Senin, 23 September 2013
Selasa, 17 September 2013
BRIVI AGUSTUS 2013
|
Tegal, 24 Agustus 2013
No
: 72, Tahun Ketujuh
Penasehat : Ketua Yayasan Metta Jaya ( Loe Lian Phang )
Penanggung Jawab : Ketua
Dayakasabha Metta Vihara Tegal ( Lie
Ing Beng )
Pimpinan Redaksi : Ibu Tjutisari
Redaksi
Pelaksana : 1. Ibu Pranoto 4. Liliyani
2. Suriya Dhammo 5.
Sumedha Amaravathi
3. Ade Kristanto 6. Lie Thiam Lan
Alamat Redaksi : Metta Vihara
Jl. Udang
No. 8 Tegal Telp. (0283) 323570
BCA No Rek : 0479073688 an. YUNINGSIH ASTUTI - TUSITA WIJAYA
DHAMMAPADA ATTHAKHATA
Bab
II - Syair 29
Waspada di antara yang lengah,
berjaga di antara yang tertidur; orang bijaksana akan maju terus, bagaikan
seekor kuda yang tangkas berlari meninggalkan kuda yang lemah di belakangnya.
BAB II – Syair 29
II. (6) Kisah Dua Bhikkhu yang
Bersahabat
Dua orang bhikkhu, setelah
memperoleh suatu objek meditasi dari Sang Buddha, pergi ke vihara yang letaknya
di dalam hutan.
Salah satu dari mereka lengah,
dia menghabiskan waktunya untuk menghangatkan tubuh dengan api dan berbicara
pada waktu malam pertama, dan ini menghabiskan waktunya.
Bhikkhu yang lain dengan rajin
mengerjakan tugasnya sebagai bhikkhu. Dia berjalan sambil bermeditasi selama
waktu malam pertama, beristirahat selama waktu-malam kedua dan bermeditasi lagi
pada waktu malam terakhir sepanjang malam. Kemudian, karena rajin dan selalu
waspada, bhikkhu kedua ini mencapai tingkat kesucian arahat dalam waktu
singkat.
Pada akhir masa vassa keduanya
pergi untuk menghormat Sang Buddha, dan Beliau menanyakan bagaimana mereka
menghabiskan waktu selama bervassa.
Bhikkhu pemalas dan lengah
menjawab bahwa bhikkhu yang lain hanya menghabiskan waktunya dengan berbaring
dan tidur. Sang Buddha kemudian bertanya, "Bagaimana dengan kamu
sendiri?" Jawabannya bahwa dia selalu duduk menghangatkan tubuh dengan
api pada waktu-malam pertama dan kemudian duduk tanpa tidur.
Tetapi Sang Buddha mengetahui
dengan baik bagaimana kedua bhikkhu tersebut telah menghabiskan waktu, maka
Beliau berkata kepada bhikkhu yang malas, "Meskipun kamu malas dan lengah
kamu mengatakan bahwa kamu rajin dan selalu waspada; tetapi kamu telah mengatakan
bahwa bhikkhu yang lain kelihatan malas dan lengah meskipun dia rajin dan
selalu waspada. Kamu seperti seekor kuda yang lemah dan lamban dibandingkan
dengan anak-Ku yang seperti kuda yang kuat dan tangkas. "
Kemudian Sang Buddha membabarkan
syair 29 berikut ini:
Waspada di antara yang lengah,
berjaga di antara yang tertidur; orang bijaksana akan maju terus, bagaikan
seekor kuda yang tangkas berlari meninggalkan kuda yang lemah di belakangnya.
Sumber : 1. Dhammpada Atthakhata. Penerbit : Vidyasena
2.
Kitab suci Dhammapada. Penerbit : Bahusutta Society
--- oOo ---
SEKAPUR SIRIH
Purnama sidhi
di bulan Asadha adalah merupakan hari raya Asadha 2557. Tahun ini jatuh tepat
pada 22 Juli 2013. “Asadha - Hari Memutar Roda Dhamma”. Hari Asadha merupakan
awal memasuki masa vasa yaitu : Bhikkhu-bhikkhu menetap di suatu tempat selama
3 bulan.
Buletin
Brivi edisi ke 72 menyajikan Dhammapada Atthakhata “Kisah Dua Bhikkhu yang
Bersahabat” mengisahkan dengan waspada tidak lengah berjaga diantara yang tidur
maka akan memperoleh kemajuan batin, untuk mencapai kesucian.
Cerita
inspiratif “Batu Penghalang Jalan” merupakan cerita yang dapat membawa kita
menjadi lebih bijaksana. Artikel “Mulutmu Adalah Harimaumu” bagus untuk menjadi
pedoman kita dalam kehidupan sehari-hari.
Rasa
Takut dan Rasa Sakit tulisan B. Ajahn Brahm dengan judul “Takut Berbicara di
Depan Umum”. Segenggam Daun Bodhi tulisan Bhikkhu Dhammavudho Mahathera
menginjak kebenaran mulia ketiga : “Penghentian”. Guru Agung Buddha Gautama
menguraikan bahwa “Ada sebuah kondisi dari berakhirnya Dukkha yang disebut
Nibbana” inilah kebenaran mulia ketiga “Penghentian”.
Kitab
suci Khuddaka Nikaya, Sutta Pitaka No. 9 Hemavata Sutta yaitu Percakapan Dua
Makhluk Raksasa mengenai sifat-sifat Sang Buddha.
100
Tanya Jawab dengan Bhikkhu Uttamo Mahathera menjelaskan mengenai cara mengatasi
kesulitan dan hubungan Klenteng dan Vihara.
Pandita
R. Surya Widya menulis dalam buku Setitik Cahaya di Balik Kabut 2 mengenai 4
keberuntungan.
Semoga
kehadiran buletin Brivi bisa menambah pengetahuan Dhamma dan menjalin
persaudaraan umat Metta Vihara Tegal.
Redaksi
telah berusaha dengan maksimal agar buletin Brivi dapat terus menampilkan
tulisan-tulisan yang dapat membawa manfaat bagi kita semua, namun kami sadar
keterbatasan kami ini, maka dukungan Bapak / Ibu / Saudara sangat kami butuhkan
untuk kelangsungan buletin kesayangan kita semua. Redaksi berharap masukan dan
saran-saran yang positif untuk meningkatkan kualitas dari buletin Brivi.
Semoga
Tiratana, Buddha Dhamma dan Sangha melindungi kita semua agar selalu dalam
keadaan sehat, damai, sejahtera dan bahagia sehingga kita dapat maju dalam
Buddha Dhamma.
Semoga
semua makhluk hidup berbahagia.
Metta
Cittena,
Redaksi
BRIVI JULI 2013
Tegal, 24 Juli 2013
No
: 71, Tahun Ketujuh
Penasehat : Ketua Yayasan Metta Jaya ( Loe Lian Phang )
Penanggung Jawab : Ketua
Dayakasabha Metta Vihara Tegal ( Lie
Ing Beng )
Pimpinan Redaksi : Ibu Tjutisari
Redaksi
Pelaksana : 1. Ibu Pranoto 4. Liliyani
2. Suriya Dhammo 5.
Sumedha Amaravathi
3. Ade Kristanto 6. Lie Thiam Lan
Alamat Redaksi : Metta Vihara
Jl. Udang
No. 8 Tegal Telp. (0283) 323570
BCA No Rek : 0479073688 an. YUNINGSIH ASTUTI - TUSITA WIJAYA
DHAMMAPADA ATTHAKHATA
Bab
II - Syair 28
Bilamana
orang bijaksana telah mengatasi kelengahan dengan kewaspadaan, maka ia akan
bebas dari kesedihan, seakan memanjat menara kebijaksanaan dan memandang
orang-orang yang menderita di sekelilingnya, seperti seseorang yang berdiri di
atas gunung memandang mereka yang berada di bawah.
BAB II – Syair
28
Kisah Mahakassapa
Thera
Suatu waktu ketika Mahakassapa Thera tinggal di gua Pipphali,
beliau menghabiskan waktunya untuk mengembangkan kesadaran batin aloka kasina
dan mencoba untuk memperoleh kemampuan batin mata dewa, mengetahui siapa yang
waspada dan siapa yang lengah, juga siapa yang mati dan akan dilahirkan.
Sang Buddha, dari vihara, mengetahui melalui kemampuan batin mata
dewa Beliau, apa yang dikerjakan oleh Mahakassapa Thera dan ingin mengingatkan
bahwa apa yang dia lakukan hanyalah menghabiskan waktu. Maka Beliau menampakkan
diri di depan thera tersebut dan berkata, "Anakku Kassapa, jumlah
kelahiran dan kematian makhluk hidup tak terhitung dan tak dapat dihitung. Hal
ini bukan tugasmu, hal ini adalah tugas para Buddha."
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 28 berikut ini :
Bilamana orang
bijaksana telah mengatasi kelengahan dengan kewaspadaan, maka ia akan bebas
dari kesedihan, seakan memanjat menara kebijaksanaan dan memandang orang-orang
yang menderita di sekelilingnya, seperti seseorang yang berdiri di atas gunung
memandang mereka yang berada di bawah.
--- oOo ---
SEKAPUR SIRIH
Purnama bulan ketujuh penanggalan lunar atau sering disebut
penanggalan imlek yaitu Cit Gwee Cap Go menurut tradisi adalah sembahyang
rebutan, umat Buddha sering menggunakan saat itu sebagai upacara Pattidana atau
pelimpahan jasa kepada leluhur yang telah mendahului kita.
Sejarah Pattidana dapat diikuti dalam tulisan :
1. Tirokhuda Sutta
2. Abhayadana karya dr. Dharma K. Widya
3. 100 Tanya Jawab B. Uttamo Mahathera.
Sajian buletin kesayangan kita Brivi Metta Vihara edisi Juli 2013
hadir dengan artikel Dhamma tulisan YM. Sri Panyavaro Mahathera dengan judul
Tantangan Iman Era Teknologi menarik untuk disimak.
Ajahn Brahm guru si cacing dan kotoran kesayangannya menulis : “Apakah
Rasa Takut Itu”. Segenggam Daun Bodhi tulisan Bhikkhu Dhammavudho Mahathera
memasuki kebenaran mulia kedua yaitu : PENYEBAB. Dapat anda ikuti Kitab Suci
Khuddaka Nikaya, Sutta Nipata dengan judul “Metta Sutta”.
Cerita inspiratif tentang Buddha di rumah sebuah uraian yang
sangat baik dalam kehidupan sehari-hari.
Setitik Cahaya di Balik Kabut karya Pandita Dr. R. Surya Widya,
Sp.KJ. Cara hidup yang benar dari tempat gelap pergi ke tempat terang, dari
tempat terang pergi ke tempat yang lebih terang. Sebuah uraian yang sangat
bagus untuk membawa batin kita berubah menjadi lebih baik dan menjadi lebih
bijaksana asal kita mau berusaha untuk mempraktekkan dalam kehidupan sehari-hari.
Semoga sajian Brivi Metta Vihara dapat membawa manfaat bagi kita
sebua.
Semoga dengan kekuatan TIRATANA, Buddha Dhamma dan Sangha, dengan
kekuatan karma baik kita, kehidupan kita semakin baik, sehat dan bahagia.
Semoga semua makhluk hidup berbahagia.
Metta Cittena,
Redaksi
BRIVI MEI 2013
SEKAPUR SIRIH
Edisi
Brivi ke 69 adalah Edisi Waisak. Metta Vihara Tegal mengadakan sebulan
Pendalaman Dhamma dengan diadakan Dhamma Class dari 24 April 2013 sampai 24 Mei
2013. Dengan harapan dapat meningkatkan pengetahuan Dhamma dan menerapkan dalam
kehidupan sehari-hari sehingga dapat membawa kemajuan batin kita.
Dhammapada
Atthakhata Bab II Syair 25 menguraikan semangat yang tinggi dalam pengendalian
diri akan membuat diri kita menjadi terlindung dengan aman.
Aneka
peristiwa di Metta Vihara Tegal mewartakan seputar sebulan Pendalaman Dhamma.
Garam
dan Telaga adalah suatu kisah yang dapat menjadi inspirasi dalam kehidupan
kita. Artikel kali ini dengan judul “Sikap Seorang Umat” tulisan YM. Bhikkhu
Sri Pannavaro Mahathera sangat menarik untuk disimak.
Ajahn
Brahm memasuki tema : Rasa Takut dan Rasa Sakit, dengan judul “Meramal Masa
Depan”. Segenggam Daun Bodhi kumpulan tulisan Bhikkhu Dhammavudho Mahathera
dengan judul “Melepas Keduniawian”. PP. Magabudhi menyelenggarakan Upgrading
Pandita di Pusdiklat Buddhis Sikkhadama Santibhumi pada tanggal 23 – 25
Desember 2012. Belajar melepas keakuan dengan rendah diri sangat baik untuk
membantu kita dalam menggapai kebahagiaan. Jangan lewatkan “Mengapa Saya
Bahagia dengan Belajar Agama Buddha”. Ada juga talk show bersama Bhikkhu Uttamo
Mahathera dan Master Erwin Yap.
Redaksi
Brivi mengucapkan Selamat Hari Raya Tri Suci Waisak 2557, 25 Mei 2013. Semoga
kehadiran buletin kesayangan kita ini dapat menambah pengertian Dhamma yang
dapat kita terapkan dalam keseharian yang akan membawa kebahagiaan bagi kita
semua.
Demi
kelangsungan buletin Brivi, redaksi berharap saran dan kritik yang membangun
sebagai masukan yang akan menjadi bahan untuk meningkatkan kualitas Brivi.
Semoga
dengan kekuatan Tiratana, Buddha, Dhamma dan Sangha kita makin maju dalam
Dhamma. Senantiasa dalam keadaan sehat dan bahagia.
Semoga
semua makhluk hidup berbahagia.
Redaksi
SEPUTAR SPD
Dalam menyambut peringatan detik-detik Waisak 2557
yang tepatnya pada hari Sabtu 25 Mei 2013 jam 11.24, keluarga besar Metta
Vihara menyelenggarakan Sebulan Pendalaman Dhamma yang dimulai hari Rabu 24
April 2013 dengan Puja Bhakti di Ruang Penghormatan Leluhur. Jam 19.00 WIB
dilanjutkan dengan Pradaksina dan Meditasi jam 19.30 WIB hingga jam 21.00 WIB
upacara berlangsung lancar dan sakral.
Kamis, 25 April 2013 hari kedua SPD dengan acara
Dhamma Class bersama Bhikkhu Hemadhammo dengan tema : mengapa manusia dilahirkan
dengan kondisi yang berbeda-beda.
Manusia dilahirkan ada yang cantik rupawan, ada
yang buruk muka, ada yang kaya, ada yang miskin. Semua itu disebabkan karena
karma yang pernah dilakukan di masa lalu.
Aku adalah pemilik perbuatanku sendiri, terwarisi oleh perbuatanku
sendiri, lahir dari perbuatanku sendiri, berkerabat dengan perbuatanku sendiri.
Tergantung pada perbuatanku sendiri. Perbuatan apapun yang akan kulakkan baik
atau buruk. Perbuatan itulah yang akan kuwarisi.
Demikian uraian yang disampaikan Bhante Hemadhammo
dalam Dhamma Class di hari pertama.
Di hari kedua B. Hemadhammo menguraikan kewajiban
orang tua te
Kamis, 05 September 2013
BRIVI APRIL 2013
Tegal, 24 April 2013
No
: 68, Tahun Ketujuh
Penasehat : Ketua Yayasan Metta Jaya ( Loe Lian Phang )
Penanggung Jawab : Ketua
Dayakasabha Metta Vihara Tegal ( Lie
Ing Beng )
Pimpinan Redaksi : Ibu Tjutisari
Redaksi
Pelaksana : 1. Ibu Pranoto 4. Liliyani
2. Suriya Dhammo 5.
Sumedha Amaravathi
3. Ade Kristanto 6. Lie Thiam Lan
Alamat Redaksi : Metta Vihara
Jl. Udang
No. 8 Tegal Telp. (0283) 323570
BCA No Rek : 0479073688 an. YUNINGSIH ASTUTI - TUSITA WIJAYA
DHAMMAPADA
ATTHAKHATA
Bab II - Syair 24
Orang yang penuh semangat, selalu
sadar, murni dalam perbuatan, memiliki pengendalian diri, hidup sesuai dengan
Dhamma dan selalu waspada, maka kebahagiaannya akan bertambah.
Kisah Kumbhaghosaka,
Seorang Bankir
Suatu
ketika ada suatu wabah penyakit menular menyerang kota Rajagaha. Di rumah
bendahara kerajaan, para pelayan banyak yang meninggal akibat wabah tersebut.
Bendahara dan istrinya juga terkena wabah tersebut. Ketika mereka berdua merasa
akan mendekati ajal, mereka memerintahkan anaknya Kumbhaghosaka untuk pergi
meninggalkan mereka, pergi dari rumah dan kembali lagi pada waktu yang lama.,
agar tidak ketularan. Mereka juga mengatakan kepada Kumbhaghosaka bahwa mereka
telah mengubur harta sebesar 40 crore. Kumbaghosaka pergi meninggalkan kota dan
tinggal di hutan selama 12 tahun dan kemudian kembali lagi ke kota asalnya.
