|
Tegal, 24 Agustus 2013
No
: 72, Tahun Ketujuh
Penasehat : Ketua Yayasan Metta Jaya ( Loe Lian Phang )
Penanggung Jawab : Ketua
Dayakasabha Metta Vihara Tegal ( Lie
Ing Beng )
Pimpinan Redaksi : Ibu Tjutisari
Redaksi
Pelaksana : 1. Ibu Pranoto 4. Liliyani
2. Suriya Dhammo 5.
Sumedha Amaravathi
3. Ade Kristanto 6. Lie Thiam Lan
Alamat Redaksi : Metta Vihara
Jl. Udang
No. 8 Tegal Telp. (0283) 323570
BCA No Rek : 0479073688 an. YUNINGSIH ASTUTI - TUSITA WIJAYA
DHAMMAPADA ATTHAKHATA
Bab
II - Syair 29
Waspada di antara yang lengah,
berjaga di antara yang tertidur; orang bijaksana akan maju terus, bagaikan
seekor kuda yang tangkas berlari meninggalkan kuda yang lemah di belakangnya.
BAB II – Syair 29
II. (6) Kisah Dua Bhikkhu yang
Bersahabat
Dua orang bhikkhu, setelah
memperoleh suatu objek meditasi dari Sang Buddha, pergi ke vihara yang letaknya
di dalam hutan.
Salah satu dari mereka lengah,
dia menghabiskan waktunya untuk menghangatkan tubuh dengan api dan berbicara
pada waktu malam pertama, dan ini menghabiskan waktunya.
Bhikkhu yang lain dengan rajin
mengerjakan tugasnya sebagai bhikkhu. Dia berjalan sambil bermeditasi selama
waktu malam pertama, beristirahat selama waktu-malam kedua dan bermeditasi lagi
pada waktu malam terakhir sepanjang malam. Kemudian, karena rajin dan selalu
waspada, bhikkhu kedua ini mencapai tingkat kesucian arahat dalam waktu
singkat.
Pada akhir masa vassa keduanya
pergi untuk menghormat Sang Buddha, dan Beliau menanyakan bagaimana mereka
menghabiskan waktu selama bervassa.
Bhikkhu pemalas dan lengah
menjawab bahwa bhikkhu yang lain hanya menghabiskan waktunya dengan berbaring
dan tidur. Sang Buddha kemudian bertanya, "Bagaimana dengan kamu
sendiri?" Jawabannya bahwa dia selalu duduk menghangatkan tubuh dengan
api pada waktu-malam pertama dan kemudian duduk tanpa tidur.
Tetapi Sang Buddha mengetahui
dengan baik bagaimana kedua bhikkhu tersebut telah menghabiskan waktu, maka
Beliau berkata kepada bhikkhu yang malas, "Meskipun kamu malas dan lengah
kamu mengatakan bahwa kamu rajin dan selalu waspada; tetapi kamu telah mengatakan
bahwa bhikkhu yang lain kelihatan malas dan lengah meskipun dia rajin dan
selalu waspada. Kamu seperti seekor kuda yang lemah dan lamban dibandingkan
dengan anak-Ku yang seperti kuda yang kuat dan tangkas. "
Kemudian Sang Buddha membabarkan
syair 29 berikut ini:
Waspada di antara yang lengah,
berjaga di antara yang tertidur; orang bijaksana akan maju terus, bagaikan
seekor kuda yang tangkas berlari meninggalkan kuda yang lemah di belakangnya.
Sumber : 1. Dhammpada Atthakhata. Penerbit : Vidyasena
2.
Kitab suci Dhammapada. Penerbit : Bahusutta Society
--- oOo ---
SEKAPUR SIRIH
Purnama sidhi
di bulan Asadha adalah merupakan hari raya Asadha 2557. Tahun ini jatuh tepat
pada 22 Juli 2013. “Asadha - Hari Memutar Roda Dhamma”. Hari Asadha merupakan
awal memasuki masa vasa yaitu : Bhikkhu-bhikkhu menetap di suatu tempat selama
3 bulan.
Buletin
Brivi edisi ke 72 menyajikan Dhammapada Atthakhata “Kisah Dua Bhikkhu yang
Bersahabat” mengisahkan dengan waspada tidak lengah berjaga diantara yang tidur
maka akan memperoleh kemajuan batin, untuk mencapai kesucian.
Cerita
inspiratif “Batu Penghalang Jalan” merupakan cerita yang dapat membawa kita
menjadi lebih bijaksana. Artikel “Mulutmu Adalah Harimaumu” bagus untuk menjadi
pedoman kita dalam kehidupan sehari-hari.
Rasa
Takut dan Rasa Sakit tulisan B. Ajahn Brahm dengan judul “Takut Berbicara di
Depan Umum”. Segenggam Daun Bodhi tulisan Bhikkhu Dhammavudho Mahathera
menginjak kebenaran mulia ketiga : “Penghentian”. Guru Agung Buddha Gautama
menguraikan bahwa “Ada sebuah kondisi dari berakhirnya Dukkha yang disebut
Nibbana” inilah kebenaran mulia ketiga “Penghentian”.
Kitab
suci Khuddaka Nikaya, Sutta Pitaka No. 9 Hemavata Sutta yaitu Percakapan Dua
Makhluk Raksasa mengenai sifat-sifat Sang Buddha.
100
Tanya Jawab dengan Bhikkhu Uttamo Mahathera menjelaskan mengenai cara mengatasi
kesulitan dan hubungan Klenteng dan Vihara.
Pandita
R. Surya Widya menulis dalam buku Setitik Cahaya di Balik Kabut 2 mengenai 4
keberuntungan.
Semoga
kehadiran buletin Brivi bisa menambah pengetahuan Dhamma dan menjalin
persaudaraan umat Metta Vihara Tegal.
Redaksi
telah berusaha dengan maksimal agar buletin Brivi dapat terus menampilkan
tulisan-tulisan yang dapat membawa manfaat bagi kita semua, namun kami sadar
keterbatasan kami ini, maka dukungan Bapak / Ibu / Saudara sangat kami butuhkan
untuk kelangsungan buletin kesayangan kita semua. Redaksi berharap masukan dan
saran-saran yang positif untuk meningkatkan kualitas dari buletin Brivi.
Semoga
Tiratana, Buddha Dhamma dan Sangha melindungi kita semua agar selalu dalam
keadaan sehat, damai, sejahtera dan bahagia sehingga kita dapat maju dalam
Buddha Dhamma.
Semoga
semua makhluk hidup berbahagia.
Metta
Cittena,
Redaksi
--- oOo ---
SELAMAT
HARI RAYA ASADHA
2557
TB / 2013
KELUARGA BESAR
METTA VIHARA
Jl. Udang No. 8 Tegal (
(0283) 323570
MAJELIS AGAMA BUDDHA THERAVADA
INDONESIA
( MAGABUDHI )
Pengurus Cabang Kota Tegal
Sekretariat
: Metta Vihara, Jl. Udang 8 Tegal
WANITA THERAVADA INDONESIA (
WANDANI )
Pengurus Cabang Kota Tegal
Sekretariat
: Metta Vihara, Jl. Udang 8 Tegal
DANA
Telah kami
terima dana dari :
1. Kel. Alm. Lay Tek Shien
Rp 300.000,-
2. Ibu Tjutisari Dana
konsumsi
3. Bp. Sundojo Kamandito Dana
konsumsi
Dana Ulang Tahun bulan Juli 2013
1. Ibu Yo Kwie Hwa Rp
25.000,-
2. Ibu Kho Ie Siang Rp
25.000,-
3. Bpk/Ibu Lie Ing Tjong Rp 100.000,-
4. Ibu Tan Swie Ie Rp
25.000,-
5. Ibu Liem Ming Lan Rp
50.000,-
6. Ibu Oey Sian Giok Rp
50.000,-
7. Ibu Tan Mei Luan Rp
100.000,-
8. Ibu Yo Yan Eng Mie
Goreng
Anumodana dan
terima kasih atas dana Anda.
Semoga
kebajikan yang dilakukan Bapak / Ibu / Saudara berbuah dalam bentuk umur
panjang, sehat, sukses dan bahagia bersama keluarga.
