Kamis, 05 September 2013

BRIVI MARET 2013

Tegal, 24 Maret 2013                                                                                              
No : 67, Tahun Ketujuh

Penasehat                 : Ketua Yayasan Metta Jaya                          ( Loe Lian Phang )
Penanggung Jawab : Ketua Dayakasabha Metta Vihara Tegal   ( Lie Ing Beng )
Pimpinan Redaksi     : Ibu Tjutisari
Redaksi Pelaksana   : 1.   Ibu Pranoto               4.   Liliyani                                                              
                                      2.   Suriya Dhammo        5.   Sumedha Amaravathi
                                      3.   Ade Kristanto           6.   Lie Thiam Lan
Alamat Redaksi        : Metta Vihara
                                      Jl. Udang No. 8 Tegal Telp. (0283) 323570
BCA No Rek : 0479073688  an. YUNINGSIH ASTUTI - TUSITA WIJAYA


DHAMMAPADA ATTHAKHATA
Bab I - Syair 21, 22, 23
Kewaspadaan adalah jalan menuju kekekalan; kelengahan adalah jalan menuju kematian. Orang yang waspada tidak akan mati, tetapi orang yang lengah seperti orang yang sudah mati.
Setelah mengerti hal ini dengan jelas, orang bijaksana akan bergembira dalam kewaspadaan dan bergembira dalam praktek para ariya.
Orang bijaksana yang tekun bersamadhi, hidup bersemangat dan selalu berusaha de­ngan sungguh-sungguh, pada akhirnya men­capai nibbana (kebebasan mutlak).
Kisah Samavati

