Tegal, 24 Februari 2014
No
: 78, Tahun Kedelapan
Penasehat : Upc. Lukman Susilo (Loe Lian Phang)
Gunawan
(Lo Han Kwee)
Pimpinan Redaksi : PMd.
Suriya Dhammo
Redaksi Pelaksana : 1. Upc. Yuningsih Pranoto 4. PMd. Sumedha
Amaravathi
2. Tjutisari 5.
Upc. Kumaro Suyanto
3. Lie Thiam Lan
Alamat Redaksi : Metta
Vihara
Jl. Udang
No. 8 Tegal Telp. (0283) 323570
BCA No
Rek : 0479073688 an. YUNINGSIH ASTUTI - TUSITA
WIJAYA
DHAMMAPADA ATTHAKHATA
Bab III
- Syair 36
Pikiran sangat sulit untuk
dilihat, amat lembut dan halus; pikiran bergerak sesuka hatinya. Orang
bijaksana selalu menjaga pikirannya, seseorang yang menjaga pikirannya akan
berbahagia.
Syair 36
Kisah Seorang Bhikkhu yang Tidak Puas
Ada seorang pemuda anak seorang
bankir bertanya ke-pada seorang bhikkhu yang menghampiri rumahnya untuk
berpindapatta, apakah yang harus dilakukan untuk membebaskan diri dari
penderitaan dalam kehidupan saat ini.
Bhikkhu itu menyarankan untuk
memisahkan tanahnya
dalam tiga bagian. Satu bagian untuk mata
pencahariannya, satu bagian untuk menyokong keluarga, dan satu bagian lagi untuk
berdana.
la melakukan semua petunjuk itu,
kemudian pemuda itu menanyakan lagi apa yang harus dilakukan selanjutnya.
Disarankan lebih lanjut; pertama,
berlindung kepada Tiratana dan melaksanakan lima sila; kedua, melaksanakan
sepuluh sila; dan ketiga, meninggalkan kehidupan keduniawian dan memasuki
Pasamuan Sangha. Pemuda itu menyanggupi semua saran dan ia menjadi seorang
bhikkhu.
Sebagai seorang bhikkhu, ia
mendapat pelajaran Abhidhamma dari seorang guru dan vinaya oleh guru lainnya.
Selama mendapat pelajaran ia merasa bahwa Dhamma itu terlalu berat untuk
dipelajari, dan peraturan vinaya terlalu keras dan terlalu banyak, sehingga
tidak banyak kebebasan, bahkan untuk mengulurkan tangan sekalipun.
Bhikkhu itu berpikir bahwa
mungkin lebih baik untuk kembali pada kehidupan berumah tangga. Karena alasan
ragu-ragu dan tidak puas, ia menjadi tidak bahagia dan menyia-nyiakan
kewajibannya. Dia juga menjadi kurus dan kering.
Ketika Sang Buddha datang dan
mengetahui masalahnya, Beliau berkata, "jika kamu hanya mengawasi
pikiran-mu, kamu tidak akan mempunyai apa-apa lagi yang akan diawasi; jadi
jagalah pikiranmu sendiri."
Kemudian Sang Buddha membabarkan
syair 36 berikut:
Pikiran sangat sulit untuk
dilihat, amat lembut dan halus; pikiran bergerak sesuka hatinya. Orang
bijaksana selalu menjaga pikirannya, seseorang yang menjaga pikirannya akan
berbahagia.
Bhikkhu muda itu bersama dengan
para bhikkhu yang lain mencapai tingkat kesucian arahat setelah khotbah Dhamma
itu berakhir.
Sumber :
1. Dhammapada
Atthakhata
Penerbit
: Vidyasena
2.
Kitab Suci Dhammapada
Penerbit
: Bahusutta Society
--- oOo ---
SEKAPUR SIRIH
Waktu terus melaju dengan cepat, janganlah menunda untuk berbuat
kebajikan, karena kesempatan yang telah berlalu tak mungkin diulang kembali.
Selagi kita masih sehat dan kuat lakukanlah, siapa tahu besok kita sudah tidak
bisa berbuat apapun. Redaksi minta maaf karena ada beberapa kesalahan ucapan
selamat tahun baru imlek 2565/2014 . maka kami ralat dalam Brivi edisi Februari 2014 .
Pikiran sangat liar bergerak sesuka hati, karena itu perlu
membiasakan diri agar bisa menjaga pikiran menjadi tenang. Simak Dhammapada
Atthakhata syair 36.
Artikel “Tidak Sekedar Memaafkan”, indah dan membawa kedamaian serta
kebahagiaan batin bagi yang bisa menerapkan dalam kehidupan sehari-hari. hal
yang pasti akan membawa kebaikan dan kebahagiaan bagi kita. Agama
Buddha Sebagai Semangat Hidup karya YM. Bhikkhu Uttamo Maha
Thera dapat menjadi pedoman hidup kita. Untuk mengendalikan diri dari kemarahan
simak tulisan Bhikkhu Ajahn Brahm “Pengadilan”. Satu solusi untuk mengatasi
kemarahan Bhikkhu Dhammavuddho Maha Thera dalam kumpulan tulisannya
“Manfaat-manfaat Mendengarkan Dhamma” akan membawa kita memiliki pandangan
benar, dengan pandangan benar maka ucapan dan tindakan akan menjadi benar, dan
muncullah keyakinan yang benar.
Kitab suci agama Buddha Khudaka Nikaya, Sutta Pitaka “Suciloma
Sutta” Sang Buddha menunjukan dari mana munculnya nafsu dan kebencian? Dengan
mengetahui sumbernya maka kita akan dapat mengatasinya.
100 Tanya Jawab dengan Bhikkhu Uttamo dapat diikuti dalam edisi
Brivi kali ini menguraikan tentang makhluk di sekeliling kita yang tidak tampak
kasat mata.
Setitik Cahaya di Balik Kabut tulisan pendek Pandita Dr. R. Surya
Widya, Sp.KJ “Keseimbangan Batin”.
Redaksi sangat berterima kasih atas dukungan dan partisipasi anda
dengan ucapan Tahun Baru Imlek, sangat besar manfaatnya untuk kelangsungan
buletin kesayangan kita semua. Kami tidak bisa berbuat banyak tanpa dukungan
dari anda. Semoga karma baik melimpah dalam bentuk keselamatan, kesehatan,
panjang umur dan berbahagia.
Semoga semua makhluk hidup berbahagia.
Sadhu, Sadhu, Sadhu.
Redaksi
--- oOo ---
DANA
Telah kami terima dana
dari :
1.
Ibu Liem Ming Lan Rp
1.000.000,-
2.
Bapak/Ibu Lie Ing Beng Dana Konsumsi
3.
Bp/Ibu Souw Sien Tjay (Tjioe Hiang Giok) Dana konsumsi
4.
Bapak/Ibu Tan Ing Hwie(Laktopia Sri Dewi) Dana Konsumsi
5.
Ibu Puspa Minarti Dana
Konsumsi
6.
Toko Makmur Jaya Dana
Sampul Brivi Edisi Magha dan Imlek 2565
Anumodana dan terima
kasih atas dana Anda.
Semoga kebajikan yang
dilakukan Bapak / Ibu / Saudara berbuah dalam bentuk umur panjang, sehat,
sukses dan bahagia bersama keluarga.
Semoga semua makhluk
hidup berbahagia.
--- oOo ---
Dompet yang Hilang
Ini sama seperti ketika kamu meninggalkan rumah dan kehilangan dompetmu. Dompet tersebut jatuh dari kantong dalam perjalanan, tetapi selama kamu belum menyadarinya kamu akan merasa tenang saja -merasa tenang karena kamu belum mengetahui untuk apa ketenangan ini. Ketenangan ini untuk kepentingan ketidak-tenangan di waktu berikutnya. Ketika kamu pada akhirnya melihat bahwa kamu telah kehilangan uangmu: Itulah saat kamu merasa tidak tenang -tepat ketika kehilangan tersebut ada di depanmu. Sama halnya dengan tindakan buruk dan tindakan baik kita. Sang Buddha mengajarkan kita untuk mengenalkan diri kita mengenai hal ini. Jika kita tidak mengenali hal ini, maka kita tidak akan memiliki kebijaksanaan untuk mengetahui mana yang benar atau mana yang salah, mana yang baik atau mana yang buruk.
— with Anakpapimami Evan and 21
others.
Artikel
Tidak
Sekadar Memaafkan
Kata
maaf sudah sangat mendarah daging bagi kita semua, karena sedari kecil kita
sudah diajarkan dan ditanamkan dalam alam bawah sadar, oleh orangtua kita untuk
meminta maaf, atau memaafkan jika terjadi suatu kesalahan. Jika kita yang
melakukan suatu kesalahan, maka kita wajib meminta maaf. Dan sebaliknya jika
orang lain yang telah melakukan suatu kesalahan terhadap kita, kita wajib
memaafkannya.
Mungkin
saat kita masih kecil yang kita tahu maaf ataupun saling memaafkan adalah
dengan cara mengucapkan kata "maaf" dan diiringi oleh "bersalaman"
satu sama lain.
Namun
apakah itu maaf yang sesungguhnya? Saya mencoba memahami bahwa sesungguhnya
maaf atau memaafkan bukan hanya sekadar suara yang melewati mulut dan terdengar
merdu di telinga. Bukan itu, bukan hanya sebatas kata-kata merdu yang terucap.