Semoga semua
makhluk hidup berbahagia.
|
LAMPIRAN KEPUTUSAN
RAPAT KARAKASANGHASABHA (DEWAN PIMPINAN) II/2013
SANGHA THERAVADA INDONESIA
Nomor : 01/RAPIM-II/VI/2013
Tentang :
BAB II :
Pasal 1 : TEMPAT
BERVASSA 2557 TB/2013
ANGGOTA SANGHA THERAVADA INDONESIA DI INDONESIA
01.
|
Vihara Jakarta Dhammacakka Jaya
Jl. Agung Permai XV/12
Jakarta Utara 14350
Telp. (021) 64716739, 6414304
Faks. (021) 6450206
|
1. Bhikkhu Sukhemo, Mahathera
2. Bhikkhu Atthadhiro
3. Bhikkhu Upasilo
4. Bhikkhu Indadharo
5. Bhikkhu Khemadharo
6. Bhikkhu Khemadhiro
7. Bhikkhu Phaladhammo
|
02.
|
Wisma Sangha Theravada Indonesia
Jl. Margasatwa 9 (Depan BBC)
Pondok Labu Jakarta Selatan 12450
Telp./Faks. (021) 75914315
|
1. Bhikkhu Dhammasubho, Mahathera
2. Bhikkhu Cittagutto, Thera
|
03.
|
Vihara Saddhapala
Jl. Pakis Raya 19 Bojong Indah,
Cengkareng, Jakarta Barat 11740
Telp. (021) 5818692 Faks. (021) 5801092
|
1. Bhikkhu Dhammakaro, Thera
2. Bhikkhu Santamano, Thera
3. Bhikkhu Cittavaro
|
04.
|
Pusdiklat Buddhis Sikkhadama Santibhumi
BSD City Sektor VII Blok C No. 6
Bumi Serpong Damai Kota Tangerang Selatan 15321
Telp. (021) 53167060, 53167061
Faks. (021) 53156737
|
1. Bhikkhu Jotidhammo, Mahathera
2. Bhikkhu Virasilo
|
05.
|
Vihara Dharma Ratna
Jl. Husein Sastranegara Rt.004/Rw.04 No.77
Depan Perumahan Duta Garden Jurumudi,
Benda, Kota Tangerang 15124
Telp./Faks. (021) 54370275
|
1. Bhikkhu Abhayanando, Thera
2. Bhikkhu Upadhammo
3. Bhikkhu Medhaviro
|
06.
|
Vihara Sasana Subhasita
Jl. Tegal Sari IV Kota Tangerang 15118
Telp. (021)5527321
|
1. Bhikkhu Cittanando, Thera
|
07.
|
Vihara Siripada
Perumahan Melati Mas,
Jl. Raya Serpong Blok B10 No.54,
Jelupang, Serpong Utara, Kota Tangerang Selatan 15326
Telp./Faks. (021) 5386879
|
1. Bhikkhu Jutaliko, Mahathera
|
08.
|
Vihara Indra Loka
JL Benteng Jaya 29 Rt.04/08
Kel. Sukarasa Kota Tangerang 15111
Telp. (021) 70920107
|
1. Bhikkhu Gunasilo
|
09.
|
Vihara Caga Sasana
Jl. Kebon Kawat Kp. Cukanggalih Rt.024/03
Desa Ciakar, Kec. Panongan
Kab. Tangerang 15710
|
1. Bhikkhu Hemadhammo
2. Bhikkhu Abhicitto
|
10.
|
Graha Mutiara Buddhis Center
Perumahan Vila Mutiara Pluit B lok C No.4
Rt. 002 RW.011, Kel Priuk, Kec. Priuk
Kota Tangerang
|
1. Bhikkhu Subhakaro, Thera
|
11.
|
Wisma Vipassana Kusalacitta
Perum Bojong Menteng Indah
Jl. Kemuning Raya Dalam Rt. 03/13
Kel. Bojong Menteng Kec. Rawa Lumbu
Bekasi 17117 Telp./Faks. (021) 88357172
|
1. Bhikkhu Jayaratano
|
12.
|
Vihara Saddhadipa
Jl. Kedung Cede Rt.11/Rw.04
Kec. Kedung Waringin, Kab. Bekasi 17540
|
1. Bhikkhu Dhammiko
2. Bhikkhu Santadhiro
|
13.
|
Saung Paramita
Kampung Buniaga 01/01 Sukaresmi,
Bogor 16610 Telp. (0251)8388271
|
1. Bhikkhu Sri Subalaratano, Mahathera
2. Bhikkhu Siriratano, Thera
|
14.
|
Vihara Jaya Manggala
Gedung Vipassana
Jl. Gadjah Mada 23 Rt. 28
Kel. Lebak Bandung, Kec. Jelutung
Kota Jambi 36195 Telp. (0741) 7552236
|
1. Bhikkhu Atimedho, Mahathera
2. Bhikkhu Vipulasilo
|
15.
|
Vihara Mahasampatti
Jl. Pajang 3-5-7-9 Medan 20214
Telp. (061) 7369410 Faks. (061) 7356181
|
1. Bhikkhu Indaguno
|
16.
|
Vihara Guna Vijaya
Jl. Ir. Sutami, Gang Delima
Komplek Ruko Pinang Mas No 8-9
Tanjung Pinang, Kepulauan Riau Telp. 08127070333
d/a Toko MOS Jalan Brigjen Katamso No. 1-2 Tanjungpinang,
Kepulauan Riau Telp. (0771) 29598
|
1. Bhikkhu Guttadhammo, Thera
|
17.
|
Vihara Svarna Dipa Arama
Jl. Basuki Rahmat 14 Teluk Betung Utara
Bandar Lampung Telp. (0721) 485715
|
1. Bhikkhu Khemanando, Thera
|
18.
|
Vihara Tanah Putih
Jl. Dr. Wahidin 12 Semarang 50256
Telp. (024) 8315169 Faks. (024) 8503650
|
1. Bhikkhu Cattamano, Thera
2. Bhikkhu Dhammamitto
|
19.
|
Vihara Nusadhamma
Jl. Dr. Sutomo 29 Cilacap 53223
Telp./Faks. (0282)521024
|
1. Bhikkhu Jagaro, Mahathera
|
20.
|
Vihara Mendut
Kotakpos 11 Kota Mungkid 56501
Kab. Magelang
Telp. (0293) 788236 Faks. (0293) 788404
|
1. Bhikkhu Sri Pannavaro, Mahathera
2. Bhikkhu Yasasilo
3. Bhikkliu Silanando
|
21.
|
Vihara Buddha Sasana Dipa
Jl. Jenderal Sudirman 65 Slawi 52411
Telp. (0283) 491206
|
1. Bhikkhu Pannanando, Thera
|
22.
|
Vihara Bodhi Dharma
Jl. Rajawali Tengah 2-A Pekalongan 51141
Telp. (0285) 431310
|
1. Bhikkhu Sujano, Thera
2. Bhikkhu Atthakusalo
|
23.
|
Vihara Ratanavana Arama
Sendangcoyo, Lasem, Rembang
d.a. Tromolpos 1 Lasem 59271
Telp. (0295) 531894
|
1. Bhikkhu Piyadhiro
|
24.
|
Padepokan Dhammadipa Arama
Mojorejo, Batu, Malang Kotakpos 39
Batu 65301
Telp. (0341) 594781 Faks. (0341) 594145
|
1. Bhikkhu Khantidharo, Mahathera
2. Bhikkhu Jayamedho
|
25.
|
Vihara Padma Graha
Jl. Imam Bonjol Atas 57 Batu
Telp. (341) 593077
|
1. Bhikkhu Dhammavijayo, Mahathera
|
26.
|
Vihara Bodhi Giri (Panti Semedi Balerejo)
Wlingi, Blitar
d/a. Jl. lr. Soekarno 67 Blitar 66113
Telp. (0342) 802616
|
1. Bhikkhu Uttamo, Mahathera
|
27.
|
Vihara Samaggi Jaya
Jl. Ir.
Soekarno 67 Blitar 66113
Telp. (0342) 802616
|
1. Bhikkhu Sukhito, Thera
|
28.
|
Vihara Eka Dharma Loka
Jl. Babatan Pantai Utara IX No. 67
Surabaya 60113
Telp. (031) 3822333 Faks. (031) 3813296
|
1. Bhikkhu Ciradhammo
|
29.
|
Vihara Dhammadipa
Jl. Pandegiling 260/1 Surabaya 60263
Telp. (031) 5320688 Faks. (031)5320788
|
1. Bhikkhu Viriyadharo, Thera
|
30.
|
Girivana Arama
Desa Kandangan, Kec. Kediri Jawa Timur
d.a. Vihara Dhammadipa
Jl. Pandegiling 260/1 Surabaya 60263
Telp. (031) 5320688 Faks. (031) 5320788
|
1. Bhikkhu Tejapunno, Thera
|
31.
|
Kusala Arama
Jl. Samarinda-Bontang Km. 43
Dusun Madu Rt.02, Desa Badak Mekar
Kec. Muara Badak, Kab. Kutai Kartanegara
d.a. Jl. Panglima M. Noor 9
Samarinda 75119 Telp./Faks. (0541) 221315
|
1. Bhikkhu Adhikusalo, Thera
|
32.
|
Mahavihara Buddha Manggala
Jl. MT. Haryono Rt.033 Batu Ampar
Ring Road Balikpapan 76114
Telp./Faks. (0542)861106
|
1. Bhikkhu Subhapanno, Mahathera
2. Bhikkhu Nandaviro
|
33.
|
Vihara Dhammasoka
Jl. K. Piere Tendean Gg. Vihara 37
Banjarmasin 70231
Telp. (0511)325497 Faks. (0511) 3272649
|
1. Bhikkhu Saddhaviro Mahathera
2. Bhikkhu Silagutto
|
34.
|
Vihara Dhammaratana
Jl. Tepian Kapul Rt.2 Desa Kapul
Kec. Halong, Kab. Balangan,
Kalimantan Selatan
|
1. Bbikkhu Santaviro
|
35.
|
Vihara Sangha Ratana
Jl. Datu Belimbingan Rt. 11 Desa Hauwai,
Kec. Halong, Kab. Balangan,
Kalimantan Selatan
|
1. Bhikkhu Karunaviro
|
36.
|
Vimala Chanda Arama
Jl. Sagatani RT.08 RW.02, Sijangkung Singkawang
Telp. (0562) 3320574
|
1. Bhikkhu Thitayanno, Thera
2. Bhikkhu Upasamo
|
37.
|
Vihara Karuna Dipa
Jl. Sungai Lariang 74
(Depan Sekolah Karuna Dipa) Palu 94222
Telp. (0451) 4708090 Faks. (0451) 424771
|
1. Bhikkhu Candakaro, Thera
|
38.
|
Vihara Jinaraja Sasana
Jl. Bonerate 31 Makassar
Telp. (0411) 317339
|
1. Bhikkhu Appamatto, Thera
|
39.
|
Balla Samadhi Ratanajoti Mawang
d.a. Vihara Sasanadipa
Jl. Sungai Peso 47 Makassar
Telp. (0411) 320611
|
1. Bhikkhu Suvijano, Thera
2. Bhikkhu Hemasilo
|
40.
|
Vihara Buddha Sakyamuni
Jl. Gunung Agung RT Padang Udayana 3-A
Denpasar 80119 Telp. (0361) 427455
|
1. Bhikkhu Sucirano, Thera
2. Bhikkhu Candasilo
|
41.
|
Vihara Asokarama
Jl. Nuansa Indah Selatan 1/18
Buluh Indah Denpasar
|
1. Bhikkhu Atthakaro, Thera
2. Bhikkhu Khemaviro
|
42.
|
Vihara Dharma Giri
Jl. Raya Pupuan Tabanan
Papuan Tabanan, Bali
Telp. (0362)71490
|
1. Bhikkhu Tejanando, Thera
2. Bhikkhu Thitaviriyo
|
43.
|
Vihara Giri Manggala
Desa Alasangker, Kec. Buleleng
Kab. Buleleng 81151
|
1. Bhikkhu Jayadhammo
|
44.
|
Vihara Bodhi Dharma
Dsn Karang Lendang Desa Bentek,
Kec. Gangga Kab. Lombok Utara 83353
d.a. Jl. Beaq Ganggas No.34, Cakranegara,
Mataram, NTB Telp. 0370 632846
|
1. Bhikkhu Saccadhammo
|
Ditetapkan di Wlingi, Blitar
Tanggal 23 Juni 2013
RAPAT KARAKASANGHASABHA (DEWAN
PIMPINAN) II/2013
SANGHA THERAVADA INDONESIA
Ketua
Umum:
ttd
Bhikkhu Jotidhammo
Mahathera
LAMPIRAN KEPUTUSAN
RAPAT KARAKASANGHASABHA (DEWAN PIMPINAN) II/2013
SANGHA THERAVADA INDONESIA
Nomor : 01/RAPIM-II/VI/2013
Tentang :
BAB II :
Pasal 1 : JADWAL
PERAYAAN KATHINA 2557 TB/2013
DI
VIHARA-VIHARA TEMPAT BERVASSA
No
|
Nama
Vihara
|
Tempat
|
Tanggal
Perayaan Kathina 2557 TB/2013
|
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
|
Saddhapala
Sasana Subhasita
Siripada
Svarna Dipa
Mendut
Dhammadipa Arama
Vimala Chanda Arama
Buddha Sakyamuni
Sangha Ratana
Karuna Dipa
Dharma Ratna
Samaggi Jaya
Dharma Ratana
Jaya Manggala
Dhammadipa
Dhammasoka
Dharma Giri
Caga Sasana
Nusa Dhamma
Indra Loka
Guna Vijaya
Tanah Putih
Giri Manggala
Saung Paramita
Eka Dharma Loka
Buddha Manggala
Asokarama
Sasanadipa
Kusalacitta
Saddhadipa
Jinarajasa Sasana
Buddha Sasana Dipa
Jakarta Dhammacakka Jaya
Bodhi Dharma
Mahasampatti
Sikkhadama Santibhumi
Ratanavana Arama
Bodhi Dharma
Mutiara Buddhis Center
Padma Graha
|
Jakarta
Tangerang
Tangerang
Bandar Lampung
Mungkid
Batu
Singkawang
Denpasar
Halong
Palu
Tangerang
Blitar
Halong
Jambi
Surabaya
Banjarmasin
Pupuan
Tangerang
Cilacap
Tangerang
Tanjungpinang
Semarang
Singaraja
Bogor
Surabaya
Balikpapan
Denpasar
Makassar
Bekasi
Bekasi
Makassar
Slawi
Jakarta Utara
Pekalongan
Medan
Tangerang Selatan
Lasem-Rembang
Lombok Utara
Tangerang
Batu
|
20 Oktober 2013
20 Oktober 2013
20 Oktober2013
20 Oktober 2013
20 Oktober 2013
20 Oktober 2013
20 Oktober 2013
20 Oktober 2013
24 Oktober 2013
25 Oktober 2013
26 Oktober 2013
26 Oktober 2013
26 Oktober 2013
27 Oktober 2013
27 Oktober 2013
27 Oktober 2013
27 Oktober 2013
30 Oktober 2013
1 November 2013
2 November 2013
2 November 2013
2 November 2013
2 November 2013
3 November 2013
3 November 2013
3 November 2013
3 November 2013
9 November 2013
10 November 2013
10 November 2013
10 November 2013
11 November 2013
16 November 2013
16 November 2013
17 November 2013
17 November 2013
17 November 2013
17 November 2013
Ditentukan menyusul
Ditentukan menyusul
|
Ditetapkan di Wlingi, Blitar
Tanggal 23 Juni 2013
RAPAT KARAKASANGHASABHA (DEWAN
PIMPINAN) II/2013
SANGHA THERAVADA INDONESIA
Ketua
Umum:
ttd
Bhikkhu Jotidhammo
Mahathera
LAMPIRAN KEPUTUSAN
RAPAT KARAKASANGHASABHA (DEWAN PIMPINAN) II/2013
SANGHA THERAVADA INDONESIA
Nomor : 01/RAPIM-II/VI/2013
Tentang :
BAB II :
Pasal 1 : PELAYANAN
UNDANGAN PERAYAAN KATHINA
DAN SANGHADANA
MASA KATHINA 2557 TB/2013
1. Undangan Perayaan
Kathina dan Sanghadana Masa Kathina 2557 TB/2013 dari vihara/tempat bervassa
anggota Sangha Theravada Indonesia perlu diprioritaskan agar dapat dihadiri
oleh minimal 4 bhikkhu
2. Undangan Perayaan Kathina
dan Sanghadana Masa Kathina 2557 TB / 2013 dari vihara/tempat yang tidak
ditempati bhikkhu bervassa, tidak harus dihadiri oleh minimal 4 bhikkhu, bisa
dihadiri kurang dari jumlah tersebut
3. Apabila samanera
mendapat undangan Perayaan Kathina dan Sanghadana Masa Kathina 2557 TB/2013,
minimal ada 1 bhikkhu yang hadir memenuhi undangan perayaan tersebut
4. a. Dana Kathina yang sesungguhnya adalah
persembahan dana umat Buddha kepada Sangha, maka dana tersebut harus diserahkan
sepenuhnya kepada para bhikkhu yang hadir dalam perayaan tersebut agar seluruh
dana dapat diatur sesuai dengan Keputusan Sangha
b. Dana yang berupa uang; 50 % dari jumlah
keseluruhan penerimaan wajib diserahkan/dikirimkan kepada kas Sangha Theravada Indonesia,
minimal 25 % dari jumlah keseluruhan penerimaan diserahkan kepada kas
vihara/panitia penyelenggara perayaan Kathina, sedangkan sisanya diserahkan
kepada kebijaksanaan para bhikkhu yang hadir dalam perayaan tersebut
c. Dana yang berupa barang; diserahkan kepada
kebijaksanaan para bhikkhu yang hadir dalam perayaan tersebut dengan tetap memprioritaskan
kebutuhan Sangha Theravada Indonesia
d. Dana yang berupa jubah (civara); adalah milik
Sangha Theravada Indonesia yang dapat diambil setiap waktu
5. Undangan penyelenggaraan
perayaan Kathina dan Sanghadana Masa Kathina 2557 TB / 2013 di vihara yang
tidak ditempati bhikkhu bervassa diatur jadwalnya oleh Ketua Bhikkhu Daerah
Pembinaan Provinsi (Padesanyaka) masing-masing, sesuai dengan ketentuan-ketentuan
Keputusan Sangha
6. Kartu/surat Undangan
Perayaan Kathina dan Sanghadana Masa Kathina 2557 TB/2013 hanya mencantumkan
nomor rekening Yayasan Sangha Theravada Indonesia, sebagai berikut:
Yayasan
Sangha Theravda Indonesia
Bank Central Asia (BCA) Cabang
Cikarang
Rekening Nomor: 343.3002900
atau tidak mencantumkan nomor
rekening bank sama sekali.