Kerajaan Kosambi waktu itu diperintah oleh Raja Udena dengan permaisurinya Ratu Samavati.
Ratu Samavati mempunyai 500 orang pengiring yang tinggal bersamanya di istana. la juga mempunyai pelayan kepercayaan, Khujjuttara, yang setiap harinya bertugas untuk membeli bunga.
Suatu hari terlihat Khujjuttara sedang menanti tukang bunga langganannya, Sumana. Tetapi yang dinantinya tak kunjung datang, sedang hari semakin siang. Bergegas ia ke rumah Sumana dengan maksud untuk membelinya di sana. Setibanya di sana, Sumana kelihatannya sedang re­pot menjamu tamu-tamunya, yaitu para bhikkhu. Dengan menggerutu terpaksa Khujjuttara menunggu sampai perjamuan itu selesai.
Selesai perjamuan, Khujjuttara melihat seorang bhikkhu yang berwajah cerah dan agung mulai berkotbah. Para bhikkhu lainnya, Sumana, dan kerabatnya, tampak mengelilinginya dan mendengarkan dengan tekun dan penuh perhatian.
"Aduh, bisa-bisa aku kena marah kalau pulang nanti", keluh Khujjuttara. "Apa boleh buat, terpaksa aku harus menunggu lagi", keluhnya. "Ah, dari pada menganggur dan mengantuk, apa salahnya aku juga ikut mendengarkan. Aku ingin tahu, apa yang dikotbahkan, sehingga semuanya mendengarkan dengan khidmat dan tidak mempedulikan kehadiranku!" katanya dalam hati.
Mula-mula Khujjuttara hanya setengah-setengah men­dengarkan. Tetapi, makin lama perhatiannya makin tertarik, dan akhirnya malahan mendengarkan dengan tekun dan penuh perhatian.
Tak heran, karena pengkotbah itu adalah Sang Buddha sendiri.
Khujjuttara baru kali itu mempunyai kesempatan untuk mendengarkan khotbah Dhamma yang disampaikan oleh Sang Buddha. Walaupun demikian, karena akibat kamma masa lampaunya, mata batinnya mulai terbuka. Apa yang dikotbahkan dapat dipahaminya dengan benar dan sekaligus ia berhasil mencapai tingkat kesucian sotapatti.
Pulang ke istana ia telah ditunggu oleh Samavati de­ngan muka cemberut. "Kemana saja dan apa pula kerjamu sehingga sesiang ini baru pulang?
Dan mana bunga yang seharusnya kau beli?" tegur Samavati.
Setelah meminta maaf. Khujjuttara menceriterakan apa yang barusan dialaminya. Samavati tertarik mendengar pengalaman Khujjuttara dan memintanya agar sore nanti mengulangi kotbah yang tadi didengarnya.
Sore itu, Khujjuttara mengulang khotbah Sang Bud­dha kepada Samavati dan 500 orang pengiringnya. Sama halnya seperti Khujjuttara, Samavati beserta pengiringnya pada akhir kotbah juga mencapai kesucian sotapatti.
"Oh, Khujjuttara, engkau beruntung sekali bisa men­dengarkan kotbah yang seindah itu. Berkat engkau, aku beserta yang lain-lainnya juga ikut menikmati keberuntungan itu!" kata Samavati.
"Atas jasa-jasamu, engkau kuangkat sebagai ibu angkat dan guruku!", lanjutnya. "Mulai hari ini engkau kubebaskan dari segala kewajibanmu yang lain. Sayang, aku tak dapat keluar istana. Maka untuk selanjutnya engkau berkewajiban untuk mendengarkan kotbah Sang Buddha dan kemudian mengulangnya untuk didengar oleh semuanya."
Demikianlah, Khujjuttara selalu mengikuti kemana Sang Buddha berkotbah dan kemudian mengulangnya di hadapan Samavati beserta para pengiringnya. Dalam waktu singkat Khujjuttara berhasil memahami Dhamma yang diajarkan Sang Buddha dengan baik.
Lama kelamaan Samavati dan pengiringnya sangat berharap dapat melihat Sang Buddha dan ingin sekali memberi penghormatan kepada Beliau. Tetapi mereka takut jika raja tidak berkenan. Dicarilah akal, bagai-mana caranya agar mereka bisa melaksanakan maksudnya. Salah satu pengiring Samavati menemukan cara, dengan membuat lobang-lobang pada dinding-dinding di sekitar istana. Melalui lobang itu mereka dapat melihat keluar dan memberi peng­hormatan kepada Sang Buddha setiap hari, saat Beliau akan mengunjungi rumah tiga orang hartawan, bernama Ghosaka, Kukkuta, dan Pavariya.
Pada waktu Raja Udena memerintah, ada seorang brahmana mempunyai puteri yang sangat cantik, Magandiya namanya. Karena kecantikan puterinya, ia selalu memilih-milih calon suami anaknya. Dan selama itu dirasanya belum ada yang tepat untuk mendampingi anaknya.
Suatu hari brahmin itu bertemu muka dengan Sang Buddha, la sangat terpesona melihatnya dan berpikir bahwa inilah satu-satunya orang yang pantas untuk menjadi suami puterinya yang sangat cantik. Dicarinya tahu dimana Sang Buddha berdiam, kemudian bersama dengan isteri dan puterinya ia kesana dan meminta kepada Sang Buddha agar mau menerima puterinya sebagai isteri.
Sang Buddha terdiam sejenak. Dengan kekuatan supranatural-Nya diselidikilah brahmin anak beranak itu. Beliau melihat bahwa brahmin itu dengan isterinya mempunyai kesempatan yang sangat besar untuk mencapai kesucian anagami.
Dengan tersenyum Beliau menjawab, "Setelah melihat Tanha, Arati, dan Raga, putri-putri Mara, Aku tidak lagi mempunyai keinginan seksual; semuanya hanya berisikan kotoran dan air kencing dan aku tidak ingin menyentuhnya walaupun dengan ujung kakiku sekali pun."
Mendengar kata-kata Sang Buddha, brahmin itu dan istrinya terkejut. Mereka kemudian merenung, mengapa permintaan baik-baik mereka dijawab seperti itu? Akhirnya mata batin mereka berdua terbuka, dan mereka menjadi paham dengan arti jawaban tadi. Keduanya langsung mencapai tingkat kesucian anagami magga dan phala.
Sepulangnya, mereka berdua segera berunding. Berdua mereka ingin menjauhi kehidupan duniawi dan bergabung dengan murid-murid Sang Buddha. Mereka juga bersetuju untuk menyerahkan perawatan puteri mereka kepada saudara mereka. Kelak, karena ketekunannya mereka berdua berhasil mencapai tingkat kesucian arahat.
Alkisah, puteri Magandiya yang juga mendengar ja­waban Sang Buddha seperti tadi merasa sangat terhina dan tersinggung. Apalagi setelah ayah bundanya akhirnya mengikuti Sang Buddha dan menyerahkan perawatan dirinya kepada pamannya.
"Wahai Samana Gotama, setelah aku kau hina, kau re­but pula ke dua orang tuaku. Sungguh keterlaluan sikapmu padaku!" demikian kata hati puteri Magandiya. "Awas! Tunggulah pembalasanku! Kemana saja engkau pergi, pasti akan kucari dan kubalas penghinaanmu padaku! Sebelum dendamku terbalas, aku tidak akan berhenti!" ancamnya dalam hati.
Alkisah, beberapa waktu kemudian pamannya me­nyerahkan Magandiya kepada Raja Udena. Karena Magan­diya memang cantik jelita, raja pun menerimanya sebagai salah satu isterinya.
Suatu ketika Magandiya mendengar kedatangan Sang Buddha di Kosambi dan bagaimana Samavati dan pengiringnya memberi penghormatan kepada Beliau melalui lobang-lobang di sekitar istana.
"Inilah waktunya untuk membalas dendam!" pikirnya. Matanya berbinar-binar kegirangan. Segera Magandiya merencanakan cara untuk membalas dendam kepada Sang Buddha dan mencelakakan Samavati beserta pengiring yang sangat mengagumi Sang Buddha.
Paginya, Magandiya segera menghadap raja. "Baginda, Samavati ingin berkhianat. la bersama pengiringnya telah membuat lobang-lobang di dinding istana agar dapat berhubungan dengan orang luar. Mungkin pula mereka telah mengatur pemberontakan!" katanya memanas-manasi raja.
Raja terkejut mendengar laporan itu. la segera turun ke lapangan untuk melihat sendiri kebenarannya. Benar! Banyak lobang dibuat pada dinding istana. Dengan marah raja segera memanggil Samavati. "Samavati, tak kusangka bahwa engkau sampai hati benar ingin berkhianat kepadaku!"
Samavati melenggak keheranan, "Baginda, mengapa Baginda sampai hati menuduh demikian?"
"Untuk apa kaubuat banyak lobang pada dinding istana? Bukankah untuk memudahkan berhubungan de­ngan orang luar dan mengatur pemberontakan?"
"Ampun Baginda", jawab Samavati. "Tiada setitikpun terbit ingatan untuk memberontak pada diri hamba. Bahkan selama ini hamba sangat berterima kasih dapat hidup tanpa kekurangan suatu apa pun di istana ini."
"Lalu, untuk apa kaubuat lobang-lobang itu?"
Samavati segera menceriterakan semuanya dengan bersungguh-sungguh. Raja dapat diyakinkan, sehingga tidak menarik panjang urusan itu.
Melihat usahanya untuk mengenyahkan Samavati tidak berhasil, Magandiya bertambah marah, tetapi ia tidak putus asa. la tetap berusaha mencari jalan untuk membuat raja percaya bahwa Samavati tidak setia kepada Raja dan telah berusaha untuk membunuhnya.
Suatu hari, Magandiya mendengar bahwa Raja akan mengunjungi Samavati dalam beberapa hari mendatang dan akan membawa kecapinya. Magandiya memasukkan seekor ular ke dalam kecapi tersebut dan menutupinya dengan seikat bunga.
Magandiya mengikuti Raja Udena ke tempat tinggal Samavati. Di perjalanan ia selalu mencoba mengurungkan niat raja karena dia merasa tidak percaya kepada Sa­mavati dan mengkhawatirkan keselamatan raja. Tetapi raja tidak menghiraukannya. Sampai di kediaman Samavati, tatkala tiada orang, Magandiya mencabut seikat bunga dari lubang kecapinya. Ular itu keluar dan melingkar di atas tempat tidur. Ketika raja hendak mengambil kecapinya dan melihat ular itu, baru beliau mempercayai kata-kata Magan­diya bahwa Samavati berusaha untuk membunuhnya.
Raja sangat marah. Beliau memerintahkan Samavati un­tuk berdiri, dengan semua pengiringnya berbaris di belakangnya.
"Pengawal, ambil busur dan anak panahku!" teriak raja. Tetapi Samavati dan pengiringnya tak gentar. Mereka se­mua tetap berdiri sambil memancarkan cinta kasih kepa­da Raja.
Raja menarik busurnya dengan anak panah yang telah dilumuri racun. Samawati dibidiknya baik-baik, dan kemudian anak panah dilepaskan.
Dengan suara berdesir anak panah itu melaju secepat kilat mendekati sasarannya, Samavati. Semua yang melihat menahan napasnya.
Ajaib, begitu akan menyentuh Samavati anak panah itu kelihatan seolah-olah terpental, menyeleweng arahnya, melewati Samawati dan para pengiringnya, dan akhirnya menghujam ke dinding di belakangnya.
Raja semakin murka, dikiranya bidikannya meleset. Sekali lagi raja menarik busurnya dan Samavati dibidiknya dengan lebih hati-hati.
Sekali lagi anak panah itu seolah-olah mengenai perisai yang keras, menyeleweng arahnya dan menghujam lagi ke dinding.
Lagi, dan lagi raja berusaha membidik Samavati maupun pengiringnya, tetapi kejadian seperti tadi tetap berulang lagi.
Raja tercenung memikirkan kejadian yang baru dialaminya. Seolah-olah Samavati dan pengiringnya ada yang melindungi. Dan kalau benar demikian, niscaya Sa­mavati tidak bersalah. Maka kemarahannya mereda. Bahkan pada akhirnya ia memberi ijin kepada Samavati untuk mengundang Sang Buddha dan murid-muridnya ke istana untuk menerima dana makanan dan untuk menyampaikan khotbah.
Magandiya menyadari bahwa tidak satupun dari rencananya terlaksana. "Kalau Baginda tak mampu membunuh Samavati, maka aku sendiri yang akan turun tangan membunuhnya!" pikirnya. Oleh karenanya ia membuat rencana akhir, rencana yang sempurna. Magandiya mengirimkan suatu pesan kepada pamannya dengan petunjuk-petunjuk lengkap untuk pergi ke istana Samavati dan membakar istananya bersamaan dengan semua orang yang ada di dalamnya.
Ketika istana tersebut terbakar, Samavati dan peng­iringnya, yang berjumlah 500 orang, tetap bermeditasi. Kemudian, beberapa dari mereka mencapai tingkat kesucian sakadagami dan yang lain berhasil mencapai tingkat kesu­cian anagami.
Berita kebakaran tersebut segera menyebar, Raja segera pergi ke tempat kejadian, tetapi beliau terlambat. Beliau mencurigai bahwa hal ini dilakukan oleh Magandiya, tetapi raja tidak menunjukkan kecurigaannya.
Untuk mengetahui hal yang sebenarnya, beliau berkata, "Ketika Samavati masih hidup, saya selalu khawatir kalau-kalau dia akan mencelakakan saya. Sekarang, pikiranku lebih tenang. Siapa yang telah melakukan ini semua? Hal ini pasti hanya dilakukan oleh seseorang yang sangat mencintaiku."
Mendengar kata-kata itu, Magandiya segera mengakui bahwa dia yang telah memerintahkan pamannya untuk melakukan hal itu semua. Untuk hal itu, Raja sangat puas dan mengatakan bahwa beliau akan memberikan penghargaan pada Magandiya dan seluruh keluarganya. Ke­mudian, seluruh keluarga Magandiya diundang ke istana untuk menghadiri perjamuan.
Magandiaya, pamannya, dan seluruh kerabatnya datang ke istana dengan gembira. Setelah mereka berkumpul semua, raja segera berdiri dan berteriak, "Hei, para pengawal, tangkap mereka semua!" Setelah semuanya ditangkap raja segera memerintahkan, "Masukkan mere­ka semuanya ke dalam istana Magandiya. Jangan sampai ada yang lolos. Kemudian bakar seluruh istana itu, seperti apa yang telah mereka lakukan terhadap Samavati!"
Ketika Sang Buddha mendengar dua kejadian terse­but, Beliau mengatakan bahwa seseorang yang waspada tidak akan mati; tetapi mereka yang lengah akan merasa mati meskipun dia masih hidup.
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair berikut :
Kewaspadaan adalah jalan menuju kekekalan; kelengahan adalah jalan menuju kematian. Orang yang waspada tidak akan mati, tetapi orang yang lengah seperti orang yang sudah mati.
Setelah mengerti hal ini dengan jelas, orang bijaksana akan bergembira dalam kewaspadaan dan bergembira dalam praktek para ariya.
Orang bijaksana yang tekun bersamadhi, hidup bersemangat dan selalu berusaha de­ngan sungguh-sungguh, pada akhirnya men­capai nibbana (kebebasan mutlak).

--- oOo ---
SEKAPUR SIRIH


Dhammapada Atthakhata 21, 22, dan 23 dengan kisah SAMAVATI merupakan kisah yang menarik untuk disimak dan sangat bermanfaat bagi kita untuk menjadikan diri kita lebih bijak dan waspada dalam bertindak sehingga dapat mencapai kebahagiaan. Cerita inspiratif “Masakan Gosong” merupakan cerita yang akan membawa manfaat bagi kita bila bisa memetik makna dari cerita tersebut. Pelajaran yang dapat kita petik dan terapkan dalam keseharian akan menjadikan satu hubungan yang harmonis.
Ajahn Brahm dalam “Cinta dan Komitmen” dengan judul “Cinta Sejati”. “Segenggam Daun Bodhi” memasuki bagian Alam Surga. “Melangkah di Keheningan” mengenal lebih dekat Bhikkhu Uttamo dan ajaran Agama Buddha dalam edisi ini memasuki bagian terakhir.
Kondisi yang indah apabila kita dapat menerima perbedaan pendapat, namun tetap terjalin rasa kebersamaan. Namun tidak semua orang dapat menerima perbedaan pendapat, karena kadar komitmen yang berbeda-beda. Alangkah indahnya hidup kita ini bila dalam perbedaan kita tetap bergandengan tangan penuh rasa persahabatan.
Akhir kata semoga apa yang dapat kami sajikan ini dapat menambah wawasan dengan mengembangkan cinta kasih, kita dapat menjaga kebersamaan dalam Dhamma.
Semoga semua makhluk hidup berbahagia.
Sadhu, Sadhu, Sadhu.

Metta Cittena,
Redaksi

--- oOo ---
DANA

Telah kami terima dana dari :
1.    Alm Liauw Fat Kie – Jatibarang                    Rp  500.000,-
2.    Cetya Dhamma Rokkhita – Cirebon              Rp  500.000,-
3.    Kel. Siauw Fung – Pemalang                       Rp  500.000,-
Bapak / Ibu Tan Tjun Bie – Tegal : Dana speaker

Dana Konsumsi :
1.    Ibu Tan Swie Tin
2.    Ibu Oey Bin Nio
3.    Ibu Tjioe Hiang Giok
4.    NN – Dana tumpeng

Semoga kebajikan yang telah Bapak / Ibu / Saudara lakukan mendapat berkah keselamatan, kesehatan dan bahagia.


Setitik Cahaya di Balik Kabut 2

BERPANTANG DAN KESUCIAN

Pandita R. Surya Widya
Wednesday, February 16, 2011 at 11:05 am
Salah satu praktek Dhamma yang penting adalah berpantang untuk melakukan perbuatan yang tercela, berhenti melakukan kejahatan. Untuk umat biasa ada S pantangan, untuk anagarika/anagarini ada 8 pantangan, untuk calon bhikkhu (samanera) ada 10 pantangan dan untuk para bhikkhu ada 227 pantangan.
Apakah setelah berpantang untuk melakukan kejahatan seseorang otomatis menjadi orang suci ? Jawabannya adalah masih jauh.
Setelah berpantang melakukan perbuatan yang buruk, seseorang selanjutnya harus melakukan banyak perbuatan baik, disamping banyak melakukan pengorbanan dan kesempurnaan dalam perbuatan.
Yang tidak boleh diabaikan adalah melatih diri dengan meditasi, dalam agama Buddha disebut sebagai Bhavana, atau pengembangan batin. Agar bisa mencapai kebijaksanaan, untuk mematahkan belenggu, untuk menghilangkan pandangan keliru sehingga bisa memutuskan roda samsara (sengsara).
Memang di zaman Buddha masih hidup banyak orang yang mencapai tingkat-tingkat kesucian hanya dengan mendengar saja, namun di zaman sekarang mungkin sudah tidak ada orang yang seperti itu.