Maaf
yang sesungguhnya lahir dari dalam hati, dengan rasa tulus dan ikhlas, maka
tanpa kita sadari energi cinta kasih akan terpancar. Dan tentu saja akan
tercipta perasaan bahagia saat itu, saat di mana kita memohon maaf, ataupun
saat kita ikhlas dan tulus memaafkan.
"Kehidupan yang paling bahagia adalah
kehidupan, yang dapat memaafkan dan mengasihi sesama"
-Master Cheng yen-
Saat saya menulis artikel ini, tiba-tiba saja terlintas suatu
taman bunga yang indah, sangat indah. Taman bunga tersebut dapat kita ibaratkan sebagai taman hati kita. Hati
yang tidak dipenuhi oleh perasaan-perasaan negatif seperti rasa bersalah, rasa
kecewa, marah, benci dsb. Namun sebaliknya ketika kita mempunyai perasaan marah,
kesal, benci dan hal-hal negatif tersebut dapat kita ibaratkan seperti
tetumbuhan rumput liar, ilalang dan tetumbuhan yang tidak indah, dan terkadang
tetumbuhan itu merusak taman bunga kita yang indah.
Jika
demikian, apa yang dapat kita lihat, keindahan taman bunga itu akan tidak lagi
indah, asri dan nyaman dilihat oleh mata. Tidak nyaman dirasakan oleh hati.
Solusinya bagaimana? Apakah kita akan mendiamkan selamanya? Ataukah kita
membersihkannya dengan cara mencabuti semua rumput-rumput atau tetumbuhan liar tersebut.
Jika
kita ingin terus merawat taman bunga kita yang indah, jalan satu-satunya
adalah dengan cara mencabuti semua tetumbuhan liar.
Jadi
jika kita memiliki perasaan-perasaan negatif, maka kita harus mencabutnya dari
alam bawah sadar. Bagaimana cara mencabutnya? Kita bisa mencabut dengan cara
memaafkan dengan tulus dan ikhlas, sehingga sampai pada akarnya. Dengan kita
memaafkan satu kali, maka kita telah mencabut satu tetumbuhan liar dari taman
bunga kita.
Dengan
begitu tanpa kita sadari, taman bunga kita akan indah kembali. Begitu juga hati
kita, kita akan dapat bernafas dengan lega, tanpa beban di hati. Karena jika
kita memaafkan, kita juga telah belajar melepaskan, melepaskan beban yang
berat.
Sesungguhnya
saat orang lain bersalah kepada kita, dan kita marah kepadanya artinya kita
telah menghukum diri kita sendiri atas suatu kesalahan yang telah diperbuat
orang itu. Mengapa? Mengapa dengan begitu kita yang menghukum diri kita
sendiri? Karena dengan perasaan kesal, benci, dan marah itu kita telah
memasukkan tetumbuhan liar ke dalam kebun kita sendiri, bukankah dengan
demikian kita telah menyakiti diri kita sendiri? Bukankah kita tidak menginginkan
kebun kita dipenuhi oleh tetumbuhan liar? Oleh sebab itu belajarlah untuk tidak
memasukkan perasaan-perasaan negatif apapun ke dalam hati kita, jika kita tidak
ingin memiliki taman bunga yang dipenuhi oleh tetumbuhan liar.
Untuk
praktik dalam kehidupan sehari-hari seringkali ketika teman-teman berbagi
pengalaman dengan saya, tentang kekesalannya ataupun kemarahannya. Saya mencoba
untuk berbagi juga dengan mereka, saya biasanya menganjurkannya untuk mencoba
belajar memperhatikan detak jantung mereka, saat kita marah dan kesal ataupun
emosi lainnya, tanpa kita sadari detak jantung kita semakin kencang, sangat
kencang, sehingga kerja jantung kita dipaksa berpacu secara maksimal. Seperti
halnya peralatan yang dipaksa kerjanya lama-kelamaan peralatan tersebut akan
men-jadi aus serta rusak. Begitu juga dengan jantung kita, jantung kita yang
seringkali kita paksa secara tidak sadar saat kita emosi maka jantung akan
bekerja semakin berat, sehingga tidak menutup kemungkinan jantung kita juga
akan mengalami sakit dan kerusakan. Apakah kita menginginkan hal itu terjadi?
Saya rasa jawabannya pasti semua tidak menginginkannya, bukan?
Dengan
demikian, bila kita menyadari bahwa kerja jantung akan semakin berat ketika
kita emosi, maka kita dapat mengendalikannya dengan mencoba belajar
mengendalikan diri dengan cara mengatur nafas kita, saat emosi menghampiri kita
cobalah atur nafas sampai detak jantung kita benar-benar kembali normal, dan
lebih baik lagi jika detak jantung kita semakin halus.
Saat
kita bermeditasi, jika kita mau memperhatikan detak jantung kita, semakin kita
dapat mengendalikan nafas, mengendalikan diri, emosi, pikiran dan lain-lain,
maka detak jantung kita akan semakin halus. Dengan begitu maka kita telah
membantu kerja jantung menjadi lebih ringan.
Karena
itulah mengapa orang yang jarang marah, ataupun emosi biasanya tubuhnya akan
mengalami awet muda? Secara logika karena kerja organ-organ tubuhnya tidak
berat, sehingga tidak mengalami penuaan dini. Bagi teman-teman yang ingin awet
muda mulailah dari sekarang untuk belajar mengendalikan diri, mengendalikan
emosi yang berlebihan, dengan begitu kita telah membantu mengurangi kerja
organ-organ tubuh kita.
"Dengan memaafkan sesungguhnya kita
telah" menolong diri kita sendiri"
CheNa
Sumber
: Majalah Dhammacakka
--- oOo ---
YM. Bhante Uttamo Mahathera.
Diri sendiri sesungguhnya adalah pelindung
bagi diri sendiri,
karena siapa pula yang akan menjadi
pelindung bagi dirinya?
Setelah dapat mengendalikan dirinya sendiri
dengan baik,
ia akan memperoleh perlindungan yang sungguh amat sukar
dicari.
(DhammapadaXII,4)
PENDAHULUAN
Kehidupan yang selalu berubah serta penuh dengan perbedaan antara keadaan seseorang dengan orang yang lain, seringlah menimbulkan kejengkelan, kecemburuan dan putus asa. Sering kali kita menyesali, mengapa orang lain lebih bahagia daripada kita, padahal tingkah laku mereka tidak lebih baik daripada kita. Kita yang telah berusaha berbuat baik, penderitaan malah sering mengikuti seperti bayangan kita sendiri. Apakah ada kesalahan kita? Mengapa pula di dunia ini ada orang yang kaya-miskin, sehat-sakit-sakitan, umur panjang-umur pendek, cantik-jelek, pandai-bodoh, dan masih panjang lagi daftar ini bila semua dituliskan. Perasaan kita kadang lebih hancur bila kita mengingat penderitaan seakan lebih sering terjadi pada kita dibandingkan pada orang lain. Hal semacam ini juga terjadi dalam kehidupan kampus, rasanya kita telah lebih banyak belajar untuk persiapan ujian, kenapa orang yang lebih tidak siap menghadapi ujian sering memperoleh nilai yang hampir sama, bahkan kadang sama atau malah melebihi nilai kita. Kita kecewa. Kita kemudian bertanya dalam hati, apakah kesalahan kita? Apakah benar ini cobaan hidup? Siapakah yang mencoba? Kita terus berusaha mencari 'kambing hitam' atas kesulitan yang dialami.
Namun, sebagai seorang umat Buddha, kita tidak diajar oleh Sang Guru Agung untuk menyalahkan pihak lain atas kesulitan kita. Semua penderitaan dan masalah kehidupan pasti ada penyebabnya. Setiap orang memiliki penyebabnya masing-masing.
Oleh karena itu, sungguh tidak tepat bila dalam diri kita masih juga muncul kejengkelan, iri hati terhadap kebahagiaan orang lain, bahkan amat keliru kalau kita sampai putus asa, patah semangat hidup dalam menghadapi perubahan yang terus terjadi dalam kehidupan. Buddha Dhamma telah sempurna dibabarkan. Buddha Dhamma memberikan jalan untuk memperoleh kebahagiaan. Buddha Dhamma juga menguraikan cara untuk mempertahankan kebahagiaan yang kita alami.
SETIAP MAHLUK MEMILIKI KELEBIHAN DAN KEKURANGAN
Sang Buddha sejak hampir tiga ribu tahun yang lalu telah mengerti dan menyadari bahwa kehidupan ini memang selalu berisikan perbedaan, saling bertolak belakang. Perbedaan dalam dunia ini malah sering diibaratkan sebagai saudara kembar. Artinya, kita tidak mungkin hanya menerima satu sisi dan menolak sisi yang lainnya. Kita hanya mau menerima sisi kebahagiaan saja dan menolak sisi yang berisikan penderitaan. Tidak bisa. Tidak mungkin. Kita pasti menerima keduanya. Menerima kedua kenyataan hidup ini sering membuat pikiran kita menjadi tidak seimbang. Kadang pikiran merasa senang, tetapi tidak jarang pikiran menjadi sedih. Sungguh sulit untuk bertahan pada pikiran yang penuh kebahagiaan. Permasalahannya sekarang, adakah sistem yang dapat mempertahankan pikiran akan selalu bahagia walaupun kita harus menerima kenyataan bagaimanapun juga? Ada. Buddha Dhamma yang telah dibabarkan sempurna oleh Sang Guru Agung Buddha Gotama mampu memberikan jalan kebebasan menuju kebahagiaan sejati.