7. Bukti transfer dana
harap dikirimkan kepada Yayasan Sangha Theravada Indonesia, lewat faksimili
dengan nomor: (0251) 8388271 atau (021) 5801092.
Ditetapkan di Wlingi, Blitar
Tanggal 23 Juni 2013
RAPAT KARAKASANGHASABHA (DEWAN
PIMPINAN) II/2013
SANGHA THERAVADA INDONESIA
Ketua
Umum:
ttd
Bhikkhu Jotidhammo
Mahathera
Asadha - Hari Memutar
Roda Dharma
Sumber: http://www.yendywijaya.com/asadha-hari-memutar-roda-dharma/
Hari
raya Asadha, diperingati 2 bulan setelah
Hari Raya Waisak, guna memperingati 3 peristiwa penting :
1. Buddha membabarkan Dharma
pertama kalinya kepada 5 teman seperjuangan pertapa (Panca Vagiya) di Taman
Rusa Isipatana, Sarnath dekat Benares pada tahun 588 S.M.
2. Buddha bersama Panca
Vagiya membentuk Ariya Sangha untuk pertama kalinya.
3. Melengkapi
Tiratana/Triratna dengan terbentuknya Sangha
( Buddha, Dhamma, dan Sangha).
BAGAIMANA
TERJADINYA ASADHA?
Buddha
menimbang, manusia sangat senang kenikmatan dan menjauhi kesengsaraan, tentu
sulit memahami dharma yang telah diperoleh-Nya. Brahma Sahampati, penguasa
dunia muncul sambil merangkap kedua tangannya memohon Buddha agar mengajarkan
dharma dan berkata "Ada makhluk-makhluk dengan sedikit debut pada matanya
yang akan tertolong dengan mempelajari dharma, menyadarkan mereka yang selama
ini menganut ajaran keliru."
Terdorong
oleh kasih sayang, Buddha mengamati dunia melihat berbagai tingkatan pembawaan
dan kemampuan para makhluk, lalu berkata "Terbukalah pintu menuju kekekalan,
hendaknya mereka yang dapat mendengar, menjawabnya dengan keyakinan"
(Vin.I, 4-7).
MEMILIH
MURID
Bhagawa
merencanakan mengajar dan mempertimbangkan prioritas agar orang yang
dibimbingNya berhasil mencapai kesempurnaan dalam waktu singkat. Calon yang
cocok adalah Alara Kalama dan Uddaka (mantan guru Buddha), namun mereka telah
meninggal. Kemudian Bhagawa memilih kelima pertapa teman-Nya dulu di Taman Rusa
Isipatana.
PERISTIWA
DI TAMAN RUSA ISIPATANA
Kelima
teman seperjuangan pertapa pada mulanya tidak percaya kalau Bhagawa telah
mencapai penerangan sempurna. Setelah mendengar hal-hal baru yang tidak pernah
mereka ketahui sebelumnya, mereka mau menerima petunjuk dari Bhagawa. Khotbah
yang pertama inilah dinamakan Pemutaran Roda Dharma (Dhammacakkappavattana-sutta),
Bhagawa
memberikan khotbahnya dengan :
1. memberi petunjuk agar
menghindari hal yang ekstrem seperti memanjakan diri, mengumbar nafsu dan
menyiksa diri.
2. menggunakan jalan tengah
(Majjhima-patipada) yakni memperhatikan keseimbangan yang memberi ketenteraman
dan menghasilkan pandangan terang.
3. memahami Empat Kebenaran
Mulia : memahami duka, asal mula duka, lenyapnya duka dan jalan melenyapkan
duka.
4. memahami prinsip jalan
tengah yang disebut juga Jalan Mulia Berunsur Delapan.
BAGAIMANA
TERBENTUKNYA SANGGHA MONASTIK (Vin. I, 8-14) ?
Kondanna
yang pertama kali berhasil menjadi Sotapanna, mendapat julukan Annata-Kondanna,
yang artinya telah mengerti dharma, kemudian memohon kepada Bhagawa untuk
ditahbiskan menjadi bhikkhu. Berturut-turut, Vappa dan Bhaddiya menyusul
Mahanama dan Assaji setelah mempelajari khotbah dharma berikutnya, mereka
berhasil mencapai Arahat.
Selanjutnya,
bersama dengan Panca Vagiya Bhikkhu tersebut, Buddha membentuk Sanggha Monastik
atau Ariya Sangha Bhikkhu (Persaudaraan Para Bhikkhu Suci) yang pertama tahun
588 Sebelum Masehi.
APA
MANFAAT ASADHA BAGI KITA?
1. Bagi seorang duta dharma,
perlu memiliki semangat misioner sebagaimana Buddha katakan kepada 60 siswa
yang berhasil menjadi Arahat untuk membabarkan dharma. "Pergilah
mengembara demi kebaikan orang banyak, membawa kebahagiaan bagi orang banyak
atas dasar kasih sayang terhadap dunia, untuk kesejahteraan, keselamatan dan
kebahagiaan para dewa dan manusia." Selain itu seorang duta dharma dapat membabarkan
dharma dan mengajak umat untuk menguji dharma sendiri sejalan dengan tradisi
atau latar belakang seseorang terhadap ilmu pengetahuan modern tanpa keinginan
mendapat pengikut atau mengubah keyakinan yang sudah dianut seseorang, berbagi
pengalaman cara mengatasi penderitaan hidup, meluruskan pandangan yang salah,
membersihkan noda pikiran/batin, meninggalkan hal-hal yang buruk atau
menyedihkan, berusaha untuk bangkit serta bersemangat hingga mencapai sukses
kembali, mencapai pencerahan dan kebahagiaan.
2. Bagi seorang perumah
tangga atau awam dapat belajar dharma, mempraktikkan dharma (ehipassiko) dalam
setiap aspek di kehidupan sehari-hari agar menjadi umat Buddhis yang cerdas,
sejahtera, bijaksana, bahagia dan memberikan manfaat kepada orang lain. Belajar
agama Buddha perlu praktik agama melalui: Mengetahui atau mengingat
(pariyatti), melaksanakan (paripatti) dan mencapai penembusan (pativedha).
Ibarat seorang penderita sakit, yang bersangkutan tidak bisa sembuh apabila
hanya mengetahui, mengingat dan mengucapkan resep-resepnya tanpa membeli obat
dan meminumnya. Demikian halnya dengan belajar Buddha dharma, kita perlu
menguji kebenaran dharma dari Empat Jalan Mulia dan Jalan Tengah Beruas Delapan
ke dalam problem kehidupan kita sehari-hari. Proses dan pengalaman
mempraktikkan dharma serta memperoleh hasilnya itulah yang nantinya yang akan
menguji dan menambah keyakinan kita terhadap Buddha dharma serta memberikan
kebijaksanaan kepada kita untuk menjadi orang yang lebih tabah, lebih baik,
lebih simpati, lebih welas asih, lebih sadar, lebih cerdas, lebih sejahtera dan
lebih berbahagia.
Semoga Anda tercerahkan,
sadhu, sadhu, sadhu.
Referensi:
ceramah dhamma class VEG oleh Dr Krishnanda W. Mukti, Paritta Suci, internet.