--- oOo ---
MAGHA PUJA 2556
METTA VIHARA TEGAL

Minggu, 10 Maret 2013, jam 09.00 WIB dengan diawali pembacaan Namakara Patha yang dipimpin oleh YM. Bhikkhu DR. Jotidhammo Mahathera di depan Stupa, kemudian Bhikkhu memasuki Dhammasala dengan diikuti oleh Dayakasabha Metta Vihara Tegal.
Penyalaan Lilin Lima Warna mengawali upacara Magha Puja 2556.
Dalam Dhammadesana YM Bhikkhu Jotidhammo menguraikan makna peringatan Magha Puja yaitu :
1.    Purnama Sidhi di bulan Magha
2.    Berkumpulnya 1250 Bhikkhu untuk memberi penghormatan pada Sang Guru Buddha Gautama, tanpa diundang dan tanpa perjanjian.
3.    Semua Bhikkhu telah mencapai tingkat kesucian tertinggi Arahat.
4.    Semua ditahbiskan oleh Sang Buddha sendiri dengan ucapan ‘Ehi Bhikkhu’.
·       Kesabaran, ketabahan adalah cara melatih batin terbaik. Para Buddha bersabda NIBBANA adalah yang tertinggi. Seorang yang melukai orang lain, menyakiti orang lain, bukanlah seorang Pertapa.
·       Tak berbuat segala keburukan, mengembangkan kebajikan, menyucikan pikiran sendiri, ini adalah ajaran para Buddha.
·       Tak menghujat, tak menyakiti, terkendali dalam tata susila, tahu ukuran dalam hal makan, hidup di tempat yang tenang.
Dalam menjalani kehidupan kita tidak akan lepas dari masalah, karena itu kita harus berusaha mengurangi masalah dengan terus berbuat kebajikan, baik dilakukan oleh pikiran, ucapan dan perbuatan. Dengan banyak berbuat kebajikan kita akan dapat mengurangi masalah.
Berusaha untuk tidak melakukan hal-hal yang buruk, tidak hanya menjalankan Pancasila Buddhis saja tetapi semua perbuatan buruk dihindari.
Bersihkan pikiran sendiri, hanya diri sendirilah yang dapat melakukan penyucian batin, tidak ada seorangpun yang dapat menyucikan makhluk lain. Itulah ajaran Para Buddha.
Semoga semua makhluk hidup berbahagia.

Suriyadhammo

Aneka Peristiwa
·       Hari Minggu, 3 Maret 2013 jam 16.00 WIB, umat Buddha Metta Vihara Tegal menjenguk Ayah dan Ibunda dari Bapak Hadi Pramana di RSI Tegal
·       Jam 17.00 WIB menjenguk Ibu Ersen, Ibunda dari Gautama Gunarso (Wie-Wie) diadakan pembacaan Paritta.
Semoga cepat sembuh
UCAPAN SELAMAT HARI RAYA WAISAK


Dalam rangka menyambut Hari Raya Waisak buletin Brivi edisi Mei 2013 akan memuat ucapan Selamat Hari Raya Waisak yang jatuh tepat tanggal 25 Mei 2013.

1 halaman             Rp 300.000,-
½ halaman            Rp 150.000,-
¼ halaman            Rp 100.000,-
Kolom bersama      Rp   50.000,-

Bagi Bapak / Ibu / Saudara yang akan mengisi ucapan selamat paling lambat tanggal 20 Mei 2013 harus sudah masuk ke redaksi, anda bisa menghubungi :
1.    Metta Vihara                                        Jl. Udang No. 8 Tegal                   (0283) 323570
2.    Bpk/Ibu Lukman Susilo (Apt. Nasional)       Jl. P. Diponegoro 119 Tegal           081802855355
3.    Bpk. Lie Ing Beng (Tk. Mira)                     Jl. HOS Cokroaminoto 69 Tegal       081326979788
4.    Ibu Pranoto                                         Jl. Cendrawasih No. 17 Tegal          (0283) 351238
5.    Ibu Tusita Wijaya (Tk. Gema Jadi)              Jl. Salak No. 123 Tegal                  (0283) 356017
6.    Ibu Ang Siu Lan                                     Jl. Udang No. 7 Tegal                   081548134633
7.    Ibu Tjutisari                                         Jl. Gurami No. 53 Tegal                 08174939382
8.    Bpk. Suriyadhammo                               Jl. KH Nakhrawi No. 10 Tegal          085727489261
Dana Anda dapat ditransfer ke rekening BCA 0479073688
a.n. YUNINGSIH ASTUTI - TUSITA WIJAYA

Semoga kebajikan yang dilakukan Bapak / Ibu / Saudara, berbuah dalam bentuk umur panjang, sehat walafiat, sukses dan berbahagia bersama keluarga.
Semoga semua makhluk hidup berbahagia.

                                                                                 Metta Cittena,
                                                                     Dayakasabha Metta Vihara Tegal
                                                                      ttd                                 ttd
                                                                Lie Ing Beng                   Suriyadhammo
                                                                     Ketua                          Sekretaris

Cerita Inspiratif

MASAKAN GOSONG

Suatu malam, mama yang bangun sejak pagi, bekerja keras sepanjang hari membereskan rumah tanpa pembantu, jam tujuh malam mama selesai menghidangkan makan malam untuk papa yang sangat sederhana berupa telur mata sapi, tempe goreng, sambal teri dan nasi.
Sayangnya karena mengurusi adik yang merengek, tempe dan telor gorengnya sedikit gosong! Saya melihat mama sedikit panik, tapi tidak bisa berbuat banyak, karena minyak gorengnya sudah habis. Kami menunggu dengan tegang apa reaksi papa yang pulang kerja, pasti sudah cape tapi melihat makan malamnya hanya tempe dan telur gosong.
Ternyata.. Luar biasa! Papa dengan tenang menikmati dan memakan semua yang disiapkan mama dengan tersenyum, dan bahkan berkata, "Mama terima kasih!", dan papa terus menanyakan kegiatan saya dan adik di sekolah.
Selesai makan, saat masih di meja makan, saya mendengar mama meminta maaf karena telor dan tempe yang gosong itu, dan satu hal yang tidak pernah saya lupakan adalah apa yang papa katakan, "Sayang, aku suka telor dan tempe yang gosong."
Sebelum tidur, saya pergi untuk memberikan ciuman selamat tidur kepada papa, saya bertanya pada papa, "apa papa benar-benar menyukai telur dan tempe gosong?" Papa memeluk saya erat dengan kedua lengannya yang kekar dan berkata, "Anakku, mama sudah bekerja keras sepanjang hari dan dia benar-benar sudah capek, Jadi sepotong telor dan tempe yang gosong tidak akan menyakiti siapa pun kok."
Ini pelajaran yang saya praktekkan di tahun-tahun berikutnya: "Belajar menerima kesalahan orang lain, dan memilih untuk merayakannya" adalah satu kunci yang sangat penting untuk menciptakan sebuah hubungan yang sehat dan bertumbuh.

