Tegal, 24 Agustus 2012
No : 60, Tahun Keenam
Penasehat
: Ketua Yayasan Metta Jaya
Penanggung
Jawab : Ketua Dayakasabha Metta Vihara Tegal
Pimpinan
Redaksi : Ibu Tjutisari
Redaksi
Pelaksana : 1. Ibu Pranoto 4. Liliyani
2.
Suriya Dhammo 5. Sumedha
Amaravathi
3.
Ade Kristanto
Alamat
Redaksi : Metta
Vihara
Jl.
Udang No. 8 Tegal Telp. (0283) 323570
BCA No Rek : 0479073688 an. YUNINGSIH ASTUTI - TUSITA WIJAYA
DHAMMAPADA ATTAKHATA
Bab I -
Syair 11 dan 12
Mereka yang menganggap ketidak-benaran sebagai
kebenaran, dan kebenaran sebagai ketidak-benaran, maka mereka yang mempunyai
pikiran keliru seperti itu, tak akan pernah dapat menyelami kebenaran.
Mereka yang mengetahui kebenaran sebagai kebenaran dan
ketidak-benaran sebagai ketidak-benaran, maka mereka yang mempunyai pikiran
benar seperti itu, akan dapat menyelami kebenaran.
Kisah Sariputta
Thera
Upatissa
dan Kolita adalah dua orang pemuda dari dusun Upatissa dan dusun Kolita, dua
dusun di dekat Rajagaha. Ketika melihat suatu pertunjukkan, mereka menyadari
ketanpa-intian dari segala sesuatu. Lama mereka berdua mendiskusikan hal itu,
tetapi hasilnya tidak memuaskan. Akhirnya mereka bersama-sama memutuskan untuk
mencari jalan keluarnya.
Pertama-tama,
mereka berguru kepada Sanjaya, petapa pengembara di Rajagaha. Tetapi mereka
merasa tidak puas dengan apa yang ia ajarkan. Karena itu, mereka pergi
mengembara ke seluruh daerah Jambudipa untuk mencari guru lain yang dapat
memuaskan mereka.
Lelah
melakukan pencarian, akhirnya mereka kembali ke daerah asal mereka, karena
tidak menemukan Dhamma yang sebenarnya. Pada saat itu mereka berdua saling
berjanji, akan terus mencari. Jika di antara mereka ada yang lebih dahulu
menemui kebenaran Dhamma harus memberitahu yang lainnya.
Suatu
hari, Upatissa bertemu dengan Assaji Thera dan belajar darinya tentang hakekat
Dhamma. Sang Thera mengucapkan syair awal, "Ye Dhamma hetuppabhava",
yang berarti "Segala sesuatu yang terjadi berasal dari suatu
sebab".
Mendengar
syair tersebut mata batin Upatissa terbuka. la langsung mencapai tingkat
kesucian sotapatti magga dan phala.
Sesual
janji bersamanya, ia pergi menemui temannya Kolita, menjelaskan padanya bahwa
ia, Upatissa, telah mencapai tahap keadaan tanpa kematian, dan mengulangi
syair tersebut di hadapan temannya. Kolita juga berhasil mencapai tingkat
kesucian sotapatti pada saat akhir syair itu diucap.
Mereka
berdua teringat pada bekas guru mereka. Sanjaya, dan berharap ia mau mengikuti
jejak mereka. Setelah bertemu, mereka berdua berkata kepadanya, "Kami telah
menemukan seseorang yang dapat menunjukkan jalan dari keadaan tanpa kematian;
Sang Buddha telah muncul di dunia ini, Dhamma telah muncul; Sangha telah
muncul..... mari kita pergi kepada Sang Guru".
Mereka
berharap bahwa bekas guru mereka akan pergi bersama mereka menemui Sang Buddha,
dan berkenan mendengarkan ajaran-Nya juga, sehingga akan mencapai tingkat
pencapaian magga dan phala. Tetapi Sanjaya menolak.
Oleh karena itu, Upatissa dan Kolita, dengan dua ratus lima puluh pengikutnya
pergi menghadap Sang Buddha di Veluvana.
Di sana mereka ditahbiskan
dan bergabung dalam pasamuan para bhikkhu. Upatissa sebagai anak laki-laki dari
Rupasari menjadi lebih dikenal sebagai Sariputta. Kolita sebagai anak laki-laki
dari Moggalli lebih dikenal sebagai Moggallana. Dalam tujuh hari setelah
menjadi anggota Sangha, Moggallana mencapai tingkat kesucian arahat. Sariputta
mencapai tingkat yang sama dua minggu setelah menjadi anggota Sangha.
Kemudian,
Sang Buddha menjadikan mereka berdua sebagai dua murid utama-Nya (agga-savaka).
Kedua
murid utama itu kemudian menceritakan kepada Sang Buddha bagaimana mereka pergi
ke festival Giragga, pertemuan dengan Assaji Thera, dan pencapaian tingkat kesucian
sotapatti. Mereka juga bercerita kepada Sang Buddha tentang bekas guru mereka,
Sanjaya, yang menolak ajakan mereka.
Sanjaya
pernah berkata, "Telah menjadi Guru dari sekian banyak murid, bagiku untuk
menjadi murid-Nya adalah sulit, seperti kendi yang berubah menjadi gelas
minuman. Di-samping hal itu, hanya sedikit orang yang bijaksana dan sebagian
besar adalah bodoh. Biarkan yang bijaksana pergi kepada Sang Gotama yang
bijaksana, sedangkan yang bodoh akan tetap datang kepadaku. Pergilah sesuai
kehendakmu, murid-muridku".
Sang
Buddha menjelaskan bahwa kesalahan Sanjaya adalah keangkuhannya, yang
menghalanginya untuk melihat kebenaran sebagai kebenaran; ia telah melihat
ketidak-benaran sebagai kebenaran dan tidak akan pernah mencapai pada kebenaran
yang sesungguhnya.
Kemudian
Sang Buddha membabarkan syair 11 dan 12 berikut :
Mereka yang menganggap ketidak-benaran sebagai
kebenaran, dan kebenaran sebagai ketidak-benaran, maka mereka yang mempunyai
pikiran keliru seperti itu, tak akan pernah dapat menyelami kebenaran.
Mereka yang mengetahui kebenaran sebagai kebenaran dan
ketidak-benaran sebagai ketidak-benaran, maka mereka yang mempunyai pikiran
benar seperti itu, akan dapat menyelami kebenaran.
Banyak bhikkhu berhasil mencapai tingkat kesucian sotapatti,
setelah khotbah Dhamma itu berakhir.
--- oOo ---
SEKAPUR SIRIH
Buletin
Brivi merupakan media komunikasi dan persaudaraan umat Buddha khususnya umat
Metta Vihara. Dengan harapan umat Buddha dapat melaksanakan per