Seiring
dengan waktu, Kumbhaghosaka tumbuh menjadi seorang pemuda dan tidak seorang pun
di kota yang mengenalinya. Dia pergi ke tempat dimana harta karun tersebut
disembunyikan dan menemukannya masih dalam keadaan utuh. Tetapi dia menyadari
bahwa tidak ada seorang pun yang dapat mengenalinya lagi. Jika dia menggali
harta tersebut dan menggunakannya, masyarakat mungkin berpikir seorang lelaki
miskin secara tidak sengaja telah menemukan harta karun dan mereka mungkin akan
melaporkannya kepada Raja. Dalam kasus ini, hartanya akan disita dan dia
sendiri mungkin akan ditangkap. Maka dia memutuskan untuk sementara waktu ini
tidak menggali harta tersebut dan untuk sementara dia harus mencari pekerjaan
untuk membiayai penghidupannya.
Dengan
mengenakan pakaian tua Kumbhaghosaka mencari pekerjaan. Dia mendapatkan
pekerjaan untuk membangunkan orang. Bangun awal di pagi hari dan berkeliling
memberitahukan bahwa saat itu adalah saat untuk menyediakan makanan, untuk
menyiapkan kereta, atau pun saat untuk menyiapkan kerbau dan lain-lain.
Suatu
pagi Raja Bimbisara mendengar suara orang membangunkannya. Raja berkomentar,
"Ini adalah suara dari seorang laki-laki sehat."
Seorang pelayan,
mendengar komentar raja, la mengirimkan seorang penyelidik untuk
menyelidikinya. Dia melaporkan bahwa pemuda itu hanya orang sewaan. Menanggapi
laporan ini raja kembali berkomentar sama selama dua hari berturut-turut.
Sekali lagi, pelayan raja menyuruh orang lain menyelidikinya dan hasilnya tetap
sama. Pelayan berpikir bahwa ini adalah hal yang aneh, maka dia meminta pada
raja agar memberikan izin kepadanya untuk pergi dan menyelidikinya sendiri.
Dengan
menyamar sebagai orang desa, pelayan dan, putrinya pergi ke tempat tinggal para
buruh. Mereka mengatakan bahwa mereka adalah pengelana, dan membutuhkan tempat
untuk bermalam. Mereka mendapat tempat bermalam di rumah Kumbhaghosaka untuk
satu malam. Tetapi mereka merencanakan memperpanjang tinggal di sana. Selama
periode tersebut, dua kali Raja telah mengumumkan bahwa akan diadakan suatu
upacara di tempat tinggal para buruh, dan setiap kepala rumah tangga harus
memberikan sumbangan. Kumbhaghosaka tidak mempunyai uang untuk menyumbang. Maka
dia berusaha untuk mendapatkan beberapa koin (Kahapana) dari harta simpanannya.
BRIVI APRIL 2013
Tegal, 24 April 2013
No
: 68, Tahun Ketujuh
Penasehat : Ketua Yayasan Metta Jaya ( Loe Lian Phang )
Penanggung Jawab : Ketua
Dayakasabha Metta Vihara Tegal ( Lie
Ing Beng )
Pimpinan Redaksi : Ibu Tjutisari
Redaksi
Pelaksana : 1. Ibu Pranoto 4. Liliyani
2. Suriya Dhammo 5.
Sumedha Amaravathi
3. Ade Kristanto 6. Lie Thiam Lan
Alamat Redaksi : Metta Vihara
Jl. Udang
No. 8 Tegal Telp. (0283) 323570
BCA No Rek : 0479073688 an. YUNINGSIH ASTUTI - TUSITA WIJAYA
DHAMMAPADA
ATTHAKHATA
Bab II - Syair 24
Orang yang penuh semangat, selalu
sadar, murni dalam perbuatan, memiliki pengendalian diri, hidup sesuai dengan
Dhamma dan selalu waspada, maka kebahagiaannya akan bertambah.
Kisah Kumbhaghosaka,
Seorang Bankir
Suatu
ketika ada suatu wabah penyakit menular menyerang kota Rajagaha. Di rumah
bendahara kerajaan, para pelayan banyak yang meninggal akibat wabah tersebut.
Bendahara dan istrinya juga terkena wabah tersebut. Ketika mereka berdua merasa
akan mendekati ajal, mereka memerintahkan anaknya Kumbhaghosaka untuk pergi
meninggalkan mereka, pergi dari rumah dan kembali lagi pada waktu yang lama.,
agar tidak ketularan. Mereka juga mengatakan kepada Kumbhaghosaka bahwa mereka
telah mengubur harta sebesar 40 crore. Kumbaghosaka pergi meninggalkan kota dan
tinggal di hutan selama 12 tahun dan kemudian kembali lagi ke kota asalnya.
Seiring
dengan waktu, Kumbhaghosaka tumbuh menjadi seorang pemuda dan tidak seorang pun
di kota yang mengenalinya. Dia pergi ke tempat dimana harta karun tersebut
disembunyikan dan menemukannya masih dalam keadaan utuh. Tetapi dia menyadari
bahwa tidak ada seorang pun yang dapat mengenalinya lagi. Jika dia menggali
harta tersebut dan menggunakannya, masyarakat mungkin berpikir seorang lelaki
miskin secara tidak sengaja telah menemukan harta karun dan mereka mungkin akan
melaporkannya kepada Raja. Dalam kasus ini, hartanya akan disita dan dia
sendiri mungkin akan ditangkap. Maka dia memutuskan untuk sementara waktu ini
tidak menggali harta tersebut dan untuk sementara dia harus mencari pekerjaan
untuk membiayai penghidupannya.
Dengan
mengenakan pakaian tua Kumbhaghosaka mencari pekerjaan. Dia mendapatkan
pekerjaan untuk membangunkan orang. Bangun awal di pagi hari dan berkeliling
memberitahukan bahwa saat itu adalah saat untuk menyediakan makanan, untuk
menyiapkan kereta, atau pun saat untuk menyiapkan kerbau dan lain-lain.
Suatu
pagi Raja Bimbisara mendengar suara orang membangunkannya. Raja berkomentar,
"Ini adalah suara dari seorang laki-laki sehat."
Seorang pelayan,
mendengar komentar raja, la mengirimkan seorang penyelidik untuk
menyelidikinya. Dia melaporkan bahwa pemuda itu hanya orang sewaan. Menanggapi
laporan ini raja kembali berkomentar sama selama dua hari berturut-turut.
Sekali lagi, pelayan raja menyuruh orang lain menyelidikinya dan hasilnya tetap
sama. Pelayan berpikir bahwa ini adalah hal yang aneh, maka dia meminta pada
raja agar memberikan izin kepadanya untuk pergi dan menyelidikinya sendiri.
Dengan
menyamar sebagai orang desa, pelayan dan, putrinya pergi ke tempat tinggal para
buruh. Mereka mengatakan bahwa mereka adalah pengelana, dan membutuhkan tempat
untuk bermalam. Mereka mendapat tempat bermalam di rumah Kumbhaghosaka untuk
satu malam. Tetapi mereka merencanakan memperpanjang tinggal di sana. Selama
periode tersebut, dua kali Raja telah mengumumkan bahwa akan diadakan suatu
upacara di tempat tinggal para buruh, dan setiap kepala rumah tangga harus
memberikan sumbangan. Kumbhaghosaka tidak mempunyai uang untuk menyumbang. Maka
dia berusaha untuk mendapatkan beberapa koin (Kahapana) dari harta simpanannya.
BRIVI MARET 2013
Tegal, 24 Maret 2013
No
: 67, Tahun Ketujuh
Penasehat : Ketua Yayasan Metta Jaya ( Loe Lian Phang )
Penanggung Jawab : Ketua
Dayakasabha Metta Vihara Tegal ( Lie
Ing Beng )
Pimpinan Redaksi : Ibu Tjutisari
Redaksi
Pelaksana : 1. Ibu Pranoto 4. Liliyani
2. Suriya Dhammo 5.
Sumedha Amaravathi
3. Ade Kristanto 6. Lie Thiam Lan
Alamat Redaksi : Metta Vihara
Jl. Udang
No. 8 Tegal Telp. (0283) 323570
BCA No Rek : 0479073688 an. YUNINGSIH ASTUTI - TUSITA WIJAYA
DHAMMAPADA ATTHAKHATA
Bab
I - Syair 21, 22, 23
Kewaspadaan adalah
jalan menuju kekekalan; kelengahan adalah jalan menuju kematian. Orang yang
waspada tidak akan mati, tetapi orang yang lengah seperti orang yang sudah
mati.
Setelah mengerti hal
ini dengan jelas, orang bijaksana akan bergembira dalam kewaspadaan dan
bergembira dalam praktek para ariya.
Orang bijaksana yang
tekun bersamadhi, hidup bersemangat dan selalu berusaha dengan
sungguh-sungguh, pada akhirnya mencapai nibbana (kebebasan mutlak).