Cerita
Inspiratif
"Batu Penghalang di Jalan"
Pada
zaman dahulu kala, tersebutlah seorang Raja, yang menempatkan sebuah batu besar
di tengah-tengah jalan. Raja tersebut kemudian bersembunyi, untuk melihat
apakah ada yang mau menyingkirkan batu besar itu dari jalan.
Beberapa
pedagang terkaya yang menjadi rekanan raja tiba di tempat itu, kemudian
berjalan melewati batu besar tersebut begitu saja. Banyak juga rekanan raja
yang lainnya yang datang, kemudian memaki-maki sang raja, karena tidak
membersihkan jalan dari batu besar yang menghalangi jalanan. Banyak juga orang
lain yang melewati rintangan tersebut begitu saja tanpa bertindak apa-apa.
Tidak
ada satupun orang yang mau melancarkan jalan dengan menyingkirkan batu itu.
Tapi
kemudian datanglah seorang petani, yang sedang menggendong banyak sekali sayur
mayur. Ketika semakin dekat dengan batu besar di jalan itu, petani ini kemudian
meletakkan dahulu bebannya, dan mencoba memindahkan batu besar itu ke pinggir
jalan. Setelah berusaha mendorong dan terus mendorong, akhirnya ia berhasil
menyingkirkan batu besar itu dan jalanan pun menjadi tak terhalangi lagi.
Ketika
si petani ingin mengangkat kembali sayurnya, ternyata di tempat batu tadi ada
kantung yang berisi banyak uang emas dan surat Raja. Surat yang mengatakan
bahwa emas ini hanya untuk orang yang mau menyingkirkan batu tersebut dari
jalan. Petani ini ternyata memperoleh imbalan yang tidak dia sangka-sangka
sebagai imbalan dari perbuatannya.
Di sini
kita belajar bahwa dalam menghadapi rintangan, ada baiknya kita tidak hanya
mengumpat, menyalahkan dan mengejek orang lain akibat adanya rintangan itu di
tengah jalan yang kita lewati. Ada baiknya, jadilah seseorang yang bisa menjadi
orang yang berinisiatif untuk memindahkan rintangan itu agar jalanan yang ingin
kita lewati itu dapat dengan lancar dijalani.
Dipost
oleh Dwi Agnes Cecilia di Bodhi Leaf Group
Artikel
MULUTMU ADALAH HARIMAU-MU
Namo
Tassa Bhagavato Arahato Sammasambuddhassa
Masalah besar atau kecil
banyak kali disebabkan karena MULUT.
1. Makanan (ahara) apapun
yang masuk ke dalam mulut kita bisa membuat kita sehat atau sakit. Biasanya
makanan yang enak (manis, berlemak atau gurih) banyak kali membawa berbagai
macam penyakit. Nikmat membawa sengsara. Karena itu Sang Buddha menasehati kita
agar mengendalikan diri atas asupan (input) makanan yang masuk mulut kita.
Makanlah secara moderat dan bergizi. Berhentilah makan sebelum kenyang.
Pengendalian diri sangatlah penting. Banyak orang sudah tahu punya penyakit
darah tinggi namun masih berani makan duren agak banyak. Nggak cukup hanya
mencicipi saja. Kesehatan fisik amat penting guna kita bisa menjalankan Dhamma,
berbuat kebajikan untuk meraih kebahagiaan. Badan hanyalah ALAT, sarana saja
untuk melanjutkan kehidupan.
2. Masalah yang paling
banyak kita hadapi dalam kehidupan sosial adalah Apa yang keluar dari mulut
kita yang berupa ucapan (Vaca). Kesalahan ucap kita dapat masuk penjara
bertahun-tahun. Salah makan paling-paling masuk rumah sakit. Baik-buruknya
ucapan menandakan harkat dan derajat kita sebagai manusia. Hal ini sering
dilupakan orang. Kesehatan Sosial dalam arti sehat tidaknya kita berinteraksi
dengan orang lain dalam suatu komunitas. Karena itu Sang Buddha menekankan
pentingnya kita mengetahui dan menyadari dampak Ucapan Benar (Samma Vaca) dari
Jalan Utama Berunsur Delapan.
UCAPAN
SALAH MEMBAWA PETAKA
Tiap puja bakti kita
menjalankan ritual mengucapkan Pancasila sebagai janji melatih diri menghindari
perbuatan buruk, yang antara lain Musavada (berbohong atau cerita yang tidak
benar). Apakah manifestasi lain dari berbohong bisa diartikan boleh dilakukan?
Apakah manifestasi lain dari Ucapan Salah yang merugikan orang lain dan diri
sendiri itu?
1. Pisunavaca, fitnah,
umpat, ucapan dengki yang bertujuan memperburuk orang lain atau memecah belah
persahabatan. Pengendalian diri sangatlah penting. Kalau tidak maka kita bisa
dikenakan pasal penyebar berita palsu, penodaan nama baik atau fitnah. Dampak
dari pelanggaran sila ini adalah (1) berpisah persahabatan dengan teman dekat,
(2) terbunuh di tangan sahabat, (3) memiliki sedikit teman atau pengikut, (4)
tidak menikmati persahabatan yang panjang, (5) dibenci orang lain tanpa sebab,
(6) memiliki mental yang lemah.
2. Pharusavaca, omong kasar.
Menggunakan kata-kata kasar yang menyakitkan hati atau merendahkan, menghina
orang lain. Hal ini sering terjadi pada diri kita bila kita merasa sebagai
"Boss" atau Boss pemilik perusahaan yang memiliki koleksi binatang di
mulutnya. Kata-kata kasar ini sering muncul dari perasaan tidak senang, marah
atau dendam yang tersimpan. Perasaan lebih tinggi. Pengendalian diri sangatlah
penting. Bila tidak maka kita bisa kena tindak pidana penghinaan ataupun
mencemarkan nama baik. Dampak dari pelanggaran sila ini adalah bisa lahir di
alam neraka Apaya yang lama sekali, atau bila lahir sebagai manusia maka akan (1)
dibenci banyak orang, (2) mendengar suara-suara tidak menyenangkan, (3)
memiliki suara sember, (4) menjadi tuna rungu, (5) hidup dalam derita.
3. Samphappalapavaca, menyombongkan
diri dan membual atas fakta yang tidak benar dan orang percaya omongannya. Hal
ini sering dilakukan dengan maksud mengangkat dirinya lebih tinggi untuk
dikagumi orang lain. Kebenaran disembunyikannya. Sebaik-baiknya kita membungkus
hal yang busuk, hanya waktu saja yang akan membuktikannya. Sekali lancung ke
ujian orang tidak akan percaya. Pengendalian diri sangatlah penting. Kalau
tidak maka kita bisa dikenakan pasal menyebarkan berita bohong dan palsu.
Dampak dari pelanggaran sila ini adalah bisa lahir di alam neraka atau bila
lahir lagi sebagai manusia maka (1) ia tidak bisa dipercaya, (2) dibenci, (3)
tidak dihargai, (4) tidak tahu cara berbicara guna meyakinkan orang, (5) tidak
memiliki keberuntungan, (6) tidak memiliki pengaruh / kekuasaan (7) menjadi
bodoh.
Keempat sila dari ucapan
tersebut bersama dengan Panatipata, Adinnadana serta Kamesu micchacara disebut
sebagai Ajivatthamaka Sila, atau di Indonesia dikenal sebagai Pandita Sila,
yang harus ditaati oleh semua Upasaka / Upasika Pandita guna meraih kebahagiaan
sekarang ataupun nanti.
Jikalau kita gegabah
menggunakan mulut kita maka ia akan menjadi harimau yang siap menerkam orang
lain, namun sekaligus akan menerkam diri sendiri.
Oleh:
Bhikkhu Jayamedho (19 Juni 2011)
www.dhammacakka.org
Rasa Takut dan Rasa Sakit
TAKUT BERBICARA DI DEPAN
UMUM
|
Saya diberi
tahu bahwa salah satu rasa takut paling besar yang dirasakan orang adalah
berbicara di depan umum. Saya harus sering berbicara di depan umum, di
vihara-vihara, di konferensi, di upacara pernikahan dan pemakaman, di radio,
dan bahkan di siaran langsung televisi. Semua itu adalah bagian dari pekerjaan
saya.
Saya
ingat pada suatu peristiwa, lima menit menjelang saya memberikan ceramah,
ketika rasa takut membanjiri saya. Saya belum mempersiapkan apa pun untuk
ceramah itu. Saya tak punya ide apa yang akan saya katakan. Sekitar tiga ratus
orang sudah duduk di aula, berharap untuk dapat ilham. Mereka telah merelakan
waktu malamnya untuk mendengarkan saya bicara. Saya mulai berpikir,
"Bagaimana kalau saya tidak punya apa-apa untuk diomongkan? Bagaimana
kalau saya salah omong? Bagaimana kalau saya tampak bego?"
