28 April 2013 Dhamma Class
bersama Pandita dr. Dharma Kumara Widya (Ketua Umum PP Magabudhi) menguraikan “Hidup
sehat sesuai Buddha Dhamma”. Arogya Parama Labha artinya kesehatan adalah
keuntungan yang tertinggi.
Sang
Buddha mengatakan kesehatan yang baik adalah keseimbangan antara batin dan
tubuh, manusia dan lingkungan.
SPD hari ke-6 Senin, 29 April 2013 Bhikkhu Khemaviro
menguraikan konsep ketuhanan dalam agama Buddha berbeda dengan agama lain,
karena Tuhan dalam agama Buddha adalah hukum kebenaran. Dalam kitab Udana,
Tuhan adalah :
1. Ajjatam à tidak dilahirkan
2. Akattam à tidak menciptakan
3. Abhutam à tidak menjelma
4. Asankhatam
à ada mutlak dan tidak berkondisi
SPD hari ke-7 Selasa, 30 April 2013 Bhikkhu
Kemaviro menguraikan tiga corak umum (Tilakkhana), yaitu :
1. Anicca : tidak kekal
2. Dukkha : tidak memuaskan / menderita
3. Anatta : tanpa inti / kosong
Rabu, Kamis dan Jumat 1, 2, dan 3 Mei 2013 diisi
dengan Puja Bhakti dan Meditasi.
Sabtu, 4 Mei 2013 Dhamma Class bersama Pandita Metta
Dewi Wong, SH dengan tema “Dhamma bukan sekedar info”.
Cerita Inspiratif
"GARAM dan TELAGA"
Suatu ketika, hiduplah seorang tua yang bijak. Pada suatu pagi,
datanglah seorang anak muda yang sedang dirundung banyak masalah. Langkahnya
gontai dan air muka yang ruwet.
Tamu itu, memang tampak seperti orang yang tak bahagia. Tanpa
membuang waktu, orang itu menceritakan semua masalahnya. Pak Tua yang bijak
hanya mendengarkannya dengan seksama.
la lalu mengambil segenggam garam, dan meminta tamunya untuk
mengambil segelas air. Ditaburkannya garam itu ke dalam gelas, lalu diaduknya
perlahan.
"Coba, minum ini, dan katakan bagaimana rasanya..", ujar
Pak tua itu.
"Asin. Asin sekali", jawab sang tamu, sambil meludah ke
samping. Pak Tua itu, sedikit tersenyum.
la, lalu mengajak tamunya ini, untuk berjalan ke tepi telaga di
dalam hutan dekat tempat tinggalnya. Kedua orang itu berjalan berdampingan, dan
akhirnya sampailah mereka ke tepi telaga yang tenang.
Pak Tua itu, lalu kembali menaburkan segenggam garam, ke dalam
telaga itu. Dengan sepotong kayu, dibuatnya gelombang mengaduk-aduk dan
tercipta riak air, mengusik ketenangan telaga itu.
"Coba, ambil air dari telaga ini, dan minumlah. Saat tamu itu
selesai mereguk air itu, Pak Tua berkata lagi, "Bagaimana rasanya?"
"Segar", sahut tamunya.
"Apakah kamu merasakan garam di dalam air itu?" tanya
Pak Tua lagi.
"Tidak", jawab si anak muda.
Dengan bijak, Pak Tua itu menepuk-nepuk punggung si anak muda. la
lalu mengajaknya duduk berhadapan, bersimpuh di samping telaga itu.
"Anak muda, dengarlah. Pahitnya kehidupan, adalah layaknya
segenggam garam, tak lebih dan tak kurang. Jumlah dan rasa pahit itu adalah
sama, dan memang akan tetap sama. Tapi, kepahitan yang kita rasakan, akan
sangat tergantung dari wadah yang kita miliki. Kepahitan itu, akan didasarkan
dari perasaan tempat kita metetakkan segalanya. Itu semua akan tergantung pada
hati kita. Jadi, saat kamu merasakan kepahitan dan kegagalan dalam hidup, hanya
ada satu hal yang bisa kamu lakukan. Lapangkanlah dadamu menerima semuanya.
Luaskanlah hatimu untuk menampung setiap kepahitan itu."
Pak Tua itu lalu kembali memberikan nasehat. "Hatimu, adalah
wadah itu. Perasaanmu adalah tempat itu. Kalbumu, adalah tempat kamu menampung
segalanya. Jadi, jangan jadikan hatimu itu seperti gelas, buatlah laksana
telaga yang mampu meredam setiap kepahitan itu dan merubahnya menjadi kesegaran
dan kebahagiaan."
Keduanya lalu beranjak pulang. Mereka sama-sama belajar hari itu.
Dan Pak Tua, si orang bijak itu, kembali menyimpan "segenggam garam",
untuk anak muda yang lain, yang sering datang padanya membawa keresahan jiwa.
Semoga bermanfaat.
Dipost oleh Dwi Agnes Cecilia di Bodhi Leaf Group
Mengapa Saya Bahagia dengan Belajar
Ajaran Buddha?
Buddha
tidak pernah menjanjikan hal-hal indah ataupun menjanjikan aku pasti akan ke
Surga / Nibbana bila percaya kepadaNya..
Buddha
juga tidak pernah berkata" kalau tidak percaya Dia pasti masuk
neraka."
Buddha
tidak memberikan dongeng yang mengerikan atau menyenangkan supaya aku percaya
dan takut terhadapNya.
Buddha
tidak pernah mengatakan", Akulah yang menciptakan langit dan bumi
ini"
Buddha
tidak pernah menjanjikan hal-hal yang indah untuk ke depan, bahkan juga tidak
bisa mensucikan org lain.
Bahkan untuk
mensucikan diri sendiri pun mengandalkan kita sendiri, tapi kenapa aku masih
mau mengikuti ajaranNya ?
karena Buddha, aku tahu:
- kenapa aku menderita.
- kenapa aku cacat.
- kenapa aku bermuka buruk.
- kenapa aku sakit dan pendek umur
karena Buddha, aku tahu
- kenapa aku bahagia.
- kenapa aku sehat, kaya
- kenapa aku cantik, ganteng
- kenapa aku sukses, panjang umur
Dari
Buddha, aku mengerti hukum kamma (sebab dan akibat) dan 4 kesunyataan mulia,
bertambah Bijaksana sehingga tidak menyalahkan siapa pun atas penderitaan dan
kebahagiaan terjadi oleh suatu sebab.
Oleh
Buddhalah aku diajarkan cinta kasih terhadap semua makhluk hidup apapun juga.
Jika
suatu saat aku berhasil dalam melewati roda samsara ini sampai akhir hidup,
Surga dipersembahkan sampai jutaan kalpa pun saya tidak mau, Yang aku inginkan
hanyalah bebas dari kelahiran
Tidak
ada kelahiran maka tidak ada penderitaan dan kematian..
Apa yang
kita tanam itu yang kita petik, apa yang kita lakukan itu yang kita
dapatkan(kamma),
Itu
ajaran yang diajarkan "Sang Buddha".
INGAT:
Suka cita dan duka cita
di tangan kita bukan di tangan siapa"
Zaman
sekarang ketika ajaran Buddha berkembang dan dikenal semakin luas, selalu ada
orang yang menghina dan tidak suka dengan perkembangan Buddhis.
Kita
tidak boleh membenci mereka, justru kita harus kasihan dan menyebarkan cinta
kasih ke semua.
Belajar
ajaran Buddha tidaklah harus beragama Buddha. Ajaran Buddha itu universal,
mengajarkan bagaimana berdamai dengan diri sendiri dan orang lain, bagaimana
cara berbahagia, bagaimana mendapatkan ketenangan dan kebahagiaan sejati.
Buddhis
sejati bukanlah dari label agama KTP (agama Buddha) namun dari pikiran,
perbuatan dan ucapan yang baik, tidak ada unsur kebencian, ketamakan serta
ketidakbijaksanaan.
Semoga semua makhluk
senantiasa berbahagia.
Semoga semua makhluk
bebas dari derita.
[Mari
"sadhu"-kan untuk memberikan energi positif ke dalam diri kita
sendiri yang dampaknya dapat memengaruhi orang lain]
TALK SHOW BERSAMA
BHIKKHU UTTAMO MAHATHERA DAN MASTER ERWIN YAP
Minggu, 9 Desember 2012, Pukul
12.30 Ruang MGK-Kemayoran dibanjiri Umat Buddha dan berbagai daerah untuk
menyaksikan Talk Show bersama Bhikkhu Uttamo Mahathera & Master
Erwin Yap, moderator oleh Doktor Ponijan Liauw, tak ketinggalan MC Yani Dharma.
Acara ini diadakan oleh Cetiya Buddha Padmasambhava Kompleks TPI, Jakarta.
Talk Show yang cukup menggelitik dan tak akan habis
dibicarakan dari zaman ke zaman dan selalu diminati oleh para umat. Tema talk
show adalah "Feng Shui dan Seni Membaca Wajah"
Siapa yang tidak akan senang
bila dipuji dengan wajah cantik, ganteng......punya "HOW" apa lagi
punya rumah "MEGAH" sesuai HONGSUI … bagus, tajir pula!!
Acara pembukaan diawali dengan
lagu-lagu persembahan dari KMB Dhammasena Trisakti, dan permainan kecapi.
Mrs. Erwin Yap mengawali talk
show dengan aplikasi Feng Shui; kita harus mengetahui lebih dahulu hal-hal
sebagai berikut Lingkungan bangunan tempat kita tinggal, Alam lingkungan,
keadaan dan siklus udara dari luar ...Chi, masuk, baru atur peletakan tempat
perabotan. Berbagai cara dan ilmu yang mudah diterima oleh umat awam telah
diterangkan agar dapat mudah dimengerti.
Berbagai pertanyaan dari
hadirin, salah satunya bagaimana kalau berdiam di rumah yang mengkondisikan
sakit-sakitan, apa pengaruhnya dengan Feng Shui? Ada juga yang bertanya jika
mau memiliki rumah dengan tahun lahir dan shio tertentu...apa pengaruhnya
dengan rumah yang menghadap ke satu arah tertentu? Apabila istri sedang hamil
apakah benar tidak diperbolehkan pindah rumah, menggeser sesuatu benda yang ada
di dalam rumah (benda berat/besar misalnya almari), menurut Hong Shui tidak
diperkenankan? Semua pertanyaan yang klasik sebetulnya....cerita yang turun
temurun, sudah dilakukan oleh orang tua kita.
Sesi berikutnya yang ditunggu-tunggu.
Bhikkhu Uttamo Mahathera melihat dari sisi dhamma. Dalam versi agama Buddha
tentu tidak ada pembagian Feng Shui jelas beliau, namun tidak menutup
kemungkinan.... hal-hal demikian masih saja harus dipercaya, contohnya saja:
sewaktu bayi Siddharta lahir sudah diramalkan, bagaimana beliau akan menjadi
orang yang terkenal.
Hanya saja tidak disebutkan pada
zaman Sang Buddha bahwa itu Feng Shui. Beliau hanya mengumpamakan seperti
halnya, bagaikan segenggam daun yang ada di tangan beliau dengan yang masih
terhampar di halaman. Perumpamaan ini juga bisa diambil contoh seperti
Cakra memadukan kemajuan dalam
kesuksesan serta meningkatkan kualitas diri kita.
1. Berada di tempat yang sesuai. Kalau yang merasa
tidak cocok/bagus, kita harus mengubah pola pikir dan perilaku berbuat
kebajikan. Berusaha dan berbuat baik semaksimal mungkin.
2. Bertemu dengan orang/teman baik. Kalau kita
baik, mengkondisikan bertemu orang baik. Kumpulan dari jenis ketemu jenis
"Kumpul dengan orang baik anda harus berubah menjadi baik" Berbuat
baik melalui ucapan, pikiran & perbuatan.
"Attamana
pannanindhi" mengetahui hal-hal yang baik adalah mengubah putusan yang
tidak baik menjadi baik. Dari ajaran Sang Buddha, sejak-kecil sampai kita mau
meninggal selalu masih diajarkan hal-hal yang baik.
3. Mengerti hal-hal yang bermanfaat. Mengetahui
perbuatan-perbuatan yang bermanfaat untuk diri sendiri
4. Unsur Langit - Timbunan Karma Lampau. Kita
harus mensyukuri apa yang sudah ada/yang kita peroleh,
5. Cakra kalau kita miliki, bisa menjadi sukses.
(Garis tangan, profil wajah) adalah hal-hal yang masih dipercaya akan membawa
kemajuan/kesuksesan.
Rangkuman:
Perbuatan, ucapan, pikiran dalam
perilaku berbuat kebajikan semua akan menuju kesuksesan. Wajah yang bersih kita
lebih PD (percaya diri). Semua yang disampaikan sangat rasional dengan pola
pikir sesuai kenyataan hidup saat ini dengan kebajikan yang selalu kita
lakukan.
Jaman Sang Buddha juga sudah ada
tapi dengan cara/ nama yang lain, dan tidak sepopuler zaman modern 'seni
meramal wajah" Semua harus dengan pola pikir kita. Makanya pola pikir,
tutur ucapan, dan tindakan yang baik akan menunjukkan cerahnya wajah
kita.....hingga kesuksesan mudah diraih, demikian Master Erwin Yap menguraikan
sesuai dhamma.
Bhante juga menambahkan pada
dasarnya semua karena masih meragukan tentang karma, dan tidak mempercayainya
100%! Demikian talk show Minggu siang sampai sore....tidak terasa sudah duduk
selama 4 jam, ada awal pasti ada akhir demikian pula pada acara kali ini, walau
tidak semua kemauan akan terlaksana ....berusaha adalah jalan terbaik.
Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta....Semoga
Semua berbahagia, Sadhu...sadhu...,sadhu. (CH)
--- oOo ---
Sumber
ARTIKEL
Sikap Seorang Umat
oleh : YM
Bhikkhu Sri Pannavaro Mahathera
Bagaimana
menjadi umat Buddha yang baik? Apakah yang harus diperhatikan dan dilakukan?
Pertanyaan yang
sederhana dan sering ditanyakan oleh seseorang yang tertarik kepada Agama
Buddha. Jawaban :
Menjadi umat
Buddha, syarat yang pertama sekali, bukan harus bisa membaca paritta dalam
bahasa Pali, yang mungkin sukar untuk dibaca pertama kali. Bukan pula harus
mempunyai altar dengan patung Buddha yang indah di rumah. Meskipun membaca
paritta dan punya altar adalah suatu hal yang sangat baik. Yang pertama kali
harus dilakukan adalah HARUS SIAP DAN BERANI MENGUBAH CARA BERFIKIR. Seorang
umat Buddha akan ditandai dengan cara berfikir yang Buddhistis — cara berfikir Dhamma —
adalah kita dihadapkan pada kenyataan yang 'telanjang' yang terus terang;
kenyataan itu sering tidak cocok dengan selera kita. Namun dengan menghadapi
kenyataan dengan APA ADANYA ini akan membuat kita menjadi dewasa dan bijaksana.
Satu contoh,
kalau kita mengidap penyakit, maka seorang umat Buddha harus mau mengakui bahwa
diri kita sakit. Dhamma mengajak kita untuk melihat kenyataan hidup dengan apa
adanya, dengan terus terang, TANPA SCREEN atau TABIR. Oleh karena itu, meskipun
berat & pahit, kalau kita mau melihat kenyataan dan menerima kenyataan,
maka kita akan berfikir secara dewasa dan sikap kita akan menjadi sikap yang
bijaksana. Menutupi penyakit adalah sikap yang kekanak-kanakan; karena itu
sikapnya, tindakannya, perbuatannya kemudian tidak akan bijaksana. Sehingga
perbuatannya akan menghancurkan dirinya sendiri. Inilah gunanya beragama,
terutama mengenal Dhamma. Kita ditantang, diminta kesanggupan kita — BUKAN hanya kesanggupan
untuk menyumbang vihara. BUKAN! BUKAN pula kesanggupan untuk menghafal paritta.