Bila diamati, kondisi bahwa segala sesuatu selalu berubah ini adalah merupakan hakekat kehidupan. Perubahan itu sendiri adalah netral, tidak menyedihkan maupun menggembirakan. Munculnya perasaan suka maupun duka dalam menghadapi perubahan itu adalah hasil pikiran kita sendiri.
Oleh karena itu, tidak mungkin kita mampu mengubah dunia. Tidak mungkin kita mengubah kenyataan. Hal yang mampu kita lakukan adalah mengubah cara berpikir kita sendiri. Siap menerima kenyataan sebagai kenyataan, bukan seperti yang kita harapkan menjadi kenyataan. Cara berpikir yang salahlah yang membuat kita menderita. Cara berpikir yang salah ini karena kita terlalu mengharapkan kenyataan dapat berubah sesuai dengan keinginan kita. Makin besar keinginan mengubah kenyataan, makin besar pula penderitaan dan kekecewaan yang akan dirasakan. Kita ingin selalu berkumpul dengan segala sesuatu yang dicinta. Sebaliknya, kita selalu berusaha menolak untuk bertemu dengan apapun yang kita benci. Kenyataannya, kita pasti akan berpisah dengan segala yang dicinta dan bertemu dengan hal-hal yang dibenci. Karena itu, kita hendaknya mengubah cara berpikir agar mampu menerima kehidupan ini sebagaimana adanya.
Dalam pergaulan dengan sesama manusia, sering muncul benturan dan ketidakselarasan. Masalah ini juga timbul karena harapan tidak selalu sesuai dengan keinginan. Untuk mengatasi masalah ini kita hendaknya mengembangkan pola pikir bahwa semua orang selalu memilki kelebihan dan kekurangan. Kita memiliki kekurangan, tetapi juga pasti ada kelebihannya; sebaliknya orang lain di samping kelebihannya, dia pasti mempunyai kekurangan pula. Kita semua sama. Punya kelebihan dan kekurangan masing-masing. Ada orang yang memiliki kelebihan di bidang penampilan fisik tetapi mungkin memiliki kekurangan dalam bidang kecerdasan. Orang lain yang memiliki kekurangan dalam kecerdasan, mungkin ia adalah orang yang sukses dalam berniaga. Serta masih banyak contoh lainnya. Dengan memiliki cara berpikir seperti ini membuat kita dapat lebih menerima perbedaan-perbedaan itu. Dalam kehidupan ini, sesungguhnya orang hanya saling memperhatikan antara satu dengan yang lainnya. Apabila ia melihat orang lain memiliki sesuatu yang ia sendiri belum memiliki maka ia katakan orang itu berbahagia. Kenyataannya, kebahagiaan relatif sifatnya. Kebahagiaan adalah urusan pribadi, tidak dapat diukur oleh orang lain.
(DhammapadaXII,4)
PENDAHULUAN
Kehidupan yang selalu berubah serta penuh dengan perbedaan antara keadaan seseorang dengan orang yang lain, seringlah menimbulkan kejengkelan, kecemburuan dan putus asa. Sering kali kita menyesali, mengapa orang lain lebih bahagia daripada kita, padahal tingkah laku mereka tidak lebih baik daripada kita. Kita yang telah berusaha berbuat baik, penderitaan malah sering mengikuti seperti bayangan kita sendiri. Apakah ada kesalahan kita? Mengapa pula di dunia ini ada orang yang kaya-miskin, sehat-sakit-sakitan, umur panjang-umur pendek, cantik-jelek, pandai-bodoh, dan masih panjang lagi daftar ini bila semua dituliskan. Perasaan kita kadang lebih hancur bila kita mengingat penderitaan seakan lebih sering terjadi pada kita dibandingkan pada orang lain. Hal semacam ini juga terjadi dalam kehidupan kampus, rasanya kita telah lebih banyak belajar untuk persiapan ujian, kenapa orang yang lebih tidak siap menghadapi ujian sering memperoleh nilai yang hampir sama, bahkan kadang sama atau malah melebihi nilai kita. Kita kecewa. Kita kemudian bertanya dalam hati, apakah kesalahan kita? Apakah benar ini cobaan hidup? Siapakah yang mencoba? Kita terus berusaha mencari 'kambing hitam' atas kesulitan yang dialami.
Namun, sebagai seorang umat Buddha, kita tidak diajar oleh Sang Guru Agung untuk menyalahkan pihak lain atas kesulitan kita. Semua penderitaan dan masalah kehidupan pasti ada penyebabnya. Setiap orang memiliki penyebabnya masing-masing.
Oleh karena itu, sungguh tidak tepat bila dalam diri kita masih juga muncul kejengkelan, iri hati terhadap kebahagiaan orang lain, bahkan amat keliru kalau kita sampai putus asa, patah semangat hidup dalam menghadapi perubahan yang terus terjadi dalam kehidupan. Buddha Dhamma telah sempurna dibabarkan. Buddha Dhamma memberikan jalan untuk memperoleh kebahagiaan. Buddha Dhamma juga menguraikan cara untuk mempertahankan kebahagiaan yang kita alami.
SETIAP MAHLUK MEMILIKI KELEBIHAN DAN KEKURANGAN
Sang Buddha sejak hampir tiga ribu tahun yang lalu telah mengerti dan menyadari bahwa kehidupan ini memang selalu berisikan perbedaan, saling bertolak belakang. Perbedaan dalam dunia ini malah sering diibaratkan sebagai saudara kembar. Artinya, kita tidak mungkin hanya menerima satu sisi dan menolak sisi yang lainnya. Kita hanya mau menerima sisi kebahagiaan saja dan menolak sisi yang berisikan penderitaan. Tidak bisa. Tidak mungkin. Kita pasti menerima keduanya. Menerima kedua kenyataan hidup ini sering membuat pikiran kita menjadi tidak seimbang. Kadang pikiran merasa senang, tetapi tidak jarang pikiran menjadi sedih. Sungguh sulit untuk bertahan pada pikiran yang penuh kebahagiaan. Permasalahannya sekarang, adakah sistem yang dapat mempertahankan pikiran akan selalu bahagia walaupun kita harus menerima kenyataan bagaimanapun juga? Ada. Buddha Dhamma yang telah dibabarkan sempurna oleh Sang Guru Agung Buddha Gotama mampu memberikan jalan kebebasan menuju kebahagiaan sejati.
Bila diamati, kondisi bahwa segala sesuatu selalu berubah ini adalah merupakan hakekat kehidupan. Perubahan itu sendiri adalah netral, tidak menyedihkan maupun menggembirakan. Munculnya perasaan suka maupun duka dalam menghadapi perubahan itu adalah hasil pikiran kita sendiri.
Oleh karena itu, tidak mungkin kita mampu mengubah dunia. Tidak mungkin kita mengubah kenyataan. Hal yang mampu kita lakukan adalah mengubah cara berpikir kita sendiri. Siap menerima kenyataan sebagai kenyataan, bukan seperti yang kita harapkan menjadi kenyataan. Cara berpikir yang salahlah yang membuat kita menderita. Cara berpikir yang salah ini karena kita terlalu mengharapkan kenyataan dapat berubah sesuai dengan keinginan kita. Makin besar keinginan mengubah kenyataan, makin besar pula penderitaan dan kekecewaan yang akan dirasakan. Kita ingin selalu berkumpul dengan segala sesuatu yang dicinta. Sebaliknya, kita selalu berusaha menolak untuk bertemu dengan apapun yang kita benci. Kenyataannya, kita pasti akan berpisah dengan segala yang dicinta dan bertemu dengan hal-hal yang dibenci. Karena itu, kita hendaknya mengubah cara berpikir agar mampu menerima kehidupan ini sebagaimana adanya.
Dalam pergaulan dengan sesama manusia, sering muncul benturan dan ketidakselarasan. Masalah ini juga timbul karena harapan tidak selalu sesuai dengan keinginan. Untuk mengatasi masalah ini kita hendaknya mengembangkan pola pikir bahwa semua orang selalu memilki kelebihan dan kekurangan. Kita memiliki kekurangan, tetapi juga pasti ada kelebihannya; sebaliknya orang lain di samping kelebihannya, dia pasti mempunyai kekurangan pula. Kita semua sama. Punya kelebihan dan kekurangan masing-masing. Ada orang yang memiliki kelebihan di bidang penampilan fisik tetapi mungkin memiliki kekurangan dalam bidang kecerdasan. Orang lain yang memiliki kekurangan dalam kecerdasan, mungkin ia adalah orang yang sukses dalam berniaga. Serta masih banyak contoh lainnya. Dengan memiliki cara berpikir seperti ini membuat kita dapat lebih menerima perbedaan-perbedaan itu. Dalam kehidupan ini, sesungguhnya orang hanya saling memperhatikan antara satu dengan yang lainnya. Apabila ia melihat orang lain memiliki sesuatu yang ia sendiri belum memiliki maka ia katakan orang itu berbahagia. Kenyataannya, kebahagiaan relatif sifatnya. Kebahagiaan adalah urusan pribadi, tidak dapat diukur oleh orang lain.
KAMMA BURUK DILAWAN KAMMA BAIK
Apabila kita sudah mengerti adanya kekurangan dan kelebihan pada setiap mahluk, maka kita hendaknya mulai merenungkan penyebab perbedaan ini muncul. Perbedaan ini muncul karena adanya Hukum Karma/Kamma atau hukum perbuatan. Dalam Samyutta Nikaya telah disebutkan bahwa sesuai dengan benih yang ditanam demikian pula buah yang akan dipetik, pembuat kebajkan akan memperoleh kebahagiaan, sebaliknya pembuat kejahatan akan mendapatkan penderitaan. Jadi, orang yang memiliki penampilan menarik adalah karena buah kebajikannya dari kehidupan lampaunya, sedangkan bila dia tidak pandai di kampus adalah bagian dari buah kamma buruknya di masa lampau pula.
Membahas masa lampau memang sulit. Dibahaspun tidak akan menyelesaikan masalah, malah mungkin menimbulkan masalah baru. Debat kusir. Oleh karena itu, sekarang yang paling penting adalah bagaimana menyelesaikan masalah atau kesulitan yang timbul dalam kehidupan kita, tanpa harus mencari 'kambing hitam'.
Karena kesulitan dan permasalahan adalah bagian dari buah kamma buruk kita, maka untuk mengatasinya, kita dapat menambah kamma baik. Penambahan kamma baik dapat dilakukan melalui perbuatan badan, ucapan dan juga pikiran. Semakin banyak kamma baik kita lakukan, semakin besar kondisi hidup kita untuk mencapai kebahagiaan. Ibarat pada segelas air dimasukkan satu sendok garam, lalu diaduk, terasa sangat asin. Untuk mengurangi rasa asin itu, kita dapat menambah air sedikit demi sedikit. Apabila air sudah sebanyak lima atau sepuluh gelas maka satu sendok garam yang ada di dalam air itu sudah tidak terasa lagi asinnya. Demikian pula dengan hukum perbuatan, garam diibaratkan sebagai perbuatan buruk kita; air adalah perbuatan baik kita. Jika seseorang mengalami kesulitan hidup, hal ini disebabkan karena jumlah garam atau kamma buruknya cukup banyak sehingga ia harus terus menambah air kebajikan sekaligus menghentikan kejahatannya. Sebaliknya, orang yang telah berbahagia dalam kehidupan ini diibaratkan seperti orang yang memiliki air dalam jumlah banyak dengan sedikit garam. Asinnya hampir tidak terasa. Meskipun demikian, hendaknya ia tidak dengan seenaknya saja menyia-nyiakan kebahagiaan dan kesempatan dalam hidupnya dengan melakukan kamma buruk, atau digambarkan seperti menambah jumlah garam ke dalam air. Sebab, meskipun memiliki air kebajikan dalam jumlah yang banyak, apabila terus ditambah dengan garam kejahatan, lambat laun perbandingannya pun semakin kecil dan buah kejahatan akan menimbulkan penderitaan padanya.
CARA MENCAPAI KEBAHAGIAAN
Dalam Agama Buddha, terdapat tiga perbuatan baik yang dapat digunakan untuk memperbaiki tingkat kehidupan kita. Ketiga perbuatan itu adalah kerelaan (dana), kemoralan (sila) dan konsentrasi (samadhi). Ketiga jalan Ajaran Sang Buddha ini jika dilaksanakan terus dalam kehidupan akan membuat hidup kita lebih baik dan bahagia di dunia ini. Bahkan, di kehidupan yang akan datang pun dapat terlahir di salah satu dari dua puluh enam alam surga.
Kerelaan (dana) adalah awal kebajikan. Kerelaan dapat berupa materi dan juga bukan materi. Pokok pemikiran latihan kerelaan ini adalah agar orang dapat memilki pola pikir: Semoga semua mahluk berbahagia. Sebab, dengan pemikiran awal ini saja, kebencian, iri hati maupun kecemburuan akibat perbedaan dalam kehidupan akan dapat dilenyapkan. Kita bahkan ikut berbahagia atas kebahagiaan mahluk lain. Kita bersimpati dengan kebahagiaan orang lain. Kita menjadi orang yang mempunyai tingkat toleransi yang tinggi terhadap lingkungan. Dengan latihan kerelaan, kita berusaha menurunkan tingkat keinginan kita - bila memang tidak mampu mencapainya - agar sesuai dengan kenyataan yang sedang kita hadapi. Apabila kita bertemu dengan orang yang menjengkelkan, kita bisa menghindarinya sambil merenungkan, mungkin memang tingkah semacam itulah yang membuatnya bahagia.
Kemoralan berintikan kedisiplinan. Latihan ini diawali dengan pelaksanaan Pancasila Buddhis. Isi Pancasila Buddhis adalah latihan pengendalian diri untuk tidak melakukan pembunuhan, pencurian, pelanggaran kesusilaan, berbohong dan mabuk-mabukan. Inti latihan ini adalah agar kita dapat meningkatkan kualitas diri kita. Meningkatkan disiplin diri. Menumbuhkembangkan disiplin diri diperlukan agar kita mampu mencapai harapan kita. Jadi apabila kedermawanan ditujukan untuk menurunkan harapan, disiplin diri ditujukan untuk meningkatkan sistem kerja agar tercapai target yang diharapkan.
Peningkatan sistem kerja ini dengan merenungkan dua hal yang telah diajarkan dalam Dhamma (Anguttara Nikaya II, 16). Pertama, menganalisa kelebihan dan kekurangannya sendiri. Faktor kelebihan hendaknya kita kembangkan terus sehingga kebahagiaan akan semakin sering dirasakan. Sebaliknya, unsur kekurangan, hendaknya kita hindari agar penderitaan tidak lagi datang pada diri kita. Kedua, menganalisa kelebihan dan kekurangan orang lain. Apabila kita dapat menemukan kekurangan orang, segera hindarilah sikap buruk semacam itu karena kita memiliki kemungkinan yang sama untuk melakukannya. Sedangkan apabila kita melihat kelebihannya, segera tirulah agar kita juga memperoleh keberhasilan yang sama. Dengan demikian, bila kita melihat keberhasilan orang lain, tidak akan muncul rasa iri hati, justru kita akan bersemangat untuk meneladaninya. Kalau orang lain mampu melakukan, kita pun harus berusaha untuk melakukannya pula.
Konsentrasi atau latihan meditasi ditujukan untuk mencapai ketenangan pikiran. Meditasi tidak akan menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi. Meditasi adalah sarana untuk menenangkan pikiran agar dapat menyelesaikan masalah. Dengan memiliki ketenangan pikiran, kita dapat menentukan kapankah kita harus menurunkan harapan kita; atau kapankah kita harus meningkatkan sistem kerja kita. Ataukah, kapan saatnya untuk melakukan keduanya sekaligus, menurunkan harapan dan meningkatkan kinerja. Pemilihan ini membutuhkan ketenangan dan keseimbangan batin. Dengan memiliki kemampuan memberikan pilihan yang tepat, kita akan dapat meningkatkan kebahagiaan dalam hidup.
KESIMPULAN
1. Semua mahluk memang selalu memiliki kelebihan dan kekurangan.
Apabila kita sudah mengerti adanya kekurangan dan kelebihan pada setiap mahluk, maka kita hendaknya mulai merenungkan penyebab perbedaan ini muncul. Perbedaan ini muncul karena adanya Hukum Karma/Kamma atau hukum perbuatan. Dalam Samyutta Nikaya telah disebutkan bahwa sesuai dengan benih yang ditanam demikian pula buah yang akan dipetik, pembuat kebajkan akan memperoleh kebahagiaan, sebaliknya pembuat kejahatan akan mendapatkan penderitaan. Jadi, orang yang memiliki penampilan menarik adalah karena buah kebajikannya dari kehidupan lampaunya, sedangkan bila dia tidak pandai di kampus adalah bagian dari buah kamma buruknya di masa lampau pula.
Membahas masa lampau memang sulit. Dibahaspun tidak akan menyelesaikan masalah, malah mungkin menimbulkan masalah baru. Debat kusir. Oleh karena itu, sekarang yang paling penting adalah bagaimana menyelesaikan masalah atau kesulitan yang timbul dalam kehidupan kita, tanpa harus mencari 'kambing hitam'.
Karena kesulitan dan permasalahan adalah bagian dari buah kamma buruk kita, maka untuk mengatasinya, kita dapat menambah kamma baik. Penambahan kamma baik dapat dilakukan melalui perbuatan badan, ucapan dan juga pikiran. Semakin banyak kamma baik kita lakukan, semakin besar kondisi hidup kita untuk mencapai kebahagiaan. Ibarat pada segelas air dimasukkan satu sendok garam, lalu diaduk, terasa sangat asin. Untuk mengurangi rasa asin itu, kita dapat menambah air sedikit demi sedikit. Apabila air sudah sebanyak lima atau sepuluh gelas maka satu sendok garam yang ada di dalam air itu sudah tidak terasa lagi asinnya. Demikian pula dengan hukum perbuatan, garam diibaratkan sebagai perbuatan buruk kita; air adalah perbuatan baik kita. Jika seseorang mengalami kesulitan hidup, hal ini disebabkan karena jumlah garam atau kamma buruknya cukup banyak sehingga ia harus terus menambah air kebajikan sekaligus menghentikan kejahatannya. Sebaliknya, orang yang telah berbahagia dalam kehidupan ini diibaratkan seperti orang yang memiliki air dalam jumlah banyak dengan sedikit garam. Asinnya hampir tidak terasa. Meskipun demikian, hendaknya ia tidak dengan seenaknya saja menyia-nyiakan kebahagiaan dan kesempatan dalam hidupnya dengan melakukan kamma buruk, atau digambarkan seperti menambah jumlah garam ke dalam air. Sebab, meskipun memiliki air kebajikan dalam jumlah yang banyak, apabila terus ditambah dengan garam kejahatan, lambat laun perbandingannya pun semakin kecil dan buah kejahatan akan menimbulkan penderitaan padanya.
CARA MENCAPAI KEBAHAGIAAN
Dalam Agama Buddha, terdapat tiga perbuatan baik yang dapat digunakan untuk memperbaiki tingkat kehidupan kita. Ketiga perbuatan itu adalah kerelaan (dana), kemoralan (sila) dan konsentrasi (samadhi). Ketiga jalan Ajaran Sang Buddha ini jika dilaksanakan terus dalam kehidupan akan membuat hidup kita lebih baik dan bahagia di dunia ini. Bahkan, di kehidupan yang akan datang pun dapat terlahir di salah satu dari dua puluh enam alam surga.
Kerelaan (dana) adalah awal kebajikan. Kerelaan dapat berupa materi dan juga bukan materi. Pokok pemikiran latihan kerelaan ini adalah agar orang dapat memilki pola pikir: Semoga semua mahluk berbahagia. Sebab, dengan pemikiran awal ini saja, kebencian, iri hati maupun kecemburuan akibat perbedaan dalam kehidupan akan dapat dilenyapkan. Kita bahkan ikut berbahagia atas kebahagiaan mahluk lain. Kita bersimpati dengan kebahagiaan orang lain. Kita menjadi orang yang mempunyai tingkat toleransi yang tinggi terhadap lingkungan. Dengan latihan kerelaan, kita berusaha menurunkan tingkat keinginan kita - bila memang tidak mampu mencapainya - agar sesuai dengan kenyataan yang sedang kita hadapi. Apabila kita bertemu dengan orang yang menjengkelkan, kita bisa menghindarinya sambil merenungkan, mungkin memang tingkah semacam itulah yang membuatnya bahagia.
Kemoralan berintikan kedisiplinan. Latihan ini diawali dengan pelaksanaan Pancasila Buddhis. Isi Pancasila Buddhis adalah latihan pengendalian diri untuk tidak melakukan pembunuhan, pencurian, pelanggaran kesusilaan, berbohong dan mabuk-mabukan. Inti latihan ini adalah agar kita dapat meningkatkan kualitas diri kita. Meningkatkan disiplin diri. Menumbuhkembangkan disiplin diri diperlukan agar kita mampu mencapai harapan kita. Jadi apabila kedermawanan ditujukan untuk menurunkan harapan, disiplin diri ditujukan untuk meningkatkan sistem kerja agar tercapai target yang diharapkan.
Peningkatan sistem kerja ini dengan merenungkan dua hal yang telah diajarkan dalam Dhamma (Anguttara Nikaya II, 16). Pertama, menganalisa kelebihan dan kekurangannya sendiri. Faktor kelebihan hendaknya kita kembangkan terus sehingga kebahagiaan akan semakin sering dirasakan. Sebaliknya, unsur kekurangan, hendaknya kita hindari agar penderitaan tidak lagi datang pada diri kita. Kedua, menganalisa kelebihan dan kekurangan orang lain. Apabila kita dapat menemukan kekurangan orang, segera hindarilah sikap buruk semacam itu karena kita memiliki kemungkinan yang sama untuk melakukannya. Sedangkan apabila kita melihat kelebihannya, segera tirulah agar kita juga memperoleh keberhasilan yang sama. Dengan demikian, bila kita melihat keberhasilan orang lain, tidak akan muncul rasa iri hati, justru kita akan bersemangat untuk meneladaninya. Kalau orang lain mampu melakukan, kita pun harus berusaha untuk melakukannya pula.
Konsentrasi atau latihan meditasi ditujukan untuk mencapai ketenangan pikiran. Meditasi tidak akan menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi. Meditasi adalah sarana untuk menenangkan pikiran agar dapat menyelesaikan masalah. Dengan memiliki ketenangan pikiran, kita dapat menentukan kapankah kita harus menurunkan harapan kita; atau kapankah kita harus meningkatkan sistem kerja kita. Ataukah, kapan saatnya untuk melakukan keduanya sekaligus, menurunkan harapan dan meningkatkan kinerja. Pemilihan ini membutuhkan ketenangan dan keseimbangan batin. Dengan memiliki kemampuan memberikan pilihan yang tepat, kita akan dapat meningkatkan kebahagiaan dalam hidup.
KESIMPULAN
1. Semua mahluk memang selalu memiliki kelebihan dan kekurangan.
2. Perbedaan yang ada pada mahluk hidup adalah karena setiap
mahluk memiliki kammanya sendiri-sendiri.
3. Kita dapat memperbaiki kehidupan kita dengan melaksanakan
kerelaan, kemoralan dan samadhi setiap hari.
4. Kerelaan digunakan untuk menyesuaikan harapan kita agar sama
dengan kenyataan. Dapat menerima kenyataan.
5. Kemoralan ditujukan agar kita dapat memperbaiki kualitas diri
dan sistem kerja kita agar harapan dapat tercapai.
6. Samadhi dimanfaatkan untuk menentukan apakah keinginan ataukah
sistem kerja yang harus kita perbaiki. Atau menentukan tindakan yang tepat
untuk menghadapi masalah.
RENUNGAN
Segala suka dan duka sesungguhnya adalah karena buah perbuatan kita sendiri. Karena itu bila kita sedang berbahagia tambahlah terus kebajikan agar dapat terus mempertahankan kebahagiaan yang sedang kita rasakan. Bila sedang mengalami penderitaan, maka jangan bosan-bosan untuk menambah kebajikan pula agar kamma buruk yang kita alami segera berlalu.
RENUNGAN
Segala suka dan duka sesungguhnya adalah karena buah perbuatan kita sendiri. Karena itu bila kita sedang berbahagia tambahlah terus kebajikan agar dapat terus mempertahankan kebahagiaan yang sedang kita rasakan. Bila sedang mengalami penderitaan, maka jangan bosan-bosan untuk menambah kebajikan pula agar kamma buruk yang kita alami segera berlalu.
Diposkan oleh DHAMMA VAGGA Tidak
ada komentar:
Label: YM.
Bhikkhu Uttamo Mahathera
MARILAH KITA BERLATIH MEDITASI
Dayakasabha
Metta Vihara mengajak Bapak, Ibu, dan Saudara untuk bersama-sama latihan
meditasi
di Metta
Vihara yang diadakan
setiap hari Rabu, Pukul 19.30 WIB,
Tempat : Metta Vihara, Jl. Udang No 8
Tegal .
Semoga
membawa manfaat bagi kita semua .
Semoga semua
makhluk berbahagia .
Mettacitena ,
Dayakasabha
Metta Vihara Tegal
SUASANA
SEHAT
Meskipun sendau gurau mungkin kadang kala pahit dan langsung ditujukan kepada Anda oleh yang lain, sebagai orang bijaksana Anda harus menjawabnya dengan sendau gurau lain tanpa menimbulkan suasana yang tidak sehat.
Bila pada suatu waktu Anda mengikuti suatu pertandingan, janganlah menunjukkan perangai buruk Anda bila Anda ternyata kalah ; karena dengan berbuat demikian Anda bukan hanya merusak kesenangan orang lain tetapi juga pada akhirnya Anda akan kalah total.
Anda tidak dapat memperbaiki setiap dan semua orang di dunia ini dengan tujuan untuk mencapai perdamaian sebagaimana Anda tidak dapat memindahkan batu-batu dan duri-duri di dunia untuk dapat berjalan dengan licin dan lancar. Seseorang yang ingin berjalan pada tanah yang licin haruslah mengenakan sepasang sepatu.
Demikian pula seseorang yang ingin memiliki kedamaian dalam pikirannya, haruslah mengetahui bagaimana menjaga perasaan dan akal budinya.
Ada bermacam-macam cara untuk memperbaiki seseorang jika ia salah. Dengan memberikan kritik, mencela, menegur, ataupun membentaknya di depan umum tidaklah berarti Anda dapat memperbaikinya ; Anda harus mengetahui bagaimana cara memperbaikinya tanpa membuat malu.
Banyak orang yang membuat lebih banyak musuh dengan cara mengkritik orang lain. Jika Anda dapat memberitahukannya dengan ramah, dengan niat ingin memperbaikinya, ia tentu akan mendengarkan Anda dan suatu hari ia akan berterima kasih atas petunjuk dan kebaikan Anda.
Apabila Anda hendak menyatakan pandangan Anda mengenai hal-hal tertentu, cobalah selalu untuk menggunakan kata-kata yang tidak akan menyakiti perasaan orang lain. Ada banyak cara untuk mengemukakan pandangan : dengan lemah-lembut, atau dengan sopan maupun dengan cara diplomasi.
Anda tidak seharusnya menjadi marah bila orang menunjukkan kesalahan-kesalahan Anda. Anda boleh berpikir bahwa dengan kemarahan dan membentak orang lain maka Anda dapat menekan atau mengatasi kekurangan Anda. Namun hal ini, merupakan sikap yang salah untuk dituruti.
Anda tidak boleh membuka rahasia-rahasia pribadi dari bekas-bekas teman yang telah dipercayakan kepada Anda, sekalipun Anda sudah tidak berteman lagi dengannya. Jika Anda berbuat demikian, orang lain akan memandang rendah atas diri Anda, dan tidak akan menerima Anda sebagai orang yang berhati tulus.
Oleh: Ven. Dr. K. Sri Dhammananda
Selanjutnya> JANGAN MEMIHAK
— with Budiman Ong
and 23
others.
Bentuknya begitu anggun
Bening dan berkilau
Tanpa noda
Tanpa cela
Begitu indahnya
Begitu sayang bila kupakai
Biarlah ada di rak hiasku
Menjadi kebanggaan bagiku
Ketika saat itu terjadi.....
Hancur hatiku melihatnya
Pecah tak berbekas
Yang tertinggal hanyalah .....
Serpihan kaca tiada arti .
Andai saat itu ..................
Kuraih kesempatan yang ada
Merasakan segarnya air
Dari sebuah gelas kristal yang indah
Baru kusadari
Betapa bodohnya aku
Hanya membanggakannya
Dan bukan memakainya untuk manfaat diri
Aku
mendapatkan sebuah gelas kristal yang sangat indah bentuknya. Kutimang-timang
gelas itu, dapat kurasakan betapa halus buatannya. “Pasti mahal harganya,”
pikirku. Gelas itu begitu berkilau memukau mata yang melihatnya. Kucari tempat
yang paling baik untuk menempatkannya agar bisa dilihat oleh semua orang.
Begitu bangga dan puasnya diriku membayangkan gelas kristal milikku itu
nantinya dipandang setiap orang yang datang bertamu ke rumah. Semua pasti kagum
dan ingin memilikinya. Senang dan puas hatiku bisa membanggakannya kepada semua
orang. Ya, itulah gelas kristal indah milikku.
Sampai suatu ketika, saat di
rumahku ada pesta, banyak sekali orang yang datang. Di antara mereka tak
sedikit yang datang dengan membawa anak kecil. Dan waktu itulah kecelakaan
terjadi. Rak tempat gelas kristal itu berada tertabrak anak-anak kecil yang
sedang bermain dan berlarian di rumahku. “Brakk...!!!” Suara benturan itu
begitu keras mengagetkan semua orang. Sejurus kemudian menyusul terdengar suara
nyaring yang menyakitkan telinga: “Pranggg ........ !!!” Mendengar suara satu
ini aku langsung meloncat dan berlari untuk melihat apa yang sebenarnya
terjadi, tepatnya meyakinkan diriku bahwa hal yang tak kuinginkan itu benar
telah terjadi. Suara gelas pecah mungkin menyakitkan telinga para tamu, tetapi
lebih menyakitkan lagi bagiku karena kebanggaanku ikut hancur bersamanya.
Habislah sudah hari-hari penuh kebanggaan menerima pujian dan menikmati mata kagum
para tamu atas keindahan gelas kristalku.
Pesta sudah bubar sejak 3 jam
yang lalu, persisnya ketika para tamu melihatku begitu bersedih meratapi gelas
kristal yang menjadi kebanggaanku selama ini.
Aku masih duduk di depan gelas kristal yang
kini menjadi serpihan kaca tiada arti. Sampah, itulah kata yang tepat.
Kubiarkan hati dan pikiranku melayang menyesali kehancuran gelas itu. Aku benci
mengingat apa yang telah terjadi. Semua emosi buruk muncul di benakku. Marah,
benci, gusar, menyesal, umpatan kasar, de-el-el.
Setelah reda amarah dan penyesalanku, aku
kemudian membersihkan semua bekas kekacauan dalam rumahku. Tertampak olehku
begitu banyak sampah. Hiasan–hiasan yang tadinya kutata rapi jadi berantakan
semua. Sejurus melihat ini aku tertegun. Semua pemandangan ini kulihat dengan
mata kepala yang sama dengan yang tadi, tetapi baru aku sadari saat ini. Begitu
bodohnya diriku yang menyesali hal tiada arti selama berjam-jam. Sedih, marah,
dan semua emosi yang merugikan itu telah menjeratku serta membuatku begitu
menderita. Ternyata yang kulakukan tak lebih hanyalah menyesali hal yang
bersifat semu. Semua hal yang sebelumnya kutata rapi dan indah, pada akhirnya
juga akan berakhir dalam wujud sampah.
Selanjutnya aku mulai berandai-andai.
Apabila tidak kupamerkan dan kuletakkan di rak ruang tamu yang tinggi, gelas
kristal itu pasti masih utuh berada di lemari dalam yang aman. Apabila aku
memakainya sebagai gelas minum, aku akan bisa merasakan betapa segarnya minuman
yang kuteguk dari gelas kristal itu. Meski kemudian ketika gelas itu hancur,
aku masih tetap dapat menceritakan kepada orang lain betapa nikmatnya minum
dengan menggunakan sebuah gelas kristal.
Ini pulalah kepandiran yang kita lakukan
selama ini. Kita umat Buddha pada umumnya memandang Buddha Dhamma bagai sebuah
gelas kristal yang harus dibanggakan sebagai milik kita yang indah. Tanpa
disadari kita menempatkan Buddha Dhamma hanya sebagai sebuah rangkaian kata
bijak yang kita sombongkan pada semua orang. Kita merasa begitu bangga kala
bisa memenangkan setiap perdebatan tentang nilai-nilai kehidupan dengan
berpedoman pada Dhamma yang indah itu.
Namun kita lupa bahwa Buddha Dhamma adalah
sebuah nilai kebenaran yang harus dijalani dan dibuktikan oleh diri sendiri.
Buddha Dhamma harus kita cicipi dengan menjalankannya tanpa harus memamerkan
dengan membawa keakuan dan kesombongan kita. Buddha Dhamma yang hanya menjadi
simbol kesombongan tak akan menjadi sesuatu yang bermanfaat, ini bagaikan gelas
kristal indah yang hanya dipamerkan dan akhirnya hancur berkeping-keping tanpa
membawa sedikitpun manfaat nyata bagi pemiliknya.
Demikian pula dengan seseorang yang tidak
menerapkan dan menyelami kebenaran Dhamma, keyakinan dan keteguhannya mudah
rapuh seperti halnya gelas kristal. Sehingga ketika sedang menuai buah karma
buruk, bukan keyakinan dan ketegaran yang ditunjukkannya, melainkan kekecewaan
dan penolakan. Oleh karena itulah mari kita cicipi Buddha Dhamma dengan
menjalaninya dalam kehidupan sehari-hari, bukan hanya sekedar dipamerkan di
depan orang tanpa pernah dipakai sendiri. Simpanlah Gelas Kristal Dhamma jauh
di dalam lubuk hati kita dan biarkan kemilau cahaya yang memukau terpancar
melalui diri kita. Dengan demikian tidak ada seorangpun yang bisa memecahkan
Gelas Kristal tersebut karena telah terpahat di dalam hati dan menyatu dalam
diri kita.
Dalam masa awal penyebaran Dhamma, Buddha
meminta 60 orang bhikkhu untuk membabarkan Dhamma ke berbagai tempat demi
kebahagiaan banyak orang. Hal ini dilakukan oleh Buddha dan para bhikkhu karena
pada masa itu banyak orang yang belum mengenal Dhamma yang indah pada awalnya,
indah pada tengahnya, dan indah pada akhirnya itu. Namun, apa yang harus kita
lakukan setelah berkesempatan mendengarkan Dhamma? Di samping membabarkannya
pada orang lain yang membutuhkannya, yang terpenting adalah kita harus
menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain, Gelas Kristal
indah yang telah ditunjukkan Buddha jangan hanya kita jadikan ajang pameran
kesombongan.
Dalam memperingati Hari Magha Puja, marilah
kita renungkan: Dhamma telah dibabarkan, aturan kedisiplinan Sangha telah
dipaparkan; Dhamma terus disebarkan, aturan kedisiplinan pun tetap dijaga, kini
yang harus dipertanyakan adalah: sudahkah kita menerapkan Dhamma yang indah itu
dan menghormati aturan kedisiplinan yang bermoral itu?
Dengan pengertian ini, marilah kita mulai
memanfaatkan Gelas Kristal Dhamma masing-masing (pemahaman kita akan Buddha
Dhamma) untuk mencicipi segarnya air dari dalam Gelas Kristal itu (kebahagiaan
dalam penerapan Dhamma). Lalu simpanlah dalam lubuk hati yang paling dalam dan
biarlah diri kita memancarkan kemilaunya (biarlah cahaya Dhamma itu memancar
dari apa yang kita lakukan, bukan dari yang kita katakan).
Semoga pemahaman gelas kristal ini membawa
kita pada kebahagiaan.
Semoga semua makhluk berbahagia.
Oleh: Sang attha
Membuka
Pintu Hati
KEMARAHAN DAN PEMAAFAN
Pengadilan
|
Dalam rangka mengungkapkan
kemarahan Anda, pertama-tama Anda harus mencari pembenaran bagi diri Anda
sendiri. Anda harus meyakinkan diri bahwa marah itu pantas, tepat, benar. Di
dalam proses batin yang marah, seolah-olah sedang terjadi sebuah pengadilan
dalam pikiran Anda.
Terdakwa berdiri di atas
panggung pengadilan dalam pikiran Anda. Anda adalah jaksa penuntutnya. Anda
tahu mereka bersalah, tetapi supaya adil, Anda harus membuktikannya kepada
hakim, kepada hati nurani Anda terlebih dahulu. Anda lalu meluncur ke dalam
rekonstruksi "kejahatan" yang melawan Anda.
Anda menuduhkan segala jenis
kedengkian, sifat bermuka dua, dan niat buruk di balik semua perbuatan
terdakwa. Anda mengungkit kembali semua "kejahatan" mereka pada masa
silam untuk meyakinkan hati nurani Anda bahwa mereka tak pantas untuk
dikasihani.
Dalam
pengadilan yang nyata, terdakwa juga punya pengacara yang diizinkan untuk
bersuara. Tetapi di dalam pengadilan batin, Anda sedang dalam proses untuk
membenarkan kemarahan Anda. Anda tak ingin mendengarkan alasan-alasan yang
menyedihkan, penjelasan-penjelasan yang tak dapat dipercaya, atau rengekan
cengeng mohon pengampunan. Pengacara tak diizinkan membela terdakwa. Dalam
argumentasi yang berat sebelah, Anda tengah membangun kasus yang meyakinkan.
Dan itu sudah lumayan bagus. Hati anda mengetok palu dan memutuskan para
terdakwa BERSALAH! Sekarang barulah kita merasa tak apa-apa marah kepada
mereka.
Beberapa
tahun yang lampau, inilah proses yang saya lihat terjadi di dalam pikiran saya
bilamana saya marah. Itu tampaknya tak begitu adil. Jadi lain kali ketika saya
ingin marah kepada seseorang, saya diam sejenak untuk membiarkan
"pengacara" pembela terdakwa menyatakan pembelaannya. Saya
merenungkan alasan-alasan dan penjelasan masuk akal tentang perilaku terdakwa.
Saya mementingkan indahnya pemberian maaf. Saya menemukan bahwa suara hati
tidak lagi membolehkan adanya putusan bersalah. Jadilah tidak mungkin untuk
menghakimi perilaku orang lain. Kemarahan, karena tak dicari-cari
pembenarannya, akhirnya kelaparan dan mati.
--- oOo ---
SEGENGGAM DAUN BODHI
KUMPULAN TULISAN
BHIKKHU DHAMMAVUDDHO MAHA THERA
Message of The Buddha
Namo
Tassa Bhagavato Arahato Samma Sambuddhassa
MANFAAT-MANFAAT MENDENGARKAN
DHAMMA
Buddha menyebut
pengikut-pengikutnya savaka (pendengar), menekankan pada pentingnya
mendengarkan Sutta. Sutta dan Vinaya menunjukkan dengan jelas
bahwa semua orang yang mencapai tingkat pertama dari pencapaian kesucian adalah
dengan mendengarkan khotbah Buddha. Sekarang ini, kita sangat beruntung
memiliki khotbah Buddha, persis seperti yang Beliau ceramahkan, terkandung
dalam Nikaya. Membaca sutta-sutta ini dapat disamakan dengan
duduk di dekat Buddha dan mendengarkan Beliau. Adalah bijaksana untuk
menyia-nyiakan kesempatan yang jarang ini untuk menyelidiki/meneliti secara
mendalam kumpulan Sutta tertua.
Di Digha
Nikaya Sutta 14, Buddha menyatakan bahwa Beliau merenungi 91 putaran
dunia yang telah lewat (pastinya sepanjang malam!) dan melihat hanya enam Sammmasambuddha
muncul. Dapat dikatakan, secara rata-rata, seorang Buddha muncul
sekali setelah 10 putaran dunia. Buddha memberikan kiasan yang
mengilustrasikan tidak terbayangkan panjangnya jangka waktu satu putaran dunia (Samyutta
Nikaya 15.1.5). Sungguh jarang munculnya seorang Sammmasambuddha. Kita
beruntung hidup di masa kejayaan Dhamma! Hidup pada masa sekarang adalah sama
bagusnya dengan hidup pada masa Buddha. Pada kenyataannya, jika kita
hidup pada masa tersebut, kita mungkin tidak mampu mengenal sebanyak Sutta
seperti yang bisa kita dapati sekarang, ketika khotbah-khotbah (sekitar 5000)
tersedia dalam bentuk buku.
SOTAPATI (PEMASUK ARUS) DICAPAI DENGAN MENDENGARKAN DHAMMA
Di Anguttara
Nikaya Sutta 5.202, disebutkan lima keuntungan dari mendengarkan Dhamma.
Salah satu darinya adalah pencapaian Pandangan Benar. Karena pencapaian
Pandangan Benar adalah sinonim dengan pencapaian kesucian, maka jelas bahwa
mendengarkan Dhamma bisa membuat seseorang menjadi siswa Ariya.
Majjhima
Nikaya Sutta 43
menyatakan bahwa dua kondisi diperlukan untuk munculnya Pandangan Benar yakni :
Suara
dari orang lain, dan
Perhatian
yang seksama (yoniso manasikdra)
Ini adalah titik yang sangat penting di sini. Pandangan Benar
hanya dapat diraih dari mendengarkan Dhamma yang diajari seseorang pada anda.
Anda tidak dapat meraih Pandangan Benar sendiri dari meditasi, dan lain-lain! Oleh
sebab itu, Ariya hanya muncul ketika Dhamma diajari oleh seorang.
Ini
adalah penegasan kedua bahwa pemasuk arus (tingkat kesucian pertama) bisa
dicapai dengan mendengarkan Dhamma. Di Samyutta Nikaya Sutta 46.4.8,
Buddha memberikan penegasan lain, Beliau berkata bahwa ketika seseorang
mendengarkan Dhamma dengan perhatian penuh, lima penghalang (nivarana) tidak muncul dan tujuh faktor
pencerahan (bojjhanga) dipenuhi. Ini adalah kondisi untuk menjadi
seorang Ariya. Oleh karena itu, jika kita mendengarkan Dhamma dengan
perhatian penuh kita bisa menjadi Ariya.
Angurtara
Nikaya Sutta 10.75 memberitahukan tentang orang yang diselamatkan oleh Dhamma:
"... karena ia telah mendengar (savanena), ia telah banyak belajar (bahusacca),
ia telah menembus pandangan, ia memenangkan sebagian pembebasan.....telinga
untuk Dhamma (Dhammasota) menyelamatkan orang ini."
Kata Sotapatti
terdiri dari sota yang berarti "pemasuk" atau "telinga",
dan apatri berarti "memasuki ke dalam". Biasanya, Sotapatti
diterjemahkan sebagai "pemasuk arus" tetapi juga bisa
berarti "telinga yang memasuki" yang dalam pengertiannya,
telinga yang menembusi Dhamma. Pendekatan pembelajaran dari Sutta
menyarankan bahwa terjemahan belakangan adalah sama berlaku karena murid-murid Buddha
dipanggil savaka atau pendengar
(dari Dhamma), dan Beliau secara umum merujuk mereka sebagai "Siswa
Ariya" di dalam Sutta (misalnya Anguttara
Nikaya Sutta 4.58 dan 5.41).
Samyutta
Nikaya Sutta 55.6.5 menjelaskan empat faktor yang diperlukan untuk pencapaian
pemasuk arus (Sotapattiyangani) yakni:
Bergaul
dengan orang yang tepat, misalnya orang-orang yang
mengerti
Dhamma yang asli,
Mendengarkan
Dhamma yang asli,
Perhatian
yang seksama, dan
Mempraktekkan
Dhamma "selaras dengan Dhamma, misalnya menjalani hidup sesuai dengan Dhamma
- contohnya, menjaga sila dan sebagainya.
Lebih jauh lagi, kita menemukan dalam Sutta dan Vinaya bahwa semua
orang yang mencapai pemasuk arus (Tingkat Pertama) adalah dengan mendengarkan Dhamma.
Orang-orang seperti ini dikatakan telah meraih visi/mata Dhamma
(Dhammacakkhu), yang dijelaskan Sutta atas penyadaran bahwa "Semua
yang merupakan subjek dari timbulnya sesuatu/ kelahiran, adalah subjek dari
penghentian/kematian". Orang seperti ini juga dikatakan memiliki "pemahaman
(dasar) Dhamma, melampaui keraguan, dan menjadi tidak bergantungan pada yang
lainnya mengenai ajaran Buddha", yakni dia tidak lagi mencari guru
tertentu. Dia memiliki keyakinan yang tidak tergoyahkan kepada Buddha,
Dhamma, Sahgha dan secara otomatis melaksanakan sila para Ariya
(moralitas seorang Anya), yakni tiga faktor dari Perkataan Benar, Perbuatan
Benar, dan Penghidupan Benar, dari Jalan Ariya Berunsur Delapan.
---
oOo ---
SEGENGGAM
DAUN BODHI
Penerjemah
:
Rety
Chang Ekavatti, S.Kom, BBA
Yuliana
Lie Pannasiri, MBA
Penyunting
:
Nana
Suriya Johnny, SE
Andromeda
Nauli, Ph.D
Kitab Suci Agama Buddha bagian
dari
Khuddaka Nikaya, Sutta Pitaka
Judul asli : The Sutta-Nipata
Translated from The Pali by H.
Saddatissa
5. SUCILOMA SUTTA
Suciloma
Khotbah
yang serupa dengan Alavaka Sutta
Demikian yang telah saya dengar: Suatu ketika Sang Buddha
duduk beralas batu di Gaya, tempat kediaman yakkha Suciloma. Pada saat itu
yakkha Khara dan Suciloma lewat di dekat beliau [dan yakkha Khara bertanya]
'Apakah orang ini seorang pertapa?' Suciloma menjawab: 'Dia bukan pertapa.
Penampilannya saja yang kelihatan sama. Biarlah saya pastikan.' Kemudian
Suciloma mendekati Sang Buddha dan mencoba menempelkan dirinya ke tubuh Sang
Buddha. Tetapi Sang Buddha mundur dari sentuhannya. Maka Suciloma bertanya
kepada Sang Buddha: 'O pertapa, apakah engkau takut padaku?' Sang Buddha
menjawab: 'Sobat, saya tidak takut padamu, hanya saja sentuhanmu tidak
menyenangkan.'
Suciloma :
Saya akan bertanya kepadamu, O pertapa : jika engkau tidak bisa menjawab, saya
akan mengacaukan pikiranmu, atau
merobek-robek jantungmu, atau merenggut kakimu dan melemparmu ke seberang
sungai Gangga.
Sang Buddha : Sobat, tidak kulihat di dunia ini seorang pun
yang dapat melakukan hal itu. Tetapi sobat, bertanyalah sesukamu.
1 Suciloma: Dari mana munculnya nafsu dan kebencian? Dari
mana munculnya rasa tidak puas, kemelekatan dan ketakutan? Dari mana munculnya
spekulasi-spekulasi jahat yang mengusik pikiran, bagaikan anak-anak kecil
mengusik burung-burung gagak? (270)
2 Sang Buddha: Nafsu dan kebencian muncul dari egoisme.
Demikian juga rasa tidak puas, kemelekatan dan ketakutan. Dari sana pula pikiran-pikiran
spekulatif muncul dan mengusik pikiran, bagaikan anak-anak mengusik
burung-burung gagak. (271)
3 Semua itu muncul dari nafsu, yang berada dalam diri
seseorang bagaikan sulur-sulur yang muncul dari cabang pohon beringin. Mereka
melekat ke nafsu indera bagaikan tanaman rambat maluva yang memenuhi hutan
belantara. (272)
4 Dengarkanlah, O, yakkha, mereka yang mengetahui sumbernya
akan mengatasinya. Mereka menyeberangi banjir yang sulit diseberangi, yang
belum pernah diseberangi, dan mereka tidak akan terlahir lagi. (273)
--- oOo ---
100 TANYA JAWAB DENGAN BHIKKHU UTTAMO
Dari : Dedy, Gresik
Namo Buddhaya, Bhante,
Sebelumnya terima kasih
atas nasehat Bhante mengenai problem saya tempo hari
(http://wvAv.samaggi-phala.or.id/ftj_dtl.php?id=54) karena mulai menampakkan
hasil dengan adanya cicilan pembayaran. Semoga problem ini bisa tuntas dengan
baik.
1. Pada saat saya membeli
burung untuk fang sen, biasanya saya melakukan tawar menawar tentang harganya
dan biasanya saya juga mengatakan: 'Bu kasih harga murah, sayakan langganan
ibu', Yang ingin saya tanyakan 'berlangganan' membeli burung fang sen apakah
berarti juga kita secara tidak langsung mengkondisikan orang untuk menangkap
burung lagi untuk dijual kembali? Tolong Bhante jelaskan.
2. Di pabrik tempat saya
bekerja akhir-akhir ini sering terjadi kerusakan mesin yang silih berganti dan
waktunya sangat dekat. Dan menurut saya agak aneh bahkan ada seorang karyawan
sempat kesurupan sekitar 3 jam dan cukup kesakitan. Kejadian ini saya saksikan
sendiri. Menurut keterangan teman saya yang memegang/ menahan orang yang
kesurupan tadi, ada sekitar 9 suara yang berbeda yang diucapin dan ini dianggap
ada 9 makhluk halus yang mempengaruhi orang tersebut. (Setelah sadar saya
sempat berdialog dengan teman saya tersebut yang katanya sebelum kesurupan dia
mau buang air kecil di dekat sumur tapi tidak bisa keluar dan di depannya
muncul 2 makhluk hitam tinggi besar sedang memegang timba. Mau diminta teman
saya tapi tidak boleh. Setelah itu, teman saya mulai kesakitan dan
ujung-ujungnya kesurupan). Pertanyaan saya, apakah makhluk halus punya
kemampuan mengganggu aktifitas manusia seperti kerusakan mesin yang terjadi di
tempat saya?
Jawaban:
Saya ikut berbahagia atas
titik terang penyelesaian masalah yang pernah ditanyakan dalam Forum Tanya
Jawab ini. Semoga permasalahan tersebut dapat diselesaikan dengan baik dan
membahagiakan kedua belah fihak. Semoga demikianlah adanya.
1. Istilah 'langganan'
apabila diikuti dengan perilaku sebagaimana layaknya langganan yang secara
rutin membutuhkan barang yang sama pada waktu tertentu maka rutinitas tersebut
akan mengkondisikan si penjual mencarikan burung sesuai dengan kebiasaan itu.
Hal inilah yang hendaknya dihindari apabila orang ingin sering melaksanakan
pelepasan makhluk. Oleh karena itu, apabila ingin rutin melepas makhluk,
sebaiknya tidak mempunyai tempat yang sama untuk mendapatkan makhluk yang akan
dilepaskan tersebut.
2. Dalam Buddha Dhamma
diterangkan tentang keberadaan makhluk hidup di 31 alam. Dalam skema 31 alam
kehidupan itu tampaklah bahwa alam manusia hanya salah satu diantaranya. Makhluk
halus yang biasa dijumpai oleh manusia adalah mereka yang tergolong dalam alam
Asura dan alam Peta. Di antara mereka, mungkin memang ada makhluk yang ingin
mengkomunikasikan sesuatu kepada manusia di sekitarnya. Mereka menggunakan
'kesurupan' sebagai salah satu cara berkomunikasi. Kadang, mereka juga
mempunyai kemampuan untuk mengkondisikan rusaknya mesin atau berbagai
kecelakaan kerja lainnya. Oleh karena itu, untuk mengatasi keadaan ini adalah
merupakan kebiasaan yang baik apabila menejemen pabrik sering melakukan
perbuatan baik atas nama para makhluk tersebut. Dengan seringnya melakukan
pelimpahan jasa atas nama para makhluk tersebut maka kebajikan ini akan banyak
membantu mereka terlahir di alam bahagia. Dengan demikian, mereka tidak lagi
mengganggu proses kerja dalam pabrik.
Semoga jawaban
ini dapat memberikan manfaat dan kebahagiaan Semoga selalu bahagia.
--- oOo ---
Setitik
Cahaya di Balik Kabut
Keseimbangan
Batin
Pandita Dr. R. Surya Widya,
Sp.Kj
Thursday, October 29, 2009 at 6:43am
Batin
yang tidak mudah tergoyahkan disebut seimbang, ibarat kapal tidak mudah oleng
kekiri atau kekanan.
Apabila
sedang menerima berbuahnya karma buruk, misalnya kehilangan harta, kehilangan
sanak keluarga, kehilangan jabatan, kehilangan apa saja yang dicinta, patah
hati, menderita sakit berat dan lain hal yang tidak menyenangkan, batin
seharusnya tetap seimbang. Tidak meratap tangis, tidak murung, tidak menjadi
begitu sedih sehingga mau bunuh diri.
Sebaliknya
apabila sedang menerima berbuahnya karma baik, misalnya mendapat hadiah undian
yang luar biasa, memperoleh apa yang diinginkan, meraih cita-cita yang
didambakan selama bertahun-tahun, memenangkan cinta si buah hati dan hal-hal
lain yang menyenangkan, batin juga seharusnya tetap seimbang. Tidak terlalu
bergembira sedemikian rupa sampai lupa diri sehingga tidak bisa tidur dan lupa
mengunci pintu rumah.
Karma
baik dan karma buruk berbuah silih berganti, seperti buah yang masak di pohon,
tidak perlu dicemaskan. Tidak usah iri hati dengan karma baik orang lain yang
sedang berbuah.
Yang
paling penting adalah berhenti menanam bibit karma buruk dan lebih rajin
menanam bibit karma baik, agar ke depannya hidup akan menjadi lebih baik dan
lebih nyaman.
Ingat,
selalu sadar dan waspada, tahu apa yang terjadi dengan pikiran, perasaan dan
tubuh kita.
--- oOo ---
Tidak ada komentar:
Posting Komentar