Kisah Samavati
Kerajaan
Kosambi waktu itu diperintah oleh Raja Udena dengan permaisurinya Ratu
Samavati.
Ratu Samavati
mempunyai 500 orang pengiring yang tinggal bersamanya di istana. la juga
mempunyai pelayan kepercayaan, Khujjuttara, yang setiap harinya bertugas untuk
membeli bunga.
Suatu hari
terlihat Khujjuttara sedang menanti tukang bunga langganannya, Sumana. Tetapi
yang dinantinya tak kunjung datang, sedang hari semakin siang. Bergegas ia ke
rumah Sumana dengan maksud untuk membelinya di sana. Setibanya di sana, Sumana
kelihatannya sedang repot menjamu tamu-tamunya, yaitu para bhikkhu. Dengan
menggerutu terpaksa Khujjuttara menunggu sampai perjamuan itu selesai.
Selesai
perjamuan, Khujjuttara melihat seorang bhikkhu yang berwajah cerah dan agung
mulai berkotbah. Para bhikkhu lainnya, Sumana, dan kerabatnya, tampak
mengelilinginya dan mendengarkan dengan tekun dan penuh perhatian.
"Aduh,
bisa-bisa aku kena marah kalau pulang nanti", keluh Khujjuttara. "Apa
boleh buat, terpaksa aku harus menunggu lagi", keluhnya. "Ah, dari pada
menganggur dan mengantuk, apa salahnya aku juga ikut mendengarkan. Aku ingin
tahu, apa yang dikotbahkan, sehingga semuanya mendengarkan dengan khidmat dan
tidak mempedulikan kehadiranku!" katanya dalam hati.
Mula-mula
Khujjuttara hanya setengah-setengah mendengarkan. Tetapi, makin lama
perhatiannya makin tertarik, dan akhirnya malahan mendengarkan dengan tekun dan
penuh perhatian.
Tak heran,
karena pengkotbah itu adalah Sang Buddha sendiri.
Khujjuttara
baru kali itu mempunyai kesempatan untuk mendengarkan khotbah Dhamma yang
disampaikan oleh Sang Buddha. Walaupun demikian, karena akibat kamma masa
lampaunya, mata batinnya mulai terbuka. Apa yang dikotbahkan dapat dipahaminya
dengan benar dan sekaligus ia berhasil mencapai tingkat kesucian sotapatti.
Pulang ke
istana ia telah ditunggu oleh Samavati dengan muka cemberut. "Kemana saja
dan apa pula kerjamu sehingga sesiang ini baru pulang?
BRIVI MARET 2013
Tegal, 24 Maret 2013
No
: 67, Tahun Ketujuh
Penasehat : Ketua Yayasan Metta Jaya ( Loe Lian Phang )
Penanggung Jawab : Ketua
Dayakasabha Metta Vihara Tegal ( Lie
Ing Beng )
Pimpinan Redaksi : Ibu Tjutisari
Redaksi
Pelaksana : 1. Ibu Pranoto 4. Liliyani
2. Suriya Dhammo 5.
Sumedha Amaravathi
3. Ade Kristanto 6. Lie Thiam Lan
Alamat Redaksi : Metta Vihara
Jl. Udang
No. 8 Tegal Telp. (0283) 323570
BCA No Rek : 0479073688 an. YUNINGSIH ASTUTI - TUSITA WIJAYA
DHAMMAPADA ATTHAKHATA
Bab
I - Syair 21, 22, 23
Kewaspadaan adalah
jalan menuju kekekalan; kelengahan adalah jalan menuju kematian. Orang yang
waspada tidak akan mati, tetapi orang yang lengah seperti orang yang sudah
mati.
Setelah mengerti hal
ini dengan jelas, orang bijaksana akan bergembira dalam kewaspadaan dan
bergembira dalam praktek para ariya.
Orang bijaksana yang
tekun bersamadhi, hidup bersemangat dan selalu berusaha dengan
sungguh-sungguh, pada akhirnya mencapai nibbana (kebebasan mutlak).
Kisah Samavati
Kerajaan
Kosambi waktu itu diperintah oleh Raja Udena dengan permaisurinya Ratu
Samavati.
Ratu Samavati
mempunyai 500 orang pengiring yang tinggal bersamanya di istana. la juga
mempunyai pelayan kepercayaan, Khujjuttara, yang setiap harinya bertugas untuk
membeli bunga.
Suatu hari
terlihat Khujjuttara sedang menanti tukang bunga langganannya, Sumana. Tetapi
yang dinantinya tak kunjung datang, sedang hari semakin siang. Bergegas ia ke
rumah Sumana dengan maksud untuk membelinya di sana. Setibanya di sana, Sumana
kelihatannya sedang repot menjamu tamu-tamunya, yaitu para bhikkhu. Dengan
menggerutu terpaksa Khujjuttara menunggu sampai perjamuan itu selesai.
Selesai
perjamuan, Khujjuttara melihat seorang bhikkhu yang berwajah cerah dan agung
mulai berkotbah. Para bhikkhu lainnya, Sumana, dan kerabatnya, tampak
mengelilinginya dan mendengarkan dengan tekun dan penuh perhatian.
"Aduh,
bisa-bisa aku kena marah kalau pulang nanti", keluh Khujjuttara. "Apa
boleh buat, terpaksa aku harus menunggu lagi", keluhnya. "Ah, dari pada
menganggur dan mengantuk, apa salahnya aku juga ikut mendengarkan. Aku ingin
tahu, apa yang dikotbahkan, sehingga semuanya mendengarkan dengan khidmat dan
tidak mempedulikan kehadiranku!" katanya dalam hati.
Mula-mula
Khujjuttara hanya setengah-setengah mendengarkan. Tetapi, makin lama
perhatiannya makin tertarik, dan akhirnya malahan mendengarkan dengan tekun dan
penuh perhatian.
Tak heran,
karena pengkotbah itu adalah Sang Buddha sendiri.
Khujjuttara
baru kali itu mempunyai kesempatan untuk mendengarkan khotbah Dhamma yang
disampaikan oleh Sang Buddha. Walaupun demikian, karena akibat kamma masa
lampaunya, mata batinnya mulai terbuka. Apa yang dikotbahkan dapat dipahaminya
dengan benar dan sekaligus ia berhasil mencapai tingkat kesucian sotapatti.
Pulang ke
istana ia telah ditunggu oleh Samavati dengan muka cemberut. "Kemana saja
dan apa pula kerjamu sehingga sesiang ini baru pulang?
BRIVI FEBRUARI 2013
Tegal, 24 Februari 2013
No : 66, Tahun Ketujuh
MEDIA KOMUNIKASI DAN PERSAUDARAAN ANTAR UMAT METTA
VIHARA TEGAL
Penasehat : Ketua Yayasan Metta Jaya (Loe Lian Phang)
Penanggung Jawab : Ketua
Dayakasabha Metta Vihara Tegal (Lie Ing Beng)
Pemimpin Redaksi : Ibu Tjutisari
Redaksi
Pelaksana : 1. Ibu Pranoto 4. Liliyani
2. Suriya Dhammo 5.
Sumedha Amaravathi
3. Ade Kristanto 6. Lie Thian Lan
Alamat Redaksi : Metta Vihara
Jl. Udang
No. 8 Tegal Telp. (0283) 323570
BCA No Rek : 0479073688 an. YUNINGSIH ASTUTI - TUSITA WIJAYA
DHAMMAPADA ATTAKHATA
Bab
I - Syair 19 dan 20
Biarpun seseorang
banyak membaca kitab suci, tetapi tidak berbuat sesuai dengan ajaran, maka
orang lengah itu sama seperti gembala sapi yang menghitung sapi milik orang
lain; ia tak akan memperoleh manfaat kehidupan suci.
Biarpun seseorang
sedikit membaca kitab suci, tetapi berbuat sesuai dengan ajaran, menyingkirkan
nafsu indria, kebencian dan ketidaktahuan, memiliki pengetahuan benar dan batin
yang bebas dari nafsu, tidak melekat pada apa pun baik di sini maupun di sana;
maka ia akan memperoleh manfaat kehidupan suci.
Kisah Dua Orang
Sahabat
Suatu
ketika terdapat dua orang sahabat yang berasal dari keluarga terpelajar, dua
bhikkhu dari Savatthi. Salah satu dari mereka mempelajari Dhamma yang pernah
dikotbahkan oleh Sang Buddha, dan sangat ahli/pandai dalam menguraikan dan
mengkhotbahkan Dhamma tersebut. Dia mengajar lima ratus bhikkhu dan menjadi
pembimbing bagi delapan belas group dari para bhikkhu tersebut.
Bhikkhu
lainnya berusaha keras, tekun, dan sangat rajin dalam meditasi sehingga ia
mencapai tingkat kesucian arahat dengan memiliki pandangan terang analitis.
Pada
suatu kesempatan, ketika bhikkhu kedua datang untuk memberi hormat kepada Sang
Buddha di Vihara Jetavana, kedua bhikkhu tersebut bertemu. Bhikkhu ahli Dhamma
tidak mengetahui bahwa bhikkhu sahabatnya telah menjadi seorang arahat. Dia
memandang rendah bhikkhu kedua itu, dia berpikir bahwa bhikkhu tua ini hanya
mengetahui sedikit Dhamma. Maka dia berpikir akan mengajukan pertanyaan kepada
sahabatnya, bahkan ingin membuat malu.
Sang
Buddha mengetahui tentang maksud tidak baik itu, Sang Buddha juga mengetahui
bahwa hasilnya akan membuat kesulitan bagi pengikut luhur seperti bhikkhu
terpelajar itu. Dia akan terlahir kembali di alam kehidupan yang lebih rendah.
Dengan
dilandasi kasih sayang, Sang Buddha mengunjungi kedua bhikkhu tersebut untuk
mencegah sang terpelajar bertanya kepada bhikkhu sahabatnya. Sang Buddha
sendiri bertanya perihal 'Penunggalan Kesadaran' (jhana) dan 'Jalan Kesucian'
(magga) kepada guru Dhamma; tetapi dia tidak dapat menjawab karena dia tidak
mempraktekkan apa yang telah diajarkan.
Bhikkhu
sahabatnya telah mempraktekkan Dhamma dan telah mencapai tingkat kesucian
arahat, dapat menjawab semua pertanyaan. Sang Buddha memuji bhikkhu yang telah
mempraktekkan Dhamma (vipassaka), tetapi tidak satu kata pujianpun yang diucapkan
Beliau untuk orang yang terpelajar (ganthika).
Murid-murid
yang berada di tempat itu tidak mengerti, mengapa Sang Buddha memuji bhikkhu
tua dan tidak memuji kepada guru yang telah mengajari mereka. Karena itu, Sang
Buddha menjelaskan permasalahannya kepada mereka.
Pelajar yang banyak belajar tetapi tidak mempraktekkannya sesuai
Dhamma adalah seperti pengembala sapi, yang menjaga sapi-sapi untuk memperoleh
upah, sedangkan seseorang yang mempraktekkan sesuai Dhamma adalah seperti
pemilik yang menikmati lima manfaat dari hasil pemeliharaan sapi-sapi tersebut.
Jadi orang terpelajar hanya menikmati pelayanan yang diberikan oleh
murid-muridnya, bukan manfaat dari 'Jalan' dan 'Hasil Kesucian' (magga-phala).
Bhikkhu
lainnya, berpikir dia mengetahui sedikit dan hanya bisa sedikit dalam
menguraikan Dhamma, telah memahami dengan jelas inti dari Dhamma dan telah
mempraktekkannya dengan tekun dan penuh semangat; adalah seseorang yang
berkelakuan sesuai Dhamma (anudhammacari). Yang telah menghancurkan nafsu
indria, kebencian, dan ketidaktahuan, pikirannya telah bebas dari kekotoran
batin, dan dari semua ikatan terhadap dunia ini maupun pada yang selanjutnya,
ia benar-benar memperoleh manfaat dari 'Jalan' dan 'Hasil Kesucian'
(maggaphala).
Kemudian
Sang Buddha membabarkan syair berikut :
Biarpun seseorang banyak membaca kitab suci, tetapi
tidak berbuat sesuai dengan ajaran, maka orang lengah itu sama seperti gembala
sapi yang menghitung sapi milik orang lain; ia tak akan memperoleh manfaat
kehidupan suci.
Biarpun seseorang sedikit membaca kitab suci, tetapi
berbuat sesuai dengan ajaran, menyingkirkan nafsu indria, kebencian dan
ketidaktahuan, memiliki pengetahuan benar dan batin yang bebas dari nafsu,
tidak melekat pada apa pun baik di sini maupun di sana; maka ia akan memperoleh
manfaat kehidupan suci.
--- oOo ---
SEKAPUR SIRIH
Kemeriahan Tahun Baru Imlek dengan berbagai kegiatan menyambut
datangnya Tahun Ular dengan harapan memperoleh berkah keselamatan, kesehatan,
banyak rejeki, dan kebahagiaan disertai dengan terus berbuat kebajikan, banyak
berdana, menjaga moral dengan menjalankan sila serta membersihkan batin dengan
melatih pikiran (Samadhi) akan mendapatkan apa yang kita harapkan bahagia dalam
kehidupan sekarang dan kehidupan mendatang.
Dhammapada Attakhata Bab I syair 19 dan 20 mengisahkan “Dua Orang
Sahabat”. Sang Buddha menunjukan bahwa dengan banyak belajar kita akan menjadi pandai
dan disanjung, tetapi dengan menjalani (praktek) akan membawa kita mencapai
kesucian.
Cerita inspiratif melihat jauh lebih indah daripada menjalani
kehidupan nyata dengan judul “Bergandengan Tangan”. Juga ada artikel
kebahagiaan adalah sebuah pilihan. Ajahn Brahm dengan tulisannya yang berjudul
“Mensyukuri Kekurangan” sangat menarik untuk dibaca guna membina suatu rumah
tangga yang harmonis. Pesan Buddha dalam “Segenggam Daun Bodhi” tulisan Bhikkhu
Dhammavudho menguraikan tentang melakukan kebajikan. Diulas dengan jelas,
latihan melakukan berbagai kebajikan akan membawa kebahagiaan. Melangkah di
Keheningan “Mengenal lebih dekat dengan Bhikkhu Uttamo dan ajaran agama
Buddha”, masih seputar tanya jawab dengan beliau, juga ada 100 Pertanyaan untuk
Bhikkhu Uttamo.
Redaksi menyadari masih banyak kekurangan dari buletin ini. Mohon
bantuan partisipasi dan saran anda yang dapat meningkatkan penampilan juga isi
dari buletin kesayangan kita ini. Semoga tulisan yang dimuat dalam buletin ini
dapat membantu jalinan komunikasi dan persaudaraan antar umat sesuai motto dari
buletin ini.
Semoga semua makhluk hidup berbahagia.
Metta Cittena,
Redaksi
--- oOo ---
DANA
Telah kami terima dana :
1. Ibu Tusita Wijaya Rp 300.000,-
2. Bp. Rikwan Mettacaro Rp 300.000,-
Dana Konsumsi :
1. Ibu Tjutisari
2. Ibu Liem Gwat Ie
Semoga kebajikan yang telah Bapak/Ibu/Saudara lakukan mendapat
berkah keselamatan, kesehatan dan bahagia.
PEMBERITAHUAN
Mengharap kehadiran Bapak
/ Ibu / Saudara pada :
Hari / tanggal : Minggu, 10 Maret 2013
Jam : 08.30 WIB
Tempat : Metta Vihara
Jl.
Udang 8 Tegal
Acara : Peringatan Magha Puja
Dhammadesana : YM. Bhikkhu DR. Jotidhammo Mahathera
Atas perhatian dan kehadiran Bapak / Ibu / Saudara kami ucapkan
anumodana dan terima kasih.
Metta
Cittena
Dayakasabha
Metta Vihara Tegal
ttd
ttd
LIE
ING BENG SURIYADHAMMO
Ketua
Sekretaris
KEBAHAGIAAN ADALAH SEBUAH
PIKIRAN
Suriyadhammo
Kebanyakan orang menginginkan
hidup bahagia, terbebas dari penderitaan. Kebahagiaan adalah kondisi batin
seseorang yang dalam kehidupannya tenang dan damai. Sang Buddha hanya menunjukkan
jalan menuju kebahagiaan, jalan menuju keabadian Nibbana, selanjutnya terserah
pada kita sendiri mau memilih jalan menuju ke mana? Tidak ada satu orangpun
bisa memberi kebahagiaan pada orang lain, baik orang tua, suami, istri juga
anak-anak yang tercinta. Kita tidak bisa memberi kebahagiaan, karena
kebahagiaan adalah kondisi batin seseorang. Dikala kita sedang sakit kita menderita,
ditinggal pergi oleh orang yang kita sayangi kita menderita, lalu bagaimana
agar kita bisa menjalani hidup ini dengan penuh kebahagiaan??
Hidup adalah sebuah perjuangan,
hidup adalah sebuah perjalanan. Dalam mengarungi kehidupan ini kita sendiri
yang menentukan mau ke mana arah kita. Kalau kita terlalu banyak keinginan,
maka akan banyak kekecewaan yang kita alami karena keinginan yang tidak
kesampaian memunculkan kekecewaan, kekecewaan membuat kita menderita. Lalu apa
kita tidak boleh punya keinginan? Dalam kehidupan bermasyarakat tidaklah mungkin
tanpa keinginan. Kita manusia biasa, dalam kehidupan ini banyak hal yang kita
butuhkan. Namun dalam perjuangan untuk menjalani kehidupan ini, kita terus
berbuat baik tanpa memikirkan apa yang kita peroleh atau apa yang kita perbuat,
digunakan apapun jangan dipikirkan maka kita akan memperoleh kebahagiaan.
Kebanyakan orang ditanya ingin
bahagia apa ingin menderita?? Kebanyakan pasti ingin bahagia. Tetapi
kenyataannya kebanyakan memilih jalan menuju penderitaan. Contoh : dalam
kehidupan suami istri, si istri yang baik penuh pengertian, setia dan melayani
suami dengan baik, tetap saja ada hal yang kurang memuaskan. Dalam menghadapi
kekurangan (hal yang tidak sesuai) dari pasangan kita kerap kali kita ingin
pasangan kita bisa memperbaiki agar sesuai dengan harapan kita. Namun apabila terulang
lagi hal yang demikian, timbul amarah, caci maki dan serapah kita tumpahkan,
apakah kemarahan itu membawa kebahagiaan bagi kita???
Kalau ada kesalahan yang
dilakukan orang lain kepada kita, lalu kita marah-marah, apakah kondisi begini
adalah kebahagiaan? Padahal kondisi demikian adalah sebuah pikiran marah atau
tersenyum. Kalau marah yang kita pilih berarti kita memilih penderitaan tetapi
kalau kita memilih tersenyum kita akan bahagia. Kebanyakan orang pasti akan
berkata apa bisa??? Bisa atau tidak itu adalah pikiran kita sendiri, dengan
segala risiko diri kita sendiri yang akan menanggung akibat yang akan timbul.
Selamat memilih semoga pilihan
anda membawa ke arah yang anda tuju.
Semoga semua makhluk hidup berbahagia.
Cerita Inspiratif
BERGANDENGAN TANGAN
Seorang
petani dan istrinya bergandengan tangan menyusuri jalan sepulang dari sawah
sambil diguyur air hujan.
Lewatlah
sebuah motor di depan mereka. Berkatalah petani ini pada istrinya:
"Lihatlah Bu, betapa bahagianya suami istri yang naik motor itu, meskipun
mereka juga kehujanan, tapi mereka bisa cepat sampai di rumah. Tidak seperti
kita yang harus lelah berjalan untuk sampai ke rumah."
Sementara
itu, pengendara sepeda motor dan istrinya yang sedang berboncengan di bawah
derasnya air hujan, melihat sebuah mobil pick up lewat di depan mereka.
Pengendara
motor itu berkata kepada istrinya: "Lihat bu, betapa bahagianya orang yang
naik mobil itu. Mereka tidak perlu kehujanan seperti kita."
Di dalam
mobil pick up yang dikendarai sepasang suami istri, terjadi perbincangan,
ketika sebuah mobil sedan Mercy lewat di hadapan mereka. "Lihatlah bu,
betapa bahagia orang yang naik mobil bagus itu. Mobil itu pasti nyaman
dikendarai, tidak seperti mobil kita yang sering mogok."
Pengendara
mobil Mercy itu seorang pria kaya, dan ketika dia melihat sepasang suami istri
yang berjalan bergandengan tangan di bawah guyuran air hujan, pria kaya itu
berkata dalam hatinya: "Betapa bahagianya suami istri itu. Mereka dengan
mesranya berjalan bergandengan tangan sambil menyusuri indahnya jalan di
pedesaan ini. Sementara aku dan istriku tidak pernah punya waktu untuk berdua
karena kesibukan kami masing-masing."
Kebahagiaan
tak akan pernah kau miliki jika kau hanya melihat kebahagiaan milik orang lain,
dan selalu membandingkan hidupmu dengan hidup orang lain.
Dipost
oleh Dwi Agnes Cecilia di Bodhi Leaf Group
--- oOo ---
CINTA DAN KOMITMEN
Mensyukuri
Kekurangan
Seusai sebuah upacara pernikahan di Singapura beberapa tahun yang
lalu, sang ayah mertua memanggil menantu barunya ke pojok untuk memberinya
nasihat tentang bagaimana agar pernikahannya awet dan bahagia. "Kamu
mungkin sangat mencintai anak saya," katanya kepada si pemuda. "Oh,
iya dong!" desah si pemuda.
"Dan kamu mungkin berpikir dialah wanita paling hebat di
dunia," sambung si mertua.
"Dia begitu sempurna dalam segala hal," si menantu
mengiyakan dengan nada kurang sabar.
"Itulah yang kamu rasakan sewaktu baru menikah," kata si
mertua. "Namun setelah beberapa tahun, kamu akan mulai melihat kekurangan-kekurangan
anak saya. Saat kamu mulai menyadarinya, saya ingin kamu ingat ini: jika dia
tidak punya kekurangan-kekurangan itu, Menantuku, dia mungkin sudah menikah
dengan orang lain yang jauh lebih baik dari kamu!"
Jadi, kita harus selalu bersyukur atas kekurangan-kekurangan
pasangan kita, karena jika sedari awal mereka tidak memiliki
kekurangan-kekurangan itu, mereka sudah akan menikah dengan orang lain yang
jauh lebih baik daripada kita.
--- oOo ---
SEGENGGAM DAUN BODHI
KUMPULAN
TULISAN
BHIKKHU
DHAMMAVUDDHO MAHA THERA
Message of The Buddha
PESAN BUDDHA
Namo Tassa Bhagavato Arahato
Samma Sambuddhassa
Lakukan
Kebajikan
Ini berarti melakukan sesuatu yang
bermanfaat bagi orang lain atau berlatih kedermawanan. Umat Btiddhis
menyebutnya sebagai "Latihan Dana (Kedermawanan)". Sudah merupakan
kodratnya bagi seseorang untuk menjadi egois. Ini dapat dilihat dari seorang
bayi yang harus dilatih dan diajari untuk berbagi dan memberi. Tapi sayangnya,
kebanyakan orang menahan sifat egoisnya bahkan sampai mereka tumbuh dewasa.
Kita harus berusaha untuk memberi secara rutin sampai sifat kedermawaan menjadi
bagian dari sifat alami kita.
Berbagai cara memberi. Secara
umum, latihan dana berarti memberi barang-barang materi. Tetapi
seseorang juga dapat memberikan tenaganya untuk kerja yang membutuhkan tenaga
fisik, atau kata-kata baik yang bersimpati, penghargaan dan nasehat. Beberapa
orang juga memberikan seluruh hidupnya untuk mengabdi tanpa pamrih untuk tujuan
yang bermanfaat. Memberikan pengetahuan dapat membawakan manfaat besar bagi
orang lain. Sebagai contoh, daripada memberikan makanan pada seseorang, yang
membantunya hanya untuk satu hari saja, jika dia diajari suatu ketrampilan yang
berguna untuk mendapatkan penghidupan, dia dibantu seumur hidupnya. Dari semua
pemberian, pemberian Dhamma adalah yang tertinggi. Dhamma mengajarkan
kita tentang Hukum Kebenaran yang sangat penting untuk diketahui sehingga kita
bisa hidup selaras dengannya dan mencegah penderitaan di kehidupan sekarang
maupun kehidupan yang akan datang.
Cara menggunakan kekayaan dengan
baik. Buddha berkata bahwa seseorang seharusnya menggunakan kekayaannya secara
tepat dengan empat cara sebagai berikut :
·
Membuat diri sendiri, keluarga, tanggungan dan teman-temannya bahagia.
·
Melindungi dirinya sendiri dari segala kemalangan yang mungkin terjadi.
·
Melakukan persembahan
kepada sanak keluarga, para tamu, penguasa, makhluk alam surga,
makhluk hantu, dan melimpahkan jasa kebajikan kepada mereka.
·
Melakukan persembahan kepada para bhikkhu yang baik dan
para pertapa yang menjalani kehidupan suci.
Hasil dari memberi. Seseorang
yang bijak memberikan sesuatu yang bebas dari noda, merupakan pilihan yang
pantas, dengan perhatian, dengan tangannya sendiri, dan dia melakukannya
berulang kali. Dia juga memberi dengan rasa hormat, pada waktu yang tepat,
dengan ramah, tanpa melukai diri sendiri maupun orang lain. Seseorang yang
memberi tanpa rasa hormat, tidak sopan bahkan dengan hinaan, mendapatkan
kekayaan tetapi cenderung tidak dihormati dan bahkan dihina. Pemberian yang
diberikan pada saat yang tepat akan dilimpahkan kekayaan pada waktu yang tepat
pula. Pemberian dengan tidak ramah (tidak senang) akan dilimpahkan kekayaan
tetapi pikirannya tidak cenderung menikmatinya. Pemberian yang diberikan tanpa
menyebabkan luka akan menghasilkan kekayaan dan harta benda yang tidak dapat
dihancurkan oleh api, banjir, penguasa atau pencuri dan sebagainya.
Buddha berkata,
jika seseorang memberikan sesuatu dengan memikirkan balasannya, akan
menghasilkan sedikit kebajikan. Seseorang yang memberi tanpa
memikirkan balasannya akan mendapatkan kebajikan yang berlimpah. Pahala bajik
juga besar jika pemberian itu diberikan oleh seseorang yang kurang mampu dan
jika penerimanya adalah orang yang bermoral baik.
Empat ladang kebajikan. Ada
empat "ladang kebajikan" yaitu Buddha, Sangha, Ayah dan Ibu, pemberian
yang memberikan pahala besar. Buddha tidak lagi bersama kita. Para bhikkhu
dan bhikkhuni mewakili Sangha.
Empat kebutuhan pokok adalah
makanan, pakaian, obat-obatan, dan tempat tinggal. Ini juga merupakan empat
kebutuhan dari seorang bhikkhu. Pemberian makanan menghasilkan umur
panjang, kekuatan, kecantikan, dan kebahagiaan. Sehingga pemberinya akan
mendapatkan manfaat yang sama di masa mendatang. Dari keempat kebutuhan ini,
pemberian tempat tinggal untuk para bhikkhu empat penjuru, yakni
pembangunan, Vihara, menghasilkan pahala luar biasa besar. Pahala ini
bahkan lebih besar daripada memberi makanan kepada Buddha sendiri dengan
para bhikkhu karena ini membantu pelestarian perhimpunan bhikkhu
(bhikkhu Sangha). Lebih lanjut, Buddha berkata, pemberi kebutuhan,
yang digunakan seorang bhikkhu dan mampu mencapai dan berdiam dalam
konsentrasi tidak terbatas, akan mendapatkan pahala yang melimpah ruah, yang
tidak terhitung, tidak terukur, membawa pada kelahiran di alam surga, yang
disenangi, menggiurkan dan menyenangkan.
Kepada orang tua kitalah, kita
berhutang paling banyak. Kegagalan untuk menjaga orang tua kita membawa pada
kerugian yang sangat besar.
Pelimpahan jasa kebajikan. Ketika kita
berbuat kebaikan, hendaknya kita juga mengingat untuk melimpahkan jasa
kebajikan kita kepada makhluk yang tidak terlihat. Hantu kebanyakan tinggal
dekat manusia dan biasanya kembali ke rumah sanak keluarga dan teman, berharap
mendapatkan pelimpahan jasa yang sangat mereka butuhkan. Buddha juga
mengajarkan bahwa kita seharusnya melimpahkan jasa kebajikan kita kepada
makhluk-makhluk halus penghuni rumah (para dewa) sehingga mereka dapat melindungi
rumah kita dari makhluk luar yang jahat.
Mengapa Berbuat Baik?
Analogi garam dan air. Seseorang
mungkin akan bertanya "Mengapa saya harus berbuat baik? Apakah tidak
cukup jika saya tidak berbuat jahat atau menyakiti yang lain?" Pada
kehidupan lalu kita yang tidak terhitung jumlahnya, kita telah mengumpulkan
banyak kamma buruk yang memiliki kecenderungan mendatangkan banyak
masalah dalam kehidupan sekarang ini, Buddha mengajarkan bahwa jalan
untuk mengurangi akibat kamma buruk masa lampau adalah dengan melakukan
banyak kamma baik dalam kehidupan sekarang. Buddha mengibaratkan kamma
buruk dengan segumpal garam dan kamma baik dengan air. Jika segumpal
garam dituangkan ke secangkir air, maka air tersebut akan menjadi asin. Tetapi
jika garam tersebut dituangkan ke air yang ada di sungai, keasinannya berkurang
banyak. Sama halnya dengan melakukan kamma baik sekarang ini meringankan
akibat kamma buruk masa lampau, kecuali kamma buruk yang sangat
berat seperti membunuh orang tua kita.
Analogi pencurian. Lebih
lanjut, Buddha berkata bahwa tindakan jahat yang ringan yang dilakukan
oleh seseorang yang tidak memiliki timbunan kebajikan dalam perbuatan, pikiran
dan kebijaksanaan akan mengakibatkan kelahiran di alam rendah. Jika seseorang
memiliki timbunan kebajikan dalam perbuatan, pikiran dan kebijaksanaan, melakukan
tindakan yang sama, akibat buruk akan berbuah di dalam kehidupan sekarang dan
tidak harus menunggu setelah meninggal. Sama halnya dengan kasus seorang miskin
yang dipenjarakan karena mencuri 1, 10, atau 100 dollar, sedangkan seorang yang
kaya dan berkuasa tidak dipenjarakan untuk pencurian yang sama.
Manfaat memberi. Terdapat banyak manfaat dari
memberi yaitu: seseorang disukai dan disenangi oleh orang banyak; disenangi
oleh mereka yang luhur dan bijaksana; berita baik tentang orang tersebut
menyebar luas; lebih percaya diri menghadiri pertemuan; memperoleh kelahiran
kembali yang baik. Di samping berbuat baik sendiri, kita mendorong, menyetujui
atau memuji tindakan berbuat baik orang lain, maka lebih banyak jasa kebajikan
yang didapatkan.
--- oOo
---
SEGENGGAM
DAUN BODHI
Penerjemah
:
Rety
Chang Ekavatti, S. Kom, BBA
Yuliana
Lie Pannasiri, MBA
Penyunting
:
Nana
Suriya Johnny, SE
Andromeda
Nauli, Ph.D
Melangkah di Keheningan
Mengenal lebih dekat Bhikkhu Uttamo
dan ajaran Agama Buddha
Pertanyaan :
Yang
ingin saya tanyakan, Bhante sebelumnya sebagai umat biasa. Trus Bhante menjadi
bhikkhu, terus biasanya umat pasti mempunyai pola hidup yang berbeda. Otomatis
ketika menjadi bhikkhu, pola hidup itu berubah 360 derajat. Yang ingin saya
tanyakan, bagaimana Bhante menghadapi perubahan itu? Menjadi bhikkhu tidak
boleh menyanyi, nonton film, nonton TV, paling hanya menyaksikan berita. Dengan
demikian, bagaimana Bhante menghadapi perubahan itu? Perubahan hidup yang
drastis.
Jawab:
Berubah
360 derajat? Kalau demikian, tentu pola hidup yang djalani akan sama saja
antara saya sebagai umat biasa dengan ketika menjadi bhikkhu. Mungkin maksudnya
adalah berubah 180 derajat; jadi bertolak belakang. Begitu kan?
Masalah
yang ditanyakan adalah kemampuan menyesuaikan diri. Kemampuan ini dapat
diperoleh dengan latihan berpikir positif. Melihat segala sesuatu yang dialami
dari sudut pandang positif. Memang, menjadi bhikkhu tentu menyebabkan
terjadinya perubahan besar-besaran dalam pola hidup seseorang. Sebelumnya ia
mengenakan baju, kemudian berubah menjadi jubah. Padahal, baju dan jubah
hanyalah kebalikan pengucapan saja. Jubah-jubah-jubah-jubah-ju..., jadilah,
baju. Baju-baju-baju-ba...., jadilah jubah. Meskipun demikian, perubahan pola
hidup secara drastis itu, memang tidak mudah dijalani. Kesulitan ini dapat
dijelaskan dengan contoh gangguan aliran listrik. Ketika aliran listrik lancar
tidak ada gangguan, maka hidup sehari-hari dapat berjalan tanpa keluhan yang
berarti. Sebaliknya, ketika aliran listrik mendadak terputus dan lampu mati, maka
kondisi ini bisa menimbulkan ketidaknyamanan. Demikian pula dengan kesenangan
duniawi, ketika seseorang masih bisa melakukannya karena ia seorang umat
perumah tangga, maka masalah tidak terlalu nampak. Namun, ketika tiba-tiba ia
tidak diperkenankan melakukannya lagi karena ia sudah menjadi bhikkhu, maka
berbagai masalah bisa saja timbul. Pada mulanya, ia mungkin akan mengalami
ketegangan pikiran, terjadi pertentangan batin antara keinginan dan kenyataan.
Namun, pertentangan batin ini justru menjadi media yang sangat baik untuk
mempelajari serta mendalami Buddha Dahmma. Dengan memahami Dhamma, bahwa segala
suka dan duka adalah merupakan hasil pikiran atau keinginan sendiri,
pertentangan batin yang terjadi sedikit demi sedikit akan mulai dapat
dikendalikan. Bahkan, tidak tertutup kemungkinan pada suatu saat nanti, batin
menjadi tenang dan bebas dari pertentangan sama sekali.
Selain itu, menjadi bhikkhu memang harus berani menghadapi
berbagai kesulitan yang timbul dari dalam dirinya sendiri maupun dari lingkungannya.
Penggunaan jubah, misalnya, jika dipandang dari sudut negatif, mungkin bisa
menimbulkan rasa kurang percaya diri. Namun, apabila dipandang dari segi
positif, maka mengenakan jubah akan menjadi pendorong semangat seorang bhikkhu
untuk lebih mampu menjaga perilaku agar sesuai Dhamma. Paling tidak, dengan
mengenakan jubah, seorang bhikkhu akan merasa lebih nyaman dan praktis karena ke
manapun ia pergi, ia sudah tidak memerlukan jenis pakaian yang lain. Kondisi
inilah yang membuat saya bahagia sebagai seorang bhikkhu.
Demikian pula dengan tidak mempunyai rambut sama sekali, apabila
dipandang dari sudut positif, tanpa rambut sangat membantu seorang bhikkhu
untuk hidup sederhana karena ia tidak lagi membutuhkan perawatan yang rumit,
seperti pengadaan minyak rambut, sisir dsb. Jadi saya melihat bahwa menjadi
seorang bhikkhu sangat banyak hikmahnya, banyak nilai positifnya. Karena itu,
perubahan drastis dalam pola hidup ini jika dipandang dari sudut positif akan
tetap memberikan kebahagiaan lahir dan batin. Karena sesungguhnya, sekali lagi,
semua suka duka hanya timbul akibat pola pikir sendiri. Apabila seseorang mampu
berpikir positif pada setiap saat, maka hidup sebagai apapun juga ia akan
selalu merasa bahagia, apapun pilihan hidup yang ia lakukan, baik menjadi
bhikkhu maupun perumah tangga.
--- oOo ---
100 TANYA JAWAB DENGAN
BHIKKHU UTTAMO
15. Dari: Henry, Medan
Bhante,
1. Apakah semua bhikkhu
pantas menerima penghormatan dan pemberian dari umatnya ?
2. Apa yang menjadi ukuran
seseorang itu dikatakan sebagai seorang bhikkhu?
3. Bagaimana kita membedakan antara bhikkhu yang menjalankan sila
dengan baik, menjalankan sila dengan kurang baik, menjalankan sila dengan
terlalu ekstrim ?
4. Apakah seorang umat awam
pantas menilai bhikkhu dari cara beliau melakukan sesuatu ?
5. Apakah
seorang awam boleh menegur dan mempertanyakan kepada bhikkhu tentang perilaku
mereka (para bhikkhu)
? Terima kasih atas jawabannya.
Jawaban :
1. Dalam tradisi Buddhis,
semua bhikkhu memang berhak mendapatkan penghormatan dan pemberian dari para
umat. Para bhikkhu menjadi tempat untuk para umat melakukan kebajikan. Memang,
tidak dapat disangkal bahwa ada sebagian umat yang tidak ingin memberikan
penghormatan maupun pemberian kepada bhikkhu yang dianggapnya kurang baik.
Dalam hal ini, umat tersebut telah kehilangan kesempatan untuk berbuat baik,
namun ia tidak melakukan kamma buruk.
2. Seseorang dapat disebut
sebagai 'bhikkhu', paling tidak karena ada dua hal : Pertama, ia adalah pria yang
telah menerima penabhisan sesuai dengan peraturan yang terdapat dalam Tipitaka.
Di sini, istilah 'bhikkhu' menjadi semacam gelar atau jabatan, tidak menunjuk
pada perbuatan tertentu.
Kedua,
istilah ini menunjuk perilaku yang sesuai untuk dilakukan oleh seseorang.
Pengertian ini terdapat dalam Bhikkhu Vagga, Dhammapada XXV, 3 yang menyebutkan
:
Seseorang
yang mengendalikan tangan dan kakinya, ucapan dan pikirannya, yang bergembira
dalam samadhi dan memiliki batin yang tenang yang puas berdiam seorang diri,
maka orang lain menamakan dia sebagai "bhikkhu"
Jelaslah
bahwa ukuran seseorang dapat disebut sebagai 'bhikkhu' cenderung karena melihat
perbuatannya, bukan hanya sekedar upacara penabhisan yang telah ia laksanakan
sebelumnya.
3. Membedakan pelaksanaan
sila satu bhikkhu dengan bhikkhu yang lain sebenarnya bukanlah tindakan yang
bermanfaat. Timbulnya perbedaan perilaku antar para bhikkhu ini sangat
berhubungan dengan motivasi awal yang juga tidak sama pada setiap bhikkhu. Oleh
karena itu, dalam bergaul dengan para bhikkhu, hal terpenting yang perlu diperhatikan
adalah perilaku bhikkhu tersebut yang sesuai dengan peraturan kebhikkhuan
(vinaya) di samping ia juga telah memperoleh penabhisan secara sah seperti yang
tertulis dalam Tipitaka,
4. Umat boleh saja melakukan penilaian pada diri seorang bhikkhu,
meskipun penilaian tersebut mungkin kurang bermanfaat. Namun, kalau dirasa
penilaian tersebut dapat bermanfaat untuk meningkatkan kualitas kebhikkhuan
serta pembinaan umat Buddha di suatu tempat, maka tentu saja penilaian yang
harus dilanjutkan dengan memberikan solusi yang baik ini dapat dilaksanakan.
Sebaliknya, apabila penilaian terhadap tindakan seorang bhikkhu hanya untuk
memenuhi kebutuhan umat untuk membicarakan keburukan orang lain tanpa
memberikan satu solusi apapun, maka sebaiknya penilaian semacam ini tidak
dilakukan.
5. Umat tentu saja bisa
memberikan masukan atau saran kepada seorang bhikkhu apabila umat melihat
perilaku bhikkhu tersebut kurang patut. Saran ini dapat diberikan dalam bentuk
PERTANYAAN bukan pernyataan. Dengan demikian, umat lebih baik bertanya: "Apakah
tindakan Bhante seperti itu cukup sopan?" daripada umat membuat pernyataan
"Tindakan Bhante itu tidak sopan." Dengan merumuskan pertanyaan
secara bijaksana, umat telah memberikan kesempatan kepada bhikkhu itu untuk
berpikir, sadar dan memperbaiki kekurangan dirinya. Sebaliknya, dengan umat
memberinya pernyataan, umat lebih cenderung memaksakan kehendak kepada bhikkhu
tersebut sehingga hal ini berpotensi menimbulkan masalah pribadi di antara
mereka.
Semoga
jawaban ini dapat bermanfaat.
|
JADWAL KEGIATAN RUTIN
METTA VIHARA TEGAL
JADWAL PUJA BAKTI
Puja Bakti Umum Minggu Pagi : Pk. 07.30 WIB -
09.00 WIB
Puja Bakti Sekolah Minggu : Pk. 09.30
WIB - 11.00 WIB
Puja Bakti Remaja Hari Sabtu : Pk. 18.30 WIB -
19.30 WIB
Puja Bakti Uposatha : Setiap tanggal 1, 15, Penanggalan Lunar
Jam
19.30 WIB - 21.00 WIB
Kitab Suci Agama Buddha bagian dari
Khuddaka Nikaya, Sutta Pitaka
Judul asli : The
Sutta-Nipata
Translated
from The Pali by H. Saddatissa
3. KHAGGAVISANA SUTTA
Cula Unicorn
Kemelekatan
indera dan hubungan dengan orang lain harus dihindari
35 Tidak meninggalkan
kesendirian dan meditasi, senantiasa hidup sesuai Dhamma, menyadari
akibat-akibat yang menyakitkan dari bentuk-bentuk dumadi ........................................................................... (69)
36 Rajin, bersemangat mengikis nafsu keinginan, terampil,
terpelajar, penuh perhatian dan kewaspadaan, cakap memeriksa Dhamma, mantap
dalam Sang Jalan, penuh energi ......................................... (70)
37 Bagaikan singa yang tidak takut oleh suara, bagaikan angin yang
tidak tertangkap jaring, bagaikan teratai yang tidak terkotori oleh air ....................................................................................................... (71)
38 Bagaikan singa -- si raja binatang, yang kuat dengan gigi-gigi
tajam -- berkelana menaklukkan binatang lain, dengan hidup dalam lingkungan
yang menyendiri ............................................................... (72)
39 Dengan mempraktekkan cinta kasih, ketenang-seimbangan, kasih
sayang, pembebasan, dan kegembiraan bersimpati pada saat yang sesuai, tidak
terhalang oleh seluruh dunia ...................................... (73)
40 Setelah membuang nafsu birahi, kemarahan dan kebodohan batin,
setelah mematahkan belenggu, tidak lagi takut akan kematian .................................................................................................... (74)
41 Banyak orang saling berteman dan berhubungan demi keuntungan diri sendiri.
Dewasa ini sulit mencari teman yang bebas dari motivasi tersembunyi. Mereka
cukup pandai mencari keuntungan pribadi dan oleh karena itu pantas (75)
Langganan:
Postingan (Atom)