Tetapi kesanggupan untuk MENGUBAH CARA BERFIKIR dan kesanggupan untuk BERANI
MELIHAT KENYATAAN SEBAGAIMANA ADANYA; sehingga sikap, tindakan dan perilaku
kita menjadi dewasa dan bijaksana.
Agama Buddha tidak anti materi, tidak menginginkan saudara
hidup melarat, cukup pakai cawat kulit kayu, makan nasi-garam, selesai. TIDAK
PERNAH ada ajaran agama Buddha yang demikian. Tetapi yang diminta oleh agama
Buddha adalah BAGAIMANA PANDANGAN SAUDARA DALAM MEMANDANG UANG & MATERI
ITU. Kalau pandangan saudara dalam memandang uang dan materi sama dengan
sebelum saudara menjadi umat Buddha, maka saudara bukan umat Buddha. Karena
umat Buddha ditandai cara berfikir yang sesuai Dhamma. Agama Buddha tidak
menganggap uang, materi, kendaraan, rumah, tanah itu adalah jelek, kotor dan
dosa. TIDAK SAMA SEKALI! Karena materi dan uang adalah NETRAL. Sama seperti LISTRIK,
bukan suatu yang penuh cinta kasih, tetapi juga bukan sesuatu yang kejam.
Listrik bisa membakar rumah, membunuh manusia, tetapi bisa pula menerangi kita,
membangkitkan mesin. Kalau saudara memandang uang, materi, rumah, mobil dan
sebagainya itu bukan sebagai kekayaan atau sebagai milik melainkan sebagai alat
untuk menyejahterakan keluarga, alat untuk melakukan kebaikan yang lebih banyak
dalam kehidupan ini, maka itulah cara berfikir umat Buddha.
Semua orang senang akan kesenangan, kebahagiaan termasuk saya. Tetapi
merupakan selera atau keinginan manusia kemudian untuk mengukuhi, menggenggam
kesenangan dan kebahagiaan menjadi miliknya untuk selama-lamanya. Dan menurut
kenyataan, hal itu adalah SESUATU YANG TIDAK MUNGKIN. Kalau saudara sudah siap
mengubah cara berfikir bahwa memang segala sesuatu di dunia ini adalah tidak
kekal - kebahagiaan maupun kepuasan adalah tidak kekal, demikian juga dengan
problem, kesulitan, kesedihan adalah tidak kekal. Maka saudara sudah harus siap
menghadapi dunia ini dengan segala perubahannya. Adalah orang yang paling
kecewa di dunia ini yang menganggap segala sesuatu di dunia ini adalah kekal
atau abadi. Adalah orang yang paling tidak bahagia di dunia ini yang mengukuhi
segala sesuatu yang menyenangkan karena segala sesuatu itu adalah PERUBAHAN.
Mengubah cara berfikir seperti ini amatlah membantu. Sikap
memandang dunia ini atau menanggapi segala sesuatu dengan jelas, benar &
sesuai dengan kenyataan adalah sesuatu yang amat membantu. Ini lebih berharga
daripada saudara mempunyai macam-macam benda pusaka. Pusaka yang bisa dimasukan
ke dalam pikiran itulah yang paling berharga.
PUSAKA
PENGERTIAN yang sesuai dengan kenyataan. Dan untuk itu saudara dituntut untuk
siap mengubah sikap berfikir saudara semula. Sekali lagi, memang belajar
melihat kenyataan dengan terus terang ini adalah berat. PAHIT! Karena tidak
sesuai dengan selera atau kehendak kita. Selera kita menginginkan kenikmatan,
kesenangan, kebahagiaan yang senantiasa dan terus menerus. Tetapi itu adalah
tidak mungkin! Amat berat untuk menerima kenyataan kalau itu sudah berubah.
Tetapi itulah kenyataan. Kalau saudara berani menghadapi kenyataan itu LUAR
BIASA!
Bagaimana
agar menjadi BERANI? Harus siap mengubah cara berfikir yang sesuai kenyataan.
Sekarang jangan lagi menganggap segala sesuatu itu abadi, kekal — termasuk penderitaan,
kesulitan, problem karena semuanya tidak kekal. Sekarang jangan lagi menganggap
bahwa hidup adalah untung2an, pemberian atau hadiah. Tetapi mulai sekarang
harus menganggap bahwa HIDUP ADALAH PERJUANGAN. HIDUP INI ADALAH TIDAK KEKAL.
Kita harus melihat kenyataan itu, sehingga kita tidak diputar-putar di dalam
perubahan yang tidak kita kehendaki. Kita harus menjadi dewasa sehingga kita
menjadi bijaksana.
Tantangan
bagi kita adalah BAGAIMANA KALAU KITA MENGHADAPI PERSOALAN atau PROBLEM. Karena
lingkungan, kolega, pekerjaan, pasangan, anak-anak kita tidak akan selamanya
cocok dengan selera atau kemauan kita. Suatu saat kalau lingkungan tempat kita
bergantung sudah tidak bisa menyenangkan kita lagi, maka habislah kita. Saudara
merasa kebahagiaan saudara dirampok. Kalau masih 1 atau 2 problem dan saudara
masih punya kenikmatan di bidang lain, maka tidak ada persoalan.
Tetapi kalau
problem itu datang bertubi-tubi dan bersamaan, semua tempat saudara bergantung
tidak dapat memuaskan saudara, habislah kebahagiaan saudara. Seperti digoreng
habis-habisan. Mampukah saudara bertahan? Kalau saudara mempunyai simpanan di dalam
batin, saudara akan bisa bertahan. "Andai kata lingkungan sudah tidak bisa
lagi sesuai dengan selera saya, saya masih mempunyai kesenangan dan kebahagiaan
batin." Dengan demikian saudara akan bertahan.
Dari manakah kita bisa mendapatkan kebahagiaan batin? Yakni
dari PENGETAHUAN MENGENAI HAKIKAT KEHIDUPAN INI SEBAGAIMANA ADANYA, dan
melakukan kebaikan. Inilah gunanya melakukan kebaikan. Saya tidak bicara kalau
berbuat baik, akibat karmanya begini-begitu tetapi kebajikan itu akan menjadi
simpanan batin. Tidak terasa seperti anda menabung di bank. Mungkin saudara
berkata "Apa gunanya sih menabung, mengurangi jatah?" Tetapi nanti
kalau saudara tiba pada keadaan yang sangat menyulitkan, saudara baru bisa
merasakannya.
Inilah keuntungannya orang menabung berbuat baik. Maka
anjuran saya, permintaan saya, cobalah saudara menabung. Menabung di dalam
batin saudara. Untuk suatu saat kalau saudara jatuh alam kesulitan, saudara
mampu tetap bertahan, punya daya tahan yang saudara bangun sendiri. Tidak ada
orang yang menghadiahkan daya tahan, kesabaran, kekuatan dll. Semua itu harus DILATIH,
DITUMBUHKAN & DIKEMBANGKAN di dalam diri, oleh diri sendiri, sebagai
kekayaan pribadi di dalam.
Inilah ajaran agama Buddha. Memang tidak simple atau mudah.
Ajaran agama Buddha itu tidak menawarkan 2 alternatif: PERCAYA ATAU TIDAK !
Agama Buddha tidak sesimpel itu. Tetapi saudara dituntun seperti orang yang
buta, lalu diobati, dibimbing pelan-pelan, bagaimana untuk menghadapi kehidupan
ini, supaya bisa berdiri di atas kaki sendiri. Sulit memang! Hasil-hasil besar
yang ada di dunia ini bukanlah suatu kebetulan. Orang-orang besar yang bisa
menemukan penemuan besar — spiritual
atau material di dunia ilmu — tidak ada yang kebetulan. Semua itu adalah
PERJUANGAN.