Seluruh rasa takut dimulai dengan pikiran "bagaimana
kalau" dan berlanjut dengan sesuatu yang membawa bencana. Saya telah
menduga-duga apa yang akan terjadi, dan dengan cara yang negatif. Saya telah
berlaku bodoh. Saya tahu saya telah berlaku bodoh; saya tahu semua teori,
tetapi itu tidak jalan. Rasa takut terus bergulir. Saya berada dalam masalah.
Pada saat itulah saya
mengerahkan sebuah trik, yang dalam istilah para bhikkhu disebut
"cara-cara lihai", yang dapat mengatasi rasa takut saya, dan terbukti
ampuh sampai sekarang. Saya memutuskan masa bodoh pendengar saya menikmati
ceramah saya atau tidak, asalkan saya sendiri menikmatinya. Saya memutuskan
untuk bersenang-senang saja.
Sekarang, kapan saja saya memberikan ceramah, saya
bersenang-senang saja. Saya bergembira ria. Saya membawakan cerita-cerita lucu,
sering saya sendiri jadi korban, dan tertawa bersama hadirin. Pada suatu siaran
langsung radio di Singapura, saya bercerita tentang ramalan Ajahn Chah mengenai
mata uang masa depan (warga Singapura tertarik dengan hal-hal yang berbau
ekonomi).
Ajahn Chah meramalkan kelak ketika dunia kehabisan kertas dan
logam untuk membuat uang, orang-orang harus mencari sesuatu yang lain untuk
transaksi sehari-hari. la meramalkan bahwa mereka akan memakai butiran-butiran
yang terbuat dari tahi ayam. Orang akan bepergian ke mana-mana dengan kantong
penuh tahi ayam. Bank-bank akan penuh dengan benda itu dan para perampok akan
mencoba mencurinya. Orang-orang kaya akan merasa begitu bangga dengan banyaknya
tahi ayam yang mereka miliki dan orang-orang miskin akan bermimpi memenangkan
lotere berhadiah segunduk tahi ayam. Ketika jumlah tahi ayam yang beredar cukup
besar, pemerintah akan mencermati betul-betul situasi tahi ayam di negaranya,
isu-isu lingkungan dan sosial akan dikesampingkan dahulu.
Apakah
perbedaan hakiki antara kertas, logam, dan tahi ayam? Tidak ada!
Saya menikmati menuturkan cerita itu. Cerita itu mengandung
pernyataan memprihatinkan mengenai budaya kita saat ini. Dan itu menggelikan.
Warga Singapura senang mendengarkannya.
Saya jadi mengerti bahwa jika Anda memutuskan untuk
bersenang-senang ketika harus berbicara di depan umum, Anda akan merasa santai.
Secara psikologis, mustahil ada rasa takut dan kegembiraan pada saat yang sama.
Saat saya santai, gagasan-gagasan mengalir dengan bebas dalam benak saya selama
berceramah, lalu dengan fasihnya meluncur melalui mulut saya. Lagi pula,
hadirin jadi tidak bosan kalau ceramahnya lucu.
Seorang bhikshu Tibet suatu ketika menjelaskan pentingnya membuat
hadirin tertawa pada saat ceramah.
"Begitu mereka membuka mulut," katanya, "Anda dapat
melemparkan pil kebijaksanaan ke dalamnya."
Saya tak pernah mempersiapkan ceramah saya. Alih-alih, saya
mempersiapkan hati dan pikiran saya. Para bhikkhu di Thailand terlatih untuk
tidak mempersiapkan ceramahnya, tetapi untuk selalu siap berceramah kapan saja,
tanpa pemberitahuan terlebih dahulu.
Saat itu adalah Magha Puja, hari raya Buddhis terpenting kedua di
Thailand timur laut. Saya sedang berada di vihara Ajahn Chah, Wat Nong Pah
Pong, dengan sekitar dua ratus bhikkhu dan ribuan umat awam. Ajan Chah memang
sangat terkenal; saat itu adalah tahun kelima saya sebagai bhikkhu.
Setelah kebaktian malam, tiba saatnya untuk ceramah utama. Dalam
acara-acara besar, biasanya Ajahn Chah yang berceramah, tetapi tidak selalu. Terkadang
ia akan menoleh ke barisan para bhikkhu dan, jika matanya berhenti pada Anda,
berarti Anda dalam masalah. la akan meminta Anda memberikan ceramah. Sekalipun
saya termasuk yang termuda di antara para bhikkhu, itu bukan jaminan bahwa saya
tak akan dipilihnya, tak ada yang bisa menebak Ajahn Chah.
Ajahn Chah memandangi barisan para bhikkhu. Matanya tiba pada
saya, tetapi lewat lagi. Diam-diam saya menghembuskan napas lega. Lalu sapuan
matanya menelusur balik barisan para bhikkhu. Tebak, di mana ia berhenti?
"Brahm," Ajahn Chah memerintahkan, "ayo berikan
ceramah utama."
Tak ada jalan keluar. Saya harus memberikan ceramah dadakan dalam
bahasa Thai selama satu jam, di depan guru saya, rekan-rekan bhikkhu, dan
ribuan umat awam. Tidak masalah apakah itu akan menjadi ceramah yang bagus atau
tidak. Masalahnya, sayalah yang harus melakukannya.
Ajahn Chah tak pernah mengatakan apakah ceramah Anda bagus atau
tidak. Bukan itu intinya. Suatu ketika ia meminta seorang bhikkhu Barat yang
sangat mahir untuk memberikan ceramah kepada umat awam yang berkumpul di
viharanya untuk kebaktian mingguan. Setelah satu jam, sang bhikkhu bermaksud
untuk mengakhiri ceramahnya, tetapi Ajahn Chah mencegahnya dan menyuruh dia
melanjutkan selama satu jam lagi. Itu berat. Sang bhikkhu masih mampu
berceramah, dan setelah berjuang untuk jam keduanya dalam bahasa Thai, sang
bhikkhu bermaksud menutup ceramahnya, tetapi seketika itu pula Ajahn Chah
menyuruh dia untuk terus berceramah. Itu hal yang mustahil. Bhikkhu Barat
biasanya tidak banyak tahu bahasa Thai. Anda hanya bisa mengulang-ulang. Para
pendengar akan bosan. Tetapi tak ada pilihan lain. Pada akhir jam ketiga,
sebagian besar hadirin sudah beranjak pergi, dan yang masih bertahan pun sibuk
mengobrol dengan sesamanya. Bahkan para nyamuk dan cicak pun sudah pergi tidur.
Pada akhir jam ketiga, Ajahn Chah menyuruhnya untuk berceramah sejam lagi! Sang
bhikkhu Barat tetap patuh. Dia bercerita setelah pengalaman itu (ceramah itu
berakhir juga setelah jam keempat), ketika Anda telah menyelami dalam-dalam
respon hadirin, Anda tidak akan takut lagi berbicara di depan umum.
Begitulah kami dilatih oleh Ajahn Chah yang agung.
--- oOo ---
SEGENGGAM DAUN BODHI
KUMPULAN
TULISAN
BHIKKHU
DHAMMAVUDDHO MAHA THERA
Message
of The Buddha
Namo Tassa Bhagavato Arahato
Samma Sambuddhassa
8. KEBENARAN MULIA YANG
KETIGA : PENGHENTIAN
"Ada sebuah kondisi dari berakhirnya dukkha yang disebut
nibbana." Ini adalah Kebenaran Mulia
ketiga yang dinyatakan oleh Buddha.
Nibbana secara harfiah diartikan pemadaman,
dan hanya satu-satunya kondisi bebas dari dukkha. Nibbana dapat dialami
dalam kehidupan sekarang, atau setelah meninggal yang sering disebut parinibbana.
Sementara keberadaan, yang terkondisi karena sebab-sebab, adalah tidak
kekal dan dukkha, nibbana adalah tidak terkondisi, abadi dan sukha.
Segala sesuatu yang berkondisi mempunyai karakteristik untuk muncul,
berubah, dan berakhir, tetapi Nibbana adalah tanpa dilahirkan, tanpa
berubah dan tanpa kematian. Ini adalah keadaan yang unik.
Buddha menyatakan "Nibbana
adalah kebahagiaan yang tertinggi" bahkan walaupun adanya penghentian
segala persepsi dan perasaan ketika seseorang mengalami pencapaian nibbana.
Buddha menjelaskan: "Wahai para, bhikkhu, Tathagata tidak mengenali
kebahagiaan karena sensasi yang menyenangkan sahaja, tetapi para bhikkhu,
kemanapun kebahagiaan dicapai, di sana dan hanya di sana saja Tathagata
mengenali kebahagiaan."
[Tidak seperti orang biasa yang bergantungan pada hal-hal yang
bersifat duniawi untuk merasakan kebahagiaan, Tathagata mengenali Nibbana
sebagai kebahagiaan tertinggi]
Parinibbana. Ketika mencapai parinibbana,
tidak ada sesuatu yang diabadikan maupun dibinasakan karena bahkan di sini
dan sekarang dalam kehidupan ini juga tidak ada inti dari sesuatu pribadi yang
kekal.
Tubuh jasmani dan batin adalah keadaan yang terus berubah. Buddha
menyamakan pencapaian parinibbana dengan api yang menyala yang
tergantung pada rumput dan ranting, yang dipadamkan ketika mereka tidak ada. Untuk
bertanya apakah api tersebut telah pergi ke utara, selatan, timur atau barat,
tidak cocok dengan kasus ini. Sama halnya ketika bertanya apakah dalam
pencapaian parinibbana, sesuatu makhluk dilahirkan kembali, tidak
dilahirkan kembali, dilahirkan kembali dan tidak dilahirkan kembali, bukan
dilahirkan kembali maupun tidak dilahirkan kembali juga tidak cocok dengan
kasus ini. Hanya seperti api yang terus berlanjut membakar karena rumput dan
ranting-ranting, begitu juga makhluk hidup berlanjut berputar di dalam
lingkaran eksistensi karena ketamakan, kebencian dan kebodohan. Nibbana dicapai
dengan lenyapnya noda-noda (Mesa) secara keseluruhan, pelenyapan pribadi yang
kekal, yang bersifat khayalan, dan pemusnahan ketamakan, kebencian dan
kebodohan. Ini adalah pembebasan yang sempurna dari dukkha
--- oOo
---
SEGENGGAM
DAUN BODHI
Penerjemah
:
Rety
Chang Ekavatti, S. Kom, BBA
Yuliana
Lie Pannasiri, MBA
Penyunting
:
Nana
Suriya Johnny, SE
Andromeda
Nauli, Ph.D
Kitab Suci Agama Buddha bagian
dari
Khuddaka Nikaya, Sutta Pitaka
Judul asli : The Sutta-Nipata
Translated from The Pali by H.
Saddatissa
8. HEMAVATA SUTTA
Satagira dan Hemavata
Percakapan antara dua makhluk raksasa mengenai sifat-sifat Sang
Buddha -- dan setelah pertanyaan mereka terjawab, mereka menjadi pengikut Sang
Buddha.
1 Yakkha Satagira berkata: Hari
ini adalah bulan purnama menurut kalender bulan. Malam yang agung telah
mendekat. Marilah kita menghadap YM Gotama, guru yang sempurna namanya. (153)
2 Yakkha Hemavata berkata: Apakah
pikiran Yang Teguh Hati ini benar-benar terarah baik kepada semua makhluk?
Apakah
Beliau dapat mengendalikan pikirannya terhadap hal-hal yang menyenangkan dan
tidak menyenangkan? (154)
3 Satagira: Pikiran Sang Buddha
terarah dengan baik pada semua makhluk. Lagi pula, Beliau telah mengendalikan
pikirannya terhadap hal-hal yang menyenangkan dan tidak menyenangkan. (155)
4 Hemavata: Apakah dia tidak
mencuri? Apakah dia dapat mengendalikan dirinya sendiri terhadap semua makhluk?
Apakah dia jauh dari kemalasan? Apakah dia tidak berhenti bermeditasi? (156)
5 Satagira: Beliau tidak mencuri.
Sikapnya pada semua makhluk amatlah terkendali. Beliau jauh dari kemalasan.
Yang Tercerahkan tidak mengabaikan meditasi. (157)
6 Hemavata: Apakah dia tidak
berbicara bohong? Apakah dia tidak menggunakan kata-kata kasar? Apakah dia
tidak mengatakan hal-hal yang menyebabkan kesedihan? Apakah dia tidak
memanjakan diri di dalam percakapan tak keruan?
(158)
7 Satagira: Beliau tidak
berbicara bohong. Tidak juga Beliau menggunakan kata-kata kasar maupun
kata-kata yang menyebabkan kesedihan. Yang Beliau bicarakan hanyalah hal-hal
yang bijaksana dan berguna. (159)
8 Hemavata: Apakah dia tidak
melekat pada kesenangan-kesenangan duniawi? Apakah pikirannya tidak terganggu?
Apakah dia telah mengatasi kegelapan batin? Apakah dia telah mencapai
kebijaksanaan mengenai segala hal? (160)
9 Satagira: Beliau tidak melekat
pada kesenangan-kesenangan duniawi. Pikirannya tidak terganggu. Semua kegelapan
batinnya telah lenyap. Yang Tercerahkan memiliki kebijaksanaan mengenai segala
hal. (161)
10 Hemavata: Apakah dia memiliki
pengetahuan? Apakah tindak-tanduknya murni? Apakah dia sudah menghancurkan
segala nafsu? Apakah dia telah mengakhiri [siklus] tumimbal lahir? (162)
11 Satagira: Beliau memiliki pengetahuan.
Tindak-tanduknya murni. Beliau telah menghancurkan segala nafsu. Beliau tidak
akan terkena tumimbal lahir (lebih jauh lagi). (163)
12 Hemavata: Pikiran Sang Pertapa
dipenuhi dengan ucapan dan tindakan yang baik. Beliau memiliki pengetahuan
benar dan tindak-tanduk benar. Marilah kita pergi menjumpai Gotama! (164)
13 Guru Gotama, yang berkaki
bagaikan kijang, ramping, kokoh, yang hanya makan sedikit, tidak tamak, dan
bermeditasi di hutan. Marilah kita pergi menghadap Beliau! (165)
14 Setelah mendekati Beliau, yang
bagaikan singa hidup sendiri, yang tidak terpengaruh oleh kesenangan duniawi, .marilah
kita memohon jalan keluar dari cengkeraman kematian. (166)
15 [Keduanya berbicara] Kami
bertanya kepada Gotama, Yang Tercerahkan, yang membabarkan Dhamma, yang
menguraikan Dhamma secara rinci, yang telah mewujudkan segenap kebenaran, yang
telah mengatasi kebencian dan rasa takut.
(167)
16 Hemavata: Di atas apakah dunia
dihasilkan? Dengan apakah dunia dikenal baik; sesudah melekat terhadap apa,
oleh apa dunia menjadi kacau? (168)
17 Sang Buddha: O Hemavata, di
dalam enam hal dunia dihasilkan, dengan enam hal dunia dikenal baik, setelah
melekat pada enam hal, oleh enam hal dunia menjadi kacau. (169)
18 Hemavata: Kemelekatan apakah
yang menyebabkan dunia ini kacau? Kami mohon penjelasan tentang [sarana]
pembebasan; bagaimana dunia lepas dari penderitaan? (170)
19 Sang Buddha: Setelah
menghancurkan nafsu dari lima kenikmatan indera di dunia ini, serta nafsu yang
berhubungan dengan pikiran yaitu indera keenam orang lepas dari penderitaan. (171)
20 Begitulah keselamatan dunia
telah kujelaskan sebagaimana adanya. Hanya ini yang kuberitahukan: demikianlah
dunia lepas dari penderitaan. (172)
21 Hemavata: Siapakah yang
menyeberangi banjir? Siapakah yang menyeberangi lautan? Tanpa landasan, dan
bila tidak ditopang, siapakah yang tidak tenggelam di dalam samudera dan lautan
yang dalam? (173)
22 Sang Buddha: Orang yang selalu
luhur, bijaksana, terkonsentrasi dengan baik, merenung ke dalam diri, dan penuh
perhatian kewaspadaan, dia menyeberangi banjir yang sulit diseberangi. (174)
23 Tidak memiliki pikiran yang
penuh nafsu dan, setelah mematahkan segala belenggu, menjadi orang yang nafsu
dumadinya sudah punah, dia tidak akan tenggelam masuk ke dalam. (175)
24 Hemavata: Pandanglah pertapa
agung yang memiliki kebijaksanaan mendalam ini, yang lembut dalam mewujudkan
kebenaran, tanpa nafsu, tidak melekat pada kesenangan duniawi, yang bebas dari
segala belenggu dan berjalan pada Sang Jalan yang agung! (176)
25 Pandanglah pertapa agung yang
sempurna namanya, yang lembut dalam mewujudkan kebenaran, yang menyampaikan
kebijaksanaan, yang tidak melekat pada kesenangan duniawi, yang mengetahui
segalanya, yang sempurna kebijaksanaannya, yang berjalan pada Jalan Mulia! (177)
26 Suatu pemandangan yang elok
benar-benar telah muncul hari ini, fajar yang indah, kemunculan yang luar
biasa, karena kita telah melihat Yang Tercerahkan Sempurna, yang telah
menyeberangi banjir, yang telah bebas dari nafsu. (178)
27 Ribuan makhluk halus yang ada
di sini, yang memiliki kekuatan supranormal dan kemasyhuran, semuanya
berlindung pada Yang Mulia. Yang Mulia adalah Guru Agung kami. (179)
28 Maka kami pun akan berkelana
dari desa ke desa dan dari gunung ke gunung seraya menyampaikan. rasa hormat
kami kepada Yang Tercerahkan, serta kepada ajaran-Nya yang dibabarkan dengan
baik. (180)
Sumber : Kitab Suci Agama Buddha
Sutta –
Nipata
Diterbitkan
oleh :
Vihara
Bodhivamsa - Klaten
100 TANYA JAWAB DENGAN BHIKKHU UTTAMO
Dari : Juni, Jakarta
Saya mau tanya nih. Kalau
kita sedang ada kesulitan atau ada masalah bisakah terselesaikan atau dapat
membantu dengan cara berdana? Kalau tempat sembahyang yang di klenteng2 itu
agama Buddha atau Kong Hu Cu ya?
Saya kadang kebaktian di
Vihara tapi kadang ke Klenteng. Kadang saya merasa ada muzizat yang saya
peroleh apabila sembahyang di Klenteng.
Dan bagaimana dengan
ciamsi di Klenteng? Bisa dipercaya nggak? (ciamsi adalah : batang-batang bambu
yang ada nomor dan dikocok2 waktu sembahyang sampai keluar nomor tersebut dan
dari nomor itu kita bisa ambil arti dari kertas itu di Vihara tersebut).
Jadi bagaimana menurut
Bhante? Terima kasih atas jawabannya.
Jawaban:
Kesulitan dalam kehidupan
ini timbul karena matangnya buah karma buruk yang dimiliki oleh seseorang pada
satu waktu tertentu. Oleh karena itu, di saat seseorang sedang menghadapi
kesulitan, memang sesuai kalau ia disarankan untuk banyak melakukan kebajikan.
Kebajikan dapat dilakukan dengan berdana, melatih kemoralan, dan meditasi.
Jadi, memang berdana adalah salah satu cara menambah kebajikan untuk mengurangi
kesulitan yang sedang dihadapi seseorang. Namun, berdana itu bukanlah
satu-satunya cara untuk mengatasi kesulitan. Orang yang sedang dalam kesulitan,
hendaknya juga melakukan kemoralan yaitu dengan melaksanakan Pancasila Buddhis.
Pancasila Buddhis adalah lima latihan untuk tidak membunuh, tidak mencuri,
tidak berjinah, tidak berbohong dan tidak mabuk-mabukan. Lebih dari itu, ia hendaknya
juga melakukan latihan meditasi. Meditasi pada prinsipnya adalah latihan untuk
selalu menyadari bahwa hidup adalah saat ini. Masa lalu, seseorang
memang pernah hidup, namun ia sudah tidak hidup lagi di waktu itu. Waktu yang
lalu adalah tinggal kenangan. Masa yang akan datang adalah merupakan harapan yang
belum tentu dijalani karena belum tentu seseorang akan hidup di masa datang
itu. Hidup adalah masa kini. Saat ini. Dengan memiliki kesadaran ini, maka
orang akan terbebas dari kesulitan.
Kesulitan dapat muncul
karena adanya perbandingan antara rencana atau angan-angan dengan kenyataan
yang ada. Semakin jauh jarak angan-angan dengan kenyataan, maka orang
menganggap hal itu sebagai kesulitan yang semakin besar.
Selain mengembangkan
ketiga kebajikan yaitu dana, kemoralan dan meditasi, dalam menghadapi kesulitan,
seseorang hendaknya juga mencari penyebab kesulitan itu bisa timbul. Mungkin,
kesulitan timbul karena menejemen hidup yang kurang tepat, kalau demikian, hal
itu hendaknya segera diperbaiki. Bisa juga, kesulitan timbul karena lingkungan
pergaulan yang keliru, kalau demikian, hal itu harus segera diatasi. Jadi, pada
intinya, carilah penyebab kesulitan itu, dan kemudian perbaiki serta hindari
hal itu agar di masa depan tidak ada kesulitan sejenis yang muncul kembali.
Kelenteng adalah
merupakan tempat ibadah menurut tradisi Tiongkok, Kelenteng yang di dalamnya
terdapat area Buddha atau para bodhisattva Buddhis lainnya dapat disebut
sebagai vihara. Sedangkan kelenteng yang tidak terdapat area Buddha maupun
bodhisattva, mungkin kelenteng itu adalah merupakan tempat untuk kegiatan
ritual menurut tradisi Tlongkok. Seorang umat Buddha bisa saja pergi ke
kelenteng dan berdoa di sana. Tidak masalah, apalagi kalau memang dapat
memperoleh manfaatnya.
Penggunaan
dan manfaat ciamsi sebenarnya tergantung pada karma masing-masing individu yang
melakukannya. Kalau memang karma baiknya mendukung, maka ciami yang diperolehnya
cenderung ke arah yang baik. Sebaiknya, kalau memang karma buruknya yang lebih unggul,
maka ciamsi yang diperolehnya juga cenderung memiliki arti buruk. Jadi,
ketepatan ciamsi tergantung pada karma orang yang menggunakannya
Semoga
jawaban ini dapat memberikan manfaat.
--- oOo
---
Setitik
Cahaya di Balik Kabut 2
4
Keberuntungan sebagai seorang Buddhis
Pandita Dr. R. Surya Widya, Sp.Kj
Saturday,
September 26, 2009 at 10:56pm
Keberuntungan yang pertama
adalah karena dilahirkan sebagai manusia. Kemungkinan untuk terlahir sebagai
makhluk manusia adalah sangat kecil sekali, terutama untuk mereka yang banyak
berbuat jahat dan sedikit berbuat baik. Untuk mereka yang rajin berbuat baik,
sedikit berbuat jahat dan selalu menjaga agar pikirannya selalu bersih,
kemungkinannya akan jauh lebih besar. Hanya di alam manusia muncul para Buddha,
tidak di alam yang lain (alam neraka, alam binatang, alam setan, alam asura,
alam dewa dan alam brahma).
Keberuntungan yang kedua adalah
karena masih hidup. Orang mati tidak berbuat apa-apa. Orang yang masih hidup
masih memiliki banyak kesempatan untuk melakukan banyak hal untuk dirinya
sendiri maupun untuk orang lain. Beruntunglah karena masih hidup.
Keberuntungan yang ketiga adalah
karena terlahir dalam masa pencerahan Buddha Gotama. Masa pencerahan Buddha
Gotama ini hanya akan bertahan 5000 tahun, dan karena sudah berlalu-2600 tahun,
maka masih tersisa 2400 tahun lagi. Setelah itu muncullah masa kegelapan yang
sangat-sangat lamaaaa sekali, sampai munculnya Buddha yang akan datang. Tahun
2009 ini termasuk seribu tahun yang ketiga, dimana Buddha Dhamma
diperjual-belikan, kemerosotan yang dahsyat sudah dimulai, terus merosot sehingga
akhirnya Buddha Dhamma kelak hanya tinggal nama saja. Dengan berbagai alasan
terjadilah pelanggaran, mulai dari pelanggaran ringan sampai pelanggaran berat,
sungguh menyedihkan sekali.
Keberuntungan yang keempat
adalah karena berada di dalam lingkungan Buddha Dhamma, itu artinya mudah
mencari informasi mengenai Ajaran Buddha. Boleh pilih menjadi bhikkhu,
samanera, anagarika, anagarini, upasaka atau upasika. Dengan petunjuk yang
benar untuk praktek Dhamma, maka terbukalah kesempatan untuk maju, meningkatkan
kualitas hidup masing-masing, dengan meluruskan pandangan yang keliru,
membersihkan pikiran yang kotor, hanya melakukan perbuatan yang baik dan tidak
melakukan perbuatan jahat.
Keberuntungan
ini akan menjadi nihil tak berarti, kalau disia-siakan. Hasil yang akan dicapai
tergantung dari usaha yang diperjuangkan dengan sungguh-sungguh.
--- oOo ---
Tidak ada komentar:
Posting Komentar