Tegal, 24 Maret 2013
No
: 67, Tahun Ketujuh
Penasehat : Ketua Yayasan Metta Jaya ( Loe Lian Phang )
Penanggung Jawab : Ketua
Dayakasabha Metta Vihara Tegal ( Lie
Ing Beng )
Pimpinan Redaksi : Ibu Tjutisari
Redaksi
Pelaksana : 1. Ibu Pranoto 4. Liliyani
2. Suriya Dhammo 5.
Sumedha Amaravathi
3. Ade Kristanto 6. Lie Thiam Lan
Alamat Redaksi : Metta Vihara
Jl. Udang
No. 8 Tegal Telp. (0283) 323570
BCA No Rek : 0479073688 an. YUNINGSIH ASTUTI - TUSITA WIJAYA
DHAMMAPADA ATTHAKHATA
Bab
I - Syair 21, 22, 23
Kewaspadaan adalah
jalan menuju kekekalan; kelengahan adalah jalan menuju kematian. Orang yang
waspada tidak akan mati, tetapi orang yang lengah seperti orang yang sudah
mati.
Setelah mengerti hal
ini dengan jelas, orang bijaksana akan bergembira dalam kewaspadaan dan
bergembira dalam praktek para ariya.
Orang bijaksana yang
tekun bersamadhi, hidup bersemangat dan selalu berusaha dengan
sungguh-sungguh, pada akhirnya mencapai nibbana (kebebasan mutlak).
Kisah Samavati
Kerajaan
Kosambi waktu itu diperintah oleh Raja Udena dengan permaisurinya Ratu
Samavati.
Ratu Samavati
mempunyai 500 orang pengiring yang tinggal bersamanya di istana. la juga
mempunyai pelayan kepercayaan, Khujjuttara, yang setiap harinya bertugas untuk
membeli bunga.
Suatu hari
terlihat Khujjuttara sedang menanti tukang bunga langganannya, Sumana. Tetapi
yang dinantinya tak kunjung datang, sedang hari semakin siang. Bergegas ia ke
rumah Sumana dengan maksud untuk membelinya di sana. Setibanya di sana, Sumana
kelihatannya sedang repot menjamu tamu-tamunya, yaitu para bhikkhu. Dengan
menggerutu terpaksa Khujjuttara menunggu sampai perjamuan itu selesai.
Selesai
perjamuan, Khujjuttara melihat seorang bhikkhu yang berwajah cerah dan agung
mulai berkotbah. Para bhikkhu lainnya, Sumana, dan kerabatnya, tampak
mengelilinginya dan mendengarkan dengan tekun dan penuh perhatian.
"Aduh,
bisa-bisa aku kena marah kalau pulang nanti", keluh Khujjuttara. "Apa
boleh buat, terpaksa aku harus menunggu lagi", keluhnya. "Ah, dari pada
menganggur dan mengantuk, apa salahnya aku juga ikut mendengarkan. Aku ingin
tahu, apa yang dikotbahkan, sehingga semuanya mendengarkan dengan khidmat dan
tidak mempedulikan kehadiranku!" katanya dalam hati.
Mula-mula
Khujjuttara hanya setengah-setengah mendengarkan. Tetapi, makin lama
perhatiannya makin tertarik, dan akhirnya malahan mendengarkan dengan tekun dan
penuh perhatian.
Tak heran,
karena pengkotbah itu adalah Sang Buddha sendiri.
Khujjuttara
baru kali itu mempunyai kesempatan untuk mendengarkan khotbah Dhamma yang
disampaikan oleh Sang Buddha. Walaupun demikian, karena akibat kamma masa
lampaunya, mata batinnya mulai terbuka. Apa yang dikotbahkan dapat dipahaminya
dengan benar dan sekaligus ia berhasil mencapai tingkat kesucian sotapatti.
Pulang ke
istana ia telah ditunggu oleh Samavati dengan muka cemberut. "Kemana saja
dan apa pula kerjamu sehingga sesiang ini baru pulang?
Dan mana bunga yang
seharusnya kau beli?" tegur Samavati.
Setelah
meminta maaf. Khujjuttara menceriterakan apa yang barusan dialaminya. Samavati
tertarik mendengar pengalaman Khujjuttara dan memintanya agar sore nanti
mengulangi kotbah yang tadi didengarnya.
Sore itu,
Khujjuttara mengulang khotbah Sang Buddha kepada Samavati dan 500 orang
pengiringnya. Sama halnya seperti Khujjuttara, Samavati beserta pengiringnya
pada akhir kotbah juga mencapai kesucian sotapatti.
"Oh,
Khujjuttara, engkau beruntung sekali bisa mendengarkan kotbah yang seindah
itu. Berkat engkau, aku beserta yang lain-lainnya juga ikut menikmati keberuntungan
itu!" kata Samavati.
"Atas
jasa-jasamu, engkau kuangkat sebagai ibu angkat dan guruku!", lanjutnya.
"Mulai hari ini engkau kubebaskan dari segala kewajibanmu yang lain.
Sayang, aku tak dapat keluar istana. Maka untuk selanjutnya engkau berkewajiban
untuk mendengarkan kotbah Sang Buddha dan kemudian mengulangnya untuk didengar
oleh semuanya."
Demikianlah,
Khujjuttara selalu mengikuti kemana Sang Buddha berkotbah dan kemudian
mengulangnya di hadapan Samavati beserta para pengiringnya. Dalam waktu singkat
Khujjuttara berhasil memahami Dhamma yang diajarkan Sang Buddha dengan baik.
Lama kelamaan
Samavati dan pengiringnya sangat berharap dapat melihat Sang Buddha dan ingin
sekali memberi penghormatan kepada Beliau. Tetapi mereka takut jika raja tidak
berkenan. Dicarilah akal, bagai-mana caranya agar mereka bisa melaksanakan
maksudnya. Salah satu pengiring Samavati menemukan cara, dengan membuat
lobang-lobang pada dinding-dinding di sekitar istana. Melalui lobang itu mereka
dapat melihat keluar dan memberi penghormatan kepada Sang Buddha setiap hari,
saat Beliau akan mengunjungi rumah tiga orang hartawan, bernama Ghosaka,
Kukkuta, dan Pavariya.
Pada waktu
Raja Udena memerintah, ada seorang brahmana mempunyai puteri yang sangat
cantik, Magandiya namanya. Karena kecantikan puterinya, ia selalu memilih-milih
calon suami anaknya. Dan selama itu dirasanya belum ada yang tepat untuk
mendampingi anaknya.
Suatu hari
brahmin itu bertemu muka dengan Sang Buddha, la sangat terpesona melihatnya dan
berpikir bahwa inilah satu-satunya orang yang pantas untuk menjadi suami
puterinya yang sangat cantik. Dicarinya tahu dimana Sang Buddha berdiam,
kemudian bersama dengan isteri dan puterinya ia kesana dan meminta kepada Sang
Buddha agar mau menerima puterinya sebagai isteri.
Sang Buddha
terdiam sejenak. Dengan kekuatan supranatural-Nya diselidikilah brahmin anak
beranak itu. Beliau melihat bahwa brahmin itu dengan isterinya mempunyai
kesempatan yang sangat besar untuk mencapai kesucian anagami.
Dengan
tersenyum Beliau menjawab, "Setelah melihat Tanha, Arati, dan Raga,
putri-putri Mara, Aku tidak lagi mempunyai keinginan seksual; semuanya hanya
berisikan kotoran dan air kencing dan aku tidak ingin menyentuhnya walaupun
dengan ujung kakiku sekali pun."
Mendengar
kata-kata Sang Buddha, brahmin itu dan istrinya terkejut. Mereka kemudian
merenung, mengapa permintaan baik-baik mereka dijawab seperti itu? Akhirnya
mata batin mereka berdua terbuka, dan mereka menjadi paham dengan arti jawaban
tadi. Keduanya langsung mencapai tingkat kesucian anagami magga dan phala.
Sepulangnya,
mereka berdua segera berunding. Berdua mereka ingin menjauhi kehidupan duniawi
dan bergabung dengan murid-murid Sang Buddha. Mereka juga bersetuju untuk
menyerahkan perawatan puteri mereka kepada saudara mereka. Kelak, karena
ketekunannya mereka berdua berhasil mencapai tingkat kesucian arahat.
Alkisah,
puteri Magandiya yang juga mendengar jawaban Sang Buddha seperti tadi merasa
sangat terhina dan tersinggung. Apalagi setelah ayah bundanya akhirnya
mengikuti Sang Buddha dan menyerahkan perawatan dirinya kepada pamannya.
"Wahai
Samana Gotama, setelah aku kau hina, kau rebut pula ke dua orang tuaku.
Sungguh keterlaluan sikapmu padaku!" demikian kata hati puteri Magandiya.
"Awas! Tunggulah pembalasanku! Kemana saja engkau pergi, pasti akan kucari
dan kubalas penghinaanmu padaku! Sebelum dendamku terbalas, aku tidak akan
berhenti!" ancamnya dalam hati.
Alkisah,
beberapa waktu kemudian pamannya menyerahkan Magandiya kepada Raja Udena.
Karena Magandiya memang cantik jelita, raja pun menerimanya sebagai salah satu
isterinya.
Suatu ketika
Magandiya mendengar kedatangan Sang Buddha di Kosambi dan bagaimana Samavati
dan pengiringnya memberi penghormatan kepada Beliau melalui lobang-lobang di
sekitar istana.
"Inilah
waktunya untuk membalas dendam!" pikirnya. Matanya berbinar-binar
kegirangan. Segera Magandiya merencanakan cara untuk membalas dendam kepada
Sang Buddha dan mencelakakan Samavati beserta pengiring yang sangat mengagumi
Sang Buddha.
Paginya,
Magandiya segera menghadap raja. "Baginda, Samavati ingin berkhianat. la
bersama pengiringnya telah membuat lobang-lobang di dinding istana agar dapat
berhubungan dengan orang luar. Mungkin pula mereka telah mengatur
pemberontakan!" katanya memanas-manasi raja.
Raja terkejut
mendengar laporan itu. la segera turun ke lapangan untuk melihat sendiri
kebenarannya. Benar! Banyak lobang dibuat pada dinding istana. Dengan marah
raja segera memanggil Samavati. "Samavati, tak kusangka bahwa engkau
sampai hati benar ingin berkhianat kepadaku!"
Samavati
melenggak keheranan, "Baginda, mengapa Baginda sampai hati menuduh
demikian?"
"Untuk
apa kaubuat banyak lobang pada dinding istana? Bukankah untuk memudahkan
berhubungan dengan orang luar dan mengatur pemberontakan?"
"Ampun
Baginda", jawab Samavati. "Tiada setitikpun terbit ingatan untuk
memberontak pada diri hamba. Bahkan selama ini hamba sangat berterima kasih
dapat hidup tanpa kekurangan suatu apa pun di istana ini."
"Lalu,
untuk apa kaubuat lobang-lobang itu?"
Samavati
segera menceriterakan semuanya dengan bersungguh-sungguh. Raja dapat
diyakinkan, sehingga tidak menarik panjang urusan itu.
Melihat
usahanya untuk mengenyahkan Samavati tidak berhasil, Magandiya bertambah marah,
tetapi ia tidak putus asa. la tetap berusaha mencari jalan untuk membuat raja
percaya bahwa Samavati tidak setia kepada Raja dan telah berusaha untuk
membunuhnya.
Suatu hari,
Magandiya mendengar bahwa Raja akan mengunjungi Samavati dalam beberapa hari
mendatang dan akan membawa kecapinya. Magandiya memasukkan seekor ular ke dalam
kecapi tersebut dan menutupinya dengan seikat bunga.
Magandiya
mengikuti Raja Udena ke tempat tinggal Samavati. Di perjalanan ia selalu
mencoba mengurungkan niat raja karena dia merasa tidak percaya kepada Samavati
dan mengkhawatirkan keselamatan raja. Tetapi raja tidak menghiraukannya. Sampai
di kediaman Samavati, tatkala tiada orang, Magandiya mencabut seikat bunga dari
lubang kecapinya. Ular itu keluar dan melingkar di atas tempat tidur. Ketika
raja hendak mengambil kecapinya dan melihat ular itu, baru beliau mempercayai
kata-kata Magandiya bahwa Samavati berusaha untuk membunuhnya.
Raja sangat
marah. Beliau memerintahkan Samavati untuk berdiri, dengan semua pengiringnya
berbaris di belakangnya.
"Pengawal,
ambil busur dan anak panahku!" teriak raja. Tetapi Samavati dan
pengiringnya tak gentar. Mereka semua tetap berdiri sambil memancarkan cinta
kasih kepada Raja.
Raja menarik
busurnya dengan anak panah yang telah dilumuri racun. Samawati dibidiknya
baik-baik, dan kemudian anak panah dilepaskan.
Dengan suara
berdesir anak panah itu melaju secepat kilat mendekati sasarannya, Samavati.
Semua yang melihat menahan napasnya.
Ajaib, begitu
akan menyentuh Samavati anak panah itu kelihatan seolah-olah terpental,
menyeleweng arahnya, melewati Samawati dan para pengiringnya, dan akhirnya
menghujam ke dinding di belakangnya.
Raja semakin
murka, dikiranya bidikannya meleset. Sekali lagi raja menarik busurnya dan
Samavati dibidiknya dengan lebih hati-hati.
Sekali lagi
anak panah itu seolah-olah mengenai perisai yang keras, menyeleweng arahnya dan
menghujam lagi ke dinding.
Lagi, dan
lagi raja berusaha membidik Samavati maupun pengiringnya, tetapi kejadian
seperti tadi tetap berulang lagi.
Raja
tercenung memikirkan kejadian yang baru dialaminya. Seolah-olah Samavati dan
pengiringnya ada yang melindungi. Dan kalau benar demikian, niscaya Samavati
tidak bersalah. Maka kemarahannya mereda. Bahkan pada akhirnya ia memberi ijin
kepada Samavati untuk mengundang Sang Buddha dan murid-muridnya ke istana untuk
menerima dana makanan dan untuk menyampaikan khotbah.
Magandiya
menyadari bahwa tidak satupun dari rencananya terlaksana. "Kalau Baginda
tak mampu membunuh Samavati, maka aku sendiri yang akan turun tangan
membunuhnya!" pikirnya. Oleh karenanya ia membuat rencana akhir, rencana
yang sempurna. Magandiya mengirimkan suatu pesan kepada pamannya dengan
petunjuk-petunjuk lengkap untuk pergi ke istana Samavati dan membakar istananya
bersamaan dengan semua orang yang ada di dalamnya.
Ketika istana
tersebut terbakar, Samavati dan pengiringnya, yang berjumlah 500 orang, tetap
bermeditasi. Kemudian, beberapa dari mereka mencapai tingkat kesucian
sakadagami dan yang lain berhasil mencapai tingkat kesucian anagami.
Berita
kebakaran tersebut segera menyebar, Raja segera pergi ke tempat kejadian,
tetapi beliau terlambat. Beliau mencurigai bahwa hal ini dilakukan oleh
Magandiya, tetapi raja tidak menunjukkan kecurigaannya.
Untuk
mengetahui hal yang sebenarnya, beliau berkata, "Ketika Samavati masih
hidup, saya selalu khawatir kalau-kalau dia akan mencelakakan saya. Sekarang,
pikiranku lebih tenang. Siapa yang telah melakukan ini semua? Hal ini pasti
hanya dilakukan oleh seseorang yang sangat mencintaiku."
Mendengar
kata-kata itu, Magandiya segera mengakui bahwa dia yang telah memerintahkan
pamannya untuk melakukan hal itu semua. Untuk hal itu, Raja sangat puas dan
mengatakan bahwa beliau akan memberikan penghargaan pada Magandiya dan seluruh
keluarganya. Kemudian, seluruh keluarga Magandiya diundang ke istana untuk
menghadiri perjamuan.
Magandiaya,
pamannya, dan seluruh kerabatnya datang ke istana dengan gembira. Setelah
mereka berkumpul semua, raja segera berdiri dan berteriak, "Hei, para
pengawal, tangkap mereka semua!" Setelah semuanya ditangkap raja segera
memerintahkan, "Masukkan mereka semuanya ke dalam istana Magandiya.
Jangan sampai ada yang lolos. Kemudian bakar seluruh istana itu, seperti apa
yang telah mereka lakukan terhadap Samavati!"
Ketika Sang
Buddha mendengar dua kejadian tersebut, Beliau mengatakan bahwa seseorang yang
waspada tidak akan mati; tetapi mereka yang lengah akan merasa mati meskipun
dia masih hidup.
Kemudian Sang
Buddha membabarkan syair berikut :
Kewaspadaan
adalah jalan menuju kekekalan; kelengahan adalah jalan menuju kematian. Orang
yang waspada tidak akan mati, tetapi orang yang lengah seperti orang yang sudah
mati.
Setelah
mengerti hal ini dengan jelas, orang bijaksana akan bergembira dalam
kewaspadaan dan bergembira dalam praktek para ariya.
Orang
bijaksana yang tekun bersamadhi, hidup bersemangat dan selalu berusaha dengan
sungguh-sungguh, pada akhirnya mencapai nibbana (kebebasan mutlak).
--- oOo ---
SEKAPUR SIRIH
Dhammapada Atthakhata 21, 22, dan 23 dengan kisah SAMAVATI
merupakan kisah yang menarik untuk disimak dan sangat bermanfaat bagi kita
untuk menjadikan diri kita lebih bijak dan waspada dalam bertindak sehingga dapat
mencapai kebahagiaan. Cerita inspiratif “Masakan Gosong” merupakan cerita yang
akan membawa manfaat bagi kita bila bisa memetik makna dari cerita tersebut.
Pelajaran yang dapat kita petik dan terapkan dalam keseharian akan menjadikan
satu hubungan yang harmonis.
Ajahn Brahm dalam “Cinta dan Komitmen” dengan judul “Cinta
Sejati”. “Segenggam Daun Bodhi” memasuki bagian Alam Surga. “Melangkah di
Keheningan” mengenal lebih dekat Bhikkhu Uttamo dan ajaran Agama Buddha dalam
edisi ini memasuki bagian terakhir.
Kondisi yang indah apabila kita dapat menerima perbedaan pendapat,
namun tetap terjalin rasa kebersamaan. Namun tidak semua orang dapat menerima
perbedaan pendapat, karena kadar komitmen yang berbeda-beda. Alangkah indahnya
hidup kita ini bila dalam perbedaan kita tetap bergandengan tangan penuh rasa
persahabatan.
Akhir kata semoga apa yang dapat kami sajikan ini dapat menambah
wawasan dengan mengembangkan cinta kasih, kita dapat menjaga kebersamaan dalam
Dhamma.
Semoga semua makhluk hidup berbahagia.
Sadhu, Sadhu, Sadhu.
Metta
Cittena,
Redaksi
--- oOo ---
DANA
Telah kami terima dana dari :
1. Alm Liauw Fat Kie – Jatibarang Rp 500.000,-
2. Cetya Dhamma Rokkhita – Cirebon Rp
500.000,-
3. Kel. Siauw Fung – Pemalang Rp 500.000,-
Bapak / Ibu Tan Tjun Bie – Tegal
: Dana speaker
Dana Konsumsi :
1. Ibu Tan Swie Tin
2. Ibu Oey Bin Nio
3. Ibu Tjioe Hiang Giok
4. NN – Dana tumpeng
Semoga kebajikan yang telah Bapak / Ibu / Saudara lakukan mendapat
berkah keselamatan, kesehatan dan bahagia.
Setitik Cahaya
di Balik Kabut 2
BERPANTANG
DAN KESUCIAN
Pandita
R. Surya Widya
Wednesday, February 16, 2011 at 11:05 am
Salah satu praktek Dhamma yang
penting adalah berpantang untuk melakukan perbuatan yang tercela, berhenti
melakukan kejahatan. Untuk umat biasa ada S pantangan, untuk
anagarika/anagarini ada 8 pantangan, untuk calon bhikkhu (samanera) ada 10
pantangan dan untuk para bhikkhu ada 227 pantangan.
Apakah setelah berpantang untuk
melakukan kejahatan seseorang otomatis menjadi orang suci ? Jawabannya adalah
masih jauh.
Setelah berpantang melakukan
perbuatan yang buruk, seseorang selanjutnya harus melakukan banyak perbuatan
baik, disamping banyak melakukan pengorbanan dan kesempurnaan dalam perbuatan.
Yang tidak boleh diabaikan
adalah melatih diri dengan meditasi, dalam agama Buddha disebut sebagai
Bhavana, atau pengembangan batin. Agar bisa mencapai kebijaksanaan, untuk
mematahkan belenggu, untuk menghilangkan pandangan keliru sehingga bisa
memutuskan roda samsara (sengsara).
Memang di zaman Buddha masih
hidup banyak orang yang mencapai tingkat-tingkat kesucian hanya dengan
mendengar saja, namun di zaman sekarang mungkin sudah tidak ada orang yang
seperti itu.
--- oOo ---
MAGHA PUJA
2556
METTA
VIHARA TEGAL
Minggu, 10 Maret 2013, jam 09.00
WIB dengan diawali pembacaan Namakara Patha yang dipimpin oleh YM. Bhikkhu DR.
Jotidhammo Mahathera di depan Stupa, kemudian Bhikkhu memasuki Dhammasala
dengan diikuti oleh Dayakasabha Metta Vihara Tegal.
Penyalaan Lilin Lima Warna
mengawali upacara Magha Puja 2556.
Dalam Dhammadesana YM Bhikkhu Jotidhammo menguraikan makna
peringatan Magha Puja yaitu :
1. Purnama Sidhi di bulan
Magha
2. Berkumpulnya 1250
Bhikkhu untuk memberi penghormatan pada Sang Guru Buddha Gautama, tanpa
diundang dan tanpa perjanjian.
3. Semua Bhikkhu telah
mencapai tingkat kesucian tertinggi Arahat.
4. Semua ditahbiskan oleh
Sang Buddha sendiri dengan ucapan ‘Ehi Bhikkhu’.
·
Kesabaran, ketabahan adalah cara melatih batin terbaik. Para
Buddha bersabda NIBBANA adalah yang tertinggi. Seorang yang melukai orang lain,
menyakiti orang lain, bukanlah seorang Pertapa.
·
Tak berbuat segala keburukan, mengembangkan kebajikan, menyucikan
pikiran sendiri, ini adalah ajaran para Buddha.
·
Tak menghujat, tak menyakiti, terkendali dalam tata susila, tahu
ukuran dalam hal makan, hidup di tempat yang tenang.
Dalam menjalani kehidupan kita
tidak akan lepas dari masalah, karena itu kita harus berusaha mengurangi
masalah dengan terus berbuat kebajikan, baik dilakukan oleh pikiran, ucapan dan
perbuatan. Dengan banyak berbuat kebajikan kita akan dapat mengurangi masalah.
Berusaha untuk tidak melakukan
hal-hal yang buruk, tidak hanya menjalankan Pancasila Buddhis saja tetapi semua
perbuatan buruk dihindari.
Bersihkan pikiran sendiri, hanya
diri sendirilah yang dapat melakukan penyucian batin, tidak ada seorangpun yang
dapat menyucikan makhluk lain. Itulah ajaran Para Buddha.
Semoga semua makhluk hidup
berbahagia.
Suriyadhammo
Aneka
Peristiwa
·
Hari Minggu, 3 Maret 2013 jam 16.00 WIB, umat Buddha Metta Vihara
Tegal menjenguk Ayah dan Ibunda dari Bapak Hadi Pramana di RSI Tegal
·
Jam 17.00 WIB menjenguk Ibu Ersen, Ibunda dari Gautama Gunarso
(Wie-Wie) diadakan pembacaan Paritta.
Semoga cepat sembuh
UCAPAN
SELAMAT HARI RAYA WAISAK
Dalam rangka menyambut Hari Raya Waisak buletin
Brivi edisi Mei 2013 akan memuat ucapan Selamat Hari Raya Waisak yang jatuh tepat
tanggal 25 Mei 2013.
1 halaman Rp
300.000,-
½ halaman Rp
150.000,-
¼ halaman Rp
100.000,-
Kolom bersama Rp 50.000,-
Bagi Bapak / Ibu / Saudara yang akan mengisi
ucapan selamat paling lambat tanggal 20 Mei 2013 harus sudah masuk ke redaksi,
anda bisa menghubungi :
1. Metta Vihara Jl.
Udang No. 8 Tegal (0283)
323570
2. Bpk/Ibu Lukman Susilo (Apt. Nasional) Jl. P. Diponegoro 119 Tegal 081802855355
3. Bpk. Lie Ing Beng (Tk. Mira) Jl. HOS Cokroaminoto 69 Tegal 081326979788
4. Ibu Pranoto Jl.
Cendrawasih No. 17 Tegal (0283)
351238
5. Ibu Tusita Wijaya (Tk. Gema Jadi) Jl. Salak No. 123 Tegal (0283)
356017
6. Ibu Ang Siu Lan Jl.
Udang No. 7 Tegal 081548134633
7. Ibu Tjutisari Jl.
Gurami No. 53 Tegal 08174939382
8. Bpk. Suriyadhammo Jl.
KH Nakhrawi No. 10 Tegal 085727489261
Dana Anda dapat ditransfer ke rekening BCA 0479073688
a.n. YUNINGSIH ASTUTI -
TUSITA WIJAYA
Semoga kebajikan yang dilakukan Bapak / Ibu /
Saudara, berbuah dalam bentuk umur panjang, sehat walafiat, sukses dan
berbahagia bersama keluarga.
Semoga semua makhluk hidup berbahagia.
Metta
Cittena,
Dayakasabha
Metta Vihara Tegal
ttd
ttd
Lie
Ing Beng Suriyadhammo
Ketua
Sekretaris
Cerita Inspiratif
MASAKAN GOSONG
Suatu malam, mama yang bangun
sejak pagi, bekerja keras sepanjang hari membereskan rumah tanpa pembantu, jam
tujuh malam mama selesai menghidangkan makan malam untuk papa yang sangat
sederhana berupa telur mata sapi, tempe goreng, sambal teri dan nasi.
Sayangnya karena mengurusi adik
yang merengek, tempe dan telor gorengnya sedikit gosong! Saya melihat mama
sedikit panik, tapi tidak bisa berbuat banyak, karena minyak gorengnya sudah
habis. Kami menunggu dengan tegang apa reaksi papa yang pulang kerja, pasti
sudah cape tapi melihat makan malamnya hanya tempe dan telur gosong.
Ternyata.. Luar biasa! Papa
dengan tenang menikmati dan memakan semua yang disiapkan mama dengan tersenyum,
dan bahkan berkata, "Mama terima kasih!", dan papa terus menanyakan
kegiatan saya dan adik di sekolah.
Selesai makan, saat masih di
meja makan, saya mendengar mama meminta maaf karena telor dan tempe yang gosong
itu, dan satu hal yang tidak pernah saya lupakan adalah apa yang papa katakan,
"Sayang, aku suka telor dan tempe yang gosong."
Sebelum tidur, saya pergi untuk
memberikan ciuman selamat tidur kepada papa, saya bertanya pada papa, "apa
papa benar-benar menyukai telur dan tempe gosong?" Papa memeluk saya erat
dengan kedua lengannya yang kekar dan berkata, "Anakku, mama sudah bekerja
keras sepanjang hari dan dia benar-benar sudah capek, Jadi sepotong telor dan
tempe yang gosong tidak akan menyakiti siapa pun kok."
Ini pelajaran yang saya
praktekkan di tahun-tahun berikutnya: "Belajar menerima kesalahan orang
lain, dan memilih untuk merayakannya" adalah satu kunci yang sangat
penting untuk menciptakan sebuah hubungan yang sehat dan bertumbuh.
Semoga bermanfaat bagi kita
semua _/\_
Dipost oleh Dwi Agnes Cecilia di
Bodhi Leaf Group
--- oOo ---
CINTA DAN
KOMITMEN
Cinta
Sejati
|
Masalah dalam
percintaan dimulai saat buyarnya fantasi, kekecewaan bisa sangat menyakiti
kita. Pada cinta asmara, kita tidak benar-benar mencintai pasangan kita, kita
hanya mencintai cara mereka yang membuat kita tersentuh. Yang kita cintai
adalah "sengatan" yang kita rasakan dalam kehadiran mereka. Itulah
sebabnya, ketika mereka tak ada, kita merindukannya dan meminta dikirimi
sebotol... (lihat cerita sebelumnya). Seperti "sengatan" lainnya, tak
berapa lama ini pun akan berlalu.
Cinta sejati
adalah cinta yang tak mementingkan diri sendiri. Kita hanya peduli kepada orang
lain. Kita berkata kepada mereka, "Pintu hatiku akan selalu terbuka
untukmu, apa pun yang kamu lakukan," dan kita bersungguh-sungguh dengan
perkataan itu. Kita hanya ingin mereka bahagia. Cinta sejati itu langka.
Banyak dari
kita suka berpikir bahwa hubungan istimewa kita adalah cinta sejati, bukan
cinta asmara. Berikut ini adalah sebuah tes untuk menilai cinta Anda termasuk
jenis yang mana.
Pikirkanlah pasangan Anda. Bayangkan wajahnya di benak
Anda. Kenanglah hari Anda bertemu dengannya dan saat-saat indah bersamanya.
Sekarang bayangkan Anda menerima sepucuk surat dari pasangan Anda. Surat itu
memberitahukan Anda bahwa si dia telah jatuh hati kepada sahabat Anda, dan
mereka telah pergi untuk hidup bersama. Bagaimana perasaan Anda?
Jika cinta
Anda adalah cinta sejati, Anda akan begitu tergetar bahwa pasangan Anda telah
menemukan orang yang lebih baik dari diri Anda, dan dia bahkan sekarang lebih
berbahagia. Anda akan merasa gembira karena pasangan dan sahabat Anda dapat
berbagi hidup bersama-sama. Anda akan sangat gembira karena mereka saling
mencintai. Bukankah kebahagiaan pasangan Anda adalah hal yang terpenting dalam
cinta sejati Anda?
Cinta sejati itu langka
Seorang ratu tengah melihat keluar dari jendela
istananya ke arah Buddha yang sedang berjalan untuk menerima dana makanan di
kota. Raja melihatnya dan menjadi cemburu terhadap kesetiaan sang ratu kepada
Sang Petapa Agung. Dia memarahi sang ratu dan menuntut untuk tahu siapa yang
lebih dicintai sang ratu, Buddha atau suaminya. Sang ratu adalah pengikut
Buddha yang setia, tetapi pada saat itu Anda harus sangat hati-hati jika suami
Anda adalah seorang raja. Hilang kepala berarti hilang kepala betulan. Sang
ratu ingin menjaga kepalanya tetap utuh, maka dia menjawab dengan kejujuran
yang tak terbantahkan, "Saya mencintai diri saya lebih dari Anda
semua."
--- oOo ---
SEGENGGAM DAUN BODHI
KUMPULAN
TULISAN
BHIKKHU
DHAMMAVUDDHO MAHA THERA
Message of The Buddha
PESAN BUDDHA
Namo Tassa Bhagavato Arahato
Samma Sambuddhassa
3. Alam Surga
Melalui meditasi Buddha mencapai penerangan dan melenyapkan
semua gelapnya ketidaktahuan. Dengan pikiran yang bersinar, kuat, tenang,
Beliau dapat melihat semua keberadaan alam-alam kehidupan di dunia. Menurut Buddha,
makhluk hidup dari setiap sistem dunia terbagi atas 3 alam kehidupan yaitu
alam lingkup indera, alam berbentuk, dan alam tak berbentuk. Dunia manusia
terletak di alam lingkup indera dimana nafsu keinginan dan ketamakan
mendominasi semua makhluk. Alam berbentuk dan alam tak berbentuk hanya dapat
dicapai oleh para makhluk yang mengembangkan meditasi penyerapan (jhana). Makhluk-makhluk
di dua alam ini tidak dibedakan antara laki-laki dan perempuan karena mereka
tidak lagi tertarik dengan pemuasan seksual tetapi dipenuhi oleh kebahagiaan
yang lebih tinggi dari jhana. Secara alami, hasil dari melakukan
kebajikan dan menghindari kejahatan adalah kelahiran kembali di salah satu enam
alam surga yang masih dalam kelompok alam lingkup indera.
Makhluk-makhluk alam surga. Kelahiran
di alam-alam surga ini adalah transformasi langsung sebagai deva atau devi. Dewa atau dewi
muncul sebagai pemuda usia 16 tahun yang sangat ganteng atau cantik dan bentuk
ini akan bertahan hingga mereka meninggal dunia. Tidak ada proses penuaan
sepanjang hidup mereka. Tubuh mereka menjadi lebih halus seiring dengan
kemajuan yang mereka peroleh.
Di alam surga tingkat keenam, tubuh mereka bersih dan halus luar
biasa, tidak seperti tubuh kasar manusia. Mereka tinggal dalam istana-istana
surga yang megah dan menikmati hidup mereka dalam kehanyutan kesenangan
duniawi, karena kesenangan duniawi mendominasi semua makhluk di alam lingkup
indera. Buddha berkata memiliki kekuasaan atas keenam belas negeri di
India tidak dapat dibandingkan dengan 1/16 bagian pun kebahagiaan
makhluk-makhluk surgawi.
Kehidupan surgawi tidak kekal. Hidup di
alam surga adalah lama waktunya. Yang paling rendah, alam empat raja dewa, satu
hari alam surga sama dengan 50 tahun alam manusia dan usia kehidupan mereka
adalah 500 tahun alam surga atau 900 juta tahun alam manusia. Usia kehidupan
bertambah sejalan dengan semakin tingginya tingkat alam surga. Di alam surga
tingkat keenam, satu hari alam surga setara dengan 1600 tahun alam manusia dan
usia kehidupan mereka adalah 16000 tahun alam surga atau 9216 juta tahun alam
manusia. Usia kehidupan di alam berbentuk dan alam tak berbentuk dihitung dalam
takaran siklus dunia, dimana tidak terhitung lagi dalam terminologi tahun
manusia.
Setiap kali seorang Buddha muncul di dunia, makhluk surgawi
mengalami ketakutan yang besar ketika mendengarkan Dhamma, karena mereka
menyadari mereka tidak memiliki kehidupan yang abadi tetapi pada akhirnya akan mati.
--- oOo
---
SEGENGGAM
DAUN BODHI
Penerjemah
:
Rety
Chang Ekavatti, S. Kom, BBA
Yuliana
Lie Pannasiri, MBA
Penyunting
:
Nana
Suriya Johnny, SE
Andromeda
Nauli, Ph.D
Melangkah di Keheningan
Mengenal lebih dekat Bhikkhu Uttamo
dan ajaran Agama Buddha
PERTANYAAN 8
Tadi Bhante bilang kalau orang awam bisa mencapai tingkat
kesucian. Darimana kita bisa mengetahui seseorang sudah mencapai tingkat
kesucian atau belum. Misalnya, Bhante itu sudah mencapai tingkat kesucian yang
keberapa?
Jawab:
Menurut Dhamma, kesucian yang dicapai seseorang sebenarnya ada
semacam 'menu'nya. Disebutkan bahwa kesucian tertinggi sebagai Arahatta akan
tercapai apabila seseorang mampu memutuskan sepuluh belenggu batin. Sedangkan
tingkat kesucian pertama yaitu Sotapanna akan dicapai apabila seseorang mampu
memutuskan tiga belenggu batin yang pertama yaitu belenggu pandangan salah
tentang keakuan, belenggu tidak adanya keyakinan pada Buddha Dhamma dan
belenggu kepercayaan pada upacara yang dianggap dapat mengantarkan seseorang
untuk mencapai kesucian. Apabila ketiga belenggu ini telah patah, hancur lebur,
maka dapat diketahui dan dipastikan bahwa orang tersebut telah mencapai
kesucian Sotapanna, kesucian tingkat pertama. Selanjutnya dalam Dhamma
diuraikan syarat belenggu yang harus dihancurkan untuk mencapai kesucian
tingkat kedua, Sakadagami, demikian pula dengan kesucian tingkat ketiga,
Anagami. Sedangkan kesucian tingkat keempat atau tertinggi adalah Arahatta
seperti yang telah disebutkan di bagian awal jawaban ini. Jadi, sesuai dengan
'menu' yang telah disebutkan dalam Dhamma, seseorang akan dapat mengetahui atau
memperkirakan pencapaian kesuciannya.
PERTANYAAN 9 :
Bhante tadi kan menjelaskan tentang orang yang takut mati.
Biasanya ada orang yang kepingin mati, bagaimana dengan itu Bhante? Apakah
keinginan tersebut bertentangan dengan Dhamma ?
Jawab:
Seseorang yang ingin mati dengan cara bunuh diri, misalnya, maka
sebenarnya ia bukan berani mati, namun ia takut hidup. Kematian yang dipilihnya
adalah merupakan pilihan terburuk karena ia berharap dapat terlahir kembali di
alam yang lebih bahagia daripada di dunia ini. Harapan untuk terlahir kembali
di alam yang lebih bahagia itulah yang menegaskan bahwa pada dasarnya orang
bunuh diri adalah orang yang takut hidup. Takut hidup menderita dan tidak
tercapai keinginannya. Oleh karena itu, saya tidak melihat orang itu sebagai
orang yang berani mati. la adalah orang yang patut dikasihani karena ia hanya
melihat kematian sebagai satu-satunya alternatif untuk memecahkan masalah yang
sedang dihadapinya. Padahal keputusan untuk bunuh diri jelas bertentangan
dengan Dhamma, Kematian makhluk hidup adalah kewajaran, tidak perlu dipercepat
maupun dijemput, kematian akan datang dengan sendirinya. Justru uraian Dhamma
lebih menekankan seseorang agar selalu mengisi kehidupan dengan kebajikan.
Berbuatlah kebajikan dengan badan, ucapan dan pikiran sebanyak yang bisa
dikerjakan sehingga pada saat kematian datang, ia telah mempersiapkan banyak ‘bekal’
untuk terlahir di alam bahagia ataupun terlahir kembali sebagai manusia. Jadi,
sebagai seorang umat Buddha, jika dalam perjalanan hidup Anda banyak menjumpai
permasalahan, maka jangan pernah cari mati! Kematian pasti akan mencari Anda.
Tugas Anda adalah mengisi kehidupan ini bukan memikirkan saat datangnya kematian
sebagai akhir kehidupan ini. Bahkan dalam salah satu sumber Dhamma disebutkan
apabila seseorang meninggal akibat bunuh diri, maka dalam 500 kelahiran
berikutnya, ia terkondisi untuk bunuh diri terus menerus. Suatu rangkaian buah
kamma buruk yang sangat mengerikan untuk dijalani. Oleh karena itu, jangan
pernah terpikir untuk bunuh diri walaupun baru saja ditinggal pacar, misalnya. Berpikirlah
positif. Jadikan kenyataan pahit itu sebagai pendorong untuk mencapai kemajuan.
Tanamkan dalam pikiran sendiri untuk menjadi orang yang berhasil dan mencapai
puncak cita-cita sehingga membuat mantan pacar 'menyesal' telah memutuskan hubungan
dengan Anda. Demikian pula jika ada orang yang mengkritik, maka hadapilah kritikan
dengan pikiran yang lapang dan sabar. Perbaiki perilaku sendiri sehingga di
masa depan semakin sulit dikritik orang.
Begitulah seharusnya sikap yang diambil untuk
menghadapi segala kenyataan hidup. Apabila seseorang selalu mempunyai
pola pikir yang sedemikian positif, maka ia akan mampu menjalani segala
suka-duka kehidupan dengan penuh semangat. Tidak akan pernah terpikir untuk
mencari kematian. Kemampuan menghadapi kenyataan hidup ini pula yang akan
memberikan kebahagiaan kemanapun ia pergi, apapun yang ia alami. la akan selalu
menyikapi segala kenyataan hidupnya dengan pikiran yang tenang, baik dan
bahagia. Jadi, setiap kali bertemu kesulitan, lihatlah dari sudut pandang yang
berbeda. Segalanya pasti ada hikmahnya. Hiduppun segera menjadi lebih
berbahagia.
PERTANYAAN 10:
Tadi Bhante jelaskan menjadi bhikkhu adalah baik. Secara teori
kita mungkin semua tahu, tapi secara prakteknya kalau kita sendiri mau menjadi
bhikkhu otomatis mungkin bukan hanya 100 kali berpikir namun 1000 kali pun
orang akan berpikir lagi, apa benar atau apa mungkin saya bisa. Itu yang akan
mereka pikirkan. Jadi banyak orang bilang bahwa teori Agama Buddha hanya bagus
diawalnya saja sedangkan untuk prakteknya susah. Karena itu, adakah tips atau
cara yang Bhante ketahui agar kita bukan hanya tahu teori tetapi kita juga bisa
mempraktekkannya.
Jawab:
Agar seseorang bukan hanya mengetahui teori Dhamma namun ia mampu
melaksanakan Dhamma dengan lebih bersemangat, maka ia harus melaksanakannya
sedikit demi sedikit. la hendaknya juga selalu memperhatikan segala tindakan
yang telah dilakukannya. Dengan perhatian pada pengalaman sendiri maupun
pengalaman orang lain yang diperoleh dari berbagai sumber termasuk acara
diskusi semacam ini, maka semakin lama seseorang akan semakin bersemangat
melaksanakan Buddha Dhamma. Saya sendiri dahulu juga belajar dari sedikit demi
sedikit. Belajar meditasi sedikit, diskusi Dhamma sedikit, kemudian juga
sedikit baca-baca buku Dhamma serta melakukan berbagai hal lainnya yang
berhubungan dengan pelaksanaan Buddha Dhamma. Dari berbagai pengetahuan dan
pengalaman itulah saya semakin bersemangat untuk melaksanakan Dhamma secara
lebih mendalam yaitu menjadi bhikkhu. Semua itu memang memerlukan proses dan
waktu. Ibarat bayi yang baru saja lahir tentu tidak mungkin mampu menggigit
buah jambu yang keras. Namun, dengan bertambahnya usia serta tumbuhnya gigi,
maka bayi itu secara bertahap tidak lagi mengalami kesulitan untuk mengunyah
buah jambu yang keras. Demikian pula, ketika seseorang mulai belajar Dhamma, ia
seperti bayi yang baru saja dilahirkan. Pada saat itu, pelajari dan
laksanakanlah Buddha Dhamma secara sederhana agar sesuai dengan perkembangan
kemampuan yang dimiliki. Tidak perlu memaksakan diri. Ikuti saja prosesnya.
Apabila kondisi ini dijalani dan mendapatkan bimbingan Dhamma dari orang yang
tepat, maka setahap demi setahap pelaksanaan Dhamma dapat terus ditingkatkan
sehingga akhirnya bukan hanya teori yang diketahui namun juga pelaksanaannya.
Bahkan, secara bertahap pula tingkat kesucian mungkin juga akan dapat dicapai.
Oleh karena itu, perjalanan seribu langkah dimulai dari selangkah. Jika
seseorang hanya sibuk memikirkan perjalanan seribu langkah yang akan dilakukan
tanpa adanya tindak nyata, maka selamanya ia tidak akan pernah berpindah dari
tempatnya semula. Namun, ketika ia mulai melangkah dan terus melangkah, maka
suatu saat, perjalanan seribu langkah akan dapat diselesaikannya.
Karena itu, bagaimana agar seseorang tetap tinggi semangatnya
untuk melaksanakan Dhamma? Laksanakan setahap demi setahap. Seringlah
berdiskusi Dhamma. Carilah pembimbing Dhamma yang dianggap bijaksana. Perbanyak
kesempatan untuk berbagi pengalaman dalam melaksanakan Dhamma, seperti yang
dilakukan pada kesempatan ini.
Adakah diantara Anda yang merasakan manfaat diskusi ini? Adakah
diantara Anda yang merasakan semangat untuk melaksanakan Dhamma setelah
membahas riwayat hidup saya? Apabila ada diantara Anda yang mengalami hal
tersebut, maka berarti tujuan perjumpaan ini telah dapat tercapai, yaitu
membangkitkan semangat Anda untuk lebih giat
melaksanakan Buddha Dhamma dalam
kehidupan sehari-hari. Sesungguhna pelaksanaan Dhamma inilah yang akan
membawa kebahagiaan dalam kehidupan ini maupun kehidupan yang selanjutnya.
Semoga Anda
selalu berbahagia.
Semoga semua makhluk
berbahagia.
Sabbe satta
bhavantu sukhitatta.
Dari Sharing Dhamma YM. Uttamo Thera dalam SADDHA
(KeberSAmaan Dalam DHAmma)
--- oOo ---
100 TANYA JAWAB DENGAN BHIKKHU UTTAMO
16. Dari: Erfina M.R.,
Banjarmasin
Saya sering mendapatkan
pertanyaan dari umat beragama lain, yaitu :
Mengapa bhikkhu-bhikkhu
Theravada diperbolehkan makan daging hewan? Bukankah dengan makan daging
tersebut secara tidak langsung akan mengakibatkan seseorang (penjagal) akan
terus melakukan pembunuhan terhadap hewan agar dagingnya bisa dijual dan dibeli
orang untuk dimakan?
Bagaimana tanggapan
Bhante dan bagaimana seharusnya saya menjawabnya?
Mohon Bhante memberikan
pentunjuk. Sebelumnya saya ucapkan terima kasih sebesar-besarnya atas jawaban
Bhante.
Semoga dengan jawaban
Bhante dapat memuaskan saya.
Jawaban:
Dalam
peraturan kebhikkhuan tradisi Theravada, tidak pernah disebutkan adanya
keharusan bagi seorang bhikkhu untuk tidak makan daging. Bahkan, pada jaman
Sang Buddha ketika ada seorang bhikkhu yang mengusulkan kepada Sang Buddha agar
para bhikkhu tidak makan daging, Beliau memberikan jawaban bahwa para bhikkhu
diperkenankan untuk melatih diri tidak makan daging, namun latihan ini
hendaknya tidak dijadikan suatu peraturan atau keharusan.
Sikap tidak menjadikan sayuranis sebagai peraturan untuk para
bhikkhu Theravada ini karena para bhikkhu makan hanyalah untuk sekedar bertahan
hidup, bukan menjadi tujuan hidup. Para bhikkhu yang selalu mendapatkan makanan
dari para umat hendaknya mudah dirawat dan tidak mempersulit umat. Oleh karena
itu, apabila ada umat yang menyediakan para bhikkhu makanan tanpa daging, para bhikkhu
tidak akan menolak atau meminta makanan yang lain. Sebaliknya, apabila ada umat
yang menyediakan para bhikkhu makanan yang berdaging, maka para bhikkhu juga
tidak akan menolak serta meminta makanan yang lain pula. Dengan demikian, umat
menjadi lebih mudah menyantuni makanan serta merawat kehidupan para bhikkhu.
Adanya
pandangan bahwa jika para bhikkhu tidak makan daging akan mengurangi pembunuhan
hewan sebenarnya adalah pandangan yang sangat sempit dan menganggap dunia ini
hanya berisi para bhikkhu saja sebagai penduduknya.
Dengan
demikian, ketika para bhikkhu tidak makan daging, pembunuhan hewan akan
berkurang atau bahkan berhenti sama sekali. Hal ini jelas tidak masuk akal.
Buktinya, Indonesia dengan sebagian besar penduduknya tidak mengkonsumsi daging
babi, di pasar tradisional daging babi tetap dengan mudah dapat diperoleh.
Terdapat
tiga persyaratan daging yang tidak dapat dimakan oleh para bhikkhu yaitu :
1. Melihat,
2. Mendengar, atau
3. Meragukan binatang itu
dibunuh untuk dipersembahkan sebagai makanan untuk para bhikkhu.
Dengan
adanya tiga persyaratan daging ini maka umat yang membeli daging atau bangkai
di pasar setelah dimasak dapat dipersembahkan kepada para bhikkhu tanpa
mempunyai kesalahan maupun kamma buruk apapun juga. Di pasar, dibeli ataupun
tidak, dimakan bhikkhu ataupun tidak, bangkai itu sudah ada di sana dan sudah
terjadi pembunuhan makhluk hidup.
Oleh
karena itu, bhikkhu Theravada makan daging ataupun tidak, sebenarnya hal ini
sangat tergantung pada umat yang memberikan dana makanan, bukan tergantung pada
para bhikkhu yang tidak dapat memesan maupun memasak makanannya sendiri.
Jadi,
kalau memang ada umat walaupun dari agama lain mengharapkan bhikkhu Theravada
tidak makan daging, sebaiknya mereka dipersilahkan untuk membantu dan mendukung
kehidupan para bhikkhu dengan menyediakan SELAMANYA makanan tanpa daging untuk
para bhikkhu Theravada di vihara terdekat. Dengan demikian, mereka bukan hanya
sekedar memberikan usulan atau bahkan kritikan tentang jenis makanan para
bhikkhu, melainkan mereka juga dapat memberikan jalan keluar yang bermanfaat
untuk semua pihak.
Semoga
jawaban ini dapat membantu melengkapi jawaban atas pertanyaan para umat
beragama lain tersebut.
Semoga
bahagia
--- oOo ---
KASlBHARADVAJA SUTTA
Petani Bharadvaja
Kasibharadvaja mencela Sang Buddha karena menganggur, namun Sang
Buddha meyakinkan dia bahwa Beliau juga bekerja
Demikian yang telah saya dengar:
suatu ketika Sang Buddha berdiam di desa seorang brahmana. Desa yang bernama
Ekanala itu terletak di wilayah Dakkhinagiri di negara Magadha.
Saat itu
adalah musim menabur benih. Lima ratus bajak yang dimiliki oleh brahmana
Kasibharadvaja disiapkan untuk dipakai bekerja.
Pada
pagi hari itu, setelah memakai jubah dan membawa mangkuk serta jubah (berlapis
dua), Sang Buddha pergi ke tempat pekerjaan Kasibharadvaja sedang berlangsung.
Saat itu sudah waktunya makan siang dan brahmana itu sedang membagi-bagikan
makanan. Ketika Sang Buddha tiba di tempat makanan sedang dibagikan, Beliau
berdiri di satu sisi.
Ketika
brahmana itu melihat Sang Buddha berdiri untuk mengumpulkan sedekah makanan,
dia pun berkata demikian: "O, pertapa, saya membajak dan menabur benih,
dan setelah membajak dan menabur, saya makan, Engkau juga, o, pertapa, harus
membajak dan menabur benih. Dan setelah membajak dan menabur, engkau
makan."
'O,
brahmana, aku juga membajak dan menabur benih. Dan setelah membajak dan
menabur, aku makan.'
'Kami
tidak melihat kuk, atau bajak, atau mata bajak, atau tiang, atau ternak Yang
Mulia Gotama. Tetapi Engkau mengatakan: "O brahmana, aku juga membajak dan
menabur benih. Dan setelah membajak dan menabur, aku makan.'"
Maka Kasibharadvaja
pun berkata kepada Sang Buddha dalam bait ini:
1 'Engkau menyatakan diri sebagai petani, tetapi
kami tidak melihat engkau membajak. Kami ingin tahu caramu membajak, maka
jelaskanlah dengan cara yang dapat kami pahami.' (76)
2 'Keyakinan adalah benihnya; pengendalian diri
adalah kekangnya; kebijaksanaan adalah kuk dan bajakku; kesederhanaan adalah
tonggakku; pikiran adalah talinya; perhatian dan kewaspadaan adalah mata bajak
serta tongkat penghalauku. (77)
3 'Tindakan fisik selalu terjaga baik, ucapan
selalu terjaga baik, makan secukupnya, aku membuat kebenaran sebagai penghancur
rumput liar dan menjadikan ketenangan sebagai pembebasanku. (78)
4 'Usaha keras adalah ternak dengan kuk yang
membawaku menuju Nibbana. Usaha ini terus maju tanpa berhenti; setelah sampai
di sana orang tidak lagi memiliki penyesalan.' (79)
5 'Dengan cara inilah pembajakan dilakukan; ia memberikan
buah kekekalan. Setelah menyelesaikan pembajakan ini, orang menjadi terbebas
dari semua penderitaan.' (80)
Kemudian Kasibharadvaja
mengisikan nasi-susu ke dalam mangkuk emas yang besar dan mempersembahkannya
kepada Sang Buddha sambil berkata: 'Silakan Yang Mulia Gotama menyantap nasi
susu ini. Engkau memang petani karena alasan pembajakan itu; memang hal itu
memberikan buah kekekalan.'
6 'Apa yang diperoleh lewat pembacaan
mantra-mantra bukanlah makananku. O, brahmana, ini bukanlah praktek bagi mereka
yang melihat dengan benar. Para Buddha menolak apa yang diperoleh lewat
pembacaan mantra. (81)
7 'Engkau harus mempersembahkan makanan dan
minuman lain kepada pertapa agung yang telah mantap, yang telah bebas dari
kekotoran mental dan penyesalan. Itu merupakan ladang bagi dia yang mencari
jasa kebajikan.' (82)
'Kalau
demikian, Yang Mulia Gotama, kepada siapakah saya harus memberikan nasi-susu
ini?'
'O,
brahmana, di dunia termasuk para dewa, Mara, Brahma, serta di antara para
brahmana dan manusia, aku tidak melihat siapa pun kecuali Sang Tathagata atau
murid Sang Tathagata yang dapat mencerna nasi-susu ini dengan baik.
'Karena
itu, O brahmana, sebaiknya engkau membuang nasi susu ini di suatu tempat yang
tidak ada rumputnya, atau membuangnya ke air di mana tidak ada makhluk
hidupnya.
Maka Kasibharadvaja
membuang nasi susu itu ke dalam air yang tidak mengandung kehidupan. Pada saat
itu terdengar bunyi mendesis disertai banyak uap dan asap dari semua sisi,
persis seperti mata bajak yang telah dipanaskan sepanjang hari lalu dicelupkan
ke dalam air menghasilkan bunyi desis dan mengeluarkan uap serta asap di semua
sisi.
Kemudian
Kasibharadvaja, dengan perasaan amat terpukau dan bulu kuduk berdiri, mendekati
Sang Buddha dan meletakkan kepalanya di kaki Sang Buddha. Dia berkata: 'Sungguh
menakjubkan, Yang Mulia Gotama, sungguh luar biasa, Yang Mulia Gotama!
Sebagaimana orang menegakkan apa yang telah terjungkir balik atau mengungkapkan
apa yang tadinya tersembunyi, atau menunjukkan jalan kepada orang yang tersesat,
atau memberikan sinar penerangan di dalam kegelapan, sehingga mereka yang
memiliki mata bisa melihat benda-benda, demikian pula Kebenaran telah
dijelaskan oleh Yang Mulia Gotama dengan berbagai cara. Oleh karena itu, saya
berlindung pada Beliau, pada Dhamma-Nya, dan Sangha-Nya. Saya ingin memasuki
kehidupan tak berumah dan menerima pentahbisan yang lebih tinggi di dekat Yang
Mulia Gotama.'
Kemudian
Kasibharadvaja menerima pentahbisan sebagai samanera dan menerima pentahbisan
yang lebih tinggi di dekat Sang Buddha.
Di
kemudian hari, karena rajin, penuh semangat dan bertekad kuat menjalani
kehidupan menyendiri, dalam waktu singkat Kasibharadvaja memahami, mengalami
dan mencapai kesempurnaan tertinggi dalam kehidupan suci. Untuk inilah
putra-putra keluarga baik-baik meninggalkan kehidupan berumah-tangga, dan
secara harmonis menjalani kehidupan tak-berumah. Tumimbal lahir telah berakhir;
kehidupan suci telah dijalani, apa yang harus dikerjakan sudah dikerjakan dan
tidak ada hal lain yang harus dikerjakan di dalam keberadaan dunia ini: Kasibharadvaja
telah menjadi seorang Arahat [orang yang sempurna].
Catatan
1 Istilah yang dipakai Sang
Buddha untuk menyebut dirinya sendiri. Untuk perinciannya, lihat H.
Saddhatissa, Buddhist Ethics, George Alien & Unwin, London 1970,
hal. 33.
2 Komunitas para bhikkhu. Lihat Buddhist Ethics, hal, 79 dst..
KABAR GEMBIRA
Dhamma Class bersama YM. Bhikkhu Jayamedho, pada hari Sabtu, 6
April 2013 dan Minggu, 7 April 2013 jam 19.30 WIB – 21.30 WIB, tempat METTA
VIHARA Jl. Udang 8 Tegal.
Mendengarkan Dhamma pada saat yang tepat adalah berkah utama.
Semoga semua makhluk hidup berbahagia.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar