Selasa, 17 September 2013

BRIVI AGUSTUS 2013


           

Tegal, 24 Agustus 2013                                                                                          
No : 72, Tahun Ketujuh


 
Penasehat                 : Ketua Yayasan Metta Jaya                          ( Loe Lian Phang )
Penanggung Jawab : Ketua Dayakasabha Metta Vihara Tegal   ( Lie Ing Beng )
Pimpinan Redaksi     : Ibu Tjutisari
Redaksi Pelaksana   : 1.   Ibu Pranoto               4.   Liliyani                                                              
                                      2.   Suriya Dhammo        5.   Sumedha Amaravathi
                                      3.   Ade Kristanto           6.   Lie Thiam Lan
Alamat Redaksi        : Metta Vihara
                                      Jl. Udang No. 8 Tegal Telp. (0283) 323570
BCA No Rek : 0479073688  an. YUNINGSIH ASTUTI - TUSITA WIJAYA


DHAMMAPADA ATTHAKHATA
Bab II - Syair 29
Waspada di antara yang lengah, berjaga di antara yang tertidur; orang bijaksana akan maju terus, bagaikan seekor kuda yang tangkas berlari meninggalkan kuda yang lemah di belakangnya.

BAB II – Syair 29
II. (6) Kisah Dua Bhikkhu yang Bersahabat

Dua orang bhikkhu, setelah memperoleh suatu objek meditasi dari Sang Buddha, pergi ke vihara yang letaknya di dalam hutan.
Salah satu dari mereka lengah, dia menghabiskan waktunya untuk menghangatkan tubuh dengan api dan berbicara pada waktu malam pertama, dan ini menghabiskan waktunya.
Bhikkhu yang lain dengan rajin mengerjakan tugasnya sebagai bhikkhu. Dia berjalan sambil bermeditasi selama waktu malam pertama, beristirahat selama waktu-malam kedua dan bermeditasi lagi pada waktu malam terakhir sepanjang malam. Kemudian, karena rajin dan selalu waspada, bhikkhu kedua ini mencapai tingkat kesucian arahat dalam waktu singkat.
Pada akhir masa vassa keduanya pergi untuk menghormat Sang Buddha, dan Beliau menanyakan bagaimana mere­ka menghabiskan waktu selama bervassa.
Bhikkhu pemalas dan lengah menjawab bahwa bhikkhu yang lain hanya menghabiskan waktunya dengan berbaring dan tidur. Sang Buddha kemudian bertanya, "Bagai­mana dengan kamu sendiri?" Jawabannya bahwa dia se­lalu duduk menghangatkan tubuh dengan api pada waktu-malam pertama dan kemudian duduk tanpa tidur.
Tetapi Sang Buddha mengetahui dengan baik bagaimana kedua bhikkhu tersebut telah menghabiskan waktu, maka Beliau berkata kepada bhikkhu yang malas, "Meskipun kamu malas dan lengah kamu mengatakan bahwa kamu rajin dan selalu waspada; tetapi kamu telah mengatakan bahwa bhikkhu yang lain kelihatan malas dan lengah meskipun dia rajin dan selalu waspada. Kamu seperti seekor kuda yang lemah dan lamban dibandingkan dengan anak-Ku yang se­perti kuda yang kuat dan tangkas. "
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 29 berikut ini:
Waspada di antara yang lengah, berjaga di antara yang tertidur; orang bijaksana akan maju terus, bagaikan seekor kuda yang tangkas berlari meninggalkan kuda yang lemah di belakangnya.
Sumber :     1.  Dhammpada Atthakhata. Penerbit : Vidyasena
              2. Kitab suci Dhammapada. Penerbit : Bahusutta Society

--- oOo ---
SEKAPUR SIRIH

Purnama sidhi di bulan Asadha adalah merupakan hari raya Asadha 2557. Tahun ini jatuh tepat pada 22 Juli 2013. “Asadha - Hari Memutar Roda Dhamma”. Hari Asadha merupakan awal memasuki masa vasa yaitu : Bhikkhu-bhikkhu menetap di suatu tempat selama 3 bulan.
Buletin Brivi edisi ke 72 menyajikan Dhammapada Atthakhata “Kisah Dua Bhikkhu yang Bersahabat” mengisahkan dengan waspada tidak lengah berjaga diantara yang tidur maka akan memperoleh kemajuan batin, untuk mencapai kesucian.
Cerita inspiratif “Batu Penghalang Jalan” merupakan cerita yang dapat membawa kita menjadi lebih bijaksana. Artikel “Mulutmu Adalah Harimaumu” bagus untuk menjadi pedoman kita dalam kehidupan sehari-hari.
Rasa Takut dan Rasa Sakit tulisan B. Ajahn Brahm dengan judul “Takut Berbicara di Depan Umum”. Segenggam Daun Bodhi tulisan Bhikkhu Dhammavudho Mahathera menginjak kebenaran mulia ketiga : “Penghentian”. Guru Agung Buddha Gautama menguraikan bahwa “Ada sebuah kondisi dari berakhirnya Dukkha yang disebut Nibbana” inilah kebenaran mulia ketiga “Penghentian”.
Kitab suci Khuddaka Nikaya, Sutta Pitaka No. 9 Hemavata Sutta yaitu Percakapan Dua Makhluk Raksasa mengenai sifat-sifat Sang Buddha.
100 Tanya Jawab dengan Bhikkhu Uttamo Mahathera menjelaskan mengenai cara mengatasi kesulitan dan hubungan Klenteng dan Vihara.
Pandita R. Surya Widya menulis dalam buku Setitik Cahaya di Balik Kabut 2 mengenai 4 keberuntungan.
Semoga kehadiran buletin Brivi bisa menambah pengetahuan Dhamma dan menjalin persaudaraan umat Metta Vihara Tegal.
Redaksi telah berusaha dengan maksimal agar buletin Brivi dapat terus menampilkan tulisan-tulisan yang dapat membawa manfaat bagi kita semua, namun kami sadar keterbatasan kami ini, maka dukungan Bapak / Ibu / Saudara sangat kami butuhkan untuk kelangsungan buletin kesayangan kita semua. Redaksi berharap masukan dan saran-saran yang positif untuk meningkatkan kualitas dari buletin Brivi.
Semoga Tiratana, Buddha Dhamma dan Sangha melindungi kita semua agar selalu dalam keadaan sehat, damai, sejahtera dan bahagia sehingga kita dapat maju dalam Buddha Dhamma.
Semoga semua makhluk hidup berbahagia.

Metta Cittena,
Redaksi


--- oOo ---


SELAMAT HARI RAYA ASADHA
2557 TB / 2013







KELUARGA BESAR
METTA VIHARA
Jl. Udang No. 8 Tegal ( (0283) 323570


 



MAJELIS AGAMA BUDDHA THERAVADA INDONESIA
( MAGABUDHI )
Pengurus Cabang Kota Tegal
Sekretariat : Metta Vihara, Jl. Udang 8 Tegal


 




WANITA THERAVADA INDONESIA ( WANDANI )
Pengurus Cabang Kota Tegal
Sekretariat : Metta Vihara, Jl. Udang 8 Tegal


DANA

Telah kami terima dana dari :
1.    Kel. Alm. Lay Tek Shien                                        Rp       300.000,-
2.    Ibu Tjutisari                                                         Dana konsumsi
3.    Bp. Sundojo Kamandito                                       Dana konsumsi

Dana Ulang Tahun bulan Juli 2013
1.    Ibu Yo Kwie Hwa                                                  Rp         25.000,- 
2.    Ibu Kho Ie Siang                                                  Rp         25.000,-
3.    Bpk/Ibu Lie Ing Tjong                                          Rp       100.000,-
4.    Ibu Tan Swie Ie                                                    Rp         25.000,-
5.    Ibu Liem Ming Lan                                               Rp         50.000,-
6.    Ibu Oey Sian Giok                                                Rp         50.000,-
7.    Ibu Tan Mei Luan                                                 Rp       100.000,-
8.    Ibu Yo Yan Eng                                                    Mie Goreng

Anumodana dan terima kasih atas dana Anda.
Semoga kebajikan yang dilakukan Bapak / Ibu / Saudara berbuah dalam bentuk umur panjang, sehat, sukses dan bahagia bersama keluarga.
Semoga semua makhluk hidup berbahagia.

Kabar gembira
BULETIN BRIVI METTA VIHARA TEGAL
Dapat Diakses Online
http://brivimvt.blogspot.com
 
--- oOo ---






LAMPIRAN KEPUTUSAN

RAPAT KARAKASANGHASABHA (DEWAN PIMPINAN) II/2013
SANGHA THERAVADA INDONESIA

Nomor       : 01/RAPIM-II/VI/2013
Tentang     :
BAB II        :
Pasal 1       : TEMPAT BERVASSA 2557 TB/2013
                      ANGGOTA SANGHA THERAVADA INDONESIA DI INDONESIA

01.
Vihara Jakarta Dhammacakka Jaya
Jl. Agung Permai XV/12
Jakarta Utara 14350
Telp. (021) 64716739, 6414304
Faks. (021) 6450206
1. Bhikkhu Sukhemo, Mahathera
2. Bhikkhu Atthadhiro
3. Bhikkhu Upasilo
4. Bhikkhu Indadharo
5. Bhikkhu Khemadharo
6. Bhikkhu Khemadhiro
7. Bhikkhu Phaladhammo

02.
Wisma Sangha Theravada Indonesia
Jl. Margasatwa 9 (Depan BBC)
Pondok Labu Jakarta Selatan 12450
Telp./Faks. (021) 75914315

1. Bhikkhu Dhammasubho, Mahathera
2. Bhikkhu Cittagutto, Thera

03.
Vihara Saddhapala
Jl. Pakis Raya 19 Bojong Indah,
Cengkareng, Jakarta Barat 11740
Telp. (021) 5818692 Faks. (021) 5801092

1. Bhikkhu Dhammakaro, Thera
2. Bhikkhu Santamano, Thera
3. Bhikkhu Cittavaro

04.
Pusdiklat Buddhis Sikkhadama Santibhumi
BSD City Sektor VII Blok C No. 6
Bumi Serpong Damai Kota Tangerang Selatan 15321
Telp. (021) 53167060, 53167061
Faks. (021) 53156737

1. Bhikkhu Jotidhammo, Mahathera
2. Bhikkhu Virasilo

05.
Vihara Dharma Ratna
Jl. Husein Sastranegara Rt.004/Rw.04 No.77
Depan Perumahan Duta Garden Jurumudi,
Benda, Kota Tangerang 15124
Telp./Faks. (021) 54370275

1. Bhikkhu Abhayanando, Thera
2. Bhikkhu Upadhammo
3. Bhikkhu Medhaviro

06.
Vihara Sasana Subhasita
Jl. Tegal Sari IV Kota Tangerang 15118
Telp. (021)5527321

1. Bhikkhu Cittanando, Thera

07.
Vihara Siripada
Perumahan Melati Mas,
Jl. Raya Serpong Blok B10 No.54,
Jelupang, Serpong Utara, Kota Tangerang Selatan 15326
Telp./Faks. (021) 5386879
1. Bhikkhu Jutaliko, Mahathera

08.
Vihara Indra Loka
JL Benteng Jaya 29 Rt.04/08
Kel. Sukarasa Kota Tangerang 15111
Telp. (021) 70920107
1. Bhikkhu Gunasilo

09.
Vihara Caga Sasana
Jl. Kebon Kawat Kp. Cukanggalih Rt.024/03
Desa Ciakar, Kec. Panongan
Kab. Tangerang 15710

1. Bhikkhu Hemadhammo
2. Bhikkhu Abhicitto

10.
Graha Mutiara Buddhis Center
Perumahan Vila Mutiara Pluit B lok C No.4
Rt. 002 RW.011, Kel Priuk, Kec. Priuk
Kota Tangerang

1. Bhikkhu Subhakaro, Thera

11.
Wisma Vipassana Kusalacitta
Perum Bojong Menteng Indah
Jl. Kemuning Raya Dalam Rt. 03/13
Kel. Bojong Menteng Kec. Rawa Lumbu
Bekasi 17117 Telp./Faks. (021) 88357172

1. Bhikkhu Jayaratano

12.
Vihara Saddhadipa
Jl. Kedung Cede Rt.11/Rw.04
Kec. Kedung Waringin, Kab. Bekasi 17540

1. Bhikkhu Dhammiko
2. Bhikkhu Santadhiro

13.
Saung Paramita
Kampung Buniaga 01/01 Sukaresmi,
Bogor 16610 Telp. (0251)8388271

1. Bhikkhu Sri Subalaratano, Mahathera
2. Bhikkhu Siriratano, Thera

14.
Vihara Jaya Manggala
Gedung Vipassana
Jl. Gadjah Mada 23 Rt. 28
Kel. Lebak Bandung, Kec. Jelutung
Kota Jambi 36195 Telp. (0741) 7552236

1. Bhikkhu Atimedho, Mahathera
2. Bhikkhu Vipulasilo

15.
Vihara Mahasampatti
Jl. Pajang 3-5-7-9 Medan 20214
Telp. (061) 7369410 Faks. (061) 7356181

1. Bhikkhu Indaguno

16.
Vihara Guna Vijaya
Jl. Ir. Sutami, Gang Delima
Komplek Ruko Pinang Mas No 8-9
Tanjung Pinang, Kepulauan Riau Telp. 08127070333
d/a Toko MOS Jalan Brigjen Katamso No. 1-2 Tanjungpinang, Kepulauan Riau Telp. (0771) 29598

1. Bhikkhu Guttadhammo, Thera

17.
Vihara Svarna Dipa Arama
Jl. Basuki Rahmat 14 Teluk Betung Utara
Bandar Lampung Telp. (0721) 485715

1. Bhikkhu Khemanando, Thera

18.
Vihara Tanah Putih
Jl. Dr. Wahidin 12 Semarang 50256
Telp. (024) 8315169 Faks. (024) 8503650

1. Bhikkhu Cattamano, Thera
2. Bhikkhu Dhammamitto

19.
Vihara Nusadhamma
Jl. Dr. Sutomo 29 Cilacap 53223
Telp./Faks. (0282)521024

1. Bhikkhu Jagaro, Mahathera

20.
Vihara Mendut
Kotakpos 11 Kota Mungkid 56501
Kab. Magelang
Telp. (0293) 788236 Faks. (0293) 788404

1. Bhikkhu Sri Pannavaro, Mahathera
2. Bhikkhu Yasasilo
3. Bhikkliu Silanando

21.
Vihara Buddha Sasana Dipa
Jl. Jenderal Sudirman 65 Slawi 52411
Telp. (0283) 491206

1. Bhikkhu Pannanando, Thera
22.
Vihara Bodhi Dharma
Jl. Rajawali Tengah 2-A Pekalongan 51141
Telp. (0285) 431310

1. Bhikkhu Sujano, Thera
2. Bhikkhu Atthakusalo
23.
Vihara Ratanavana Arama
Sendangcoyo, Lasem, Rembang
d.a. Tromolpos 1 Lasem 59271
Telp. (0295) 531894

1. Bhikkhu Piyadhiro
24.
Padepokan Dhammadipa Arama
Mojorejo, Batu, Malang Kotakpos 39
Batu 65301
Telp. (0341) 594781 Faks. (0341) 594145

1. Bhikkhu Khantidharo, Mahathera
2. Bhikkhu Jayamedho
25.
Vihara Padma Graha  
Jl. Imam Bonjol Atas 57 Batu
Telp. (341) 593077

1. Bhikkhu Dhammavijayo, Mahathera
26.
Vihara Bodhi Giri (Panti Semedi Balerejo)
Wlingi, Blitar
d/a. Jl. lr. Soekarno 67 Blitar 66113
Telp. (0342) 802616

1. Bhikkhu Uttamo, Mahathera
27.
Vihara Samaggi Jaya
Jl. Ir. Soekarno 67 Blitar 66113
Telp. (0342) 802616

1. Bhikkhu Sukhito, Thera
28.
Vihara Eka Dharma Loka
Jl. Babatan Pantai Utara IX No. 67
Surabaya 60113
Telp. (031) 3822333 Faks. (031) 3813296

1. Bhikkhu Ciradhammo
29.
Vihara Dhammadipa
Jl. Pandegiling 260/1 Surabaya 60263
Telp. (031) 5320688 Faks. (031)5320788

1. Bhikkhu Viriyadharo, Thera
30.
Girivana Arama
Desa Kandangan, Kec. Kediri Jawa Timur
d.a. Vihara Dhammadipa
Jl. Pandegiling 260/1 Surabaya 60263
Telp. (031) 5320688 Faks. (031) 5320788

1. Bhikkhu Tejapunno, Thera
31.
Kusala Arama
Jl. Samarinda-Bontang Km. 43
Dusun Madu Rt.02, Desa Badak Mekar
Kec. Muara Badak, Kab. Kutai Kartanegara
d.a. Jl. Panglima M. Noor 9
Samarinda 75119 Telp./Faks. (0541) 221315

1. Bhikkhu Adhikusalo, Thera
32.
Mahavihara Buddha Manggala
Jl. MT. Haryono Rt.033 Batu Ampar
Ring Road Balikpapan 76114
Telp./Faks. (0542)861106

1. Bhikkhu Subhapanno, Mahathera
2. Bhikkhu Nandaviro
33.
Vihara Dhammasoka
Jl. K. Piere Tendean Gg. Vihara 37
Banjarmasin 70231
Telp. (0511)325497 Faks. (0511) 3272649

1. Bhikkhu Saddhaviro Mahathera
2. Bhikkhu Silagutto
34.
Vihara Dhammaratana       
Jl. Tepian Kapul Rt.2 Desa Kapul
Kec. Halong, Kab. Balangan,
Kalimantan Selatan


1. Bbikkhu Santaviro
35.
Vihara Sangha Ratana
Jl. Datu Belimbingan Rt. 11 Desa Hauwai,
Kec. Halong, Kab. Balangan, Kalimantan Selatan

1. Bhikkhu Karunaviro
36.
Vimala Chanda Arama
Jl. Sagatani RT.08 RW.02, Sijangkung Singkawang
Telp. (0562) 3320574

1. Bhikkhu Thitayanno, Thera
2. Bhikkhu Upasamo

37.
Vihara Karuna Dipa
Jl. Sungai Lariang 74
(Depan Sekolah Karuna Dipa) Palu 94222
Telp. (0451) 4708090 Faks. (0451) 424771

1. Bhikkhu Candakaro, Thera

38.
Vihara Jinaraja Sasana
Jl. Bonerate 31 Makassar
Telp. (0411) 317339

1. Bhikkhu Appamatto, Thera

39.
Balla Samadhi Ratanajoti Mawang
d.a. Vihara Sasanadipa
Jl. Sungai Peso 47 Makassar
Telp. (0411) 320611

1. Bhikkhu Suvijano, Thera
2. Bhikkhu Hemasilo

40.
Vihara Buddha Sakyamuni
Jl. Gunung Agung RT Padang Udayana 3-A
Denpasar 80119 Telp. (0361) 427455

1. Bhikkhu Sucirano, Thera
2. Bhikkhu Candasilo

41.
Vihara Asokarama
Jl. Nuansa Indah Selatan 1/18
Buluh Indah Denpasar

1. Bhikkhu Atthakaro, Thera
2. Bhikkhu Khemaviro

42.
Vihara Dharma Giri
Jl. Raya Pupuan Tabanan
Papuan Tabanan, Bali
Telp. (0362)71490

1. Bhikkhu Tejanando, Thera
2. Bhikkhu Thitaviriyo

43.
Vihara Giri Manggala
Desa Alasangker, Kec. Buleleng
Kab. Buleleng 81151

1. Bhikkhu Jayadhammo

44.
Vihara Bodhi Dharma
Dsn Karang Lendang Desa Bentek,
Kec. Gangga Kab. Lombok Utara 83353
d.a. Jl. Beaq Ganggas No.34, Cakranegara,
Mataram, NTB Telp. 0370 632846

1. Bhikkhu Saccadhammo


Ditetapkan di Wlingi, Blitar
Tanggal 23 Juni 2013
RAPAT KARAKASANGHASABHA (DEWAN PIMPINAN) II/2013
SANGHA THERAVADA INDONESIA
Ketua Umum:
ttd
Bhikkhu Jotidhammo Mahathera






LAMPIRAN KEPUTUSAN
RAPAT KARAKASANGHASABHA (DEWAN PIMPINAN) II/2013
SANGHA THERAVADA INDONESIA

Nomor       : 01/RAPIM-II/VI/2013
Tentang     :
BAB II        :
Pasal 1       : JADWAL PERAYAAN KATHINA 2557 TB/2013
                      DI VIHARA-VIHARA TEMPAT BERVASSA

No
Nama Vihara
Tempat
Tanggal Perayaan Kathina 2557 TB/2013
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
Saddhapala
Sasana Subhasita
Siripada
Svarna Dipa
Mendut
Dhammadipa Arama
Vimala Chanda Arama
Buddha Sakyamuni
Sangha Ratana
Karuna Dipa
Dharma Ratna
Samaggi Jaya
Dharma Ratana
Jaya Manggala
Dhammadipa
Dhammasoka
Dharma Giri
Caga Sasana
Nusa Dhamma
Indra Loka
Guna Vijaya
Tanah Putih
Giri Manggala
Saung Paramita
Eka Dharma Loka
Buddha Manggala
Asokarama
Sasanadipa
Kusalacitta
Saddhadipa
Jinarajasa Sasana
Buddha Sasana Dipa
Jakarta Dhammacakka Jaya
Bodhi Dharma
Mahasampatti
Sikkhadama Santibhumi
Ratanavana Arama
Bodhi Dharma
Mutiara Buddhis Center
Padma Graha
Jakarta
Tangerang
Tangerang
Bandar Lampung
Mungkid
Batu
Singkawang
Denpasar
Halong
Palu
Tangerang
Blitar
Halong
Jambi
Surabaya
Banjarmasin
Pupuan
Tangerang
Cilacap
Tangerang
Tanjungpinang
Semarang
Singaraja
Bogor
Surabaya
Balikpapan
Denpasar
Makassar
Bekasi
Bekasi
Makassar
Slawi
Jakarta Utara
Pekalongan
Medan
Tangerang Selatan
Lasem-Rembang
Lombok Utara
Tangerang
Batu
20 Oktober 2013
20 Oktober 2013
20 Oktober2013
20 Oktober 2013
20 Oktober 2013
20 Oktober 2013
20 Oktober 2013
20 Oktober 2013
24 Oktober 2013
25 Oktober 2013
26 Oktober 2013
26 Oktober 2013
26 Oktober 2013
27 Oktober 2013
27 Oktober 2013
27 Oktober 2013
27 Oktober 2013
30 Oktober 2013
1 November 2013
2 November 2013
2 November 2013
2 November 2013
2 November 2013
3 November 2013
3 November 2013
3 November 2013
3 November 2013
9 November 2013
10 November 2013
10 November 2013
10 November 2013
11 November 2013
16 November 2013
16 November 2013
17 November 2013
17 November 2013
17 November 2013
17 November 2013
Ditentukan menyusul
Ditentukan menyusul

Ditetapkan di Wlingi, Blitar
Tanggal 23 Juni 2013
RAPAT KARAKASANGHASABHA (DEWAN PIMPINAN) II/2013
SANGHA THERAVADA INDONESIA
Ketua Umum:
ttd
Bhikkhu Jotidhammo Mahathera
LAMPIRAN KEPUTUSAN
RAPAT KARAKASANGHASABHA (DEWAN PIMPINAN) II/2013
SANGHA THERAVADA INDONESIA

Nomor       : 01/RAPIM-II/VI/2013
Tentang     :
BAB II        :
Pasal 1       : PELAYANAN UNDANGAN PERAYAAN KATHINA
                      DAN SANGHADANA MASA KATHINA 2557 TB/2013


1.   Undangan Perayaan Kathina dan Sanghadana Masa Kathina 2557 TB/2013 dari vihara/tempat bervassa anggota Sangha Theravada Indonesia perlu diprioritaskan agar dapat dihadiri oleh minimal 4 bhikkhu
2.   Undangan Perayaan Kathina dan Sanghadana Masa Kathina 2557 TB / 2013 dari vihara/tempat yang tidak ditempati bhikkhu bervassa, tidak harus dihadiri oleh minimal 4 bhikkhu, bisa dihadiri kurang dari jumlah tersebut
3.   Apabila samanera mendapat undangan Perayaan Kathina dan Sanghadana Masa Kathina 2557 TB/2013, minimal ada 1 bhikkhu yang hadir memenuhi undangan perayaan tersebut
4.   a.  Dana Kathina yang sesungguhnya adalah persembahan dana umat Buddha kepada Sangha, maka dana tersebut harus diserahkan sepenuhnya kepada para bhikkhu yang hadir dalam perayaan tersebut agar seluruh dana dapat diatur sesuai dengan Keputusan Sangha
      b.   Dana yang berupa uang; 50 % dari jumlah keseluruhan penerimaan wajib diserahkan/dikirimkan kepada kas Sangha Theravada Indonesia, minimal 25 % dari jumlah keseluruhan penerimaan diserahkan kepada kas vihara/panitia penyelenggara perayaan Kathina, sedangkan sisanya diserahkan kepada kebijaksanaan para bhikkhu yang hadir dalam perayaan tersebut
      c.    Dana yang berupa barang; diserahkan kepada kebijaksanaan para bhikkhu yang hadir dalam perayaan tersebut dengan tetap memprioritaskan kebutuhan Sangha Theravada Indonesia
      d.   Dana yang berupa jubah (civara); adalah milik Sangha Theravada Indonesia yang dapat diambil setiap waktu
5.   Undangan penyelenggaraan perayaan Kathina dan Sanghadana Masa Kathina 2557 TB / 2013 di vihara yang tidak ditempati bhikkhu bervassa diatur jadwalnya oleh Ketua Bhikkhu Daerah Pembinaan Provinsi (Padesanyaka) masing-masing, sesuai dengan ketentuan-ketentuan Keputusan Sangha
6.   Kartu/surat Undangan Perayaan Kathina dan Sanghadana Masa Kathina 2557 TB/2013 hanya mencantumkan nomor rekening Yayasan Sangha Theravada Indonesia, sebagai berikut:
Yayasan Sangha Theravda Indonesia
Bank Central Asia (BCA) Cabang Cikarang
Rekening Nomor: 343.3002900
atau tidak mencantumkan nomor rekening bank sama sekali.
7.   Bukti transfer dana harap dikirimkan kepada Yayasan Sangha Theravada Indonesia, lewat faksimili dengan nomor: (0251) 8388271 atau (021) 5801092.

Ditetapkan di Wlingi, Blitar
Tanggal 23 Juni 2013
RAPAT KARAKASANGHASABHA (DEWAN PIMPINAN) II/2013
SANGHA THERAVADA INDONESIA
Ketua Umum:
ttd
Bhikkhu Jotidhammo Mahathera

Asadha - Hari Memutar Roda Dharma
Sumber: http://www.yendywijaya.com/asadha-hari-memutar-roda-dharma/

Hari raya Asadha, diperingati 2  bulan setelah Hari Raya Waisak, guna memperingati 3 peristiwa penting :
1. Buddha membabarkan Dharma pertama kalinya kepada 5 teman seperjuangan pertapa (Panca Vagiya) di Taman Rusa Isipatana, Sarnath dekat Benares pada tahun 588 S.M.
2. Buddha bersama Panca Vagiya membentuk Ariya Sangha untuk pertama kalinya.
3. Melengkapi Tiratana/Triratna dengan terbentuknya Sangha  ( Buddha, Dhamma, dan Sangha).

BAGAIMANA TERJADINYA ASADHA?
Buddha menimbang, manusia sangat senang kenikmatan dan menjauhi kesengsaraan, tentu sulit memahami dharma yang telah diperoleh-Nya. Brahma Sahampati, penguasa dunia muncul sambil merangkap kedua tangannya memohon Buddha agar mengajarkan dharma dan berkata "Ada makhluk-makhluk dengan sedikit debut pada matanya yang akan tertolong dengan mempelajari dharma, menyadarkan mereka yang selama ini menganut ajaran keliru."
Terdorong oleh kasih sayang, Buddha mengamati dunia melihat berbagai tingkatan pembawaan dan kemampuan para makhluk, lalu berkata "Terbukalah pintu menuju kekekalan, hendaknya mereka yang dapat mendengar, menjawabnya dengan keyakinan" (Vin.I, 4-7).

MEMILIH MURID
Bhagawa merencanakan mengajar dan mempertimbangkan prioritas agar orang yang dibimbingNya berhasil mencapai kesempurnaan dalam waktu singkat. Calon yang cocok adalah Alara Kalama dan Uddaka (mantan guru Buddha), namun mereka telah meninggal. Kemudian Bhagawa memilih kelima pertapa teman-Nya dulu di Taman Rusa Isipatana.


PERISTIWA DI TAMAN RUSA ISIPATANA
Kelima teman seperjuangan pertapa pada mulanya tidak percaya kalau Bhagawa telah mencapai penerangan sempurna. Setelah mendengar hal-hal baru yang tidak pernah mereka ketahui sebelumnya, mereka mau menerima petunjuk dari Bhagawa. Khotbah yang pertama inilah dinamakan Pemutaran Roda Dharma (Dhammacakkappavattana-sutta),
Bhagawa memberikan khotbahnya dengan :
1. memberi petunjuk agar menghindari hal yang ekstrem seperti memanjakan diri, mengumbar nafsu dan menyiksa diri.
2. menggunakan jalan tengah (Majjhima-patipada) yakni memperhatikan keseimbangan yang memberi ketenteraman dan menghasilkan pandangan terang.
3. memahami Empat Kebenaran Mulia : memahami duka, asal mula duka, lenyapnya duka dan jalan melenyapkan duka.
4. memahami prinsip jalan tengah yang disebut juga Jalan Mulia Berunsur Delapan.

BAGAIMANA TERBENTUKNYA SANGGHA MONASTIK (Vin. I, 8-14) ?
Kondanna yang pertama kali berhasil menjadi Sotapanna, mendapat julukan Annata-Kondanna, yang artinya telah mengerti dharma, kemudian memohon kepada Bhagawa untuk ditahbiskan menjadi bhikkhu. Berturut-turut, Vappa dan Bhaddiya menyusul Mahanama dan Assaji setelah mempelajari khotbah dharma berikutnya, mereka berhasil mencapai Arahat.
Selanjutnya, bersama dengan Panca Vagiya Bhikkhu tersebut, Buddha membentuk Sanggha Monastik atau Ariya Sangha Bhikkhu (Persaudaraan Para Bhikkhu Suci) yang pertama tahun 588 Sebelum Masehi.

APA MANFAAT ASADHA BAGI KITA?
1. Bagi seorang duta dharma, perlu memiliki semangat misioner sebagaimana Buddha katakan kepada 60 siswa yang berhasil menjadi Arahat untuk membabarkan dharma. "Pergilah mengembara demi kebaikan orang banyak, membawa kebahagiaan bagi orang banyak atas dasar kasih sayang terhadap dunia, untuk kesejahteraan, keselamatan dan kebahagiaan para dewa dan manusia." Selain itu seorang duta dharma dapat membabarkan dharma dan mengajak umat untuk menguji dharma sendiri sejalan dengan tradisi atau latar belakang seseorang terhadap ilmu pengetahuan modern tanpa keinginan mendapat pengikut atau mengubah keyakinan yang sudah dianut seseorang, berbagi pengalaman cara mengatasi penderitaan hidup, meluruskan pandangan yang salah, membersihkan noda pikiran/batin, meninggalkan hal-hal yang buruk atau menyedihkan, berusaha untuk bangkit serta bersemangat hingga mencapai sukses kembali, mencapai pencerahan dan kebahagiaan.
2. Bagi seorang perumah tangga atau awam dapat belajar dharma, mempraktikkan dharma (ehipassiko) dalam setiap aspek di kehidupan sehari-hari agar menjadi umat Buddhis yang cerdas, sejahtera, bijaksana, bahagia dan memberikan manfaat kepada orang lain. Belajar agama Buddha perlu praktik agama melalui: Mengetahui atau mengingat (pariyatti), melaksanakan (paripatti) dan mencapai penembusan (pativedha). Ibarat seorang penderita sakit, yang bersangkutan tidak bisa sembuh apabila hanya mengetahui, mengingat dan mengucapkan resep-resepnya tanpa membeli obat dan meminumnya. Demikian halnya dengan belajar Buddha dharma, kita perlu menguji kebenaran dharma dari Empat Jalan Mulia dan Jalan Tengah Beruas Delapan ke dalam problem kehidupan kita sehari-hari. Proses dan pengalaman mempraktikkan dharma serta memperoleh hasilnya itulah yang nantinya yang akan menguji dan menambah keyakinan kita terhadap Buddha dharma serta memberikan kebijaksanaan kepada kita untuk menjadi orang yang lebih tabah, lebih baik, lebih simpati, lebih welas asih, lebih sadar, lebih cerdas, lebih sejahtera dan lebih berbahagia.

Semoga Anda tercerahkan, sadhu, sadhu, sadhu.
Referensi: ceramah dhamma class VEG oleh Dr Krishnanda W. Mukti, Paritta Suci, internet.







Cerita Inspiratif

"Batu Penghalang di Jalan"

Pada zaman dahulu kala, tersebutlah seorang Raja, yang menempatkan sebuah batu besar di tengah-tengah jalan. Raja tersebut kemudian bersembunyi, untuk melihat apakah ada yang mau menyingkirkan batu besar itu dari jalan.
Beberapa pedagang terkaya yang menjadi rekanan raja tiba di tempat itu, kemudian berjalan melewati batu besar tersebut begitu saja. Banyak juga rekanan raja yang lainnya yang datang, kemudian memaki-maki sang raja, karena tidak membersihkan jalan dari batu besar yang menghalangi jalanan. Banyak juga orang lain yang melewati rintangan tersebut begitu saja tanpa bertindak apa-apa.
Tidak ada satupun orang yang mau melancarkan jalan dengan menyingkirkan batu itu.
Tapi kemudian datanglah seorang petani, yang sedang menggendong banyak sekali sayur mayur. Ketika semakin dekat dengan batu besar di jalan itu, petani ini kemudian meletakkan dahulu bebannya, dan mencoba memindahkan batu besar itu ke pinggir jalan. Setelah berusaha mendorong dan terus mendorong, akhirnya ia berhasil menyingkirkan batu besar itu dan jalanan pun menjadi tak terhalangi lagi.
Ketika si petani ingin mengangkat kembali sayurnya, ternyata di tempat batu tadi ada kantung yang berisi banyak uang emas dan surat Raja. Surat yang mengatakan bahwa emas ini hanya untuk orang yang mau menyingkirkan batu tersebut dari jalan. Petani ini ternyata memperoleh imbalan yang tidak dia sangka-sangka sebagai imbalan dari perbuatannya.
Di sini kita belajar bahwa dalam menghadapi rintangan, ada baiknya kita tidak hanya mengumpat, menyalahkan dan mengejek orang lain akibat adanya rintangan itu di tengah jalan yang kita lewati. Ada baiknya, jadilah seseorang yang bisa menjadi orang yang berinisiatif untuk memindahkan rintangan itu agar jalanan yang ingin kita lewati itu dapat dengan lancar dijalani.

Dipost oleh Dwi Agnes Cecilia di Bodhi Leaf Group
Artikel

MULUTMU ADALAH HARIMAU-MU

Namo Tassa Bhagavato Arahato Sammasambuddhassa

Masalah besar atau kecil banyak kali disebabkan karena MULUT.
1. Makanan (ahara) apapun yang masuk ke dalam mulut kita bisa membuat kita sehat atau sakit. Biasanya makanan yang enak (manis, berlemak atau gurih) banyak kali membawa berbagai macam penyakit. Nikmat membawa sengsara. Karena itu Sang Buddha menasehati kita agar mengendalikan diri atas asupan (input) makanan yang masuk mulut kita. Makanlah secara moderat dan bergizi. Berhentilah makan sebelum kenyang. Pengendalian diri sangatlah penting. Banyak orang sudah tahu punya penyakit darah tinggi namun masih berani makan duren agak banyak. Nggak cukup hanya mencicipi saja. Kesehatan fisik amat penting guna kita bisa menjalankan Dhamma, berbuat kebajikan untuk meraih kebahagiaan. Badan hanyalah ALAT, sarana saja untuk melanjutkan kehidupan.
2. Masalah yang paling banyak kita hadapi dalam kehidupan sosial adalah Apa yang keluar dari mulut kita yang berupa ucapan (Vaca). Kesalahan ucap kita dapat masuk penjara bertahun-tahun. Salah makan paling-paling masuk rumah sakit. Baik-buruknya ucapan menandakan harkat dan derajat kita sebagai manusia. Hal ini sering dilupakan orang. Kesehatan Sosial dalam arti sehat tidaknya kita berinteraksi dengan orang lain dalam suatu komunitas. Karena itu Sang Buddha menekankan pentingnya kita mengetahui dan menyadari dampak Ucapan Benar (Samma Vaca) dari Jalan Utama Berunsur Delapan.

UCAPAN SALAH MEMBAWA PETAKA
Tiap puja bakti kita menjalankan ritual mengucapkan Pancasila sebagai janji melatih diri menghindari perbuatan buruk, yang antara lain Musavada (berbohong atau cerita yang tidak benar). Apakah manifestasi lain dari berbohong bisa diartikan boleh dilakukan? Apakah manifestasi lain dari Ucapan Salah yang merugikan orang lain dan diri sendiri itu?
1. Pisunavaca, fitnah, umpat, ucapan dengki yang bertujuan memperburuk orang lain atau memecah belah persahabatan. Pengendalian diri sangatlah penting. Kalau tidak maka kita bisa dikenakan pasal penyebar berita palsu, penodaan nama baik atau fitnah. Dampak dari pelanggaran sila ini adalah (1) berpisah persahabatan dengan teman dekat, (2) terbunuh di tangan sahabat, (3) memiliki sedikit teman atau pengikut, (4) tidak menikmati persahabatan yang panjang, (5) dibenci orang lain tanpa sebab, (6) memiliki mental yang lemah.
2. Pharusavaca, omong kasar. Menggunakan kata-kata kasar yang menyakitkan hati atau merendahkan, menghina orang lain. Hal ini sering terjadi pada diri kita bila kita merasa sebagai "Boss" atau Boss pemilik perusahaan yang memiliki koleksi binatang di mulutnya. Kata-kata kasar ini sering muncul dari perasaan tidak senang, marah atau dendam yang tersimpan. Perasaan lebih tinggi. Pengendalian diri sangatlah penting. Bila tidak maka kita bisa kena tindak pidana penghinaan ataupun mencemarkan nama baik. Dampak dari pelanggaran sila ini adalah bisa lahir di alam neraka Apaya yang lama sekali, atau bila lahir sebagai manusia maka akan (1) dibenci banyak orang, (2) mendengar suara-suara tidak menyenangkan, (3) memiliki suara sember, (4) menjadi tuna rungu, (5) hidup dalam derita.
3. Samphappalapavaca, menyombongkan diri dan membual atas fakta yang tidak benar dan orang percaya omongannya. Hal ini sering dilakukan dengan maksud mengangkat dirinya lebih tinggi untuk dikagumi orang lain. Kebenaran disembunyikannya. Sebaik-baiknya kita membungkus hal yang busuk, hanya waktu saja yang akan membuktikannya. Sekali lancung ke ujian orang tidak akan percaya. Pengendalian diri sangatlah penting. Kalau tidak maka kita bisa dikenakan pasal menyebarkan berita bohong dan palsu. Dampak dari pelanggaran sila ini adalah bisa lahir di alam neraka atau bila lahir lagi sebagai manusia maka (1) ia tidak bisa dipercaya, (2) dibenci, (3) tidak dihargai, (4) tidak tahu cara berbicara guna meyakinkan orang, (5) tidak memiliki keberuntungan, (6) tidak memiliki pengaruh / kekuasaan (7) menjadi bodoh.

Keempat sila dari ucapan tersebut bersama dengan Panatipata, Adinnadana serta Kamesu micchacara disebut sebagai Ajivatthamaka Sila, atau di Indonesia dikenal sebagai Pandita Sila, yang harus ditaati oleh semua Upasaka / Upasika Pandita guna meraih kebahagiaan sekarang ataupun nanti.
Jikalau kita gegabah menggunakan mulut kita maka ia akan menjadi harimau yang siap menerkam orang lain, namun sekaligus akan menerkam diri sendiri.

Oleh: Bhikkhu Jayamedho (19 Juni 2011)
www.dhammacakka.org


Rasa Takut dan Rasa Sakit

TAKUT BERBICARA DI DEPAN UMUM


AJAHN BRAHM
 
 


Saya diberi tahu bahwa salah satu rasa takut paling besar yang dirasakan orang adalah berbicara di depan umum. Saya harus sering berbicara di depan umum, di vihara-vihara, di konferensi, di upacara pernikahan dan pemakaman, di radio, dan bahkan di siaran langsung televisi. Semua itu adalah bagian dari pekerjaan saya.
Saya ingat pada suatu peristiwa, lima menit menjelang saya memberikan ceramah, ketika rasa takut membanjiri saya. Saya belum mempersiapkan apa pun untuk ceramah itu. Saya tak punya ide apa yang akan saya katakan. Sekitar tiga ratus orang sudah duduk di aula, berharap untuk dapat ilham. Mereka telah merelakan waktu malamnya untuk mendengarkan saya bicara. Saya mulai berpikir, "Bagaimana kalau saya tidak punya apa-apa untuk diomongkan? Bagaimana kalau saya salah omong? Bagaimana kalau saya tampak bego?"
Seluruh rasa takut dimulai dengan pikiran "bagaimana kalau" dan berlanjut dengan sesuatu yang membawa bencana. Saya telah menduga-duga apa yang akan terjadi, dan dengan cara yang negatif. Saya telah berlaku bodoh. Saya tahu saya telah berlaku bodoh; saya tahu semua teori, tetapi itu tidak jalan. Rasa takut terus bergulir. Saya berada dalam masalah.
Pada saat itulah saya mengerahkan sebuah trik, yang dalam istilah para bhikkhu disebut "cara-cara lihai", yang dapat mengatasi rasa takut saya, dan terbukti ampuh sampai sekarang. Saya memutuskan masa bodoh pendengar saya menikmati ceramah saya atau tidak, asalkan saya sendiri menikmatinya. Saya memutuskan untuk bersenang-senang saja.
Sekarang, kapan saja saya memberikan ceramah, saya bersenang-senang saja. Saya bergembira ria. Saya membawakan cerita-cerita lucu, sering saya sendiri jadi korban, dan tertawa bersama hadirin. Pada suatu siaran langsung radio di Singapura, saya bercerita tentang ramalan Ajahn Chah mengenai mata uang masa depan (warga Singapura tertarik dengan hal-hal yang berbau ekonomi).
Ajahn Chah meramalkan kelak ketika dunia kehabisan kertas dan logam untuk membuat uang, orang-orang harus mencari sesuatu yang lain untuk transaksi sehari-hari. la meramalkan bahwa mereka akan memakai butiran-butiran yang terbuat dari tahi ayam. Orang akan bepergian ke mana-mana dengan kantong penuh tahi ayam. Bank-bank akan penuh dengan benda itu dan para perampok akan mencoba mencurinya. Orang-orang kaya akan merasa begitu bangga dengan banyaknya tahi ayam yang mereka miliki dan orang-orang miskin akan bermimpi memenangkan lotere berhadiah segunduk tahi ayam. Ketika jumlah tahi ayam yang beredar cukup besar, pemerintah akan mencermati betul-betul situasi tahi ayam di negaranya, isu-isu lingkungan dan sosial akan dikesampingkan dahulu.
Apakah perbedaan hakiki antara kertas, logam, dan tahi ayam? Tidak ada!
Saya menikmati menuturkan cerita itu. Cerita itu mengandung pernyataan memprihatinkan mengenai budaya kita saat ini. Dan itu menggelikan. Warga Singapura senang mendengarkannya.
Saya jadi mengerti bahwa jika Anda memutuskan untuk bersenang-senang ketika harus berbicara di depan umum, Anda akan merasa santai. Secara psikologis, mustahil ada rasa takut dan kegembiraan pada saat yang sama. Saat saya santai, gagasan-gagasan mengalir dengan bebas dalam benak saya selama berceramah, lalu dengan fasihnya meluncur melalui mulut saya. Lagi pula, hadirin jadi tidak bosan kalau ceramahnya lucu.
Seorang bhikshu Tibet suatu ketika menjelaskan pentingnya membuat hadirin tertawa pada saat ceramah.
"Begitu mereka membuka mulut," katanya, "Anda dapat melemparkan pil kebijaksanaan ke dalamnya."
Saya tak pernah mempersiapkan ceramah saya. Alih-alih, saya mempersiapkan hati dan pikiran saya. Para bhikkhu di Thailand terlatih untuk tidak mempersiapkan ceramahnya, tetapi untuk selalu siap berceramah kapan saja, tanpa pemberitahuan terlebih dahulu.
Saat itu adalah Magha Puja, hari raya Buddhis terpenting kedua di Thailand timur laut. Saya sedang berada di vihara Ajahn Chah, Wat Nong Pah Pong, dengan sekitar dua ratus bhikkhu dan ribuan umat awam. Ajan Chah memang sangat terkenal; saat itu adalah tahun kelima saya sebagai bhikkhu.
Setelah kebaktian malam, tiba saatnya untuk ceramah utama. Dalam acara-acara besar, biasanya Ajahn Chah yang berceramah, tetapi tidak selalu. Terkadang ia akan menoleh ke barisan para bhikkhu dan, jika matanya berhenti pada Anda, berarti Anda dalam masalah. la akan meminta Anda memberikan ceramah. Sekalipun saya termasuk yang termuda di antara para bhikkhu, itu bukan jaminan bahwa saya tak akan dipilihnya, tak ada yang bisa menebak Ajahn Chah.
Ajahn Chah memandangi barisan para bhikkhu. Matanya tiba pada saya, tetapi lewat lagi. Diam-diam saya menghembuskan napas lega. Lalu sapuan matanya menelusur balik barisan para bhikkhu. Tebak, di mana ia berhenti?
"Brahm," Ajahn Chah memerintahkan, "ayo berikan ceramah utama."
Tak ada jalan keluar. Saya harus memberikan ceramah dadakan dalam bahasa Thai selama satu jam, di depan guru saya, rekan-rekan bhikkhu, dan ribuan umat awam. Tidak masalah apakah itu akan menjadi ceramah yang bagus atau tidak. Masalahnya, sayalah yang harus melakukannya.
Ajahn Chah tak pernah mengatakan apakah ceramah Anda bagus atau tidak. Bukan itu intinya. Suatu ketika ia meminta seorang bhikkhu Barat yang sangat mahir untuk memberikan ceramah kepada umat awam yang berkumpul di viharanya untuk kebaktian mingguan. Setelah satu jam, sang bhikkhu bermaksud untuk mengakhiri ceramahnya, tetapi Ajahn Chah mencegahnya dan menyuruh dia melanjutkan selama satu jam lagi. Itu berat. Sang bhikkhu masih mampu berceramah, dan setelah berjuang untuk jam keduanya dalam bahasa Thai, sang bhikkhu bermaksud menutup ceramahnya, tetapi seketika itu pula Ajahn Chah menyuruh dia untuk terus berceramah. Itu hal yang mustahil. Bhikkhu Barat biasanya tidak banyak tahu bahasa Thai. Anda hanya bisa mengulang-ulang. Para pendengar akan bosan. Tetapi tak ada pilihan lain. Pada akhir jam ketiga, sebagian besar hadirin sudah beranjak pergi, dan yang masih bertahan pun sibuk mengobrol dengan sesamanya. Bahkan para nyamuk dan cicak pun sudah pergi tidur. Pada akhir jam ketiga, Ajahn Chah menyuruhnya untuk berceramah sejam lagi! Sang bhikkhu Barat tetap patuh. Dia bercerita setelah pengalaman itu (ceramah itu berakhir juga setelah jam keempat), ketika Anda telah menyelami dalam-dalam respon hadirin, Anda tidak akan takut lagi berbicara di depan umum.
Begitulah kami dilatih oleh Ajahn Chah yang agung.

--- oOo ---
SEGENGGAM DAUN BODHI
KUMPULAN TULISAN
BHIKKHU DHAMMAVUDDHO MAHA THERA

Message of The Buddha

Namo Tassa Bhagavato Arahato Samma Sambuddhassa

8.  KEBENARAN MULIA YANG KETIGA : PENGHENTIAN

"Ada sebuah kondisi dari berakhirnya dukkha yang disebut nibbana." Ini adalah Kebenaran Mulia ketiga yang dinyatakan oleh Buddha.
Nibbana secara harfiah diartikan pemadaman, dan hanya satu-satunya kondisi bebas dari dukkha. Nibbana dapat dialami dalam kehidupan sekarang, atau setelah meninggal yang sering disebut parinibbana. Sementara keberadaan, yang terkondisi karena sebab-sebab, adalah tidak kekal dan dukkha, nibbana adalah tidak terkondisi, abadi dan sukha. Segala sesuatu yang berkondisi mempunyai karakteristik untuk muncul, berubah, dan berakhir, tetapi Nibbana adalah tanpa dilahirkan, tanpa berubah dan tanpa kematian. Ini adalah keadaan yang unik.
Buddha menyatakan "Nibbana adalah kebahagiaan yang tertinggi" bahkan walaupun adanya penghentian segala persepsi dan perasaan ketika seseorang mengalami pencapaian nibbana. Buddha menjelaskan: "Wahai para, bhikkhu, Tathagata tidak mengenali kebahagiaan karena sensasi yang menyenangkan sahaja, tetapi para bhikkhu, kemanapun kebahagiaan dicapai, di sana dan hanya di sana saja Tathagata mengenali kebahagiaan."
[Tidak seperti orang biasa yang bergantungan pada hal-hal yang bersifat duniawi untuk merasakan kebahagiaan, Tathagata mengenali Nibbana sebagai kebahagiaan tertinggi]
Parinibbana. Ketika mencapai parinibbana, tidak ada sesuatu yang diabadikan maupun dibinasakan karena bahkan di sini dan sekarang dalam kehidupan ini juga tidak ada inti dari sesuatu pribadi yang kekal.
Tubuh jasmani dan batin adalah keadaan yang terus berubah. Buddha menyamakan pencapaian parinibbana dengan api yang menyala yang tergantung pada rumput dan ranting, yang dipadamkan ketika mereka tidak ada. Untuk bertanya apakah api tersebut telah pergi ke utara, selatan, timur atau barat, tidak cocok dengan kasus ini. Sama halnya ketika bertanya apakah dalam pencapaian parinibbana, sesuatu makhluk dilahirkan kembali, tidak dilahirkan kembali, dilahirkan kembali dan tidak dilahirkan kembali, bukan dilahirkan kembali maupun tidak dilahirkan kembali juga tidak cocok dengan kasus ini. Hanya seperti api yang terus berlanjut membakar karena rumput dan ranting-ranting, begitu juga makhluk hidup berlanjut berputar di dalam lingkaran eksistensi karena ketamakan, kebencian dan kebodohan. Nibbana dicapai dengan lenyapnya noda-noda (Mesa) secara keseluruhan, pelenyapan pribadi yang kekal, yang bersifat khayalan, dan pemusnahan ketamakan, kebencian dan kebodohan. Ini adalah pembebasan yang sempurna dari dukkha
--- oOo ---
SEGENGGAM DAUN BODHI
Penerjemah :
Rety Chang Ekavatti, S. Kom, BBA
Yuliana Lie Pannasiri, MBA
Penyunting :
Nana Suriya Johnny, SE
Andromeda Nauli, Ph.D







Kitab Suci Agama Buddha bagian dari
Khuddaka Nikaya, Sutta Pitaka

Judul asli : The Sutta-Nipata
Translated from The Pali by H. Saddatissa

8. HEMAVATA SUTTA

Satagira dan Hemavata

Percakapan antara dua makhluk raksasa mengenai sifat-sifat Sang Buddha -- dan setelah pertanyaan mereka terjawab, mereka menjadi pengikut Sang Buddha.

1 Yakkha Satagira berkata: Hari ini adalah bulan purnama menurut kalender bulan. Malam yang agung telah mendekat. Marilah kita menghadap YM Gotama, guru yang sempurna namanya.              (153)
2 Yakkha Hemavata berkata: Apakah pikiran Yang Teguh Hati ini benar-benar terarah baik kepada semua makhluk?
Apakah Beliau dapat mengendalikan pikirannya terhadap hal-hal yang menyenangkan dan tidak menyenangkan?                                                                                                                        (154)
3 Satagira: Pikiran Sang Buddha terarah dengan baik pada semua makhluk. Lagi pula, Beliau telah mengendalikan pikirannya terhadap hal-hal yang menyenangkan dan tidak menyenangkan.    (155)
4 Hemavata: Apakah dia tidak mencuri? Apakah dia dapat mengendalikan dirinya sendiri terhadap semua makhluk? Apakah dia jauh dari kemalasan? Apakah dia tidak berhenti bermeditasi?         (156)
5 Satagira: Beliau tidak mencuri. Sikapnya pada semua makhluk amatlah terkendali. Beliau jauh dari kemalasan. Yang Tercerahkan tidak mengabaikan meditasi.                                                        (157)
6 Hemavata: Apakah dia tidak berbicara bohong? Apakah dia tidak menggunakan kata-kata kasar? Apakah dia tidak mengatakan hal-hal yang menyebabkan kesedihan? Apakah dia tidak memanjakan diri di dalam percakapan tak keruan?
                                                                                                                       (158)
7 Satagira: Beliau tidak berbicara bohong. Tidak juga Beliau menggunakan kata-kata kasar maupun kata-kata yang menyebabkan kesedihan. Yang Beliau bicarakan hanyalah hal-hal yang bijaksana dan berguna.            (159)
8 Hemavata: Apakah dia tidak melekat pada kesenangan-kesenangan duniawi? Apakah pikirannya tidak terganggu? Apakah dia telah mengatasi kegelapan batin? Apakah dia telah mencapai kebijaksanaan mengenai segala hal?                                                                                                                        (160)
9 Satagira: Beliau tidak melekat pada kesenangan-kesenangan duniawi. Pikirannya tidak terganggu. Semua kegelapan batinnya telah lenyap. Yang Tercerahkan memiliki kebijaksanaan mengenai segala hal.             (161)
10 Hemavata: Apakah dia memiliki pengetahuan? Apakah tindak-tanduknya murni? Apakah dia sudah menghancurkan segala nafsu? Apakah dia telah mengakhiri [siklus] tumimbal lahir?                  (162)
11 Satagira: Beliau memiliki pengetahuan. Tindak-tanduk­nya murni. Beliau telah menghancurkan segala nafsu. Beliau tidak akan terkena tumimbal lahir (lebih jauh lagi).                                          (163)
12 Hemavata: Pikiran Sang Pertapa dipenuhi dengan ucapan dan tindakan yang baik. Beliau memiliki pengetahuan benar dan tindak-tanduk benar. Marilah kita pergi menjumpai Gotama!                    (164)
13 Guru Gotama, yang berkaki bagaikan kijang, ramping, kokoh, yang hanya makan sedikit, tidak tamak, dan bermeditasi di hutan. Marilah kita pergi menghadap Beliau!                                                (165)
14 Setelah mendekati Beliau, yang bagaikan singa hidup sendiri, yang tidak terpengaruh oleh kesenangan duniawi, .marilah kita memohon jalan keluar dari cengkeraman kematian.                     (166)
15 [Keduanya berbicara] Kami bertanya kepada Gotama, Yang Tercerahkan, yang membabarkan Dhamma, yang menguraikan Dhamma secara rinci, yang telah mewujudkan segenap kebenaran, yang telah mengatasi kebencian dan rasa takut.
                                                                                                                       (167)
16 Hemavata: Di atas apakah dunia dihasilkan? Dengan apakah dunia dikenal baik; sesudah melekat terhadap apa, oleh apa dunia menjadi kacau?                                                                               (168)
17 Sang Buddha: O Hemavata, di dalam enam hal dunia dihasilkan, dengan enam hal dunia dikenal baik, setelah melekat pada enam hal, oleh enam hal dunia menjadi kacau.                                        (169)
18 Hemavata: Kemelekatan apakah yang menyebabkan dunia ini kacau? Kami mohon penjelasan tentang [sarana] pembebasan; bagaimana dunia lepas dari penderitaan?                                   (170)
19 Sang Buddha: Setelah menghancurkan nafsu dari lima kenikmatan indera di dunia ini, serta nafsu yang berhubungan dengan pikiran yaitu indera keenam orang lepas dari penderitaan.                   (171)

20 Begitulah keselamatan dunia telah kujelaskan sebagaimana adanya. Hanya ini yang kuberitahukan: demikianlah dunia lepas dari penderitaan.                                                                                    (172)
21 Hemavata: Siapakah yang menyeberangi banjir? Siapakah yang menyeberangi lautan? Tanpa landasan, dan bila tidak ditopang, siapakah yang tidak tenggelam di dalam samudera dan lautan yang dalam?             (173)
22 Sang Buddha: Orang yang selalu luhur, bijaksana, terkonsentrasi dengan baik, merenung ke dalam diri, dan penuh perhatian kewaspadaan, dia menyeberangi banjir yang sulit diseberangi.         (174)
23 Tidak memiliki pikiran yang penuh nafsu dan, setelah mematahkan segala belenggu, menjadi orang yang nafsu dumadinya sudah punah, dia tidak akan tenggelam masuk ke dalam.              (175)
24 Hemavata: Pandanglah pertapa agung yang memiliki kebijaksanaan mendalam ini, yang lembut dalam mewujudkan kebenaran, tanpa nafsu, tidak melekat pada kesenangan duniawi, yang bebas dari segala belenggu dan berjalan pada Sang Jalan yang agung!                                                                                  (176)
25 Pandanglah pertapa agung yang sempurna namanya, yang lembut dalam mewujudkan kebenaran, yang menyampaikan kebijaksanaan, yang tidak melekat pada kesenangan duniawi, yang mengetahui segalanya, yang sempurna kebijaksanaannya, yang berjalan pada Jalan Mulia!                          (177)
26 Suatu pemandangan yang elok benar-benar telah muncul hari ini, fajar yang indah, kemunculan yang luar biasa, karena kita telah melihat Yang Tercerahkan Sempurna, yang telah menyeberangi banjir, yang telah bebas dari nafsu.                                                                                                                        (178)
27 Ribuan makhluk halus yang ada di sini, yang memiliki kekuatan supranormal dan kemasyhuran, semuanya berlindung pada Yang Mulia. Yang Mulia adalah Guru Agung kami.                                   (179)
28 Maka kami pun akan berkelana dari desa ke desa dan dari gunung ke gunung seraya menyampaikan. rasa hormat kami kepada Yang Tercerahkan, serta kepada ajaran-Nya yang dibabarkan dengan baik.          (180)

  Sumber   :   Kitab Suci Agama Buddha
                     Sutta – Nipata
                     Diterbitkan oleh :
                     Vihara Bodhivamsa - Klaten





100  TANYA JAWAB DENGAN BHIKKHU UTTAMO

Dari : Juni, Jakarta
Saya mau tanya nih. Kalau kita sedang ada kesulitan atau ada masalah bisakah terselesaikan atau dapat membantu dengan cara berdana? Kalau tempat sembahyang yang di klenteng2 itu agama Buddha atau Kong Hu Cu ya?
Saya kadang kebaktian di Vihara tapi kadang ke Klenteng. Kadang saya merasa ada muzizat yang saya peroleh apabila sembahyang di Klenteng.
Dan bagaimana dengan ciamsi di Klenteng? Bisa dipercaya nggak? (ciamsi adalah : batang-batang bambu yang ada nomor dan dikocok2 waktu sembahyang sampai keluar nomor tersebut dan dari nomor itu kita bisa ambil arti dari kertas itu di Vihara tersebut).
Jadi bagaimana menurut Bhante? Terima kasih atas jawabannya.

Jawaban:
Kesulitan dalam kehidupan ini timbul karena matangnya buah karma buruk yang dimiliki oleh seseorang pada satu waktu tertentu. Oleh karena itu, di saat seseorang sedang menghadapi kesulitan, memang sesuai kalau ia disarankan untuk banyak melakukan kebajikan. Kebajikan dapat dilakukan dengan berdana, melatih kemoralan, dan meditasi. Jadi, memang berdana adalah salah satu cara menambah kebajikan untuk mengurangi kesulitan yang sedang dihadapi seseorang. Namun, berdana itu bukanlah satu-satunya cara untuk mengatasi kesulitan. Orang yang sedang dalam kesulitan, hendaknya juga melakukan kemoralan yaitu dengan melaksanakan Pancasila Buddhis. Pancasila Buddhis adalah lima latihan untuk tidak membunuh, tidak mencuri, tidak berjinah, tidak berbohong dan tidak mabuk-mabukan. Lebih dari itu, ia hendaknya juga melakukan latihan meditasi. Meditasi pada prinsipnya adalah latihan untuk selalu menyadari bahwa hidup adalah saat ini. Masa lalu, seseorang memang pernah hidup, namun ia sudah tidak hidup lagi di waktu itu. Waktu yang lalu adalah tinggal kenangan. Masa yang akan datang adalah merupakan harapan yang belum tentu dijalani karena belum tentu seseorang akan hidup di masa datang itu. Hidup adalah masa kini. Saat ini. Dengan memiliki kesadaran ini, maka orang akan terbebas dari kesulitan.
Kesulitan dapat muncul karena adanya perbandingan antara rencana atau angan-angan dengan kenyataan yang ada. Semakin jauh jarak angan-angan dengan kenyataan, maka orang menganggap hal itu sebagai kesulitan yang semakin besar.
Selain mengembangkan ketiga kebajikan yaitu dana, kemoralan dan meditasi, dalam menghadapi kesulitan, seseorang hendaknya juga mencari penyebab kesulitan itu bisa timbul. Mungkin, kesulitan timbul karena menejemen hidup yang kurang tepat, kalau demikian, hal itu hendaknya segera diperbaiki. Bisa juga, kesulitan timbul karena lingkungan pergaulan yang keliru, kalau demikian, hal itu harus segera diatasi. Jadi, pada intinya, carilah penyebab kesulitan itu, dan kemudian perbaiki serta hindari hal itu agar di masa depan tidak ada kesulitan sejenis yang muncul kembali.
Kelenteng adalah merupakan tempat ibadah menurut tradisi Tiongkok, Kelenteng yang di dalamnya terdapat area Buddha atau para bodhisattva Buddhis lainnya dapat disebut sebagai vihara. Sedangkan kelenteng yang tidak terdapat area Buddha maupun bodhisattva, mungkin kelenteng itu adalah merupakan tempat untuk kegiatan ritual menurut tradisi Tlongkok. Seorang umat Buddha bisa saja pergi ke kelenteng dan berdoa di sana. Tidak masalah, apalagi kalau memang dapat memperoleh manfaatnya.
Penggunaan dan manfaat ciamsi sebenarnya tergantung pada karma masing-masing individu yang melakukannya. Kalau memang karma baiknya mendukung, maka ciami yang diperolehnya cenderung ke arah yang baik. Sebaiknya, kalau memang karma buruknya yang lebih unggul, maka ciamsi yang diperolehnya juga cenderung memiliki arti buruk. Jadi, ketepatan ciamsi tergantung pada karma orang yang menggunakannya
Semoga jawaban ini dapat memberikan manfaat.

--- oOo ---





Setitik Cahaya di Balik Kabut 2
4 Keberuntungan sebagai seorang Buddhis

Pandita Dr. R. Surya Widya, Sp.Kj
Saturday, September 26, 2009 at 10:56pm

Keberuntungan yang pertama adalah karena dilahirkan sebagai manusia. Kemungkinan untuk terlahir sebagai makhluk manusia adalah sangat kecil sekali, terutama untuk mereka yang banyak berbuat jahat dan sedikit berbuat baik. Untuk mereka yang rajin berbuat baik, sedikit berbuat jahat dan selalu menjaga agar pikirannya selalu bersih, kemungkinannya akan jauh lebih besar. Hanya di alam manusia muncul para Buddha, tidak di alam yang lain (alam neraka, alam binatang, alam setan, alam asura, alam dewa dan alam brahma).
Keberuntungan yang kedua adalah karena masih hidup. Orang mati tidak berbuat apa-apa. Orang yang masih hidup masih memiliki banyak kesempatan untuk melakukan banyak hal untuk dirinya sendiri maupun untuk orang lain. Beruntunglah karena masih hidup.
Keberuntungan yang ketiga adalah karena terlahir dalam masa pencerahan Buddha Gotama. Masa pencerahan Buddha Gotama ini hanya akan bertahan 5000 tahun, dan karena sudah berlalu-2600 tahun, maka masih tersisa 2400 tahun lagi. Setelah itu muncullah masa kegelapan yang sangat-sangat lamaaaa sekali, sampai munculnya Buddha yang akan datang. Tahun 2009 ini termasuk seribu tahun yang ketiga, dimana Buddha Dhamma diperjual-belikan, kemerosotan yang dahsyat sudah dimulai, terus merosot sehingga akhirnya Buddha Dhamma kelak hanya tinggal nama saja. Dengan berbagai alasan terjadilah pelanggaran, mulai dari pelanggaran ringan sampai pelanggaran berat, sungguh menyedihkan sekali.
Keberuntungan yang keempat adalah karena berada di dalam lingkungan Buddha Dhamma, itu artinya mudah mencari informasi mengenai Ajaran Buddha. Boleh pilih menjadi bhikkhu, samanera, anagarika, anagarini, upasaka atau upasika. Dengan petunjuk yang benar untuk praktek Dhamma, maka terbukalah kesempatan untuk maju, meningkatkan kualitas hidup masing-masing, dengan meluruskan pandangan yang keliru, membersihkan pikiran yang kotor, hanya melakukan perbuatan yang baik dan tidak melakukan perbuatan jahat.
Keberuntungan ini akan menjadi nihil tak berarti, kalau disia-siakan. Hasil yang akan dicapai tergantung dari usaha yang diperjuangkan dengan sungguh-sungguh.
--- oOo ---

Tidak ada komentar:

Posting Komentar