Kalau saya
ditanya, "Bhante menjadi umat Buddha itu bangganya apa?" Apakah
karena viharanya yang besar ? Kebaktiannya rapi ? BUKAN! Saya bangga menjadi
umat Buddha karena saya mempunyai wawasan yang luas. Saya tidak sekedar
ditawarkan OK atau TIDAK. YES or NO. PERCAYA atau TIDAK. Bukan itu. Tetapi saya
disodorkan PENGERTIAN. Kalau saya mengerti, saya akan percaya. Bukan dibalik
"Kalau anda percaya, anda akan mengerti" Tidak demikian. Tetapi kalau
anda MENGERTI, tidak usah diminta, anda akan PERCAYA. Mempunyai cara berfikir yang
benar, sikap memandang kehidupan ini dengan benar, adalah syarat yang pertama
menjadi seorang umat Buddha. Memang Berat! Tetapi itulah dunia ini sebagaimana
adanya.
Penutup :
"Atana va sudantena, Natham Labari
dullabham"
artinya : "Setelah dapat mengendalikan
diri sendiri dengan baik, seseorang akan memperoleh perlindungan yang sungguh
amat sukar dicari."
Siapa yang bisa melindungi saudara, yang paling
setia, yang tidak berkhianat, yang paling "save”/aman ? Yaitu PIKIRAN
SAUDARA SENDIRI YANG SUDAH DILATIH. Karena itu dengan melatih diri sendiri,
akan mendapat keuntungan yang sukar dicari yaitu pelindung yang setia.
Marilah kita siap menghadapi kenyataan,
punyailah modal di dalam batin yang kuat, tegar menghadapi apapun. Karena
apapun yang ada atau yang terjadi, adalah tidak kekal.
(dikirim oleh Steve Hidajat, Sabbe satta
bhavantu sukhitatta, Semoga semua makhluk bahagia, May all beings be well and
happy.)
This post was submitted by YM. Sri Pannavaro
Mahathera, on November 5 2009. Sumber : http://mdoneslamedia.com/2009/ll/05/sikap-seorang-umat/
RASA
TAKUT DAN RASA SAKIT
Meramal Masa Depan
Banyak orang yang-ingin mengetahui masa depan. Sebagian orang
begitu tak sabarnya menanti apa yang akan terjadi, karena itu mereka mulai
mencari jasa dukun dan peramal. Saya punya peringatan bagi Anda mengenai para
peramal : jangan percaya pada peramal yang miskin!
Para bhikkhu yang berlatih
meditasi dianggap sebagai peramal yang hebat, tetapi biasanya mereka tidak
gampang diajak bekerja sama.
Suatu hari, seorang umat yang
telah lama menjadi murid Ajahn Chah meminta sang guru besar untuk meramal masa
depannya. Ajahn Chah menolak: bhikkhu yang baik tidak ramal-meramal. Tetapi si
murid bersikukuh. Dia mengingatkan Ajahn Chah berapa kali dia sudah berdana
makanan, berapa banyak dana yang telah dia sumbangkan untuk viharanya, dan
bagaimana dia menyopiri Ajahn Chah dengan mobil dan biaya darinya, mengabaikan
keluarga dan pekerjaannya sendiri. Ajahn Chah melihat bahwa orang itu terus
bersikeras meminta untuk diramal, jadi dia berkata untuk sekali ini saja dia
akan membuat perkecualian terhadap peraturan bahwa bhikkhu tidak boleh meramal."Mana
tanganmu. Sini kulihat telapak tanganmu."
Si murid sangat senang. Ajahn
Chah belum pernah membaca telapak tangan murid lainnya. Ini spesial. Lagi pula,
Ajahn Chah dianggap sebagai orang suci yang punya kemampuan batin yang hebat.
Apa pun yang dikatakan oleh Ajahn Chah akan terjadi, pasti akan terjadi. Ajahn
Chah menelusuri garis-garis telapak tangan si murid dengan jarinya. Setiap
beberapa saat, dia bicara sendiri, "Ooh, ini menarik" atau "Ya,
ya, ya" atau "Luar biasa". Si murid yang malang itu risau dalam penantian.
Ketika Ajahn Chah selesai, dia
melepaskan tangan si murid dan berkata kepadanya, "Murid, berikut ini
adalah keadaan masa depanmu."
"Ya, ya," kata si
murid dengan cepat
"Dan saya tak pernah
salah," tambah Ajahn Chah.
"Saya tahu, saya tahu.
Jadi, bagaimana nasib masa depan saya?" tanya si murid dengan penasaran
memuncak.
"Masa depanmu akan tak
pasti," kata Ajahn Chah. Dan dia tidak salah!
--- oOo ---
SEGENGGAM DAUN BODHI
KUMPULAN
TULISAN
BHIKKHU
DHAMMAVUDDHO MAHA THERA
Message of The Buddha
PESAN BUDDHA
Namo Tassa Bhagavato Arahato
Samma Sambuddhassa
5. Pelepasan Keduniawian
Buddha berkata kita telah
melewati kehidupan yang tidak terkira
banyaknya di lingkaran kehidupan, dan air mata yang sudah kita cucurkan dalam
kesakitan dan penderitaan lebih banyak dari air yang ada di empat samudera. Suatu hari nanti kita
akan menyadari satu-satunya jalan untuk membebaskan diri dari lingkaran ketidakpuasan
ini adalah dengan melepas semua nafsu kesenangan duniawi.
Perumpamaan empat kuda keturunan murni. Terdapat empat jenis kuda keturunan murni di
dunia, yang pertama akan merasakan kegelisahan dan siap untuk beraksi segera
setelah bayangan tongkat penghalau kelihatan. Tipe yang kedua tidak bergerak
pada penglihatan yang sedemikian tetapi menjadi gelisah dan siap untuk pergi
hanya setelah kulitnya dicambuk. Tipe yang ketiga tidak siap untuk pergi bahkan
setelah dicambuk dengan tongkat penghalau tetapi hanya setelah dagingnya
ditusuk. Tipe yang keempat masih tidak akan pergi setelah dagingnya ditusuk
tetapi hanya setelah ditusuk sampai ke tulang.
Demikian juga, kata Buddha, terdapat empat
jenis manusia luhur di dunia ini. Yang pertama, ketika dia mendengar
penderitaan atau kematian seseorang, dia akan menjadi khawatir dan menyadari
penderitaan dan kematian akan dialaminya juga. Jadi dia melepaskan semua
keterikatan duniawi untuk menempuh jalan suci. Tipe yang kedua siap untuk
melepaskannya hanya ketika dia melihat dengan matanya sendiri penderitaan atau
kematian seseorang. Ini mengejutkannya dan membuatnya melihat ketidak kekalan
dari kehidupan. Tipe yang ketiga masih belum melepaskan duniawi ketika dia
mendengar atau melihat penderitaan atau kematian seseorang, tetapi hanya,
ketika kerabatnya sendiri menderita atau mati, rasa sakit dan kesedihan
membuatnya melihat kenyataan. Tipe yang keempat masih belum berkeinginan
melepaskan duniawi sampai dia sendiri menjadi sakit dengan penyakit yang serius
yang menyengsarakannya ke ujung kematian. Hanya ketika itulah dia sadari dan
siap untuk melepaskan keduniawian. Yang: menjadi catatan penting di sini
adalah bahwa apa yang membuat makhluk hingga akhirnya bangun dan berpaling dari
keduniawian adalah kesakitan dan kesedihan.
Pelepasan keduniawian. Jadi orang
demikian tersebut, patah hati dan sakit hati, memulai untuk melepaskan, duniawi dan
nafsu duniawi. Buddha berkata tidak ada seorang pun yang dapat
membebaskan dirinya dari lingkaran kehidupan sementara berada di tengah-tengah
kesenangan duniawi, menikmati
kesenangan duniawi, tanpa
melepaskan nafsu keinginan
terhadap kesenangan duniawi. Pertama, dia mungkin tidak siap untuk melepaskan
keduniawian dalam kehidupan tanpa rumah. Dia boleh tinggal di rumah tetapi menjauhkan
diri dari tindakan seksual dan urusan dunia. Dia mulai melatih kehidupan suci
di rumah. Dan suatu hari nanti dia akan menyadari kebenaran dari kata-kata Buddha
bahwa: "adalah sulit menempuh kehidupan suci semurni dan sekilat
kulit kerang di rumah. Barulah kemudian dia melepaskan keduniawian dalam
kehidupan tanpa rumah untuk melatih jalan itu. Dan suatu hari nanti setelah
sekian banyak usaha yang tekun, dia akan menyadari untuk dirinya sendiri secara
langsung Kebenaran Mulia yang dinyatakan oleh Buddha.
--- oOo
---
Catatan :
Di bawah alam manusia terdapat tiga alam
sengsara – alam hantu, alam binatang dan alam neraka – dimana makhluk mengalami
banyak kesakitan dan penderitaan (buku belakangan menambahkan alam asura
sebagai alam keempat). Ketiga alam ini bersamaan dengan alam manusia dan keenam
alam surga menjadikan alam lingkup indera sepuluh alam.
Anguttara Nikaya 1.19.2
Anguttara Nikaya 4.113
SEGENGGAM
DAUN BODHI
Penerjemah
:
Rety
Chang Ekavatti, S. Kom, BBA
Yuliana
Lie Pannasiri, MBA
Penyunting
:
Nana
Suriya Johnny, SE
Andromeda
Nauli, Ph.D
UPGRADING
PANDITA MAGABUDHI
Pusdiklat Buddhis
Sikkhadama Santibhumi
23 – 25 Desember 2012
Upgrading
Pandita merupakan kursus singkat berpola 40 jam, yang
diselenggarakan oleh Pengurus Pusat Majelis Agama Buddha Theravada Indonesia
(PP MAGABUDHI). Kursus ini ditujukan khusus untuk Pandita Muda (PMd) ke atas,
sebagai pembekalan teori bagi kenaikan ke jenjang selanjutnya, yaitu Pandita
Madya atau Pandita. Upgrading Pandita kali ini diikuti oleh 29 orang
peserta, terdiri dari 24 pria dan 5 wanita. Mereka berasal dari berbagai daerah
di Indonesia, seperti Jakarta, Tangerang, Surabaya, Banyumas, Tanjung Pinang,
Ketapang, Lombok, dan Lampung.
Tepat
pukul 09.00 pagi, tanggal 23 Desember 2012, acara dibuka dengan Namakara Patha
dan dilanjutkan dengan menyanyikan Hymne MAGABUDHI yang semuanya dipimpin oleh
PMy. Suwarto Atjing. Selanjutnya adalah pembacaan Etika Pandita, dipandu oleh
Pdt. Soewarto Widji Lestari. Setelah para peserta dipersilakan duduk kembali,
Ketua Panitia Pelaksana, PMd. Deddy Siswanto, S.Kom. memberikan kata sambutan.
Acara pembukaan diakhiri dengan sambutan dari Ketua Umum PP MAGABUDHI, Pdt. Dr.
Dharma K. Widya, M.Kes., Sp.Ak.
Sebelum
pelajaran dimulai, para peserta diberikan tes awal yang terdiri dari 30 soal
pilihan berganda dan 12 soal uraian. Tes awal ini dimaksudkan untuk mengetahui
bekal atau dasar pengetahuan teori yang sudah dimiliki oleh para peserta. Waktu
yang diberikan untuk mengerjakan tes awal tersebut hanya 30 menit.
Sesi
pertama dimulai dengan Diskusi Topik Aktual dengan narasumber PMd. Ir. Bobby
Subrata didampingi oleh PMy. Suwarto Atjing. Peserta dibagi menjadi 5 kelompok
dan masing-masing kelompok mendiskusikan topik yang diberikan oleh Romo Bobby,
kemudian mempresentasikannya di depan seluruh peserta. Topik yang dibahas
adalah: Pandita berkonflik, Pandita dianggap kurang beretika, Pandita dianggap
kurang berbobot, Pandita dianggap kurang berbaur, dan Pandita dianggap kurang
aktif.
Setelah
istirahat makan siang, sesi kedua dan ketiga diisi oleh Upc. Ir. Selamat
Rodjali tentang Abhidhamma. Bapak Selamat Rodjali ini sangat ahli di bidang
Abhidhamma, penjelasan beliau mudah dimengerti karena contoh-contoh yang digunakan
adaiah contoh nyata dalam kehidupan kita sehari-hari. Walaupun judul sesinya
adalah Abhidhamma, namun yang dibahas sebenarnya adalah Abhidhammatthasangaha,
yaitu pengantar untuk mempelajari tujuh kitab dalam Abhidhamma Pitaka.
Abhidhammatthasangaha ini membahas mengenai Paramattha Dhamma (kebenaran
mutlak) yaitu Citta 89-121, Cetasika 52, Rupa 28, dan Nibbana. Bapak Selamat
Rodjali memberikan satu topik bonus untuk dibahas pada sesi beliau, sesuai
dengan pilihan para peserta, topik bonus yang dibahas adalah mengenai Hypnosis.
Selama ini yang kita ketahui adalah bila orang dihipnotis, orang itu
menjadi tidak sadar. Ternyata itu anggapan yang salah. Orang yang dihipnotis
adalah orang yang sadar penuh, namun batinnya dalam kondisi yang tenang.
Kondisi yang tenang ini adalah kondisi yang tepat untuk mengarahkan ingatan,
sehingga orang tersebut dapat mengingat masa lampaunya.
Dua sesi
terakhir di hari pertama dibawakan oleh Pdt. Soewarto Widji Lestari, yaitu Strategi
Lintas Mazhab dan Strategi Lintas Agama. Sesi ini merupakan
penerapan dari Tri Kerukunan Hidup Umat Beragama yang dicanangkan pemerintah
Indonesia, yaitu kerukunan antar umat yang seagama, kerukunan antar umat yang
berlainan agama, dan kerukunan antar umat beragama dengan pemerintah. Agama
Buddha pada dasarnya hanya terbagi menjadi dua mazhab besar, yaitu Theravada
dan Mahayana. Mazhab Theravada tidak terpecah, hanya terdapat dua majelis yaitu
MAGABUDHI dan MAJUBUTHI, sedangkan mazhab Mahayana terpecah menjadi Tantrayana,
Maitreya, Nichiren, dan Tridharma, di mana masing-masing pecahan tersebut
memiliki banyak organisasi Sangha dan majelis di bawahnya. Semua itu ada yang
tergabung di dalam KASI (Konferensi Agung Sangha Indonesia), WALUBI (Perwakilan
Umat Buddha Indonesia), dan ada yang tidak bernaung di mana pun. Untuk membina
kebersamaan antar umat yang berbeda agama, di Indonesia telah ada FKUB, yaitu
Forum Kerukunan Umat Beragama yang komposisi jumlah anggotanya berbanding lurus
dengan jumlah pemeluk agama setempat.
Hari
kedua, Senin tanggal 24 Desember 2012 dimulai dengan sesi dari Bapak Kevin Wu
tentang Teknik Penulisan, dilanjutkan dengan Teknik dan Praktik Presentasi.
Para peserta dilatih menggunakan otak kiri dan otak kanan secara bergantian.
Otak kiri adalah bagian otak yang mengatur sisi logis dan analitis manusia,
sedangkan otak kanan adalah yang mengendalikan sisi emosi, seni, dan khayalan
dari manusia. Bapak Kevin Wu memberikan enam kali latihan menulis kepada para
peserta, dari tahap yang paling dasar, hingga tulisan itu menjadi mendekati
sempurna.
Setelah
istirahat makan siang, sesi Diskusi Pendalaman Dhamma dibimbing oleh MP. Dr. R.
Surya Widya, SpKJ. Mirip dengan sesi Diskusi Topik Aktual, para peserta dibagi
menjadi empat kelompok dan membahas berbagai topik yang kali ini berasal dari
para peserta sendiri. Dengan narasumber yang begitu berpengalaman, maka sesi
ini menjadi sangat seru dan menarik.
Sesi
berikutnya adalah Ekonomi Buddhis yang disampaikan oleh salah satu peserta
Upgrading Pandita, yaitu PMd. Tan Tjoe Liang, S.E. Romo Tan, begitulah beliau
biasa disapa, menyampaikan Ekonomi berdasarkan Dhamma, pengaruh etika terhadap Ilmu
Ekonomi, perkembangan etika dalam aktivitas ekonomi, dan secara Buddhis: apa tujuan
dan peranan kekayaan. Ekonomi Buddhis ini erat kaitannya dengan ruas kelima
dari Ariya Atthangika Magga, yaitu Samma ajiva (Penghidupan Benar).
Hari
kedua ditutup dengan sesi Teori dan Praktik Meditasi oleh YM. Dhammadhiro
Mahathera. Beliau adalah Ketua Bidang Urusan Luar Negeri - Sangha Theravada
Indonesia (STI) yang juga seorang pakar Bahasa Pali. Karena terbatasnya waktu Bhante
hanya sempat memberikan teori meditasi saja, praktiknya tidak sempat dilakukan
pada malam tersebut. Satu hal yang sangat berkesan adalah contoh dari Bhante
mengenai perbedaan "tahu" pada kucing dan pada kita manusia. Kucing
tahu ketika dia berjalan, ketika dia sedang makan, dan sebagainya. Ternyata
tahu ini hanya sebatas tahu. Sedangkan kita manusia, selain mengetahui, juga harus
menggunakan panna, bukan hanya tahu sedang berjalan, akan tetapi juga tahu
untuk apa kita berjalan?
Hari
ketiga, diawali dengan tes akhir. Soalnya masih sama dengan tes awal, namun
kali ini hanya soal pilihan berganda saja yang harus dikerjakan oleh peserta.
Waktu yang diberikan pun hanya 15 menit. Setelah break sesaat, Ramani PMy.
Camellia Darmawan, B.Sc. memberikan sesi Problem Solving dan Strategi
Pengembangan Organisasi. Kembali para peserta dibagi dalam lima kelompok
diskusi. Sangat menakjubkan, hanya dalam waktu satu jam, ternyata
masalah-masalah yang selama ini menjadi ganjalan di berbagai daerah, dapat
terpecahkan dengan adanya sumbang saran dan ide dari para peserta sendiri.
Acara
ditutup dengan penyampaian kesan dan pesan dari dua orang peserta, pembagian
sertifikat (dan surat keterangan) kepada para peserta, kata penutup dari ketua
panitia, dan Ketua Umum PP MAGABUDHI, serta pemberkahan oleh Samanera Indasiri.
Setelah acara kursus ditutup, bagi Upacarika/Romo/Ramani yang akan naik
jenjang, diadakan interview. Interview dibagi menjadi dua bagian, yaitu bagian
pertama oleh Pdt. Sidarta Bodhi dan bagian kedua oleh Pdt. Dr. Sim Mettasari
Ishak, M.M. bersama Pdt. Soewarto Widji Lestari. Dari hasil interview tersebut,
terpilih satu orang Upacarika naik jenjang menjadi Pandita Muda, 19 orang
Pandita Muda menjadi Pandita Madya, dan satu orang Pandita Madya menjadi
Pandita. Selamat kepada 21 orang yang naik jenjang. Semoga kenaikan jenjang
tersebut seiring dengan kenaikan pengetahuan Dhamma dan peningkatan pengabdian
terhadap MAGABUDHI khususnya dan umat Buddha pada umumnya. Berakhir sudah acara
kursus Upgrading Pandita tahun 2012, acara tiga hari yang penuh kesan dan
kenangan. Kursus serupa baru akan diadakan dua tahun kemudian di Jakarta.
Selamat kembali ke daerah masing-masing. Selamat mengabdi dengan tulus tiada
henti, semoga berbahagia bersama keluarga. (Mayke)
--- oOo
---
Sumber : Dhammacakka
Vol. 18 Februari 2013 No. 69
KERENDAHAN HATI (NIMMANA) :
BELAJAR MELEPASKAN KEAKUAN
Dalam
kehidupan sehari-hari kita kerap bertemu dengan orang-orang yang, baik sengaja
maupun tidak sengaja, bernada atau berkesan merendahkan. Mungkin kita pun pernah
secara tidak sadar melakukan hal yang sama. "…ah tahu apa kamu...", “...siapa
sih elu..." , adalah contoh kalimat singkat yang membuat
'kepahitan' bagi orang yang mendengarkannya, dan masih banyak kalimat-kalimat
lain yang mengisyaratkan keegoisan, keangkuhan dan kesombongan kita. Ironisnya
di dalam lingkungan vihara pun hal seperti ini terjadi. Ada orang yang pindah
kebaktian ke vihara lain karena ia merasa diremehkan dan tidak dihargai oleh
pengurus vihara atau umat yang lain. Terkadang dalam keseharian, selalu merasa
bahwa diri kita lebih dari yang lain, mungkin dari segi usia, harta, tahta dan
sebagainya. Padahal, itu tidaklah serta merta menjadikan seseorang lebih dari
yang lain, karena 'emas dan permata' yang ada dalam diri seseorang,
ternyata hanya bisa kita lihat dan kita nilai, jika kita mampu melihat ke
kedalaman hati dan jiwa seseorang, bukan karena penampilan dan kemasan semata.
Untuk melihat kedalaman hati dan jiwa seseorang, sebenarnya dibutuhkan
kerendahan hati.
Pada
suatu hari, seorang pemuda datang menjumpai gurunya dan bertanya, "Guru,
saya tidak mengerti mengapa orang seperti Anda koq berpakaian amat
sederhana. Bukankah di masa seperti sekarang ini, penampilan diperlukan untuk
banyak tujuan lain yang baik.
Sang
guru hanya tersenyum, lalu ia melepaskan cincin dari salah satu jarinya. la
berkata, "Sobat muda, aku akan menjawab pertanyaanmu, tetapi lebih dulu
lakukan satu hal untukku. Ambillah cincin ini dan bawalah ke pasar di seberang
sana.
Bisakah
kamu menjualnya seharga satu keping emas?" Melihat cincin gurunya yang
kotor, pemuda itu merasa ragu-ragu, "Satu keping emas? Saya tidak yakin
cincin ini bisa dijual seharga itu." Tapi gurunya berkata, "Cobalah
dulu sobat muda. Siapa tahu kamu berhasil".
Pemuda
itu segera bergegas ke pasar. la menawarkan cincin itu kepada pedagang kain,
pedagang sayur, penjual daging dan ikan, serta kepada yang lainnya. Ternyata
tak satu pun dari mereka yang berani membeli cincin itu seharga satu keping
emas. Mereka menawarnya hanya satu keping perak. Tentu saja, pemuda itu tak
berani menjualnya dengan harga satu keping perak. la kembali ke padepokan
gurunya dan melapor, "Guru, tak seorang pun berani menawar lebih dari satu
keping perak." gurunya, sambil tetap tersenyum arif, berkata,
"Sekarang pergilah kamu ke toko emas di belakang jalan ini. Coba
perlihatkan kepada pemilik toko atau tukang emas di sana. Jangan buka harga,
dengarkan saja bagaimana ia memberikan penilaian."
Pemuda
itu pun pergi ke toko emas yang dimaksud. la kembali kepada gurunya dengan raut
wajah yang lain, la kemudian melapor, "Guru ternyata para pedagang di
pasar tidak tahu nilai sesungguhnya dari cincin ini. Pedagang emas menawarnya
dengan harga seribu keping emas. Rupanya nilai cincin ini seribu kali lebih
tinggi dari pada yang ditawar oleh para pedagang di pasar."
Gurunya
tersenyum simpul sambil berujar lirih, "Itu jawaban atas pertanyaanmu tadi
sobat muda. Seseorang tak bisa dinilai dari pakaiannya. Emas dan permata yang
ada dalam diri seseorang, hanya bisa dilihat dan dinilai, jika kita mampu melihat
ke kedalaman hati dan jiwa seseorang. Kita tidak bisa menilainya hanya dengan
tutur kata dan sikap yang kita lihat dan dengar secara sekilas."
Cerita
di atas mengajarkan kepada kita, agar tidak bermegah diri di hadapan orang
lain, tidak merendahkan orang lain, tetapi selalu hidup dengan kerendahan hati.
Dalam Buddhism kerendahan hati dipandang sebagai suatu kebajikan ajaran moral
yang harus dipraktikkan sebagai dasar pengembangan spiritualitas yang
selanjutnya. Hal ini nampak di dalam makna perlindungan (sarana) kepada
Tiratana sebagai dasar keyakinan, di mana dalam perlindungan tersebut terdapat
unsur penghormatan dengan sujud (panipata) seperti ungkapan berikut
"Mulai hari ini dan seterusnya, saya akan memberikan salam hormat,
pelayanan dengan penuh pengabdian, salam-anjali (dengan merangkapkan telapak
tangan dan mengangkat tangan) dan penghormatan hanya kepada tiga berikut;
Buddha, Dhamma, dan Sangha. Demikianlah engkau dapat mengenal saya!".
Perlindungan ini komponen utamanya adalah menunjukkan kerendahan hati yang
mendalam terhadap Tiratana. Hal ini diilustrasikan dengan penghormatan Brahmana
Brahmayu setelah dirinya mendengarkan paparan Dhamma yang mendalam dari Sang
Buddha (MN 91) atau penghormatan Brahmana Ambattha yang awalnya menganggap Sang
Buddha Gotama sebagai petapa gundul, palsu dan dari suku para budak-budak (Sakya), lantas sadar bahwa ternyata dirinya
adalah berasal dari suku Kanhayana yang
notabene pernah menjadi pelayan dari Suku Sakya, yang kemudian gurunya Brahmana
Pokkharasaddi meminta maaf pada Sang Buddha atas perilaku dari muridnya
tersebut (Digha Nikaya Sutta Pitaka). Dalam teks Buddhis Karaniya Metta Sutta
(belas kasih), kerendahan hati adalah salah satu dari kualitas suci yang harus
dikembangkan bagi mereka yang tangkas dalam kebaikan. Dalam konteks itu,
tampaknya menjadi sarana-produk dari pencapaian tertinggi spiritual yang
melampaui ego, yaitu- cinta kasih, kasih sayang, kegembiraan simpatik dan
keseimbangan batin (BRAHMAVIHARA)
Intisari
dari kerendahan hati yang sangat dalam diwujudkan dalam realisasi seorang praktisi bahwa tidak
ada keakuan (ANATTA) dalam lima unsur kehidupan (Panca Khanda).
Praktisi Buddhis percaya bahwa hanya pikiran yang rendah hati mudah dapat
mengenali kekotoran batin sendiri nafsu keinginan (atau keserakahan), kebencian
(atau kebencian) dan kebodohan, Apabila dia telah menjauhkan diri dari semuanya
itu, hawa nafsu menjadi lenyap. Dengan lenyapnya hawa nafsu, dia terbebas,
apabila telah bebas, timbullah pengetahuan bahwa dia telah bebas....".
Jadi 'keadaan pembebasan1 muncul ketika dapat melampaui segala keinginan
duniawi, ilusi dan konstruksi mental dan label yang terkait dengan ego (inilah
aku, ini milikku, ini diriku).
Akhirnya,
uraian di atas memberi inspirasi bahwa sikap rendah hati akan mendorong orang untuk berperilaku lebih
harmonis, walaupun belum mencapai makna terdalamnya yaitu pembebasan diri dari
kemelekatan terhadap 'keakuan'. Perilaku harmonis tersebut adalah sebagai
berikut:
Menghormati orang lain
Rendah hati mendorong
seseorang untuk menghormati orang lain. Lebih lanjut, sikap menghormati orang
lain akan terefleksikan dengan menghargai orang lain. Penghargaan secara
proporsional akan membuat orang lain senang, bahagia. Sikap ini dapat menjadi
awal dari menciptakan suatu kondisi yang kondusif bagi interaksi yang positif.
Mendengarkan orang lain
Kemauan untuk mendengar
kebutuhan dan harapan orang lain merupakan sikap yang luhur. Dengan mendengar,
kita bisa mengetahui apa yang diinginkan orang lain. Dengan mendengar, berarti
kita telah berempati pada orang lain. Setelah kita berempati dan mengetahui
kebutuhan orang lain, kita bisa melakukan identifikasi hal-hal apa yang perlu
dilakukan untuk memenuhi harapan atau kebutuhan orang yang kita dengar suaranya
tersebut.
Memahami orang lain
Setelah mendengar
kebutuhan dan harapan orang lain, kita harus memahami apa sejatinya kebutuhan
dan harapan tersebut.
Ketika kita memahami arti
sesungguhnya dari apa yang disampaikan orang kepada kita, kita dapat mendesain
upaya untuk memenuhi kebutuhan dan harapan orang lain.
Sederhana
Rendah hati membuat kita
bisa menerima sesuatu apa adanya. Kita menerima apa yang menjadi hak kita, dan
kita tidak memaksakan sesuatu yang bukan hak kita untuk menjadi milik kita.
Sederhana berarti kita dapat mengendalikan kebutuhan. Kita tidak perlu tergoda
untuk melakukan sesuatu yang berlebihan
Responsif
Orang yang rendah hati,
akan dengan senang hati berbuat untuk orang lain. Lihat kisah-kisah dari Sang
Buddha. Beliau begitu responsif ketika diminta untuk menolong orang lain.
Dengan kerendahan hati kita akan bersedia untuk melayani orang
lain. Melayani di sini adalah melayani yang didasarkan pada keikhlasan sehingga
pelayanan kita menjadi sesuatu yang "bermakna".
Alangkah
indahnya apabila nilai-nilai kerendahan hati ini menjadi dasar perilaku dalam 'melakoni’
kehidupan kita, pasti kedamaian akan membahana dalam dunia. Salam Metta.
--- oOo
---
8 FAKTA ANAK DAN ORANG TUA
8 Fakta Yang terjadi Pada seorang anak:
1.
Anak terkadang berfikir
orang tuanya pilih kasih terhadap saudaranya
2.
Anak terkadang merasa
terkekang oleh orang tuanya
3.
Anak terkadang merasa
lebih pintar dan membantah nasihat orang tuanya
4.
Anak terkadang merasa
bahwa dirinya tidak di sayang
5.
Anak terkadang
memperhitungkan segala sesuatu yang telah ia lakukan untuk orang tuanya
6.
Anak terkadang
membingungkan harta warisan
7.
Anak terkadang menganggap
remeh sesuatu pekerjaan yang telah diberikan
8.
Anak
terkadang membentak orang tuanya saat berbicara
8 Fakta ü yang tidak diketahui oleh anak:
ü 1. Anak sering tidak
mengerti jika dibalik sepengetahuannya orang tuanya selalu memuji anak di depan
saudaranya
ü 2. Anak sering tidak
mengerti bahwa semua yang di lakukan orang tuanya hanya untuk kebaikan masa
depan anak
ü 3. Anak sering tidak
mengerti bahwa orang tuanya telah menjalani kehidupan yang lebih keras
dibanding anak
ü 4. Anak sering tidak mengerti
bahwa di setiap doa dan harapan orang tua nama anak selalu di ingat dan disebut
ü 5. Orang tua jarang sekali
memberitahukan mengenai pengorbanannya selama melahirkan anda
ü 6. Orang tua telah
mempersiapkan warisan terbaik (tidak selalu harta) untuk anaknya, hanya tinggal
menunggu waktu yang tepat untuk menyerahkan
ü 7. Orang tua tidak rela
melihat anaknya hidup bersusah-susah di tempat orang lain.
ü 8. Anak tidak mengerti
setiap kali ia membentak, hati orang tua akan bergetar dan menyebabkan umurnya
lebih pendek
Note:
ü Jika anda telah membaca pesan ini. Lanjutkanlah kepada seluruh
teman anda, biarkan berita ini dapat di ketahui banyak orang dan membuat anak
tersadar akan perbuatannya terhadap orang tua mereka. Sayangi Orang Tua kita
selagi mereka masih ada bersama kita di dunia ini.
Setitik Cahaya di Balik Kabut 2
Dhamma Makes You
More Happy?
Pandita DR. R. SURYA WIDYA, SpKJ
Sunday, October 25, 2009
at 1:52 pm
Katanya di
USA, diantara mereka yang memiliki IQ superior, hanya 20 % yang hidupnya happy,
sedangkan diantara mereka yang memiliki EQ bagus dan IQ rata-rata, terdapat 80%
yang happy hidupnya.
Apakah
dengan belajar dan mempraktekkan Dhamma, 100 % bisa lebih happy?
Mari
kita buktikan bersama, bahwa setelah belajar dan praktek Dhamma, semua umat
Buddha bisa lebih happy.
Tujuan dari Buddhist
Missionary adalah membabarkan Dhamma yang indah pada awalnya, indah pada
pertengahannya dan indah pada akhirnya, agar semua makhluk hidup lebih
berbahagia.
Harus
diakui bahwa menjadi umat Buddha yang baik itu sangat sulit, tidak semua orang
tahan duduk lama di lantai (apalagi dingin dan keras), tidak semua orang mudah
membaca lafal bahasa Pali dengan benar, praktek sila juga menuntut perubahan
cara hidup yang bermakna, dan masih banyak kendala-kendala lainnya. Ada juga
yang mengatakan bahwa agama Buddha itu maha kejam, karena tidak ada
pengampunan!
Masih mau
membuktikan bahwa "Dhamma makes me more happy?"
--- oOo ---
Setitik Cahaya di Balik Kabut 2
Bijaksana
Pandita DR. R. SURYA WIDYA, SpKJ
Sunday, October 25, 2009
at 1:52 pm
Bijaksana
bukanlah pijak sana dan pijak sini.
Orang
yang bijaksana adalah orang yang dewasa (seperti dewa), sabar, penuh
pengertian, tidak tergesa-gesa, melihat dengan jelas mana yang penting dan mana
yang kurang penting, tahu mana yang harus didahulukan dan mana yang harus
ditunda. Keputusan yang diambil biasanya jitu.
Orang
yang sedang ketakutan, sedang marah-marah, sedang jatuh cinta, sedang jatuh
pailit, sedang kelaparan, atau yang sedang kebingungan, biasanya kurang
bijaksana. Keputusan yang diambil biasanya meleset.
Orang
yang bijaksana dapat mengendalikan pikiran dan perasaannya dengan baik sekali,
tidak dikendalikan oleh pikiran atau perasaannya sendiri. Sering kali dengan bertambahnya
umur, orang bisa makin bijak, namun tidak jarang terjadi yang sebaliknya;
semakin tua semakin error.
Belajar
dan praktek Dhamma mungkin bisa sangat menolong, karena sarat dengan
konsep-konsep yang jelas dan dapat dibuktikan (meskipun ada hal-hal yang
mungkin di luar jangkauan kemampuan otak manusia).
Salah
satu ciri utama dari Sang Buddha adalah Maha Bijaksana, dengan mudah dan cepat
sekali Beliau mengambil langkah-langkah yang tepat untuk menyelesaikan masalah
atau menolong para siswaNya.
--- oOo ---
Sosialisasi Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT (MPR RI)
BEKERJASAMA DENGAN PP. MAGHABUDHI
Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR
Rl) bekerjasama dengan PP MAGABUDHI menggelar sosialisasi
empat pilar kehidupan berbangsa dan bernegara
yakni : Pancasila, Undang -Undang Dasar
1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika di Pusdiklat Buddhis
Sikkhadama Santibhumi, BSD,
Serpong, TangSel - Banten pada
hari Sabtu pagi tanggal 10/11-2012.
Acara
sosialisasi empat pilar kebangsaan itu menghadirkan dua pemateri anggota DPR
yaitu Bapak Drs. Eddy Sadeli, S.H., yang juga merupakan penasihat PP MAGABUDHI,
serta Ibu Imatul Aliya Setiawati, S.H., MH., dengan dipandu oleh moderator
yaitu Ibu Roos Y Widodo.
Nampak
berkenan nadir dalam sosialisasi tersebut adalah YM Jotidhammo Mahathera
beserta seorang samanera, dan MP (Maha Pandita) T. Harmanto yang sekaligus
memberikan kata sambutan mewakili PP. MAGABUDHI, Pdt. Dharmanadi Chandra, Pdt.
Soewarto Widji Lestari serta para pengurus PD MAGABUDHI Provinsi DKI Jakarta
dan Provinsi Banten, PC TangSel, PC Kota Tangerang serta PC Kab. Tangerang, juga
diikuti oleh kurang lebih 130 orang umat Buddha dari berbagai daerah.
Dalam
sambutannya MP. T. Harmanto menegaskan bahwa, guna mengembalikan kepribadian
bangsa yang hampir punah, dan demi melestarikan moral bangsa yang luhur/mulia,
maka perlu dilakukan lagi dan lagi (terus-menerus) upaya untuk memasyarakatkan
Empat Pilar Kebangsaan, yaitu: Pancasila, UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI) dan Bhinneka Tunggal Ika.
Sekjen
MPR Rl Bapak Drs. Eddie Siregar, M.S, yang hadir sekaligus membuka acara
tersebut mengatakan, bahwa sosialisasi empat pilar kehidupan berbangsa dan
bernegara merupakan satu upaya untuk memperkuat rasa cinta kepada bangsa dan
negara!. "Dengan empat pilar ini, kita akan terus memperkuat rasa cinta
kepada bangsa dan negara".
Acara
tersebut berlangsung dengan lancar dan baik, bahkan Ibu Imatul Aliya Setiawati,
S.H., M.H., mengatakan bahwa peserta sosialisasi kali ini, luar biasa antusiasnya,
karena beliau melihat kepekaan serta semangat dari para peserta yang begitu
ingin tahu, banyak yang bertanya, bahkan ada yang mengeluarkan uneg-unegnya
seperti apa yang terjadi di lapangan, contohnya ungkapan dari Rama Sudar (PC
Kota Tangerang) yang ingin memperjuangkan umat Buddha yang tinggal di pinggiran
Kali Cisadane yang akan digusur, tanpa ada imbalan dan kebijaksanaan dari
Pemerintah!.
Bhante
Jotidhammo dalam pesannya menyampaikan agar para peserta dapat mengikuti
sosialisasi tersebut dengan sepenuh hati.
Dengan
kekuatan keyakinan kita kepada Tuhan YME, TIRATANA marilah kita menggunakan
Pancasila dasar negara kita sebagai pedoman hidup beragama.
Menggunakan
UUD NRI tahun 1945 sebagai pedoman hukum bernegara dan menggunakan NKRI sebagai
pedoman hidup bertanah air. Menggunakan Bhinneka Tunggal Ika sebagai pedoman
hidup berbangsa.
Semoga
MPR, DPR dan pemerintah Rl dapat melaksanakan tugas kewajiban dan tanggung
jawabnya dengan baik dan benar.
Terima
kasih kepada Bapak/lbu pemakalah, semoga bermanfaat bagi kita semua. Majulah
dan terus maju bangsa Indonesia! (Mayke)
--- oOo ---
Sumber : Dhammacakka
Vol. 18 Februari 2013 No. 69
Tidak ada komentar:
Posting Komentar