Sabtu, 14 Desember 2013

BRIVI NOVEMBER 2013

Edisi KATHINA
Tegal, 24 November 2013                                                                                      
No : 75, Tahun Ketujuh

Penasehat                 : Ketua Yayasan Metta Jaya                          ( Loe Lian Phang )
Penanggung Jawab : Ketua Dayakasabha Metta Vihara Tegal   ( Lie Ing Beng )
Pimpinan Redaksi     : Ibu Tjutisari
Redaksi Pelaksana   : 1.   Ibu Pranoto               4.   Liliyani                                                              
                                      2.   Suriya Dhammo        5.   Sumedha Amaravathi
                                      3.   Ade Kristanto           6.   Lie Thiam Lan
Alamat Redaksi        : Metta Vihara
                                      Jl. Udang No. 8 Tegal Telp. (0283) 323570
BCA No Rek : 0479073688  an. YUNINGSIH ASTUTI - TUSITA WIJAYA


DHAMMAPADA ATTHAKHATA
Bab II - Syair 32
Seorang bhikkhu yang bergembira dalam kewaspadaan dan melihat bahaya dalam kelengahan tak akan terperosok lagi, ia sudah berada di ambang pintu nibbana.

BAB II – Syair 32
Kisah Nigamavasitissa

Nigamavasitissa lahir dan dibesarkan di suatu kota dagang kecil dekat Savatthi. Setelah menjadi seorang bhikkhu dia hidup dengan sederhana, dengan mempunyai hanya sedikit keinginan.
Untuk berpindapatta, beliau biasanya pergi ke desa termpat saudaranya tinggal dan mengambil apa yang disediakan untuknya. Nigamavasitissa selalu melewatkan kesempatan menerima banyak dana makanan lainnya. Meski ketika Anathapindika dan Raja Pasenadi dari Kosala memberikan dana makanan dalam jumlah besar kepada para bhikkhu, Nigamavasitissa tidak mau pergi ke sana.
Beberapa orang bhikkhu kemudian membicarakan hal tersebut. Bahwa beliau lebih dekat dengan saudara-saudaranya dan tidak memperdulikan orang lain seperti Anathapindika dan Raja Pasenadi, yang ingin berbuat jasa dengan memberikan dana makanan.
Ketika Sang Buddha menerima laporan ini, Beliau mengundang Nigamavasitissa dan menanyakan hal itu.
Bhikkhu Nigamavasitissa dengan penuh hormat menjelaskan kepada Sang Buddha bahwa memang benar ia sering mengunjungi desanya, tetapi hanya pada saat ber­pindapatta. Ketika dia telah mendapatkan makanan yang cukup, dia tidak akan berjalan lebih jauh lagi, dan dia tidak pernah mempersoalkan apakah makanan itu enak atau tidak.
Sang Buddha tidak menegur setelah mendengar penjelasan bhikkhu Nigamavatissa bahkan Beliau menghargai tindakannya dan menceritakannya kepada bhikkhu yang lain.
Beliau bahkan menganjurkan kepada murid-muridnya, untuk hidup puas dengan sedikit keinginan, sesuai dengan ajaran Buddha dan para Ariya, dan begitulah semua bhikkhu seharusnya, mencontoh tindakan bhikkhu Tissa dari kota dagang kecil.


Berkenaan dengan ini, Beliau menceritakan kisah Raja dari burung nuri.
Pada masa dahulu kala, tinggallah raja burung nuri di lobang sebuah pohon besar yang tumbuh di muara sungai Gangga, dengan sejumlah besar pengikutnya. Ketika buah-buahan telah habis dimakan, semua burung nuri pergi meninggalkan lobang tersebut, kecuali sang raja, yang puas pada apa yang masih tersisa di pohon tersebut.
Sakka, mengetahui hal ini dan ingin menguji ketulusan hati raja nuri tersebut. Sakka pergi ke pohon tersebut de­ngan kekuatan supranaturalnya. Kemudian, dengan menyamar sebagai angsa, Sakka dan permaisurinya, Sujata, mengunjungi tempat dimana raja nuri tersebut tinggal dan menanyakan kenapa dia tidak meninggalkan pohon tua tersebut seperti yang telah dilakukan nuri lain; mencari po­hon lain yang berbuah lebat.
Raja nuri menjawab, "Karena perasaan terima kasih kepada pohon ini, aku tidak akan meninggalkannya dan selama aku masih dapat makanan yang cukup, aku tidak akan meninggalkannya. Akan tidak berterima kasih sekali jika aku meninggalkan pohon ini, meskipun pohon ini akan mati."
Sakka sangat terkesan dengan jawaban tersebut, dia menunjukkan dirinya yang sebenarnya. Dia mengambil air dari Sungai Gangga dan menyiramkannya di sekitar po­hon tersebut. Segera pohon itu menjadi segar kembali; tumbuh kembali dengan cabang-cabang yang rimbun dan hijau, penuh dengan buah.
Sangat bijaksana meskipun seekor binatang tidak rakus, mereka puas dengan apa yang tersedia. Raja nuri yang ada dalam kisah itu adalah Sang Buddha sendiri; Sakka adalah Anuruddha.
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 32 berikut:
Seorang bhikkhu yang bergembira dalam kewaspadaan dan melihat bahaya dalam kelengahan tak akan terperosok lagi, ia sudah berada di ambang pintu nibbana.
Tissa Thera mencapai tingkat kesucian arahat setelah khotbah Dhamma itu berakhir.

--- oOo ---


SEKAPUR SIRIH

Kaisar Nigamavasitissa Bhikkhu yang hidup dengan sederhana, sedikit keinginan, selalu waspada dan melihat akan bahaya kelengahan maka beliau akan mencapai kesucian. Siapapun yang dapat menjalani kehidupan dengan sedikit keinginan maka akan hidup bahagia.
Redaksi mengucapkan selamat berdana di Bulan Kathina 2557 / 2013. Makna Kathina diuraikan oleh YM. Bhikkhu Uttamo Mahathera. Artikel hubungan antara Bhikkhu dan umat dengan nara sumber Bhikkhu Subhalaratano Mahathera dan Pandita Dharma K. Widya.
Berdana dengan pengertian benar tulisan YM. Bhikkhu Sri Pannyavaro Mahathera menarik untuk disimak.
Ajahn Brahm, dalam buku “ Membuka Pintu Hati dengan judul Cabut Gigi Sendiri,” sebuah konsep untuk menghilangkan rasa sakit. Segenggam Daun Bodhi memasuki ulasan tentang Sutta Vinaya. Kitab suci agama Buddha Khuddaka Nikaya, Sutta Pitaka “Sang Pertapa” merupakan pujian-pujian terhadap kehidupan menyendiri dengan penuh pengendalian.
100 Tanya Jawab Dengan Bhikkhu Uttamo menarik untuk disimak dan di halaman terakhir Setitik Cahaya di Balik Kabut dengan tema “Memupus Kebencian Mengembangkan Kasih”. Sebuah kisah yang menarik untuk diterapkan dalam diri kita yang kerap kali dibuai oleh kebencian yang berakibat sangat merugikan diri sendiri dan orang lain.
Partisipasi anda sangat berarti bagi redaksi untuk terus berbuat agar Dhamma dapat menerangi batin kita.
Semoga semua makhluk hidup berbahagia.
Sadhu , Sadhu , Sadhu .

Metta Cittena,
Redaksi

--- oOo ---









SELAMAT HARI RAYA
KATHINA
2557 TB / 2013
 








KELUARGA BESAR METTA VIHARA
Jl. Udang No. 8 Tegal ( (0283) 323570
 




MAJELIS AGAMA BUDDHA THERAVADA INDONESIA
( MAGABUDHI )
Pengurus Cabang Kota Tegal
Sekretariat : Metta Vihara, Jl. Udang 8 Tegal
 





WANITA THERAVADA INDONESIA ( WANDANI )
Pengurus Cabang Kota Tegal
Sekretariat : Metta Vihara, Jl. Udang 8 Tegal


Telah kami terima dana dari :
1.    Romo Rikwan Mettacaro                                      Rp       500.000,-
2.    Bpk/Ibu Lie Ing Beng                                           Dana konsumsi
3.    Ibu Oey Gwat In                                                   Dana konsumsi
4.    Ibu Tjutisari                                                         Dana konsumsi
5.    Bpk/Ibu Tjia Kiem Liong                                       Dana konsumsi
6.    Ibu Tjioe Hiang Giok                                             Dana konsumsi
Anumodana dan terima kasih atas dana Anda.
Semoga kebajikan yang dilakukan Bapak / Ibu / Saudara berbuah dalam bentuk umur panjang, sehat, sukses dan bahagia bersama keluarga.
Semoga semua makhluk hidup berbahagia.

--- oOo ---


Selamat Hari Raya
 KATHINA 2557
19 Oktober s.d. 20 November 2013



KJA GUEST HOUSE
KOMPLEK NIRMALA SQUARE
BLOK G NO. 2 - 3
JL. YOS SUDARSO
Telp. (0283) 324902
T E G A L

Toko SAPUMAS
Jl. DI. Panjaitan 34 Telp. 0283 -354200 Tegal 5211
Sedia : Sapu , Kesed , Plastik, Waring, Rupa rupa Tali, Sulak Bulu dan lain lain


Selamat Hari Raya
 KATHINA 2557
19 Oktober s.d. 20 November 2013





Toko MURAH





Jl. Raya Klampok No. 2
Telp. 0283 -671890  672888
Fax 0283 – 673488
KLAMPOK - BREBES
MAKNA PERAYAAN
KATHINA

Oleh : YM Bhikkhu Uttamo Mahathera
by Buc Pusat (Notes) on Tuesday, 25 October 2011 at 23:25


Setiap tahun, mulai bulan Oktober sampai dengan November kita para umat dan simpatisan Buddhis di manapun berada secara serentak akan dapat mengikuti perayaan Kathina yang diselenggarakan di berbagai vihara.
Di berbagai negara Buddhis biasanya perayaan Kathina atau Kathina Puja dilaksanakan dengan sangat meriah dan bahkan paling meriah dibandingkan berbagai Hari Besar Agama Buddha lainnya seperti Magha Puja, Waisaka Puja maupun Asadha Puja.
Perbedaan ini disebabkan karena adanya makna khusus dan khas dalam perayaan Kathina tersebut.
Salah satu kekhususan yang terdapat dalam Kathina Puja tersebut adalah bahwa pada hari-hari besar Agama Buddha yang lain para umat serta simpatisan Buddhis biasanya datang ke vihara untuk berperan serta secara pasif dalam kegiatan yang diadakan waktu itu.
Pengertian berperan serta secara pasif ini adalah bahwa para umat seusai melaksanakan Puja Bakti kemudian biasanya mereka segera kembali ke rumah masing-masing. Berbeda ketika mengikuti Perayaan Kathina, seluruh umat maupun simpatisan Buddhis (sejak jaman Sang Buddha masih hidup) akan berperan aktif dalam perayaan ini. Mereka berperan aktif dengan mempersembahkan dana berupa empat kebutuhan pokok para bhikkhu. Keempat kebutuhan pokok ini adalah kebutuhan bhikkhu akan makanan, jubah, tempat tinggal serta obat-obatan.
Oleh karena itu, dalam mengikuti perayaan Kathina di manapun juga, para umat dan simpatisan Buddhis bahkan para bhikkhu sekalipun hendaknya dapat merenungkan beberapa hal di bawah ini, yaitu:
1.    Para umat Buddha dalam menyambut perayaan Kathina biasanya sejak beberapa waktu sebelumnya mereka telah mempersiapkan diri untuk memberikan persembahan Kathina. Bahkan pernah dijumpai seorang anak Sekolah Dasar yang sejak beberapa bulan sebelumnya menyisihkan sebagian dari uang saku sekolahnya untuk ditabung. Setelah tiba masa Kathina, maka anak tersebut membuka tabungannya dan seluruh hasilnya dipergunakan untuk mengadakan seperangkat jubah bhikkhu serta dipersembahkannya kepada Sangha dalam perayaan Kathina di salah satu vihara terdekat. Tentu saja niat baik untuk menyediakan persembahan Kathina yang telah dipupuk dalam waktu yang cukup lama ini akan memberikan kondisi kepada anak tersebut untuk menimbun banyak karma baik yang pada waktunya nanti pastilah akan memberikan kebahagiaan sesuai dengan yang diharapkannya.
2.    Ketika seorang umat atau simpatisan Buddhis menghadiri Perayaan Kathina maka bila Perayaan Kathina itu dihadiri lebih dari satu bhikkhu, atau bahkan dihadiri oleh Sangha yaitu para bhikkhu yang berjumlah empat, lima atau lebih maka pada saat mempersembahkan Dana Kathina tersebut ia memiliki sedikit kemungkinan untuk memilih mempersembahkan dananya kepada bhikkhu yang mungkin dia sukai. Dengan demikian, pada saat mempersembahkan Dana Kathina sesungguhnya para umat dan simpatisan Buddhis sudah mulai dilatih untuk rela mempersembahkan dana kepada bhikkhu siapapun juga tanpa harus memilih. Para umat bahkan mungkin saja memberikan dananya kepada bhikkhu yang sama sekali belum dikenalnya. Dengan demikian, mengikuti Perayaan Kathina secara aktif ini dimaksudkan adalah sebagai latihan melepaskan atau merelakan yang sikap batin ini dapat dijadikan dasar mencapai kebahagiaan dalam kehidupan bermasyarakat Kebahagiaan yang bisa diperoleh ini adalah bahwa hendaknya apabila seseorang melakukan perbuatan baik adalah demi perbuatan baik atau kebajikan itu sendiri bukan demi pribadi seseorang yang kita sukai atau dengan maksud-maksud yang lain.
3.    Persembahan Dana Kathina juga bisa mempunyai makna sebagai latihan meningkatkan kesadaran para umat dan simpatisan Buddhis akan manfaat keberadaan para bhikkhu. Para bhikkhu yang tergabung dalam Sangha adalah merupakan kumpulan para pertapa yang berusaha melaksanakan Buddha Dhamma dalam kehidupan sehari-hari mereka agar mencapai tingkat batin tertinggi. Selain mempraktekkan Buddha Dhamma, para bhikkhu dalam kehidupannya juga diisi dengan membabarkan Buddha Dhamma ke berbagai tempat dengan tujuan agar dapat membahagiakan semua makhluk. Oleh karena itu, dengan mempersembahkan Dana Kathina umat akan mendapatkan kondisi untuk mendukung kelestarian Sangha yang tentu saja mempunyai pengaruh langsung yang positif untuk kelestarian Buddha Dhamma pula.
4.    Perenungan makna Dana Kathina ini bukan hanya berlaku untuk para umat dan simpatisan Buddhis saja melainkan juga untuk para bhikkhu. Para bhikkhu sesuai dengan peraturan yang telah diturunkan oleh Sang Buddha adalah merupakan para pertapa yang tidak mempunyai penghasilan ataupun menerima gaji dari lembaga manapun juga. Oleh karena itu, kehidupan para bhikkhu sepenuhnya tergantung pada kebajikan para umat dan simpatisan Buddhis. Pemenuhan empat kebutuhan pokok hidup bhikkhu juga diperoleh dari umat. Padahal, pernah disebutkan dalam salah satu hasil penyelidikan ilmiah, bahwa karena adanya proses regenerasi sel yang terus menerus terjadi dalam tubuh manusia maka seluruh sel tubuh manusia dalam waktu tujuh tahun semuanya akan berganti.
5.    Dengan demikian, apabila para bhikkhu telah menjalani kebhikkhuan lebih dari tujuh tahun, sesungguhnya seluruh sel tubuhnya telah diperoleh dari hasil kebajikan dan keyakinan para umat serta simpatisan Buddhis di manapun mereka berada. Kalau hal ini direnungkan, maka tentunya akan hilanglah kesombongan yang mungkin masih tersisa dalam batin para bhikkhu. Para bhikkhu hendaknya bisa menyadari bahwa ia tidak akan hidup tanpa umat. Padahal, sering dijumpai para umat membantu kehidupan para bhikkhu yang dijumpainya tanpa harus mengenalnya terlebih dahulu. Oleh karena itu, walaupun pengertian ini hendaknya tidak menjadikan bhikkhu sebagai 'pesuruh' umat, namun hendaknya para bhikkhu kemudian merenungkan, kebajikan apakah yang bisa dijadikan sebagai ‘balas jasa' kebajikan para umat dan simpatisan Buddhis tersebut?
Dengan perenungan ini, maka hendaknya para bhikkhu dapat lebih meningkatkan pelaksanaan Buddha Dhamma dalam kehidupannya dengan lebih tekun dan bersemangat menjalankan kemoralan serta melatih meditasi. Dengan demikian, para bhikkhu akan dapat memberikan manfaat yang besar untuk para umat yang telah mendukung kehidupannya. Para bhikkhu benar-benar akan menjadi ladang yang subur untuk kebajikan mereka. Dan, tentu saja, dengan demikian para bhikkhu tidak akan pernah menyia-nyiakan kesempatan baik untuk melatih diri agar lebih baik dan terus bertambah baik sehingga mencapai tingkat tertinggi yaitu kesucian atau Nibbana dalam kehidupan ini juga. Demikianlah, paling tidak terdapat empat hal yang bisa dan pantas direnungkan dalam masa Kathina ini.
Semoga kita semua tidak akan pernah menyia-nyiakan kesempatan Kathina ini untuk secara aktif mengembangkan kebajikan dan meningkatkan kualitas batin kita masing-masing.
Semoga Semua Makhluk Hidup Bahagia


Selamat Hari Raya
KATHINA 2557
19 Oktober s.d. 20 November 2013





Keluarga
EDDY HERJANTO
UD. HASIL BUMI “HOSANA”
Jl. Kapt. Sudibyo No. 42 – 44
T E G A L
Telp. 0283 353503 Hp. 081931818555

Keluarga
Ny. TJIA SOEN TJAY
T E G A L


Selamat Hari Raya
KATHINA 2557
19 Oktober s.d. 20 November 2013
Keluarga
Bp. Indra Gunawan
Toko Mas Sawo
Jl. Jend. A Yani
Brebes

UTAMA
TOKO SEPATU & TAS MASA KINI
Jl. Jend. A Yani 99 Telp. (0283)353779
                        TEGAL

Artikel
HUBUNGAN ANTARA BHIKKHU DAN UMAT
by Buc Pusat (Notes) on Sunday, 29 July 2012 at 09:30

Hubungan Antara Bhikkhu dan Umat merupakan hubungan yang bersifat moral-religius dan bersifat timbal balik, sebagaimana telah dijelaskan Sang Buddha dalam Sigalovada Sutta :
"Umat hendaknya menghormati Bhikkhu dengan membantu dan memperlakukan mereka dengan perbuatan, perkataan dan pikiran yang baik, membiarkan pintu terbuka untuk mereka dan memberikan makanan serta keperluan yang sesuai untuk mereka."
"Bhikkhu mempunyai kewajiban kepada umat yaitu melindungi dan mencegah mereka dari melakukan perbuatan jahat, memberi petunjuk untuk melakukan perbuatan baik, menerangkan ajaran yang belum didengar atau diketahui, menjelaskan apa yang belum dimengerti, dan menunjukkan jalan untuk menuju Pembebasan."
Bhikkhu tidak mempunyai "kekuasaan" terhadap umat dan tidak memberikan "sanksi" pada umat. Namun, kepada umat yang berbuat tidak pantas atau melakukan penghinaan terhadap Dhamma-Vinaya, maka Bhikkhu akan "berpaling" dari mereka dengan tidak menerima segala persembahannya. Dengan demikian, umat tersebut dianggap tidak pantas mempersembahkan sesuatu kepada Bhikkhu (Sangha), sehingga umat itu kehilangan kesempatan yang baik untuk melakukan perbuatan baik atau jasa.
Sebaliknya, umat pun dapat "berpaling" dari Bhikkhu yang melakukan perbuatan melanggar Dhamma-Vinaya dengan tidak melayani atau memberi persembahan kepadanya.
Ada beberapa hal mengenai kebhikkhuan yang perlu kiranya diketahui oleh umat Buddha. Dalam hubungannya dengan wanita, seorang Bhikkhu tidak boleh dengan nafsu indranya menyentuh seorang wanita (Sanghadisesa ke-2) dan tidak boleh duduk berdua dengan wanita di tempat tertutup (Pacittiya ke-44).
Sang Buddha mengajarkan kepada Yang Ariya Ananda (Maha Parinibbana Sutta):
"Jangan melihat kepada seorang wanita, Kalau mesti juga, maka janganlah berbicara dengannya, Kalau mesti juga, maka berbicaralah tentang Dhamma dan Sila dan sebutlah Sang Buddha dengan segala kekuatan batinmu."




Selain itu, Bhikkhu tidak boleh menjadi :
1.    Perantara dalam hubungan perjodohan antara pria dan wanita (Sanghadisesa ke-5).
2.    Bhikkhu tidak boleh menumpuk kekayaan emas, perak dan lain-lain. (Nissagiya Pacittiya ke-18).
3.    Bhikkhu tidak boleh terlibat dalam perdagangan atau jual-beli (Nissagiya Pacittiya ke-20).
4.    Bhikkhu tidak boleh berbohong (Pacittiya ke-1).
5.    Bhikkhu tidak boleh mencaci-maki (Pacittiya ke-2).
6.    Bhikkhu tidak boleh memfitnah (pacittiya ke-3).
7.    Bhikkhu tidak boleh pula menjawab secara menghindar dan menimbulkan kesulitan dengan berdiam diri (Pacittiya ke-12).
Selain itu, ia melatih diri untuk tidak menonton pertunjukan, nyanyian, tarian dan segala sesuatu yang membawanya ke arah kenikmatan indranya. la melatih diri untuk tidak mempergunakan tempat tidur atau tempat istirahat yang mewah dan membatasi kebutuhan hidup sesederhana mungkin.
Ada beberapa cara penghormatan tingkah laku yang diperkenankan Sang Buddha dari umat kepada Bhhikkhu :
1.    Vandana (berlutut "menunjukkan penghormatan dengan lima titik" dahi, kedua lengan bawah, kedua lutut).
2.    Utthana (berdiri untuk menyambut).
3.    Anjali (merangkap kedua telapak tangan untuk menghormat).
4.    Samicikamma (cara-cara lain yang baik dan terpuji untuk menunjukkan kerendahan hati).
Umumnya Bhikkhu akan menerima penghormatan tersebut dengan mengatakan : "Sukhi hotu" Semoga engkau berbahagia (Sri Lanka) atau "Ayu vanno sukham balam" (Muangthai).
"Pada mereka yang senantiasa menghormat pada orang yang lebih tua akan bertambah empat hal : panjang umur, kecantikan, kebahagiaan, kekuatan" (Dhammapada 109)
"Tak bergaul dengan orang yang tak bijaksana, Bergaul dengan mereka yang bijaksana. Menghormat mereka yang patut dihormat, Itulah Berkah Utama." (Mangala Sutta)

Nara sumber :
Bhikkhu Subhalaratano.
Dharma K. Widya
Pengantar Vinaya
STAB Nalanda.


Selamat Hari Raya
 KATHINA 2557
19 Oktober s.d. 20 November 2013

Plaque: CV. ANDA
ELECTRICAL & MECHANICAL CONTRACTOR

Toko Bunga ANDA
Melayani Pesanan Segala Macam Karangan Bunga
Jl. Jend. Sudirman 44 TEGAL


Plaque: FOTO CEMPAKA INDAH
Keluarga
Bp. TJIOE RHOE LIANG
&
Ibu .TJANG FUNG TJE
Jl. AR Hakim 123
TEGAL
 









                   





Plaque: Keluarga
IBU YO JIET LIANG
TOKO RIA MANISAN
Jl. SERAYU 101
TEGAL
Plaque: Ibu . ANG SIOE LAN
Jl. UDANG NO. 7
TEGAL
 

















BERDANA DENGAN PENGERTIAN BENAR

Oleh : YM Bhikkhu Pannyavaro Mahathera


Pada kesempatan Kathina ini, dimana selama sebulan para umat Buddha merayakan kathina puja, yaitu dengan berdana kebutuhan pokok para bhikkhu, Bhante Pannyavaro memberikan penjelasan dhamma mengenai makna pemberian ataupun dana itu sendiri. Diawali bahwa ada 2 dalam kehidupan ini.
Hal yang pertama, adalah hal yang PASTI. Mengapa disebut PASTI? Pasti karena hal tersebut tidak terbantahkan, tidak bisa diingkari kebenarannya dan tidak bisa dihindari oleh siapapun. Tidak peduli ia umat buddha atau bukan, tidak peduli status sosial kaya atau miskin, tidak peduli suku atau ras apapun. Hal ini PASTI berlaku bagi semuanya.
Lantas apakah Hal-hal yang PASTI itu?
1.    Menjadi tua.
Semua orang menjadi tua. Kita pun mengalaminya setiap hari. Jadi sangat mudah dimengerti.
2.    Mengalami sakit
Meskipun pada jaman ini teknologi dan kemajuan ilmu pengetahuan semakin signifikan, namun siapa yang belum pernah mengalami sakit? Semua orang pernah mengalaminya. Jadi hal ini juga mudah dimengerti.
3.    Kematian.
Kita tahu bahwa kita semua juga akan mati. Tidak pernah ada satu orang pun, dari jaman dulu hingga sekarang, yang hidup terus dan tidak pernah mati. Maka walau kematian belum datang, tetapi kita tahu bahwa suatu saat kematian PASTI akan datang. Ini juga mudah dimengerti.
4.    Bahwa semua akan berpisah dengan yang dicintainya.
Pasti semua pernah mengalami kehilangan sanak saudara yang dicintai. Suami dan istri, orang tua dan anak, teman-teman, suatu saat juga akan berpisah dari diri kita. Itu semua adalah hal yang pasti.
5.    Hukum Kamma.
Bahwa semua orang akan memetik buah dari akibat perbuatannya itu sendiri.
Anda tidak perlu percaya, baru hukum itu akan berlaku bagi anda. Terserah dan tidak peduli anda percaya atau tidak, menerima atau menolak, hal -hal yang PASTI tadi itu tetap akan berlaku bagi siapapun juga.
Tetapi anehnya, kita mengerti hal-hal yang PASTI itu, mudah sekali dipahami, namun kita sulit untuk menerimanya. Siapa yang sudah siap menjadi tua, sakit apalagi mati? Takutnya luar biasa, jika bisa ingin menghindari atau menolaknya. Padahal jelas-jelas hal itu tidak mungkin dihindari ataupun ditolak.
Sebaliknya, setelah melakukan perbuatan baik, kita mengerti bahwa kita akan memetik buah kamma dari perbuatan baik itu. PASTI akan datang pada waktunya. Namun kita seringkali berharap-harap cemas, meminta-minta, kapan buah kamma baik itu akan diterima.
Contoh sederhananya begini : Kita tahu dengan pasti bahwa besok, matahari akan terbit di sebelah timur. Itu adalah HAL yang PASTI. Jika kita sudah tahu dan yakin bahwa matahari pasti akan terbit besok di sebelah timur, apakah kita akan berdoa dan memohon-mohon agar besok matahari terbit di timur? Tentu tidak bukan.
Apa tidak boleh Bhante, saya mengharapkan dan memohon setelah melakukan perbuatan baik. Tentu saja boleh. Tetapi, jika anda tahu bahwa perbuatan baik pasti menghasilkan buah kamma yang baik, untuk apa anda mencemaskannya, seperti memohon esok matahari terbit di sebelah timur? Tanpa dimintapun, hal itu akan terjadi. Namun perlu dicatat, bahwa semuanya akan membawa akibat atau berbuah sebagaimana mestinya, bukan harus selalu sesuai dengan keinginan Anda.
Hal yang kedua, adalah HAL yang TIDAK PASTI. Bagaimana kita berperilaku, bersikap, mengisi hidup kita itu adalah hal-hal yang TIDAK PASTI. Bagaimana kita menghadapi dan menangani hal-hal yang pasti (tua, sakit dan mati), itu adalah hal-hal yang TIDAK PASTI. Ini penting sekali.
Hal-hal yang PASTI, jelas tidak bisa diubah. Namun kita dapat mengubah hal-hal yang TIDAK PASTI. Karena itu, daripada kita mencemaskan hal-hal yang PASTI, lebih baik kita memikirkan apa yang sebaiknya kita lakukan terhadap hal-hal yang tidak pasti ini. Sudahkah kita mengendalikan pikiran, ucapan dan berperilaku benar? Sudahkah kita berdana, menjaga sila dan menjalankan kemoralan? Saat kamma buruk datang, saat usia menua, penyakit tiba dan kematian menyapa, sudahkah kita siap menghadapinya?
Ini lebih penting daripada anda mencemaskan tentang semua hal itu, tanpa berbuat apa-apa untuk mempersiapkan diri. Lebih penting daripada mengharapkan perbuatan baik berbuah, yang mana itu hanya akan menjadi kekotoran batin saja.
Lantas bagaimana cara kita mempersiapkan diri menghadapi hal-hal yang pasti tadi? Menghadapi tua, sakit dan mati? Memang tidak mudah, namun bisa latih.
Caranya? Dengan berdana, menjaga sila dan terus berbuat baik.
Bhante mengatakan bahwa berdana adalah SALAH SATU CARA (bukan satu-satunya cara) untuk mengurangi kekotoran batin. Kalau kekotoran batin berkurang, maka penderitaan juga akan berkurang. Kalau penderitaan berkurang, maka kebahagiaan bertambah.
Tetapi, untuk itu, anda harus memiliki PENGERTIAN YANG BENAR tentang berdana. Tujuan dari berdana tersebut harus sudah berbeda, harus sudah lebih tinggi. Tujuan anda berdana, bukan lagi untuk mendapatkan kamma baik, hokki, keselamatan, sanjungan atau bahkan surga.. Harus lebih tinggi dari itu semua.
Tetapi dengan menyadari, bahwa dengan berdana, anda bertekad (memiliki tujuan) untuk mengurangi kekotoran batin, kemelekatan, kemarahan, kebencian, kebodohan. Berdana untuk latihan melepas.. Sehingga saat kita mengalami kerugian, berpisah dengan yang dicintai, tua, sakit, mati, kita sudah siap -dan tidak takut lagi.. Bisa menerima hal itu sebagaimana adanya dan tidak perlu mengalami penderitaan karena batin tenang dan seimbang.
Hanya jika kita berdana dengan tujuan dan pemikiran yang benar, maka berdana bisa mengurangi kotoran batin, dan pada akhirnya membebaskan kita dari penderitaan.

Selamat Hari Raya Kathina.
Dan mari mulai memiliki pengertian berdana yang sesungguhkan.
Semoga semua makhluk berbahagia.


Sumber : Buc Pusat Note, 5 November 2011
Ringkasan Dhammadesana Ktahina 4 November 2011
Vihara Buddha Sasana Kelapa Gading







Membuka Pintu Hati
Rasa Takut dan Rasa Sakit

CABUT GIGI SENDIRI
AJAHN BRAHM
 
 


Seorang anggota komunitas kami mempunyai gigi yang sangat buruk. Dia perlu mencabut beberapa giginya, tetapi dia lebih suka melakukannya tanpa dibius. Akhirnya, dia menemukan seorang ahli bedah gigi yang bersedia mencabut giginya tanpa pembiusan. Dia telah ke sana beberapa kali, dan tak ada masalah.
Membiarkan gigi dicabut tanpa pembiusan oleh dokter gigi mungkin lumayan mengesankan, tetapi tokoh kita ini ternyata lebih mengesankan lagi. Dia berani mencabut sendiri giginya tanpa pembiusan.
Kami melihatnya, di luar bengkel vihara, dengan sebuah tang biasa, dia memegang gigi segar yang baru dicabutnya dan masih berlumur darah. Tak masalah: dia membersihkan darah dari tang itu sebelum mengembalikannya ke bengkel.
Saya bertanya kepadanya bagaimana dia melakukan hal itu. Apa yang dia katakan memberikan satu contoh lagi tentang rasa sakit sebagai faktor utama dari rasa takut.
"Ketika saya memutuskan untuk mencabut sendiri gigi saya kok repot-repot ke dokter gigi segala itu tidak menyakitkan. Ketika saya berjalan menuju bengkel, itu tidak menyakitkan. Saat saya mengambil tang, itu tidak menyakitkan. Ketika saya menjepit gigi dengan tang, itu masih tidak menyakitkan. Ketika saya menggeliatkan tang dan mencabut giginya, itu baru menyakitkan, tetapi cuma beberapa detik saja. Saat gigi sudah tercabut, tak ada lagi rasa sakitnya. Rasa sakitnya hanya lima detik saja. itu saja kok."
Anda, para pembaca, mungkin akan meringis ketika membaca kisah nyata ini. Karena takut, barangkali Anda akan merasa lebih kesakitan ketimbang dia! Jika Anda mencoba cara yang sama, itu mungkin akan sangat menyakitkan, bahkan sebelum Anda mengambil tang dari bengkel. Antisipasi rasa takut adalah faktor utama dari rasa sakit.

--- oOo ---



SEGENGGAM DAUN BODHI
KUMPULAN TULISAN
BHIKKHU DHAMMAVUDDHO MAHA THERA

Liberation, Relevance Of Sutta-Vinaya

KEBEBASAN SEMPURNA :
PENTINGNYA SUTTA - VINAYA

Namo Tassa Bhagavato Arahato Samma Sambuddhassa

PENDAHULUAN

Pada masa sekarang ini, terdapat perkembangan beragam buku-buku Buddhis. Mempelajari buku-buku ini secara tidak terelakkan akan mengakibatkan para pembaca mengikuti beberapa pandangan dan interpretasi pribadi para penulis terhadap apa yang sebenarnya Buddha ajarkan, yang bisa membawa pada pandangan salah. Di pihak lain, ada beberapa guru meditasi yang menasehatkan murid-murid mereka untuk sama sekali tidak belajar Dhamma tetapi hanya bermeditasi. Sebenarnya apa yang mereka sarankan kepada murid-murid mereka adalah hanya untuk mendengarkan mereka saja. Menghindari kedua ekstrim ini, kita harus melatih jalan tengah yang diajarkan Buddha - menyelidiki/meneliti ajarannya dan berlatih sebaik mungkin Jalan Ariya Berunsur Delapan, seperti yang Beliau nasehati. Pentingnya khotbah Buddha untuk praktek Dhamma, bagi umat awam maupun para bhikkhu hampir tidak dapat dilebih-lebihkan.
Buddha memperingatkan masa depan ketika orang-orang akan menolak untuk mendengarkan khotbahnya (Sutra). Samyutta Nikaya Sutta 20.7 berisi : "... di masa depan, sutta-sutta yang diucapkan oleh Tathagata, yang mengandung arti yang sangat dalam & halus, melampaui hal-hal duniawi, berhubungan dengan kekosongan : kepada hal-hal ini, ketika diucapkan, mereka tidak akan mendengar, tidak mengkondisikan telinga yang siap untuk mendengar, tidak bersedia untuk memahami, mengulangi, dan menguasainya. Tetapi khotbah-khotbah yang dibuat oleh penyajak/penyair, yang merupakan puisi/persajakan belaka, pencampuran dari kata-kata dan ungkapan-ungkapan, yang bertentangan (di luar ajaran Buddha), ungkapan para pemula : kepada hal-hal ini, ketika diucapkan, mereka akan mendengar, akan mengkondisikan telinga yang siap untuk mendengar, bersedia untuk memahami, mengulangi, dan menguasainya. Demikianlah, para bhikkhu, bahwasanya, sutta-sutta yang diucapkan oleh Tathagata, mengandung arti yang sangat dalam & halus, melampaui hal-hal duniawi, berhubungan dengan kekosongan, akan hilang. Oleh karena itu, para bhikkhu, latihlah diri kalian demikian : kepada sutta-sutta inilah kami akan mendengar, mengkondisikan telinga yang siap untuk mendengar, memahami, mengulangi dan menguasainya."
Daripada sutta-sutta itu sendiri, banyak yang lebih menyenangi untuk mempelajari buku-buku lain atau mendengarkan ajaran lain, yang mungkin tidak konsisten dengan Sutta. Hasil yang merusak berdampak pada dua hal :
Sutta-sutta akan hilang, dan
Orang-orang akan memperoleh pemahaman yang salah tentang
Dhamma.

NIKAYA

Sutta-sutta terdapat di dalam Sutta Pitaka (Kumpulan khotbah), mencakup lima kumpulan (Nikaya-nikaya). Di antara ini, ke-empat yang pertama adalah :
Digha Nikaya terdiri dari tiga buku dengan khotbah-khotbah yang panjang isinya (34 Sutta);
Majjhima Nikaya terdiri dari tiga buku dengan khotbah-khotbah yang menengah-panjang isinya (152 Sutta);
Samyutta Nikaya berisi sekitar 2000 khotbah-khotbah pendek dalam lima buku; dan
Anguttara Nikaya berisi sekitar 2000 khotbah-khotbah pendek dalam lima buku.

Khuddaka Nikaya, yang kelima, adalah kumpulan yang 'minor' atau 'kecil'. Walaupun dinyatakan "kecil", pada kenyataannya adalah yang terbesar dimana banyak buku telah ditambahkan di dalamnya selama berjalannya waktu. Buku tersebut telah berkembang menjadi 15 buku menurut versi Thailand dan Sri Lanka. Pada tahun 1956, Sidang Sangha di Burma menambahkan tiga buku lainnya, yang bukan merupakan kata-kata Buddha sendiri. Ketiga tambahan tersebut adalah Milinda Panha, Petakopadesa dan Nettipakarana. Demikianlah halnya Khuddaka Nikaya berkembang dari kumpulan kecil menjadi kumpulan besar dalam masa berabad lamanya! Di masa depan, katakan dalam kurun waktu 500 atau 1000 tahun, ini pasti akan menciptakan bahkan lebih banyak kebingungan. Di luar dari delapan belas buku yang ada sekarang ini, dalam versi Burma, hanya enam saja yang dapat diandalkan, dimana mereka tidak bertentangan dengan keempat Nikaya. Keenam buku yang bisa diandalkan itu adalah Dhammapada, Sutta Nipata, Theragatha, Therigatha, Itivuttaka, dan Udana.
Sebagai umat Buddhis, kita seharusnya mengenali sutta-sutta dan jika mungkin, mempunyai pegangan buku sendiri. Adalah fakta yang menyedihkan dimana kita jarang menemukan umat Muslim tanpa Quran atau umat Kristen tanpa Alkitab, tetapi masih saja kita temui banyak umat Buddhis tanpa memiliki buku Nikaya.
--- oOo ---

Penerjemah :
Yuliana Lie Pannasiri, MBA
Penyunting :
Nana Suriya Johnny, SE
Andromeda Nauli, Ph.D






Kitab Suci Agama Buddha bagian dari
Khuddaka Nikaya, Sutta Pitaka

Judul asli : The Sutta-Nipata
Translated from The Pali by H. Saddatissa

11. MUNI SUTTA

Sang Pertapa

Puji-pujian terhadap kehidupan menyendiri yang penuh dengan pengendalian diri

1 Rasa takut muncul karena keintiman. Nafsu indera terlahir dari kehidupan berumah-tangga. Karena itu, keadaan tak-berumah dan ketidakmelekatan dihargai oleh para bijaksana.                                             (207)
2 Orang yang memotong kekotoran batin yang telah muncul dan tidak mau menanamnya lagi, serta yang tidak mau masuk ke dalam apa yang sedang tumbuh, dia disebut orang bijaksana yang berkelana sendiri. Guru agung itu telah melihat Keadaan Damai [Nibbana].                                                                                              (208)
3 Setelah memeriksa tanah, setelah membuang benih dan tidak menyiramnya sehingga benih itu tidak tumbuh, setelah meninggalkan tipu muslihat, orang bijak yang telah melihat akhir kelahiran tidak dapat digambarkan menurut kategori secara pasti.                                                                                                                (209)
4 Dia yang telah mengetahui segala jenis kelahiran, tetapi tidak memiliki nafsu untuk masuk ke dalam salah satu darinya, orang bijak seperti itu telah terbebas dari keserakahan dan nafsu keinginan. Dia tidak lagi perlu berjuang keras, karena dia telah mencapai pantai seberang [Nibbana].                                                                  (210)
5 Orang yang telah mengatasi segalanya, yang mengetahui segalanya, yang cerdas, yang tidak melekat pada obyek apa pun, yang telah meninggalkan segalanya, yang telah membebaskan dirinya dengan cara menghancurkan nafsu keinginan, disebut orang suci oleh para bijaksana.                                                                           (211)
6 Orang yang memiliki kekuatan kebijaksanaan, yang terlahir dari peraturan-peraturan moralitas serta pengendalian diri, yang tenang pikirannya dan bergembira di dalam meditasi, yang penuh perhatian, bebas dari kemelekatan, bebas dari pikiran yang tak terlatih, dan bebas dari apa yang meracuni2, disebut....                                        (212)
7 Orang bijak yang berkelana sendiri, yang tekun dan tidak goyah oleh pujian maupun celaan, yang tidak takut oleh suara seperti singa, yang tidak terperangkap di dalam jaring seperti angin, yang tidak dikotori air seperti teratai, yang memimpin orang lain dan tidak dipimpin oleh orang lain, disebut....                                                       (213)
8 Orang yang kokoh, bagaikan tiang di tempat pemandian, yang terkendali ketika mendengar apa yang dikatakan orang lain, yang tidak memiliki nafsu, yang inderanya terjaga baik, disebut....                        (214)
9 Orang yang berpikiran teguh dan lurus bagaikan puntalan datar, yang memandang rendah tindakan-tindakan jahat, yang menyelidiki apa yang baik dan buruk,  disebut....                                                  (215)
10 Orang yang memiliki pengendalian diri dan tidak melakukan kejahatan, orang bijaksana seperti itu, tak peduli apakah masih muda atau setengah baya, yang pikirannya terkendali dengan baik, yang tidak tergoda dan tidak menggoda yang lain, disebut....                                                                                                                         (216)
11 Bhikkhu yang bergantung kepada orang-orang lain, yang tidak memuji atau mencela si pemberi ketika menerima sedekah baik dari [porsi] atas, atau [porsi] tengah, atau sisanya, dan yang tidak memuji-muji dengan kata-kata manis atau memperlakukan dengan tidak hormat, disebut....                                                  (217)
12 Orang bijak yang berkelana sendiri, yang tidak melakukan keintiman seksual, yang bahkan pada masa mudanya tidak terikat pada apa pun, yang telah menjauhkan diri dari kesombongan dan kemalasan, disebut....     (218)
13 Orang yang telah mengenal dunia, yang telah memahami Kebenaran tertinggi, yang telah menyeberang banjir dan lautan [dumadi], yang telah memotong ikatan [tumimbal lahir], yang tidak memiliki keterikatan terhadap obyek-obyek indera, yang bebas dari racun-racun, disebut....                                                                      (219)
14 Orang bijak yang terbiasa hidup di tempat-tempat terpencil, yang tanpa ego serta baik perilakunya, dibandingkan dengan perumah-tangga yang menyokong keluarga  mereka tidak setara, karena perumah-tangga tidak terkendali dan menghancurkan makhluk hidup; sedangkan orang bijak terkendali dan melindungi makhluk         hidup.  (220)
15 Burung merak berleher biru yang terbang membubung di angkasa tidak pernah mendekati kecepatan angsa. Demikian pula, perumah-tangga tidak pernah dapat menyamai bhikkhu yang memiliki sifat-sifat orang bijak yang bermeditasi, menyendiri, di hutan.                                                                                                               (221)

Catatan
1. Orang yang telah bersumpah untuk tidak berbicara, orang suci, orang bijaksana. Istilah ini berlaku bagi siapa pun yang telah mencapai pandangan terang, memiliki pengendalian diri dan kesempurnaan.
2. Racun -- asava: nafsu indera (kamasava), nafsu untuk proses kehidupan (bhavasava), kurangnya pengetahuan yang lebih tinggi atau kebodohan (avijjasava), dan pandangan-pandangan (ditthasava). Lihat H. Saddhatissa Buddhist Ethics, hal. 83, catatan kaki 2.
3. Dari nomor 6 sampai 13, setiap bait berakhir dengan pengulangan, 'disebut orang suci oleh para bijaksana'.

--- oOo ---

100  TANYA JAWAB DENGAN BHIKKHU UTTAMO

Dari : Lina, Canada
Namo Buddhaya Bhante,
Saya mempunyai beberapa pertanyaan:
1.    Setelah membaca Forum Tanya Jawab sebelumnya tentang 'dewa lokal', saya menjadi sedikit bingung. Saya mempunyai area dan gambar Sang Buddha yg biasa saya jadikan objek saat saya membaca paritta dan meditasi. Apakah itu berarti akan lebih baik kalau saya tidak usah menggunakan obyek-obyek seperti itu saat membaca paritta di rumah ?
2.    Kadang-kadang beberapa bhikkhu ataupun umat di vihara suka memberi hadiah berupa gambar Sang Buddha, majalah-majalah Dhamma, atau juga Liontin Sang Buddha. Saya sudah punya cukup banyak, tapi saya tidak enak kalau menolak. Sekarang hadiah-hadiah itu jadi terlalu banyak, tetapi saya tidak tahu mau diapakan. Kalau dibuang begitu saja, apakah pantas, terutama Liontin-liontin yang berbentuk Buddha ?
3.    Bila ada teman saya yang ingin mengetahui / belajar tentang agama Buddha, apakah yang pertama kali sebaiknya  saya jelaskan untuk menggambarkan Agama Buddha secara tidak bertele-tele dan membingungkan untuk    mereka ? Terima kasih Bhante.

Jawaban:
1.    Tujuan seorang umat Buddha mengadakan altar Sang Buddha dan membiasakan membaca paritta di depan altar tersebut adalah agar ia dapat merenungkan berbagai sifat luhur dan Ajaran Sang Buddha. Dengan perenungan ini, ia dapat selalu berusaha memperbaiki perilaku, ucapan serta pikirannya agar sesuai dengan Buddha Dhamma. Keberadaan 'dewa lokal' di sekitar altar Sang Buddha hendaknya jangan dijadikan tujuan pengadaan altar. Biarkan saja 'dewa lokal' muncul ataupun tidak muncul di altar Sang Buddha. Oleh karena itu, seorang umat Buddha tidak perlu menyingkirkan berbagai obyek konsentrasi berupa area, gambar dan sebagainya karena obyek konsentrasi adalah tetap obyek konsentrasi tanpa maupun dengan adanya 'dewa lokal'.
2.    Sungguh berbahagia mempunyai berbagai macam gambar Buddha maupun majalah Buddhis yang belum tentu dimiliki oleh setiap umat Buddha. Oleh karena itu, apabila memang dirasa sudah terlalu banyak memiliki barang seperti itu, boleh saja barang-barang tersebut dibagikan kepada para umat Buddha yang lain. Barang-barang tersebut dapat dibawa ke vihara terdekat untuk dibagikan kepada para murid Sekolah Minggu Buddhis ataupun dibagikan ke berbagai vihara di lain daerah. Seperti telah diketahui bersama bahwa cukup banyak vihara di daerah yang kekurangan bahan bacaan Dhamma maupun gambar-gambar Sang Buddha. Kepada merekalah barang-barang ini dapat bermanfaat untuk membangkitkan semangat mempelajari serta melaksanakan Buddha Dhamma.
3.    Apabila ada seseorang yang ingin mengetahui secara singkat tentang Agama Buddha, maka kepada orang itu dapat dijelaskan tentang INTISARI AJARAN SANG BUDDHA yaitu :
a.     Kurangi kejahatan.
b.    Tambah kebajikan, dan
c.     Sucikan pikiran.
Tiga pokok Ajaran yang menjadi intisari Ajaran Sang Buddha ini dapat diuraikan satu persatu sesuai dengan kebutuhan yang hendak dimengerti oleh si penanya. Makin banyak hal yang ditanyakan, makin panjang pula uraian setiap bagiannya. Semakin sedikit pertanyaannya, semakin sedikit pula keterangan yang diberikan, tanpa perlu uraian yang bertele-tele.
Semoga dengan memahami intisari Ajaran Sang Buddha ini akan semakin mudah menerangkan Dhamma kepada berbagai pihak yang ingin mengetahui keluhuran Buddha Dhamma. Semoga selalu bahagia.

--- oOo ---



Setitik Cahaya di Balik Kabut
Memupus Kebencian
Mengembangkan Kasih

Pandita Dr. R. Surya Widya, Sp.Kj
Wednesday, October 7,2009 at 2:39pm         
Katanya permusuhan antara orang Israel dan Palestina tidak mungkin dipadamkan, demikianlah telah "tertulis".
Thic Nhat Nanh, seorang biksu Vietnam yang berdomisili di Paris mencoba "membantah" pernyataan diatas, demikian tutur Ramani Camellia Darmawan kepada saya. Selanjutnya beliau bercerita bahwa biksu Vietnam itu lalu berusaha mempertemukan 10 orang Israel dan 10 orang Palestina dalam suatu ruangan yang khusus disiapkan untuk keperluan itu. Pada pertemuan pertama, kedua kelompok manusia yang "bermusuhan" itu tidak mau saling melihat, kalau toh terpaksa melihat, matanya penuh dengan kemarahan dan kebencian. Juga tidak mau salaman, apalagi tempel pipi!
Pada pertemuan kedua dan seterusnya Biksu Thic Nhat Hanli mempersilahkan agar mereka mengungkapkan perasaan mereka masing-masing. Ternyata apa yang terucap adalah kisah sedih semata, ada yang bercerita bagaimana ibunya kena rudal dan meninggal dunia, ada yang bercerita anaknya mati kena bom bunuh diri ketika mau berangkat sekolah, pendek kata semuanya menceritakan kisah duka yang menyayat hati. Setelah sekian kali pertemuan ternyata timbul kesadaran, bahwa semua pihak, baik pihak Israel maupun pihak Palestina sebetulnya sama-sama menderita, sama-sama kehilangan anggota keluarga yang dicintai, sehingga kemudian timbul rasa sependeritaan dan rasa sepenanggungan, dan selanjutnya muncul rasa simpati yang mendalam kepada pihak lain dan akhirnya terbitlah secuil rasa persahabatan.
Pada pertemuan terakhir mereka berpisah dengan berlinang air mata, bersalaman, berpelukan dan menempelkan pipi mereka masing-masing kepada pihak "lawan". Ini adalah kisah nyata.
Kebencian bisa dihapus dengan kasih sayang, tentunya dengan berdasarkan pengertian yang benar.

Siapa lagi mau mencoba ??

Tidak ada komentar:

Posting Komentar