Semoga bermanfaat bagi kita semua _/\_
Dipost oleh Dwi Agnes Cecilia di Bodhi Leaf Group

--- oOo ---




CINTA DAN KOMITMEN

Cinta Sejati
AJAHN BRAHM
 
 



Masalah dalam percintaan dimulai saat buyarnya fantasi, kekecewaan bisa sangat menyakiti kita. Pada cinta asmara, kita tidak benar-benar mencintai pasangan kita, kita hanya mencintai cara mereka yang membuat kita tersentuh. Yang kita cintai adalah "sengatan" yang kita rasakan dalam kehadiran mereka. Itulah sebabnya, ketika mereka tak ada, kita merindukannya dan meminta dikirimi sebotol... (lihat cerita sebelumnya). Seperti "sengatan" lainnya, tak berapa lama ini pun akan berlalu.
Cinta sejati adalah cinta yang tak mementingkan diri sendiri. Kita hanya peduli kepada orang lain. Kita berkata kepada mereka, "Pintu hatiku akan selalu terbuka untukmu, apa pun yang kamu lakukan," dan kita bersungguh-sungguh dengan perkataan itu. Kita hanya ingin mereka bahagia. Cinta sejati itu langka.
Banyak dari kita suka berpikir bahwa hubungan istimewa kita adalah cinta sejati, bukan cinta asmara. Berikut ini adalah sebuah tes untuk menilai cinta Anda termasuk jenis yang mana.
Pikirkanlah pasangan Anda. Bayangkan wajahnya di benak Anda. Kenanglah hari Anda bertemu dengannya dan saat-saat indah bersamanya. Sekarang bayangkan Anda menerima sepucuk surat dari pasangan Anda. Surat itu memberitahukan Anda bahwa si dia telah jatuh hati kepada sahabat Anda, dan mereka telah pergi untuk hidup bersama. Bagaimana perasaan Anda?
Jika cinta Anda adalah cinta sejati, Anda akan begitu tergetar bahwa pasangan Anda telah menemukan orang yang lebih baik dari diri Anda, dan dia bahkan sekarang lebih berbahagia. Anda akan merasa gembira karena pasangan dan sahabat Anda dapat berbagi hidup bersama-sama. Anda akan sangat gembira karena mereka saling mencintai. Bukankah kebahagiaan pasangan Anda adalah hal yang terpenting dalam cinta sejati Anda?
Cinta sejati itu langka
Seorang ratu tengah melihat keluar dari jendela istananya ke arah Buddha yang sedang berjalan untuk menerima dana makanan di kota. Raja melihatnya dan menjadi cemburu terhadap kesetiaan sang ratu kepada Sang Petapa Agung. Dia memarahi sang ratu dan menuntut untuk tahu siapa yang lebih dicintai sang ratu, Buddha atau suaminya. Sang ratu adalah pengikut Buddha yang setia, tetapi pada saat itu Anda harus sangat hati-hati jika suami Anda adalah seorang raja. Hilang kepala berarti hilang kepala betulan. Sang ratu ingin menjaga kepalanya tetap utuh, maka dia menjawab dengan kejujuran yang tak terbantahkan, "Saya mencintai diri saya lebih dari Anda semua."
--- oOo ---
SEGENGGAM DAUN BODHI
KUMPULAN TULISAN
BHIKKHU DHAMMAVUDDHO MAHA THERA

Message of The Buddha

PESAN BUDDHA

Namo Tassa Bhagavato Arahato Samma Sambuddhassa
3.  Alam Surga
Melalui meditasi Buddha mencapai penerangan dan melenyapkan semua gelapnya ketidaktahuan. Dengan pikiran yang bersinar, kuat, tenang, Beliau dapat melihat semua keberadaan alam-alam kehidupan di dunia. Menurut Buddha, makhluk hidup dari setiap sistem dunia terbagi atas 3 alam kehidupan yaitu alam lingkup indera, alam berbentuk, dan alam tak berbentuk. Dunia manusia terletak di alam lingkup indera dimana nafsu keinginan dan ketamakan mendominasi semua makhluk. Alam berbentuk dan alam tak berbentuk hanya dapat dicapai oleh para makhluk yang mengembangkan meditasi penyerapan (jhana). Makhluk-makhluk di dua alam ini tidak dibedakan antara laki-laki dan perempuan karena mereka tidak lagi tertarik dengan pemuasan seksual tetapi dipenuhi oleh kebahagiaan yang lebih tinggi dari jhana. Secara alami, hasil dari melakukan kebajikan dan menghindari kejahatan adalah kelahiran kembali di salah satu enam alam surga yang masih dalam kelompok alam lingkup indera.
Makhluk-makhluk alam surga. Kelahiran di alam-alam surga ini adalah transformasi langsung sebagai deva atau devi. Dewa atau dewi muncul sebagai pemuda usia 16 tahun yang sangat ganteng atau cantik dan bentuk ini akan bertahan hingga mereka meninggal dunia. Tidak ada proses penuaan sepanjang hidup mereka. Tubuh mereka menjadi lebih halus seiring dengan kemajuan yang mereka peroleh.
Di alam surga tingkat keenam, tubuh mereka bersih dan halus luar biasa, tidak seperti tubuh kasar manusia. Mereka tinggal dalam istana-istana surga yang megah dan menikmati hidup mereka dalam kehanyutan kesenangan duniawi, karena kesenangan duniawi mendominasi semua makhluk di alam lingkup indera. Buddha berkata memiliki kekuasaan atas keenam belas negeri di India tidak dapat dibandingkan dengan 1/16 bagian pun kebahagiaan makhluk-makhluk surgawi.
Kehidupan surgawi tidak kekal. Hidup di alam surga adalah lama waktunya. Yang paling rendah, alam empat raja dewa, satu hari alam surga sama dengan 50 tahun alam manusia dan usia kehidupan mereka adalah 500 tahun alam surga atau 900 juta tahun alam manusia. Usia kehidupan bertambah sejalan dengan semakin tingginya tingkat alam surga. Di alam surga tingkat keenam, satu hari alam surga setara dengan 1600 tahun alam manusia dan usia kehidupan mereka adalah 16000 tahun alam surga atau 9216 juta tahun alam manusia. Usia kehidupan di alam berbentuk dan alam tak berbentuk dihitung dalam takaran siklus dunia, dimana tidak terhitung lagi dalam terminologi tahun manusia.
Setiap kali seorang Buddha muncul di dunia, makhluk surgawi mengalami ketakutan yang besar ketika mendengarkan Dhamma, karena mereka menyadari mereka tidak memiliki kehidupan yang abadi tetapi pada akhirnya akan mati.
--- oOo ---
SEGENGGAM DAUN BODHI
Penerjemah :
Rety Chang Ekavatti, S. Kom, BBA
Yuliana Lie Pannasiri, MBA
Penyunting :
Nana Suriya Johnny, SE
Andromeda Nauli, Ph.D





Melangkah di Keheningan
Mengenal lebih dekat Bhikkhu Uttamo
dan ajaran Agama Buddha



PERTANYAAN 8
Tadi Bhante bilang kalau orang awam bisa mencapai tingkat kesucian. Darimana kita bisa mengetahui seseorang sudah mencapai tingkat kesucian atau belum. Misalnya, Bhante itu sudah mencapai tingkat kesucian yang keberapa?

Jawab:
Menurut Dhamma, kesucian yang dicapai seseorang sebenarnya ada semacam 'menu'nya. Disebutkan bahwa kesucian tertinggi sebagai Arahatta akan tercapai apabila seseorang mampu memutuskan sepuluh belenggu batin. Sedangkan tingkat kesucian pertama yaitu Sotapanna akan dicapai apabila seseorang mampu memutuskan tiga belenggu batin yang pertama yaitu belenggu pandangan salah tentang keakuan, belenggu tidak adanya keyakinan pada Buddha Dhamma dan belenggu kepercayaan pada upacara yang dianggap dapat mengantarkan seseorang untuk mencapai kesucian. Apabila ketiga belenggu ini telah patah, hancur lebur, maka dapat diketahui dan dipastikan bahwa orang tersebut telah mencapai kesucian Sotapanna, kesucian tingkat pertama. Selanjutnya dalam Dhamma diuraikan syarat belenggu yang harus dihancurkan untuk mencapai kesucian tingkat kedua, Sakadagami, demikian pula dengan kesucian tingkat ketiga, Anagami. Sedangkan kesucian tingkat keempat atau tertinggi adalah Arahatta seperti yang telah disebutkan di bagian awal jawaban ini. Jadi, sesuai dengan 'menu' yang telah disebutkan dalam Dhamma, seseorang akan dapat mengetahui atau memperkirakan pencapaian kesuciannya.

PERTANYAAN 9 :
Bhante tadi kan menjelaskan tentang orang yang takut mati. Biasanya ada orang yang kepingin mati, bagaimana dengan itu Bhante? Apakah keinginan tersebut bertentangan dengan Dhamma ?



Jawab:
Seseorang yang ingin mati dengan cara bunuh diri, misalnya, maka sebenarnya ia bukan berani mati, namun ia takut hidup. Kematian yang dipilihnya adalah merupakan pilihan terburuk karena ia berharap dapat terlahir kembali di alam yang lebih bahagia daripada di dunia ini. Harapan untuk terlahir kembali di alam yang lebih bahagia itulah yang menegaskan bahwa pada dasarnya orang bunuh diri adalah orang yang takut hidup. Takut hidup menderita dan tidak tercapai keinginannya. Oleh karena itu, saya tidak melihat orang itu sebagai orang yang berani mati. la adalah orang yang patut dikasihani karena ia hanya melihat kematian sebagai satu-satunya alternatif untuk memecahkan masalah yang sedang dihadapinya. Padahal keputusan untuk bunuh diri jelas bertentangan dengan Dhamma, Kematian makhluk hidup adalah kewajaran, tidak perlu dipercepat maupun dijemput, kematian akan datang dengan sendirinya. Justru uraian Dhamma lebih menekankan seseorang agar selalu mengisi kehidupan dengan kebajikan. Berbuatlah kebajikan dengan badan, ucapan dan pikiran sebanyak yang bisa dikerjakan sehingga pada saat kematian datang, ia telah mempersiapkan banyak ‘bekal’ untuk terlahir di alam bahagia ataupun terlahir kembali sebagai manusia. Jadi, sebagai seorang umat Buddha, jika dalam perjalanan hidup Anda banyak menjumpai permasalahan, maka jangan pernah cari mati! Kematian pasti akan mencari Anda. Tugas Anda adalah mengisi kehidupan ini bukan memikirkan saat datangnya kematian sebagai akhir kehidupan ini. Bahkan dalam salah satu sumber Dhamma disebutkan apabila seseorang meninggal akibat bunuh diri, maka dalam 500 kelahiran berikutnya, ia terkondisi untuk bunuh diri terus menerus. Suatu rangkaian buah kamma buruk yang sangat mengerikan untuk dijalani. Oleh karena itu, jangan pernah terpikir untuk bunuh diri walaupun baru saja ditinggal pacar, misalnya. Berpikirlah positif. Jadikan kenyataan pahit itu sebagai pendorong untuk mencapai kemajuan. Tanamkan dalam pikiran sendiri untuk menjadi orang yang berhasil dan mencapai puncak cita-cita sehingga membuat mantan pacar 'menyesal' telah memutuskan hubungan dengan Anda. Demikian pula jika ada orang yang mengkritik, maka hadapilah kritikan dengan pikiran yang lapang dan sabar. Perbaiki perilaku sendiri sehingga di masa  depan semakin sulit dikritik orang. Begitulah seharusnya sikap yang diambil untuk  menghadapi segala kenyataan hidup. Apabila seseorang selalu mempunyai pola pikir yang sedemikian positif, maka ia akan mampu menjalani segala suka-duka kehidupan dengan penuh semangat. Tidak akan pernah terpikir untuk mencari kematian. Kemampuan menghadapi kenyataan hidup ini pula yang akan memberikan kebahagiaan kemanapun ia pergi, apapun yang ia alami. la akan selalu menyikapi segala kenyataan hidupnya dengan pikiran yang tenang, baik dan bahagia. Jadi, setiap kali bertemu kesulitan, lihatlah dari sudut pandang yang berbeda. Segalanya pasti ada hikmahnya. Hiduppun segera menjadi lebih berbahagia.

PERTANYAAN 10:
Tadi Bhante jelaskan menjadi bhikkhu adalah baik. Secara teori kita mungkin semua tahu, tapi secara prakteknya kalau kita sendiri mau menjadi bhikkhu otomatis mungkin bukan hanya 100 kali berpikir namun 1000 kali pun orang akan berpikir lagi, apa benar atau apa mungkin saya bisa. Itu yang akan mereka pikirkan. Jadi banyak orang bilang bahwa teori Agama Buddha hanya bagus diawalnya saja sedangkan untuk prakteknya susah. Karena itu, adakah tips atau cara yang Bhante ketahui agar kita bukan hanya tahu teori tetapi kita juga bisa mempraktekkannya.

Jawab:
Agar seseorang bukan hanya mengetahui teori Dhamma namun ia mampu melaksanakan Dhamma dengan lebih bersemangat, maka ia harus melaksanakannya sedikit demi sedikit. la hendaknya juga selalu memperhatikan segala tindakan yang telah dilakukannya. Dengan perhatian pada pengalaman sendiri maupun pengalaman orang lain yang diperoleh dari berbagai sumber termasuk acara diskusi semacam ini, maka semakin lama seseorang akan semakin bersemangat melaksanakan Buddha Dhamma. Saya sendiri dahulu juga belajar dari sedikit demi sedikit. Belajar meditasi sedikit, diskusi Dhamma sedikit, kemudian juga sedikit baca-baca buku Dhamma serta melakukan berbagai hal lainnya yang berhubungan dengan pelaksanaan Buddha Dhamma. Dari berbagai pengetahuan dan pengalaman itulah saya semakin bersemangat untuk melaksanakan Dhamma secara lebih mendalam yaitu menjadi bhikkhu. Semua itu memang memerlukan proses dan waktu. Ibarat bayi yang baru saja lahir tentu tidak mungkin mampu menggigit buah jambu yang keras. Namun, dengan bertambahnya usia serta tumbuhnya gigi, maka bayi itu secara bertahap tidak lagi mengalami kesulitan untuk mengunyah buah jambu yang keras. Demikian pula, ketika seseorang mulai belajar Dhamma, ia seperti bayi yang baru saja dilahirkan. Pada saat itu, pelajari dan laksanakanlah Buddha Dhamma secara sederhana agar sesuai dengan perkembangan kemampuan yang dimiliki. Tidak perlu memaksakan diri. Ikuti saja prosesnya. Apabila kondisi ini dijalani dan mendapatkan bimbingan Dhamma dari orang yang tepat, maka setahap demi setahap pelaksanaan Dhamma dapat terus ditingkatkan sehingga akhirnya bukan hanya teori yang diketahui namun juga pelaksanaannya. Bahkan, secara bertahap pula tingkat kesucian mungkin juga akan dapat dicapai. Oleh karena itu, perjalanan seribu langkah dimulai dari selangkah. Jika seseorang hanya sibuk memikirkan perjalanan seribu langkah yang akan dilakukan tanpa adanya tindak nyata, maka selamanya ia tidak akan pernah berpindah dari tempatnya semula. Namun, ketika ia mulai melangkah dan terus melangkah, maka suatu saat, perjalanan seribu langkah akan dapat diselesaikannya.
Karena itu, bagaimana agar seseorang tetap tinggi semangatnya untuk melaksanakan Dhamma? Laksanakan setahap demi setahap. Seringlah berdiskusi Dhamma. Carilah pembimbing Dhamma yang dianggap bijaksana. Perbanyak kesempatan untuk berbagi pengalaman dalam melaksanakan Dhamma, seperti yang dilakukan pada kesempatan ini.
Adakah diantara Anda yang merasakan manfaat diskusi ini? Adakah diantara Anda yang merasakan semangat untuk melaksanakan Dhamma setelah membahas riwayat hidup saya? Apabila ada diantara Anda yang mengalami hal tersebut, maka berarti tujuan perjumpaan ini telah dapat tercapai, yaitu membangkitkan semangat Anda untuk lebih giat   melaksanakan   Buddha  Dhamma dalam  kehidupan sehari-hari. Sesungguhna pelaksanaan Dhamma inilah yang akan membawa kebahagiaan dalam kehidupan ini maupun kehidupan yang selanjutnya.

Semoga Anda selalu berbahagia.
Semoga semua makhluk berbahagia.
Sabbe satta bhavantu sukhitatta.

Dari Sharing Dhamma YM. Uttamo Thera dalam SADDHA
(KeberSAmaan Dalam DHAmma)
--- oOo ---




100  TANYA JAWAB DENGAN BHIKKHU UTTAMO

16. Dari: Erfina M.R., Banjarmasin
Saya sering mendapatkan pertanyaan dari umat beragama lain, yaitu :
Mengapa bhikkhu-bhikkhu Theravada diperbolehkan makan daging hewan? Bukankah dengan makan daging tersebut secara tidak langsung akan mengakibatkan seseorang (penjagal) akan terus melakukan pembunuhan terhadap hewan agar dagingnya bisa dijual dan dibeli orang untuk dimakan?
Bagaimana tanggapan Bhante dan bagaimana seharusnya saya menjawabnya?
Mohon Bhante memberikan pentunjuk. Sebelumnya saya ucapkan terima kasih sebesar-besarnya atas jawaban Bhante.
Semoga dengan jawaban Bhante dapat memuaskan saya.

Jawaban:
Dalam peraturan kebhikkhuan tradisi Theravada, tidak pernah disebutkan adanya keharusan bagi seorang bhikkhu untuk tidak makan daging. Bahkan, pada jaman Sang Buddha ketika ada seorang bhikkhu yang mengusulkan kepada Sang Buddha agar para bhikkhu tidak makan daging, Beliau memberikan jawaban bahwa para bhikkhu diperkenankan untuk melatih diri tidak makan daging, namun latihan ini hendaknya tidak dijadikan suatu peraturan atau keharusan.
Sikap tidak menjadikan sayuranis sebagai peraturan untuk para bhikkhu Theravada ini karena para bhikkhu makan hanyalah untuk sekedar bertahan hidup, bukan menjadi tujuan hidup. Para bhikkhu yang selalu mendapatkan makanan dari para umat hendaknya mudah dirawat dan tidak mempersulit umat. Oleh karena itu, apabila ada umat yang menyediakan para bhikkhu makanan tanpa daging, para bhikkhu tidak akan menolak atau meminta makanan yang lain. Sebaliknya, apabila ada umat yang menyediakan para bhikkhu makanan yang berdaging, maka para bhikkhu juga tidak akan menolak serta meminta makanan yang lain pula. Dengan demikian, umat menjadi lebih mudah menyantuni makanan serta merawat kehidupan para bhikkhu.
Adanya pandangan bahwa jika para bhikkhu tidak makan daging akan mengurangi pembunuhan hewan sebenarnya adalah pandangan yang sangat sempit dan menganggap dunia ini hanya berisi para bhikkhu saja sebagai penduduknya.
Dengan demikian, ketika para bhikkhu tidak makan daging, pembunuhan hewan akan berkurang atau bahkan berhenti sama sekali. Hal ini jelas tidak masuk akal. Buktinya, Indonesia dengan sebagian besar penduduknya tidak mengkonsumsi daging babi, di pasar tradisional daging babi tetap dengan mudah dapat diperoleh.
Terdapat tiga persyaratan daging yang tidak dapat dimakan oleh para bhikkhu yaitu :
1.  Melihat,
2. Mendengar, atau
3. Meragukan binatang itu dibunuh untuk dipersembahkan sebagai makanan untuk para bhikkhu.
Dengan adanya tiga persyaratan daging ini maka umat yang membeli daging atau bangkai di pasar setelah dimasak dapat dipersembahkan kepada para bhikkhu tanpa mempunyai kesalahan maupun kamma buruk apapun juga. Di pasar, dibeli ataupun tidak, dimakan bhikkhu ataupun tidak, bangkai itu sudah ada di sana dan sudah terjadi pembunuhan makhluk hidup.
Oleh karena itu, bhikkhu Theravada makan daging ataupun tidak, sebenarnya hal ini sangat tergantung pada umat yang memberikan dana makanan, bukan tergantung pada para bhikkhu yang tidak dapat memesan maupun memasak makanannya sendiri.
Jadi, kalau memang ada umat walaupun dari agama lain mengharapkan bhikkhu Theravada tidak makan daging, sebaiknya mereka dipersilahkan untuk membantu dan mendukung kehidupan para bhikkhu dengan menyediakan SELAMANYA makanan tanpa daging untuk para bhikkhu Theravada di vihara terdekat. Dengan demikian, mereka bukan hanya sekedar memberikan usulan atau bahkan kritikan tentang jenis makanan para bhikkhu, melainkan mereka juga dapat memberikan jalan keluar yang bermanfaat untuk semua pihak.
Semoga jawaban ini dapat membantu melengkapi jawaban atas pertanyaan para umat beragama lain tersebut.
Semoga bahagia
--- oOo ---


KASlBHARADVAJA SUTTA

Petani Bharadvaja

Kasibharadvaja mencela Sang Buddha karena menganggur, namun Sang Buddha meyakinkan dia bahwa Beliau juga bekerja

Demikian yang telah saya dengar: suatu ketika Sang Buddha berdiam di desa seorang brahmana. Desa yang bernama Ekanala itu terletak di wilayah Dakkhinagiri di negara Magadha.
Saat itu adalah musim menabur benih. Lima ratus bajak yang dimiliki oleh brahmana Kasibharadvaja disiapkan untuk dipakai bekerja.
Pada pagi hari itu, setelah memakai jubah dan membawa mangkuk serta jubah (berlapis dua), Sang Buddha pergi ke tempat pekerjaan Kasibharadvaja sedang berlangsung. Saat itu sudah waktunya makan siang dan brahmana itu sedang membagi-bagikan makanan. Ketika Sang Buddha tiba di tempat makanan sedang dibagikan, Beliau berdiri di satu sisi.
Ketika brahmana itu melihat Sang Buddha berdiri untuk mengumpulkan sedekah makanan, dia pun berkata demikian: "O, pertapa, saya membajak dan menabur benih, dan setelah membajak dan menabur, saya makan, Engkau juga, o, pertapa, harus membajak dan menabur benih. Dan setelah membajak dan menabur, engkau makan."
'O, brahmana, aku juga membajak dan menabur benih. Dan setelah membajak dan menabur, aku makan.'
'Kami tidak melihat kuk, atau bajak, atau mata bajak, atau tiang, atau ternak Yang Mulia Gotama. Tetapi Engkau mengatakan: "O brahmana, aku juga membajak dan menabur benih. Dan setelah membajak dan menabur, aku makan.'"
Maka Kasibharadvaja pun berkata kepada Sang Buddha dalam bait ini:
1   'Engkau menyatakan diri sebagai petani, tetapi kami tidak melihat engkau membajak. Kami ingin tahu caramu membajak, maka jelaskanlah dengan cara yang dapat kami pahami.'                 (76)
2   'Keyakinan adalah benihnya; pengendalian diri adalah kekangnya; kebijaksanaan adalah kuk dan bajakku; kesederhanaan adalah tonggakku; pikiran adalah talinya; perhatian dan kewaspadaan adalah mata bajak serta tongkat penghalauku.                                                                                                    (77)
3   'Tindakan fisik selalu terjaga baik, ucapan selalu terjaga baik, makan secukupnya, aku membuat kebenaran sebagai penghancur rumput liar dan menjadikan ketenangan sebagai pembebasanku.   (78)
4   'Usaha keras adalah ternak dengan kuk yang membawaku menuju Nibbana. Usaha ini terus maju tanpa berhenti; setelah sampai di sana orang tidak lagi memiliki penyesalan.'                             (79)
5   'Dengan cara inilah pembajakan dilakukan; ia memberikan buah kekekalan. Setelah menyelesaikan pembajakan ini, orang menjadi terbebas dari semua penderitaan.'                                              (80)
Kemudian Kasibharadvaja mengisikan nasi-susu ke dalam mangkuk emas yang besar dan mempersembahkannya kepada Sang Buddha sambil berkata: 'Silakan Yang Mulia Gotama menyantap nasi susu ini. Engkau memang petani karena alasan pembajakan itu; memang hal itu memberikan buah kekekalan.'
6   'Apa yang diperoleh lewat pembacaan mantra-mantra bukanlah makananku. O, brahmana, ini bukanlah praktek bagi mereka yang melihat dengan benar. Para Buddha menolak apa yang diperoleh lewat pembacaan mantra.        (81)
7   'Engkau harus mempersembahkan makanan dan minuman lain kepada pertapa agung yang telah mantap, yang telah bebas dari kekotoran mental dan penyesalan. Itu merupakan ladang bagi dia yang mencari jasa kebajikan.'     (82)
'Kalau demikian, Yang Mulia Gotama, kepada siapakah saya harus memberikan nasi-susu ini?'
'O, brahmana, di dunia termasuk para dewa, Mara, Brahma, serta di antara para brahmana dan manusia, aku tidak melihat siapa pun kecuali Sang Tathagata atau murid Sang Tathagata yang dapat mencerna nasi-susu ini dengan baik.
'Karena itu, O brahmana, sebaiknya engkau membuang nasi susu ini di suatu tempat yang tidak ada rumputnya, atau membuangnya ke air di mana tidak ada makhluk hidupnya.
Maka Kasibharadvaja membuang nasi susu itu ke dalam air yang tidak mengandung kehidupan. Pada saat itu terdengar bunyi mendesis disertai banyak uap dan asap dari semua sisi, persis seperti mata bajak yang telah dipanaskan sepanjang hari lalu dicelupkan ke dalam air menghasilkan bunyi desis dan mengeluarkan uap serta asap di semua sisi.
Kemudian Kasibharadvaja, dengan perasaan amat terpukau dan bulu kuduk berdiri, mendekati Sang Buddha dan meletakkan kepalanya di kaki Sang Buddha. Dia berkata: 'Sungguh menakjubkan, Yang Mulia Gotama, sungguh luar biasa, Yang Mulia Gotama! Sebagaimana orang menegakkan apa yang telah terjungkir balik atau mengungkapkan apa yang tadinya tersembunyi, atau menunjukkan jalan kepada orang yang tersesat, atau memberikan sinar penerangan di dalam kegelapan, sehingga mereka yang memiliki mata bisa melihat benda-benda, demikian pula Kebenaran telah dijelaskan oleh Yang Mulia Gotama dengan berbagai cara. Oleh karena itu, saya berlindung pada Beliau, pada Dhamma-Nya, dan Sangha-Nya. Saya ingin memasuki kehidupan tak berumah dan menerima pentahbisan yang lebih tinggi di dekat Yang Mulia Gotama.'
Kemudian Kasibharadvaja menerima pentahbisan sebagai samanera dan menerima pentahbisan yang lebih tinggi di dekat Sang Buddha.
Di kemudian hari, karena rajin, penuh semangat dan bertekad kuat menjalani kehidupan menyendiri, dalam waktu singkat Kasibharadvaja memahami, mengalami dan mencapai kesempurnaan tertinggi dalam kehidupan suci. Untuk inilah putra-putra keluarga baik-baik meninggalkan kehidupan berumah-tangga, dan secara harmonis menjalani kehidupan tak-berumah. Tumimbal lahir telah berakhir; kehidupan suci telah dijalani, apa yang harus dikerjakan sudah dikerjakan dan tidak ada hal lain yang harus dikerjakan di dalam keberadaan dunia ini: Kasibharadvaja telah menjadi seorang Arahat [orang yang sempurna].

Catatan

1   Istilah yang dipakai Sang Buddha untuk menyebut dirinya sendiri. Untuk perinciannya, lihat H. Saddhatissa, Buddhist Ethics, George Alien & Unwin, London 1970, hal. 33.
2  Komunitas para bhikkhu. Lihat Buddhist Ethics, hal, 79 dst..



KABAR GEMBIRA

Dhamma Class bersama YM. Bhikkhu Jayamedho, pada hari Sabtu, 6 April 2013 dan Minggu, 7 April 2013 jam 19.30 WIB – 21.30 WIB, tempat METTA VIHARA Jl. Udang 8 Tegal.
Mendengarkan Dhamma pada saat yang tepat adalah berkah utama.
Semoga semua makhluk hidup berbahagia.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar